Sifat Surat Kabar Konstruksi Media Cetak

untuk meliput berita-berita nasional maupun di luar negri guna meliput berita-berita internasional. c Aktualitas Kecepatan penyampaian laporan mengenai kejadian di masyarakat kepada khalayak. Bagi surat kabar, aktualitas ini merupakan factor yang amat penting karena menyangkut persaingan dengan surat kabar lain dan berhubungan dengan nama baik surat kabar yang bersangkutan. d Periodesitas Adalah menunjuk pada keteratuaran terbitnya, bisa harian, mingguan atau dwi mingguan. Sifat ini sangat penting dimiliki media massa, khususnya surat kabar bagi khalayaknya. Kebutuhan manusia akan informasi adalah sama halnya dengan kebutuhan manusia akan makan, minum dan pakaian. Tidak pernah walau dalam satu hari pun manusia tidak memerlukan informasi. Dan tidak sulit bagi surat kabar untuk terbit secara periodik berkesinambungan dalam selama ada dana dan tenaga yang terampil karena di sekeliling kita banyak sekali fakta serta peristiwa yang dapat dijadikan isi berita surat kabar. 23 Berdasarkan keseluruhan definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa berita-berita yang memuat kejadian atau peristiwa yang bersifat aktual, layak untuk disampaikan bagi kepentingan umum.

2. Sifat Surat Kabar

24 Ditinjau dari Ilmu Komunikasi sifat surat kabar adalah sebagai berikut: a. Terekam; artinya berita-berita yang disiarkan oleh surat kabar tersusun dalam alinea, kalimat, dan kata-kata yang terdiri atas huruf-huruf, yang dicetak pada kertas. Dengan demikian, setiap peristiwa atau hal yang 23 Siti Karlina, dkk, “Komunikasi Massa”, Jakarta: PT. Universitas Terbuka, 2007, cet. ke-6, h. 6.8 24 Ibid, h.155-158 diberitakan terekam sedemikian rupa sehingga dapat dibaca setiap saat dan dapat diulangkaji, bisa dijadikan dokumentasi dan bisa dipakai sebagai bukti untu keperluan tertentu. b. Menimbulkan perangkat mental secara aktif Karena berita surat kabar yang dikomunikasikan khalayak menggunakan bahasa dengan huruf yang tercetak “mati” diatas kertas, maka untuk dapat mengerti maknanya pembaca harus menggunakan perangkat mentalnya secara aktif. c. Pesan menyangkut kebutuhan komunikan Pesan yang disampaikan kepada komunikan menyangkut teknik transmisinya agar mengenai sasarannya dan mencapai tujuannya. d. Efek sesuai dengan tujuan Efek yang diharapkan dari pembaca surat kabar tergantung pada tujuan si wartawan sebagai komunikator. e. Yang harus dilakukan oleh wartawan sebagai komunikator Komponen komunikasi melalui surat kabar, yaitu wartawan. Ini merupakan hal yang paling penting karena berhasil tidaknya misi surat kabar bergantung pada kemampuan dan keterampilan wartawannya. B. Teori Konstruksi Atas Realitas Konsep konstruksi Sosial mengenai realitas dikemukakan oleh Alfred Schutz adalah: “Realitas kehidupan sehari-hari saya bukan semata-mata realitas pribadi saya, tetapi berawal dari hubungan subjek yang dibagi, dialami, dan diartikan diantara teman-teman saya: singkatnya, ini adalah suatu realitas bagi kami semua. Dalam siatuasi biografis yang unik dimana saya menemukan diri saya dalam realitas pada suatu saat tertentu dari eksistensi saya, hanyalah bagian yang sangat kecil dari realitas yang dibentuk secara melalui hubungan dengan orang-orang lain”. 25 Penelitian ini menggunakan paradigma konstruksionis yaitu paradigma yang menganggap bahwa realitas kehidupan bukanlah realitas yang sesungguhnya, tetapi hasil dari konstuksi dari setiap r. