Konstruksi Media Cetak Atas Berita Meninggalnya Soeharto : Analisis Framing Pada Koran Republika

(1)

KONSTRUKSI MEDIA CETAK ATAS REALITAS

MENINGGALNYA SOEHARTO

(ANALISIS FRAMING PADA KORAN REPUBLIKA

EDISI 28, 29 DAN 30 JANUARI 2008)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

Eti Rusitah

NIM. 204051002824

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H/2008 M


(2)

KONSTRUKSI MEDIA CETAK ATAS REALITAS

MENINGGALNYA SOEHARTO

(ANALISIS FRAMING PADA KORAN REPUBLIKA

EDISI 28, 29 DAN 30 JANUARI 2008)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.sos.I)

Oleh

Eti Rusitah

Nim: 204051002824

Pembimbing

Drs. Wahidin Saputra, MA

NIP. 150276299

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H/2008 M


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Strata satu (S-1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 2008


(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “KONSTRUKSI MEDIA

CETAK ATAS BERITA MENINGGALNYA

SOEHARTO (NALISIS FRAMING PADA KORAN

REPUBLIKA)” telah diujikan dalam sidang munaqasyah

Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal

18 september 2008.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu s yarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam

(S.Sos.I) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta, 18

September 2008


(5)

Ketua Merangkap Anggota

Sekretaris

Merangkap Anggota

Dr. Arief Subhan, M.A

Drs. Cecep

Castrawijaya, M.A

NIP: 150262442

NIP:

Anggota

Penguji I

Penguji II

Dra. Hj. Asriati Jamil, M.Hum

Dra. Hj.

Musfirah Nurlaily, M.A NIP: 150 244 766

NIP: 150 299 324

Pembimbing

Drs. Wahidin Saputra, M.A

NIP: 150 276 299


(6)

ABSTRAK

Nama

: Eti Rusitah

Judul

: Konstruksi Media Cetak atas Realitas Berita

Meninggalnya Soeharto (Analisis Framing

Pada Koran Republika)

Media cetak merupakan salah satu medium yang banyak

memberikan kontribusi berarti dalam proses transformasi

aktual setelah media elektronik yang mempunyai kedudukan

terpenting dalam menentukan atau menciptakan realitas serta

berpotensi dalam membentuk pandangan masyarakat melalui

pembingkaian (framing) yang dilakukan oleh wartawan.

Alasan penulis memilih judul ini karena ingin mengetahui

perbedaan/ perbandingan isi berita mengenai meninggalnya

Soeharto yang dikemas oleh ketiga tanggal tersebut yakni 28,

29 dan 30 Januari 2008.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

bagaimana konstruksi konstruksi media cetak atas berita

meninggalnya Soeharto dari ketiga tanggal tersebut menurut

model Robert N. Entman?

Metodelogi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis framing Model Robert N. Entman serta melalui

pengumpulan data (misalnya dengan observasi teks,

wawancara, dan dokumentasi), kemudian dengan melalui

pengolahan data dan setelah itu barulah menggunakan

analisis data.

Dari hal analisis telah diuraikan di BAB IV menunjukkan

bahwa peristiwa meninggalnya Soeharto dipahami dan dilihat

oleh tanggal 28 sebagai sebuah panggilan Allah, sementara

tanggal 29 dan 30 memaknainya sebagai wujud kepulangan

Soeharto untuk menemui Sang Khalik dan kehendak dari

Allah SWT. Yang menjadi penyebab peristiwa ini dilihat dari


(7)

masing-masing tanggal adalah karena sakit/ gagalnya system

multiorgan. Adapun nilai moral yang dilihat oleh tanggal 28

adalah sebagai bukti kuasa Allah. Sedangkan tanggal 29 tidak

membuat keputusan/nilai moral. Sementara nilai moral yang

dibuat oleh tanggal 30 adalah dengan memberikan

penghargaan kepada beliau. Ketiga tanggal tersebut juga

menawarkan jalan keluar dalam peristiwa ini. Tanggal 28

merekomendasikan agar membacakan Al-fatihah mendoakan

Soeharto, memanjatkan doa khusus, serta memasang bendera

setengah tiang. Tanggal 29 merekomendasikan supaya

melantunkan doa, memaafkan segala kesalahannya, tabah dan

ikhlas, tahlil besama, menggelar shalat ghaib serta dzikir

bersama. Sementara tanggal 30 memberikan jalan keluar agar

selain mengadakan shalat ghaib dan tahlil bersama, juga

mendoakan agar husnul khotimah serta membaca yasin di

makam Pak Harto.


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah merupakan kata terindah dan penuh makna yang sudah sepantasnya penulis ucapkan pada saat yang paling berharga ini, karena tak ada satu aktivitas pun yang penulis lakukan sampai dengan saat ini kecuali atas nikmat, rahmat, hidayah dan inayah dari Allah SWT. Shalawat beriring salam semoga tetap terlimpah kepada manusia pilihan yang dalam

kehidupannya menjadi suri tauladan bagi kita semua, yakni Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan umat hingga akhir zaman. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui cobaan dan hambatan. Namun, penulis berusaha menghadapinya dengan ikhtiar dan tawakkal. Alhamdulillah atas berkat rahmat dan hidayah Allah SWT, serta berkat do’a dan dukungan orang tua, keluarga, sahabat, teman-teman serta orang-orang terdekat, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Karena itulah, dari lubuk hati yang paling dalam, penulis mengucapkan banyak terima kasih yang tulus dan tak terhingga kepada segenap pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik moril dan materil dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah memberikan imbalan yang lebih baik. Amin Ya rabbil ‘Alamin.

Oleh karena itu, sebagai rasa syukur, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya adalah:


(9)

2. Bapak Dr. Arif Subhan, M.Ag selaku Pembantu Dekan I, Drs. H. Mahmud Jalal, MA selaku Pembantu Dekan II, serta Bapak. Drs. Study Rizal LK, M.Ag selaku Pembantu Dekan III Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

3. Bapak. Drs. Wahidin Saputra, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, pembimbing Akademik sekaligus pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingannya dalam penyelesaian skripsi ini sehingga bisa terselesaikan dengan baik.

4. Dra. Hj. Asriati Jamil, M.Hum dan Dra. Hj. Musyfirah Nurlaily, MA, selaku Ketua Koordinator dan Sekretaris Koordinator Teknis Program Non Reguler Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

5. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis selama menempuh pendidikan di UIN Syarif hidayatullah Jakarta, semoga penulis mengamalkan ilmu yang telah bapak dan ibu berikan. Amien….

6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah dan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Terbuka dan Universitas Indonesia yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam peminjaman buku. 7. Redaktur Republika yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk

wawancara, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang tentunya sesuai dengan harapan penulis.

8. Seluruh Staf Redaksi Republika, terima kasih banyak atas bantuannya, karena telah membantu penulis dalam memberikan data-data yang penulis butuhkan.


(10)

9. Bapak M. Irwan Arifyanto selaku Redaktur Hukum di Republika, terima kasih atas segala bantuannya karena telah sabar dan meluangkan waktu dengan suka rela memberikan data-data yang penuliskan perlukan. Semoga kebaikan Bapak di balas dengan berlipat ganda oleh Allah SWT.

10.Bapak Fahmi selaku Staf di Republika terima kasih karena telah memberikan kemudahan dalam mencari data-data yang diperlukan.

11.Teruntuk Ayahanda Alifiah, dan Ibunda Asnah serta seluruh keluarga yang selalu memberikan motivasi dan dukungan moriil dan materil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih juga atas segala doanya yang terbaik untuk keberhasilan ananda, karena tanpa do’a dari kalian penulis tidak mungkin bisa menyeleaikan pendidikan yang seperti sekarang ini.

12.orang yang selalu di hati, terima kasih karena telah memberikan dukungan, dan motivasi serta doa buat aku

13.Teman-teman khususnya KPI A Fakultas Dakwah dan Komunikasi Non Reguler angkatan 2004, yang telah memberi do’a dan dukungan terhadap penulis.

14.Untuk semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa hormat, penulis ucapkan terima kasih yang begitu besar. Mohon maaf apabila ada kesalahan yang pernah penulis lakukan, semoga apa yang telah dilakukan adalah hal yang terbaik dan hanya Allah yang dapat membalas segala kebaikan dengan balasan yang setimpal. Amin…


(11)

Akhir kata, penulis skripsi ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan, namun semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan. Amin …

Penulis sangat mengharapkan masukan yang berupa kritikan dalam perspektif yang bersifat membangun dan berorientasi pada kemajuan pengetahuan penulis. Besar harapan penulis semoga skripsi ini menjadi motivasi dan inspirasi khususnya bagi penuis dan umumnya bagi kita semua di masa depan untu terus meningkatkan engetahuan kita. Akhirnya tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Atas segala perhatian yang diberikan kepada skripsi ini, penulis mohon maaf karena hanya dapat mengucapkan terima kasih.

Jakarta, 20 September 2008


(12)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………....i

ABSTRAK ……….v

DAFTAR ISI ……….vi

DAFTAR TABEL ………ix

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……….4

C. Ruang Lingkup Pembahasan ………..5

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………...7

E. Tinjauan Pustaka ………8

F. Metodologi Penelitian ………..10

G. Sistematika Penulisan ………...12

BAB II. LANDASAN TEORITIS A. Konstruksi Media Cetak ………...14

B. Pengertian Surat Kabar (Koran) ………...15

C. Teori Konstruksi Atas Realitas ………20

D. Berita ………27

E. Teori tentang Framing ………..43

1. Konsep Framing ………..43

2. Efek Framing ………...48

3. Framing Model Robert N. Entman ………..50


(13)

A. Sejarah Singkat Harian Republika ………...54 B. Visi dan Misi Republika ………...58 C. Struktur/Mekanisme Redaksi ………...61

BAB IV. TEMUAN DATA DAN ANALISIS

A. Konstruksi Berita pada Koran Republika ………65 B. Analisis tentang Frame Republika ………...69

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ………...112 B. Saran-saran ………113

LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Pembagian Nilai Berita ……….32

2. Tabel 2 Kategori Berita ………..32

3. Tabel 3 Pengertian Berita ………...36

4. Tabel 4 Isi Berita Tanggal 28 Januari 2008 ………...62

5. Tabel 5 Bentuk Frame Berita Tanggal 28 Januari 2008 ……….68

6. Tabel 6 Isi Berita tanggal 29 Januari 2008 ……...…………..69

7. Tabel 7 Bentuk Frame Berita Tanggal 29 Januari 2008 ……….73

8. Tabel 8 Isi Berita Tanggal 30 Januari 2008 ………...73


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Merebaknya media massa dewasa ini, khususnya media cetak seperti surat kabar, tabloid dan majalah, merupakan salah satu wujud dari era reformasi dan keterbukaan. Berbagai pandangan pun berkembang seakan tiada mengenal henti. Semua pesan dari media massa dikonsumsi oleh masyarakat serta menjadi bahan informasi dan referensi pengetahuan mereka.

Secara garis besar, isi media cetak terdiri dari fakta dan opini. Fakta adalah sesuatu yang bisa dilihat dan diraba, dan dirasakan oleh setiap orang. Oleh karena itu laporan wartawan dari lapangan berdasarkan sesuatu yang dilihatnya atau kesaksian orang lain, laporan faktual biasanya bersifat objektif. Isi media cetak yang berdasarkan fakta adalah berita. Misalnya berita peristiwa kebakaran, tabrakan, kriminalitas, olahraga, dan lain-lain yang semuanya bisa dilihat kejadiannya, baik secara langsung oleh wartawan atau melalui saksi. Sedangkan opini adalah pendapat atau pandangan tentang sesuatu. Karena itu opini bersifat subjektif, karena pandangan atau penilaian seseorang yang selalu berbeda. Jadi kendati faktanya sama, namun ketika orang beropini antara yang satu dengan yang


(16)

lainnya memperlihatkan adanya perbedaan1. Seperti halnya berita seputar meninggalnya Soeharto yang akan penulis bahas dalam skripsi ini.

Peristiwa atau fakta yang dikonstruksi selalu menjadi bagian dari media massa sebagai bahan liputan. Media adalah agen konstruksi pesan. Fakta atau peristiwa yang ditulis adalah hasil konstruksi. Bagi kaum konstruksionis realitas itu bersifat subjektif, realitas itu hadir karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang tertentu oleh wartawan. Realitas bisa berbeda-beda tergantung bagaimana ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan yang berbeda2. Karena fakta itu diproduksi dan ditampilkan secara simbolik, maka realitas tergantung pada bagaimana ia dilihat dan bagaimana fakta tersebut dikonstruksi dalam kata-kata yang ekstrim, realitas atau fakta itu tergantung bagaimana ia dilihat. Pikiran dan konsep kitalah yang membentuk mengkreasikan fakta. Fakta yang sama bisa menghasilkan fakta yang berbeda-beda3.

Media cetak merupakan medium yang banyak memberikan kontribusi berarti dalam proses transformasi aktual setelah media elektronik. Mempunyai kedudukan terpenting dalam menentukan atau menciptakan realitas serta berpotensi dalam membentuk pandangan masyarakat melalui pembingkaian (framing) yang dilakukan oleh wartawan.