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya. Dalam pandangan konstruksionisme, bahasa tindividu yang melakukan interaksi dan berlangsung secara terus-menerus 26 . Tidak lagi hanya dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. Konstruksionisme justru menganggap subjek sebagai factor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya. Wacana adalah suatu upaya untuk pengungkapan maksud yang tersembunyi dari subjek yang mengemukakan suatu pernyataan. Pengungkapan itu dilakukan dengan menempatkan diri pada posisi sang pembicara dengan menafsirkan mengikuti struktur makna dari sang pembicara 27 . Konsep mengenai konstruksionisme diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman, tesis utama dari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis dan plural secara terus menerus. Masyarakat tidak lain adalah produk manusia, namun secara terus menerus mempunyai aksi 25 Sasa Djuarsa Sanjaya dkk, “Teori Komunikasi”, Jakarta: Universitas Tebuka, 2007, Cet. ke-2, Edisi 2, h. 8.3 26 Bambang Setiawan,dkk “Metode Penelitian Komunikasi”, Jakarta: PT. Universitas Terbuka, 2007, cet ke-2, h. 8.33 27 Eriyanto, “Analisi Wacana”, Yogyakarta: Lkis 2000, h. 5-6 kembali terhadap penghasilnya. Sebaliknya, manusia adalah hasil atau produk dari masyarakatnya. Proses dialektis berlangsung dalam tiga tahapan yaitu 28 : a. Eksternalisasi yaitu pencurahan ekspresi diri manusia kedalam dunia baik mental maupun fisik. Misalnya manusia lahir dan terus berkembang membentuk dunia. b. Objektivasi yakni hasil yang dicapai baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Misalnya, benda cangkul, kursi dan lain-lain dan dalam bahasa sebagai alat komunikasi. c. Internalisasi yaitu penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia social. Misalnya, manusia berinteraksi dan bersosialisasi. Bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas hadir karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas tercipta lewat konstruksi dan pandangan tertentu. Realitas bisa berbeda-beda, tergantung pada bagaimana konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan berbeda. Menurut Ann N. Criger ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruktivis 29 : 1. Menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas. Makna bukanlah sesuatu yang absolute, 28 Eriyanto, “Analisi Framing”, h. 13 29 Ibid, h. 40 konsep static yang ditemukan dalam suatu pesan. Makna adalah suatu proses aktif yang ditafsirkan seseorang dalam suatu pesan. 2. Komunikasi sebagai proses dinamis. Pendekatan konstruksionis memeriksa bagaimana pembentukan pesan dari sisi komunikator. Dan dalam sisi penerima, ia memeriksa bagaimana konstruksi makna individu ketika menerima pesan. Pesan dipandang bukan sebagai mirror of reality yang menampilkan fakta apa adanya. Dalam menyampaikan pesan, seseorang menyusun citra tertentu atau merangkai ucapan tertentu dalam memberikan gambaran tentang realitas. Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri terhadap media, menurut Eriyanto wartawan dan berita dilihat sebagai berikut 30 : 1. Fakta atau peristiwa adalah hasil konstruksi. Realitas berita dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang tertentu dari wartawan. Karenanya realitas bisa berbeda-beda tergantung pada bagaimana konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan yang berbeda. 2. Media adalah agen konstruksi Media bukan saluran bebas, ia juga subjek mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan bisa dan pemihakannya. Melalui berbagai instrument yang dimilikinya, media ikut membentuk realitas yang terjadi dalam pemberitaan. 3. Berita bukan refleksi dari realitas, ia hanyalah konstruksi dari realitas. 30 Ibid, h. 19 Berita yang kit abaca pada dasarnya adalah hasil dari konstruksi kerja jurnalistik, bukan kaidah buku jurnalistik. Semua proses konstruksi dari memilih fakta, sumber, pemakaian, kata gambar, sampai penyutingan memberi andil bagaimana realitas tersebut hadir di hadapan khalayak. 4. Berita bersifat subjektif konstruksi atas realitas. Penempatan sumber berita yang menonjol dibandingkan dengan sumber lain, menempatkan wawancara seorang tokoh lebih besar dari tokoh lain, liputan yang hanya satu sisi dan merugikan pihak lain, tidak berimbang dan secara nyata memihak satu kelompok merupakan bagian dari konstruksi wartawan dalam memaknai realitas. 31 5. Wartawan bukan pelapor, ia agen realitas. Wartawan bukan hanya melaporkan fakta, namun juga turut mendefinisikan peristiwa. Sebagai actor social, wartawan turut mendefinisikan apa yang terjadi, dan secara aktif membantu peristiwa dalam pemahaman. 