1

Aceng Abdullah, “Press Relation: Kiat Berhubungan dengan Media Massa”,

((Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), cet.ke-1, h. 14

2

Eriyanto, “Ananalisis Framing konstruksi ideology dan politik media”, (Yogyakarta: LKis, 2002), h.19

3


(17)

Akhir januari tahun 2008, hampir semua media massa massa baik yang cetak maupun yang elektronik mengarahkan laporannya ke Rumah Sakit Pusat

Pertamina (RSPP). Hal ini terjadi karena adanya peristiwa penting bagi bangsa Indonesia yaitu berita meninggalnya mantan Presiden RI yang kedua yakni Bapak Soeharto yang kita kenal sebagai bapak pembangunan. Beliau wafat pada hari sabtu 27 januari 2008 pukul 13.10 WIB dalam usia 87 tahun setelah dirawat selama 24 hari.

Duka mencekam yang melanda keluarga Cendana menarik perhatian dari dunia internasional. Banyak sekali warga baik dari para pejabat, mantan perjabat hingga rakyat kecil pun berdatangan. Dan tidak sedikit pula pejabat dari negara-negara sahabat yang datang kerumah duka untuk melihat dari dekat keadaan keluarga cendana. Dan hal ini penting untuk diteliti karena dalam pemberitaannya terdapat kesimpangsiuran sehingga peneliti merasa tertarik sekali untuk

menelitinya guna untuk mengungkapkan fakta yang sebenarnya terjadi dan juga ingin tahu perbedaan antara ketiga edisi yang berbeda dalam mengemas berita tersebut.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka untuk mengetahui lebih jauh perbedaan teks berita seputar meninggalnya Soeharto pada koran Republika tanggal 28, 29 dan 30 serta teknik analisa Framing dalam mengungkap berita seputar

meninggalnya Soeharto yang terkandung di dalamnya, peneliti bermaksud

mengadakan penelitian ilmiah yang akan dituangkan dalam skripsi yang berjudul:

“Konstruksi Media Cetak Atas Realitas Berita Meninggalnya Soeharto”


(18)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Berkenaan dengan judul diatas, bila dilihat dari sudut pandang komunikasi massa, maka yang berperan sebagai komunikator pada penelitian ini adalah tim dibatasi redaksi Republika, Saluran komunikasi meliputi Koran Republika, Pesan yang dimaksud pada penulisan skripsi dibatasi pada berita seputar meninggalnya Soeharto yang diberitakan Koran Republika tanggal 28, 29 dan 30 Januari 2008. Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak meneliti efek dan khalayak.

2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang menjadi pusat penelitian adalah:

Bagaimana konstruksi media cetak atas berita meninggalnya Soeharto tanggal 28, 29 dan 30 Januari 2008 menurut Robert N. Entman?

C. Ruang Lingkup Pembahasan

Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk melihat bagaimana berita itu dibentuk dan dikonstruksi oleh media. Analisis ini terdiri dari pengumpulan data, analisis data, dan pemaparan hasil analisis.

Pengolahan data yang digunakan sebagai bahan analisis framing yang diambil dari model Robert N. Entman. Konsepsi model ini meliputi elemen-elemen seperti Define problem (Pendefinisian Masalah), Diagnose Causes


(19)

(Membuat Keputusan Moral), dan Treatment Recommendation/ suggested remedies (Menekankan penyelesaian atau Solusi)4.

Define problems (pendefinisian masalah) adalah elemen yang merupakan

bingkai yang paling utama. Ia menekankan bagaimana peristiwa dimaknai dan dipahami oleh wartawan. Ketika ada masalah atau peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu tersebut dipahami. Peristiwa yang sama dapat dipahami secara berbeda. Dalam hal ini bagaimana berita mengenai berita meninggalnya soeharto dipahami dari bingkai yang berbeda. Dan bingkai yang berbeda ini akan menyebabkan realitas bentukan yang berbeda.5

Diagnose Causes (Memperkirakan Masalah atau Sumber Masalah),

merupakan elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor atau penyebab dari suatu pemberitaan meninggalnya soeharto yang dibingkai oleh kedua media secara berbeda pola. Penyebab disini bisa berarti apa tetapi bisa juga berarti siapa. Bagaimana peristiwa dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang dianggap sebagai sumber masalah. Karena itu, masalah yang dipahami secara berbeda, penyebab masalah secara tidak langsung juga akan dipahami secara berbeda pula.

MakeMoral Judgement (membuat pilihan moral) adalah elemen framing

yang dipakai untuk membenarkan atau memberi argumentasi pada pendefinisisan masalah yang sudah dibuat.6

4

Eriyanto, “Ananalisis Framing"

5

Ibid

6


(20)

Treatment recommendation/ suggested remedies (menekankan penyelesaian) untuk menilai apa yang dikehendaki wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah7. Penyelesaian itu tentu saja sangat tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah. Dalam berita meninggalnya Soeharto, wartawan akan memberikan jalan keluar mengenai peristiwa yang terjadi dibingkai media. Setelah terkumpul data yang representative, maka dilakukan analisis; keseluruhan hasil analisis tersebut disajikan dalam bentuk skripsi ini yang pemaparannya menggunakan analisis framing model Robert N. Entman pada kedua media yakni Koran Republika tanggal 28, 29 dan 30 Januari 2008.

Hasil akhir dari pengolahan data dan konstruksi tersebut adalah adanya bagian tertentu yang disajikan secara menonjol oleh kedua media tersebut. Akibatnya khalayak lebih mudah mengingat aspek-aspek tertentu yang disajikan oleh media.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui konstruksi media cetak atas berita meniggalnya Soeharto menurut Robert N. Entman.

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Akademis

7


(21)

Dalam skripsi ini diharapkan dapat berguna secara akademis, yaitu dapat menambah wawasan keilmuan, khususnya tentang konstruksi media cetak atas suatu berita, dengan menggunakan analisis

framing.

b. Kegunaan Praktis

Dari hasil penelitian ini, penulis berharap Analisis framing dapat diterapkan untuk memulai menekuni analisis framing sebagai alternatif baru dalam menekuni teks berita di Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

E. Tinjauan Pustaka

Analisis ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu dan buku-buku yang membahas tentang analisis framing pada media cetak. Merujuk pada

penelitian terdahulu seperti Analisis framing Berita Sebelas Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam Majalah Sabili dan Syir’ah oleh Sdr. Ade Saripullah tahun 2006, Konstruksi Media Cetak Musibah Tsunami DI Aceh (Analisis Framing Berita Pada Majalah Hidayatullah dan Majalah Gatra tahun 2006, Pesan Dakwah di Media Cetak (Analisis Framing terhadap Rubrik Dirosat Edisi 145 dan 148 di Majalah Tarbawi).

Dalam menentukan judul skripsi ini penulis sudah mengadakan tinjauan pustaka di Perpustakaan baik di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, maupun di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Menurut pengamatan


(22)

penulis dari hasil observasi yang dilakukan penulis sampai saat ini belum menemukan judul yang serupa dengan judul yang saya ajukan yaitu konstruksi media cetak atas realitas meninggalnya Soeharto (Analisis framing pada koran Republika Edisi 28, 29 dan 30 yang terbit pada Bulan Januari 2008).

Oleh karena itulah penulis merasa tertarik untuk meneliti judul tersebut dengan alasan dikarenakan Soeharto adalah orang yang terkenal, yang kontroversial dan penuh fenomenal. Setiap media dalam memberitakan suatu peristiwa sudah pasti berbeda, jadi disini penulis ingin membandingkan framenya seperti apa baik dari koran Republika baik pada tanggal 28, 29 maupun tanggal 30 yang akan dikaji dalam skripsi ini.

Demikian alasan penulis dalam mengajukan judul skripsi ini yang telah disebutkan diatas.

F. Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis framing model Robert N. Entman dengan melalui pendekatan kualitatif yakni sebuah penelitian yang berupaya mengumpulkan data, mengolah data dan menganalisis data secara kualitatif serta penafsiran secara kualitatif. Analisis framing merupakan cabang dari analisis wacana. Framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok apa saja) dibingkai oleh media.8

8


(23)

1. Pengumpulan Data a. Observasi Teks

Metode ilmiah, observasi adalah suatu cara penelitian untuk memperoleh data Sebagai dalam bentuk pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena yang diselidiki.9 Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi teks yaitu pengamatan untuk menganalisis isi makna pesan yang terdapat di dalamnya, kemudian dilakukan pengamatan secara sistematis fenomena yang terdapat dalam teks tersebut dengan objek penelitiannya yaitu pada Koran Republika tanggal 28,29 dan 30 Januari 2008.

b. Wawancara

Wawancara merupakan cara pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian.10 Penulis melakukan wawancara dengan salah satu seorang tim redaksi disurat kabar Republika yaitu Bpk. Irwan Arifyanto selaku Redaktur Hukum dalam upaya

menghimpun data yang akurat untuk keperluan melaksanakan proses pemecahan masalah tertentu, yang sesuai dengan data. Data yang diperoleh dengan teknis ini adalah dengan cara tanya jawab baik secara lisan maupun dengan bertatap muka langsung. c. Dokumentasi

9

Hadi Sutrisno. “Metode Research”, (Yogyakarta: Andi Ofset, 1989), h.92

10


(24)

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data-data melalui telaah dan mengkaji buku-buku, majalah-majalah, website dan literatur dan kepustakaa yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan diteliti.

2. Pengolahan Data

Selanjutnya data diolah dengan penjelasan tabel-tabel dan teori yang merujuk pada analisis framing model Robert N. Entman sehingga dalam penyajian dan penjelasan tabel serta teori tersebut akan tampak pesan apa yang disajikan oleh peristiwa yang dikonstruksi koran Republika pada ketiga edisi tersebut. Dari penyajian tabel-tabel

tersebut akan tampak perbedaan ketiga edisi tersebut yakni pada Koran Republika mengenai peristiwa meninggalnya Soeharto berdasarkan rumusan masalah.

3. Analisis Data

Menampilkan temuan data tentang letak perbedaan teks berita dan menafsirkan hasil temuan berdasarkan model analisis framing yang telah ditetapkan.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan, skripsi ini terdiri dari beberapa bab secara teliti, maka penulis akan menyajikan karya ilmiah ini ke dalam beberapa


(25)

Sistematika pada skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB 1: Membahas tentang latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, ruang lingkup pembahasanan, tujuan dan kegunaan penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II: Membahas tentang landasan teori konstruksi media cetak, teori konstruksi sosial atas realitas, dan teori framing.

BAB III: Membahas tentang profil yang meliputi sejarah singkat harian umum (koran) Republika, Visi dan Misinya serta mekanisme (struktur) redaksi dari media tersebut yakni koran Republika.

BAB IV: Membahas tentang temuan data dan analisis tentang frame Republika tanggal 28, 29 aupun 30, serta membahas tentang konstruksi berita pada Koran Republika di ketiga edisi tersebut.

BAB V: Merupakan Bab terakhir atau bab penutup yang meliputi kesimpulan dan saran-saran.


(26)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A.

Konstruksi Media Cetak

Konstruksi artinya pembuat, rancang bangun bangunan, penyusunan, pembangunan (bangunan), melukiskan, merancang dan lain sebagainya11. Sementara media adalah perantara (informasi), sarana yang dipergunakan oleh komunikator sebagai saluran untuk menyampaikan pesan kepada komunikan apabila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya atau kedua-duanya. Cetak adalah sarana media massa yang dicetak secara berkala seperti surat kabar (koran), majalah. Jadi konstruksi media cetak artinya bangunan media cetak seperti surat kabar, majalah atas suatu realitas/ isu.

Media berasal dari kata latin “medium” (tunggal) “media” (jamak) yang secara harfiah berarti pertengahan, tengah dan pusat. Dengan demikian menyebut media sudah berarti jamak, tidak perlu media-media.

Kosa kata inggris mengambil alih begitu saja dari latin baik bentuk tunggal maupun jamaknya. Dalam kamus Inggris-Indonesia, kata “media” mengacu pada kata tunggalnya “medium”.12 Ada banyak makna yang diberikan di sana, namun yang cocok dan relevan dengan konteks media cetak adalah pengertian yang ketiga dan keempat yakni perantara, alat jalur. Jadi media di sini berarti alat jalur

11

Alex MA, “Kamus Ilmiah Populer Kontemporer”, (Surabaya: PT. Karya Harapan), h. 334

12

John M. Echols dan Hasan Shadly, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), 2002, h. 377


(27)

komunikasi (massa) atau perantara yang mempertemukan seseorang dengan orang lain sehingga memungkinkan terjadinya komunikasi (komunikasi massa).

Arti harfiah bahasa indonesia “cetak” ialah cap, acuan. Makna harfiah ini belum cukup memuaskan, karena itu kita masih perlu mengacu kepada kosa kata inggrisnya. Dalam bahasa inggris, cetak yang berkaitan dengan produksi media cetak yaitu press. Press berarti mesin untuk mencetak buku, media, surat kabar. Adapun the press adalah surat kabar, media dan juga di dalamnya para wartawan, termasuk wartawan dan jurnalis (editor) media elektronik baik radio maupun TV13.