6. Etika, pilihan moral dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang integral dalam produksi berita. Etika dan moral yang dalam banyak hal berarti keberpihakan pada satu kelompok atau nilai tertentu umumnya dilandasi oleh keyakinan tertentu adalah bagian yang integral dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan mengkonstruksi realitas. Wartawan disini bukan hanya pelapor karena disadari atau tidak ia menjadi partisipan dari keragaman penafsiran dan subjektivitas dalam public. 31 Ibid 7. Nilai, etika dan pilihan moral peneliti menjadi bagian yang integral dalam penelitian. Penelitian bukanlah subjek yang bebas nilai. Peneliti adalah entitas dengan berbagai nilai dan keberpihakan yang berbeda-beda. Karenanya, bisa jadi objek penelitian yang sama akan menghasilkan temuan ditangan peneliti yang berbeda. 8. khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas realitas. Khalayak bukan subjek yang pasif. Ia juga aktif dalam menafsirkan apa yang dibaca. Karenanya, setiap orang bisa mempunyai pemaknaan yang berbeda atas teks yang sama. 32 Peristiwa yang sering diberitakan media massa baik media elektronik maupun media cetak sesungguhnya seringkali berbeda dengan peristiwa sebenarnya. Mengapa bisa terjadi demikian?, sebab media tidak semata-mata sebagai saluran pesan yang pasif tapi media juga aktif dalam melakukan konstruksi terhadap peristiwa. Melalui berbagai instrumen yang dimilikinya media berperan serta membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan. Kontruksi terhadap realitas dapat dipahami sebagai upaya “menceritakan” konseptualisasi sebuah peristiwa, keadaan, benda atau apapun. Wartawan ketika melihat suatu realitas ia menggunakan pandangan tertentu sehingga realitas yang hadir merupakan realitas yang subjektif. Berbeda dengan dengan pandangan yang mengandaikan terdapat realitas “berada diluar sana” yang objektif, mengutip jargon film seri fiksi ilmiah 32 Ibid The “X” Files, the truth is out there kebenaran itu berada di luar manusia. Realitas fakta bukanlah sesuatu yang terberi reality is not given melainkan ada dalam benak kita ungkap James W. Carey. Fakta atau realitas itu diproduksi dan dikonstruksi dengan menggunakan perspektif tertentu yang akan dijadikan bahan berita oleh wartawan. Maka tak mengherankan jika media memberitakan berbeda sebuah peristiwa yang sama karena masing-masing media memiliki pemahaman dan pemaknaan sendiri. 33 Dalam pandangan Peter D. Moss berita di media massa merupakan konstruksi kultural, dalam melihat realitas sosial media menggunakan kerangka tertentu untuk memahaminya. Media melakukan seleksi atas realitas, mana realitas yang akan diambil dan realitas mana yang ditinggalkan. Juga media kerap memilih nara sumber mana yang akan diwawancarai dan nara sumber mana yang tidak diwawancarai. Melalui narasinya media sering menawarkan definisi-definisi tertentu mengenai kehidupan manusia. Mana yang baik dan mana yang buruk, siapa pahlawan dan siapa penjahat, apa yang layak dan apa yang tidak layak untuk dilakukan seseorang. Dalam ungkapan Dennis McQuail, media massa merupakan filter yang menyaring sebagian pengalaman dan menyoroti pengalaman lainnya dan sekaligus kendala yang mengahalangi kebenaran. Dalam kegiatannya melaporkan peristiwa yang terjadi, pada dasarnya media menafsirkan dan merangkai kembali kepingan-kepingan fakta dari realitas yang begitu kompleks sehingga membentuk sebuah kisah yang bermakna dan dapat dipahami oleh khalayak. Menurut Eriyanto ada tiga tingkatan bagaiamana media 33 Diakses dari internet, htt:fahri99 wordpress.com, “berita sebagai konstruksi media massa”, 27-10-2006 membentuk realitas, pertama media membingkai peristiwa dalam bingkai tertentu. Kedua, media memberikan simbol-simbol tertentu pada peristiwa dan aktor yang terlibat dalam berita. Ketiga, media juga menentukan apakah peristiwa ditempatkan sebagai hal yang penting atau tidak. Tidak berlebihan jika Tony Bennet menyebut media sebagai agen konstruksi sosial. 34

C. Berita