Surat kabar adalah lembaran yang bertuliskan berita atau informasi lainnya, atau biasa disebut dengan koran.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa yang dimaksud dengan media massa adalah sarana dan saluran resmi sebagai alat komunikasi untuk menyebarkan berita dan pesan kepada masyarakat luas.

Untuk menjangkau khalayak yang relatif heterogen, komunikasi membutuhkan media massa, yaitu sarana teknis yang memungkinkan

terlaksananya komunikasi massa tertentu. Yang dimaksud dengan media cetak adalah sarana media massa yang dicetak dan diterbitkan secara berkala seperti surat kabar, majalah, dan tabloid14. Media cetak di Indonesia pun semakin beragam dan spesifik seperti berbagai bidang hiburan, olahraga, anak-anak,

13

R. Masri Sareb Putra, “Media Cetak: bagaimana media merancang dan memproduksi”, (Yogyakarta: Graha Ilmu), 2007, cet. 1, h.

14

Departemen Pendidikan Nasional, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, (Jakarta: Balai Pustaka), 2002, cet. ke-3, h. 726


(28)

remaja, politik, ekonomi, budaya, hukum, otomotif, agama, kesehatan, wanita hingga majalah belanja.

Media massa memiliki kemampuan untuk melakukan konstruksi realitas (peristiwa). Sebagai bagian dari lingkungan sosial, media sesungguhnya tidak hanya mempresentasikan suatu realitas, melainkan sekaligus juga memproduksinya dalam pengertian bahwa informasi yang disampaikan kepada pembaca. Ade Armando menyatakan bahwa media tidak menampilkan kenyataan apa adanya, melainkan menonjolkan sebagian realitas yang kadang dalam porsi yang tidak proporsional dan menenggelamkan sebagian lainnya15. Artinya media melakukan seleksi terhadap isu, oleh karena itu tidak objektif.

Dalam operasinya, media berjalan di lingkungan yang dikarakteristikkan oleh tingginya derajat tekanan dan tuntutan yang kadang bertentangan yang datang dari masyarakat, pemilik pemegang saham, kelompok-kelompok sosial dan politik serta pemerintah.16 Kondisi semacam ini menyebabkan media yang terjebak dalam pemberitaan yang bukan saja tidak akurat, melainkan juga jauh dari kenyataan yang sebenarnya. Sebagaimana yang dikatakan Bennet, media mempunyai peranan besar dalam mendefinisikan realitas. Media bukanlah saluran yang bebas namun juga subjek yang mengkonstruksikan realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan pemihakannya. Disini media dipandang sebagai agen konstruksi realitas yang mendefinisikan realitas sesuai dengan kepentingannya.

15

Republika, (Jakarta: 12 Januari 1999), h.8

16

Dennis Mc. Quail, “Mass Communication Theory: An Introduction 2nd ed,


(29)

Peran media sebagai penyampai informasi sama pentingnya dengan peran media sebagai penafsir informasi.17

Salah satu aspek penting dalam pembentukan realitas oleh media adalah penggunaan kode-kode yang mendukung ideologi tertentu. Salah satu definisi ideologi yang dikemukakan Raymond Williams adalah seperangkat sistem kepercayaan dalam suatu lingkungan sosial tertentu18.

Surat kabar boleh dikatakan sebagai media massa tertua sebelum ditemukan film, radio, TV dan sejenisnya. Surat kabar memiliki keterbatasan karena hanya bisa dinikmati oleh mereka yang melek huruf, serta lebih banyak disenangi oleh kaum tua dan kaum remaja dan anak-anak. Salah satu kelebihannya adalah mampu memberi informsi yang lengkap, mudah dibawa kemana-mana, terdokumentasi sehingga mudah diperoleh bila diperlukan. Surat kabar dapat dibedakan atas periode terbit, ukurn, dan sifat penerbitannya.

Dari segi periode terbit ada surat kabar harian dan ada surat kabar mingguan. Surat kabar harian adalah surat kabar yang terbit setiap hari baik dalam bentuk edisi pagi maupun sore. Sementara surat kabar minguan ialah surat kabar yang terbit paling sedikit satu kali dalam semingu. Dari segi ukurannya, ada yang terbit dalam bentuk plano dan ada juga yang terbit dalam bentuk tabloid.19

17

William Rivers, Jay W. Jensen, Theodeore Reterson, “Mass Media and Modern Society 2nd, diterjemahkan oleh Haris Munandar dan Dudy Priatna, “Media Massa dan Masyarakat Modern”, (Jakarta: Kencana, 2003), Edisi-2, h. 228

18

John Fiske, “Introduction to Communication Studies”, (London and New York Routledge, 1990), h. 164-165

19

Prof. Dr. H. Hafied Cangara, M.Sc. “Pengantar Ilmu Komunikasi”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), Edisi. Revisi, h.127


(30)

Surat kabar dalam kamus besar bahasa indonesia mengandung arti lembaran kertas yang bertuliskan kabar (berita) dan sebagainya, terbagi dikolom-kolom (8-9 kolom), terbit tiap hari atau periodik.20

Menurut Astrid S. Susanto, surat kabar adalah pemberitaan tentang keadaan dan perkembangan yang memungkinkan orang untuk memperoleh gambaran tentang pendapat umum, sekaligus dengan pemberitaannya, surat kabar mencerminkan aliran-aliran psikologi dan pendapat umum setiap harinya.21

Dari uraian tersebut diatas, maka surat kabar dapat diartikan sebagai lembaran-lembaran kertas yang berisi berita, terbagi dalam kolom-kolom, terbit tiap hari atau periodik dan dipublikasikan baik secara lokal maupun internasional. Surat kabar merupakan media cetak yang tergolong popular dikalangan, terutama menengah ke bawah, Dalam Kamus Komunikasi, menurut Effendy surat kabar di artikan sebagai berikut: "Lembaran tercetak yang membuat laporan yang terjadi di masyarakat dengan memiliki ciri: Terbit secara periode dan bersifat umum, yang isinya terbaru dan akurat, dan mengenai apa saja yang terjadi di seluruh dunia, dan mengandung nilai untuk di ketahui khalayak pembaca". Dalam hal ini surat kabar terbit berdasarkan urutan waktu yang sesuai dengan sifat penerbitan, karena waktu terbit surat kabar akan menggolongkan surat kabar kepada jenis harian atau mingguan. Kemudian bersifat umum, yakni surat kabar ditujuakan kepada umum atau khalayak pembaca yang luas, bukan kepada khalayak khusus. Isinya yang memuat aspek kehidupan manusia dan semua yang ada di muka bumi.

20

Departemen Pendidikan Nasional, h. 595-1109

21

Astrid S. Susanto, “Komunikasi dalam Teori dan Praktik”, (Bandung: Bina Cipta, 1988), cet.ke-3, h.28


(31)

1.

Ciri-ciri Surat Kabar

Pada umumnya, kalau berbicara mengenai pers sebagai media cetak adalah dalam pengertia sempit, yakni ada tiga yang dapat juga di katakana sebagai syarat yang harus dipenuhi oleh surat kabar.

Effendy dalam buku "Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek" mengatakan tiga ciri surat kabar yaitu22:

a)

Publisitas

Bahwa surat kabar diperuntukan untuk umum: karenanya berita,

tajuk rencana, artikel, dan lain-lain harus menyangkut kepentingan

umum. Mungkin saja ada instansi atau organisasi, misalnya sebuah

universitas, yang menerbitkan secara berkala dalam bentuk dan

dengan kualitas kertas seperti harian umum, tetapi penerbitan

tersebut tidak berpredikat surat kabar atau pers sebab di peruntukan

khusus bagi sivitas akademika universitas tersebut.

b)

Universalitas

Bahwa surat kabar harus memuat aneka berita dari kejadian-kejadian

di seluruh dunia dan tentang segala aspek kehidupan manusia. Untuk

memenuhi ciri- ciri inilah maka surat kabar melengkapi dirinya

dengan wartawan-wartawan khusus mengenai bidang tertentu,

menempatkan koresponden di kota-kota penting, baik di dalam negri

22

Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, MA, “Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek”.


(32)

untuk meliput berita-berita nasional maupun di luar negri guna

meliput berita-berita internasional.

c)

Aktualitas

Kecepatan penyampaian laporan mengenai kejadian di masyarakat

kepada khalayak. Bagi surat kabar, aktualitas ini merupakan factor

yang amat penting karena menyangkut persaingan dengan surat

kabar lain dan berhubungan dengan nama baik surat kabar yang

bersangkutan.

d)

Periodesitas

Adalah menunjuk pada keteratuaran terbitnya, bisa harian, mingguan

atau dwi mingguan. Sifat ini sangat penting dimiliki media massa,

khususnya surat kabar bagi khalayaknya. Kebutuhan manusia akan

informasi adalah sama halnya dengan kebutuhan manusia akan

makan, minum dan pakaian. Tidak pernah walau dalam satu hari pun

manusia tidak memerlukan informasi. Dan tidak sulit bagi surat

kabar untuk terbit secara periodik berkesinambungan dalam selama

ada dana dan tenaga yang terampil karena di sekeliling kita banyak

sekali fakta serta peristiwa yang dapat dijadikan isi berita surat

kabar.

23

Berdasarkan keseluruhan definisi di atas dapat ditarik kesimpulan

bahwa berita-berita yang memuat kejadian atau peristiwa yang bersifat

aktual, layak untuk disampaikan bagi kepentingan umum.

2.

Sifat Surat Kabar

24

Ditinjau dari Ilmu Komunikasi sifat surat kabar adalah sebagai berikut: a. Terekam; artinya berita-berita yang disiarkan oleh surat kabar tersusun

dalam alinea, kalimat, dan kata-kata yang terdiri atas huruf-huruf, yang dicetak pada kertas. Dengan demikian, setiap peristiwa atau hal yang

23

Siti Karlina, dkk, “Komunikasi Massa”, (Jakarta: PT. Universitas Terbuka, 2007), cet. ke-6, h. 6.8

24


(33)

diberitakan terekam sedemikian rupa sehingga dapat dibaca setiap saat dan dapat diulangkaji, bisa dijadikan dokumentasi dan bisa dipakai sebagai bukti untu keperluan tertentu.

b. Menimbulkan perangkat mental secara aktif

Karena berita surat kabar yang dikomunikasikan khalayak menggunakan bahasa dengan huruf yang tercetak “mati” diatas kertas, maka untuk dapat mengerti maknanya pembaca harus menggunakan perangkat mentalnya secara aktif.

c. Pesan menyangkut kebutuhan komunikan

Pesan yang disampaikan kepada komunikan menyangkut teknik transmisinya agar mengenai sasarannya dan mencapai tujuannya. d. Efek sesuai dengan tujuan

Efek yang diharapkan dari pembaca surat kabar tergantung pada tujuan si wartawan sebagai komunikator.

e. Yang harus dilakukan oleh wartawan sebagai komunikator

Komponen komunikasi melalui surat kabar, yaitu wartawan. Ini merupakan hal yang paling penting karena berhasil tidaknya misi surat kabar bergantung pada kemampuan dan keterampilan wartawannya.

B.

Teori Konstruksi Atas Realitas

Konsep konstruksi Sosial mengenai realitas dikemukakan oleh Alfred Schutz adalah: “Realitas kehidupan sehari-hari saya bukan semata-mata realitas pribadi saya, tetapi berawal dari hubungan subjek yang dibagi, dialami, dan


(34)

diartikan diantara teman-teman saya: singkatnya, ini adalah suatu realitas bagi kami semua. Dalam siatuasi biografis yang unik dimana saya menemukan diri saya dalam realitas pada suatu saat tertentu dari eksistensi saya, hanyalah bagian yang sangat kecil dari realitas yang dibentuk secara melalui hubungan dengan orang-orang lain”.25

Penelitian ini menggunakan paradigma konstruksionis yaitu paradigma yang menganggap bahwa realitas kehidupan bukanlah realitas yang sesungguhnya, tetapi hasil dari konstuksi dari setiap r. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya. Dalam pandangan konstruksionisme, bahasa tindividu yang melakukan interaksi dan berlangsung secara terus-menerus26. Tidak lagi hanya dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. Konstruksionisme justru menganggap subjek sebagai factor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya. Wacana adalah suatu upaya untuk pengungkapan maksud yang tersembunyi dari subjek yang mengemukakan suatu pernyataan. Pengungkapan itu dilakukan dengan menempatkan diri pada posisi sang pembicara dengan menafsirkan mengikuti struktur makna dari sang pembicara27.

Konsep mengenai konstruksionisme diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman, tesis utama dari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis dan plural secara terus menerus. Masyarakat tidak lain adalah produk manusia, namun secara terus menerus mempunyai aksi

25

Sasa Djuarsa Sanjaya dkk, “Teori Komunikasi”, (Jakarta: Universitas Tebuka, 2007), Cet. ke-2, Edisi 2, h. 8.3

26

Bambang Setiawan,dkk “Metode Penelitian Komunikasi”, (Jakarta: PT. Universitas Terbuka, 2007), cet ke-2, h. 8.33

27


(35)

kembali terhadap penghasilnya. Sebaliknya, manusia adalah hasil atau produk dari masyarakatnya.

Proses dialektis berlangsung dalam tiga tahapan yaitu28:

a. Eksternalisasi yaitu pencurahan/ ekspresi diri manusia kedalam dunia baik mental maupun fisik. Misalnya manusia lahir dan terus berkembang membentuk dunia.

b. Objektivasi yakni hasil yang dicapai baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Misalnya, benda (cangkul, kursi dan lain-lain) dan dalam bahasa sebagai alat komunikasi.

c. Internalisasi yaitu penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia social. Misalnya, manusia berinteraksi dan bersosialisasi.

Bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas hadir karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas tercipta lewat konstruksi dan pandangan tertentu. Realitas bisa berbeda-beda, tergantung pada bagaimana konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan berbeda.

Menurut Ann N. Criger ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruktivis29:

1. Menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas. Makna bukanlah sesuatu yang absolute,

28

Eriyanto, “Analisi Framing”, h. 13

29


(36)

konsep static yang ditemukan dalam suatu pesan. Makna adalah suatu proses aktif yang ditafsirkan seseorang dalam suatu pesan.

2. Komunikasi sebagai proses dinamis. Pendekatan konstruksionis memeriksa bagaimana pembentukan pesan dari sisi komunikator. Dan dalam sisi penerima, ia memeriksa bagaimana konstruksi makna individu ketika menerima pesan. Pesan dipandang bukan sebagai mirror of reality yang menampilkan fakta apa adanya. Dalam menyampaikan pesan, seseorang menyusun citra tertentu atau merangkai ucapan tertentu dalam memberikan gambaran tentang realitas.

Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri terhadap media, menurut Eriyanto wartawan dan berita dilihat sebagai berikut30:

1. Fakta atau peristiwa adalah hasil konstruksi.

Realitas berita dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang tertentu dari wartawan. Karenanya realitas bisa berbeda-beda tergantung pada bagaimana konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan yang berbeda. 2. Media adalah agen konstruksi

Media bukan saluran bebas, ia juga subjek mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan bisa dan pemihakannya. Melalui berbagai instrument yang dimilikinya, media ikut membentuk realitas yang terjadi dalam pemberitaan.

3. Berita bukan refleksi dari realitas, ia hanyalah konstruksi dari realitas.

30


(37)

Berita yang kit abaca pada dasarnya adalah hasil dari konstruksi kerja jurnalistik, bukan kaidah buku jurnalistik. Semua proses konstruksi (dari memilih fakta, sumber, pemakaian, kata gambar, sampai penyutingan) memberi andil bagaimana realitas tersebut hadir di hadapan khalayak.

4. Berita bersifat subjektif (konstruksi atas realitas).

Penempatan sumber berita yang menonjol dibandingkan dengan sumber lain, menempatkan wawancara seorang tokoh lebih besar dari tokoh lain, liputan yang hanya satu sisi dan merugikan pihak lain, tidak berimbang dan secara nyata memihak satu kelompok merupakan bagian dari konstruksi wartawan dalam memaknai realitas.31

5. Wartawan bukan pelapor, ia agen realitas.

Wartawan bukan hanya melaporkan fakta, namun juga turut mendefinisikan peristiwa. Sebagai actor social, wartawan turut mendefinisikan apa yang terjadi, dan secara aktif membantu peristiwa dalam pemahaman. 6. Etika, pilihan moral dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang integral

dalam produksi berita.

Etika dan moral yang dalam banyak hal berarti keberpihakan pada satu kelompok atau nilai tertentu umumnya dilandasi oleh keyakinan tertentu adalah bagian yang integral dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan mengkonstruksi realitas. Wartawan disini bukan hanya pelapor karena disadari atau tidak ia menjadi partisipan dari keragaman penafsiran dan subjektivitas dalam public.

31


(38)

7. Nilai, etika dan pilihan moral peneliti menjadi bagian yang integral dalam penelitian.

Penelitian bukanlah subjek yang bebas nilai. Peneliti adalah entitas dengan berbagai nilai dan keberpihakan yang berbeda-beda. Karenanya, bisa jadi objek penelitian yang sama akan menghasilkan temuan ditangan peneliti yang berbeda.

8. khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas realitas. Khalayak bukan subjek yang pasif. Ia juga aktif dalam menafsirkan apa yang dibaca. Karenanya, setiap orang bisa mempunyai pemaknaan yang berbeda atas teks yang sama.32

Peristiwa yang sering diberitakan media massa baik media elektronik maupun media cetak sesungguhnya seringkali berbeda dengan peristiwa sebenarnya. Mengapa bisa terjadi demikian?, sebab media tidak semata-mata sebagai saluran pesan yang pasif tapi media juga aktif dalam melakukan konstruksi terhadap peristiwa.

Melalui berbagai instrumen yang dimilikinya media berperan serta membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan. Kontruksi terhadap realitas dapat dipahami sebagai upaya “menceritakan” (konseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan, benda atau apapun. Wartawan ketika melihat suatu realitas ia menggunakan pandangan tertentu sehingga realitas yang hadir merupakan realitas yang subjektif. Berbeda dengan dengan pandangan yang mengandaikan terdapat realitas “berada diluar sana” yang objektif, mengutip jargon film seri fiksi ilmiah

32


(39)

The “X” Files, the truth is out there (kebenaran itu berada di luar manusia). Realitas (fakta) bukanlah sesuatu yang terberi (reality is not given) melainkan ada dalam benak kita ungkap James W. Carey. Fakta atau realitas itu diproduksi dan dikonstruksi dengan menggunakan perspektif tertentu yang akan dijadikan bahan berita oleh wartawan. Maka tak mengherankan jika media memberitakan berbeda sebuah peristiwa yang sama karena masing-masing media memiliki pemahaman dan pemaknaan sendiri.33

Dalam pandangan Peter D. Moss berita di media massa merupakan konstruksi kultural, dalam melihat realitas sosial media menggunakan kerangka tertentu untuk memahaminya. Media melakukan seleksi atas realitas, mana realitas yang akan diambil dan realitas mana yang ditinggalkan. Juga media kerap memilih nara sumber mana yang akan diwawancarai dan nara sumber mana yang tidak diwawancarai. Melalui narasinya media sering menawarkan definisi-definisi tertentu mengenai kehidupan manusia. Mana yang baik dan mana yang buruk, siapa pahlawan dan siapa penjahat, apa yang layak dan apa yang tidak layak untuk dilakukan seseorang. Dalam ungkapan Dennis McQuail, media massa merupakan filter yang menyaring sebagian pengalaman dan menyoroti pengalaman lainnya dan sekaligus kendala yang mengahalangi kebenaran.

Dalam kegiatannya melaporkan peristiwa yang terjadi, pada dasarnya media menafsirkan dan merangkai kembali kepingan-kepingan fakta dari realitas yang begitu kompleks sehingga membentuk sebuah kisah yang bermakna dan dapat dipahami oleh khalayak. Menurut Eriyanto ada tiga tingkatan bagaiamana media

33

Diakses dari internet, htt://fahri99 wordpress.com, “berita sebagai konstruksi media massa”, 27-10-2006


(40)

membentuk realitas, pertama media membingkai peristiwa dalam bingkai tertentu. Kedua, media memberikan simbol-simbol tertentu pada peristiwa dan aktor yang terlibat dalam berita. Ketiga, media juga menentukan apakah peristiwa ditempatkan sebagai hal yang penting atau tidak. Tidak berlebihan jika Tony Bennet menyebut media sebagai agen konstruksi sosial.34

C.

Berita

1. Pengertian Berita

Setiap hari, setiap jam bahkan setiap menit kita dapat mendengar dan melihat cuplikan berita melalui media massa baik yang bersifat cetak maupun elektronik. Berita bahkan telah menjadi primadona di pelosok bumi.

Wiliam S. Maulsby, yang dikutip oleh Djuroto dalam bukunya Manajemen Penerbitan Pers, menyatakan berita adalah: "Berita adalah, sebagian suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta, yang mempunyai arti penting dan baru terjadi yang dapat menarik perhatian pembaca kabar yang memuat berita tersebut".

Dari definisi di atas dapat di katakan, bahwa berita-berita itu adalah uraian atau peristiwa-peristiwa yang terjadi atau fakta kepada masyarakat secara benar dan dapat di percaya serta mempunyai arti penting dalam suatu berita dan dapat menarik perhatian atau minat pembaca surat kabar, dan suatu berita tersebut harus memiliki nilai berita yang sangat penting dan apakah berita tersebut layak untuk di muat atau tidak karena dalam berita harus mengandung unsur 5W+1H (What/

34


(41)

apa yang terjadi, Where/ dimana hal itu terjadi, When/ kapan peristiwa itu terjadi, Who/ siapa yang terlibat dalam kejadian itu, Why/ kenapa hal itu terjadi, dan How/ Bagaimana peristiwa itu terjadi).

Assegaf yang di kutip oleh Djuroto dalam buku "Manajemen Penerbitan Pers", yaitu sebagai berikut: "Berita adalah sebagai laporan fakta atau ide yang termasa dan terpilih oleh redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang kemudian dapat menarik perhatian pembaca, entah kerena luar biasa, karena penting atau akibatnya, karena penting atau akibatnya, karena mencakup segi-segi human inters seperti humor, emosi, dan ketegangan".

Pengertian pendapat di atas diketahui bahwa berita merupakan hal yang pokok didalam penerbitan pers oleh karena itu, berita dalam setiap penerbitan pers sangatlah penting disamping rublik lain yang ada di dalamnya. Dalam bukunya yang berjudul "Dasar-dasar Jurnalistik Radio dan Televisi", menyatakan bahwa: "Berita adalah uraian tentang peristiwa atau fakta dan atau pendapat, yang mengandung nilai berita, dan yang sudah di sajikan melalui media massa periodik". Informasi yang mengandung nilai berita dan di olah sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada pada ilmu jurnalistik dan telah disajikan kepada khalayak melalui media massa periodik baik cetak maupun elektronik dapat di katakan sebagai berita.

Semua definisi yang menurut para pakar komunikasi tersebut mengenai berita. Pada kanyataannya berita sangat terkait dengan suatu peristiwa yang menarik khalayak dan bersifat informatif. Hal ini merupakan suatu keunikan dari berita, dimana proses penyampaiannya sangat akurat dan berdasarkan fakta yang


(42)

ada dilapangan serta dilihat langsung oleh jurnalis tersebut yang pada akhirnya disampaikan melalui media.

Menurut Pamela, berita berasal dari peristiwa yang dianggap memiliki nilai. Nilai ini juga memerlukan bagaimana peristiwa itu dikemas. Hanya berita yang mempunyai aturan-aturan tertentu saja yang dapat dijadikan berita. Ini adalah prosedur utama dari bagaimana berita di konstruksi35.

Unsur-unsur yang ada dalam definisi berita yaitu: a. Informasi

Sebuah berita mengandung hal baru, issue yang hangat atau keterangan yang sebenarnya tidak diketahui khalayak.

b. Peristiwa (kejadian)

Berita adalah laporan tentang kejadian. Karenanya tidak ada berita tanpa kejadian. Aneka kejadian yang berlangsung dimuka bumi inilah yang memungkinkan berita terus ada, tak pernah habis.

c. Dibatasi oleh waktu

Setiap laporan kejadian harus sampai sesegera mungkin kepada khalayak. Bila sebuah kejadian lambat dilaporkan kepada khalayak, sehingga khalayak sudah mengetahui sendiri tanpa membaca surat kabar misalnya, maka itu bukan lagi berita. Jadi setiap kejadian punya batas waktu untuk dilaporkan. d. Faktual/ fakta

Berita adalah kenyataan, kejadian sebenarnya. Bukan karangan manusia atau fiktif. Artinya kejadian tersebut memang benar-benar ada dan

35

Pamela J. Shoe Maker, “Hardwires Foe News: Using Biologycal and Cultural Evolution to Explan The Surveillance Function”, 1999, Vol. 46, no.3, h.37


(43)

tokoh pelaku kejadian tersebut benar-benar ada di dunia ini, bukan di alam khayal.

e. Merupakan pernyataan

Berita bukan kejadian sebenarnya, melainkan laporan atas kejadian. Kejadian atau ucapan tersebut dinyatakan kembali oleh wartawan dalam bentuk tulisan, gambar atau suara, sesuai dengan media yang digunakan. f. Disampaikan dan diterima oleh manusia

Sebuah kejadian, katakanlah di sebuah daerah terpencil, namun tidak ada seorangpun yang menyampaikan/melaporkan, tetap tidak bisa menjadi berita. g. Sumbernya jelas

Gosip atau rumor bukanlah berita. Berita untuk media massa harus ketahuan sumbernya.

h. Mengandung kebenaran

Berita bisa saja berasal dari sumber yang jelas, tetapi bukan tak mungkin itu hanya bualan atau rekaan semata-mata dari narasumber. Oleh karena wartawan harus jelas melihat apakah ucapan narasumber tersebut sesuai dengan kenyataan/logika atau tidak.36

Sebuah berita, sudah tentu harus diuji terlebih dahulu kelayakannya sebelum dimuat dalam suatu media massa, yakni berdasarkan kepada 4 unsur atau karakteristik utama berita yakni menurut Romli dalam buku Jurnalistik Praktis, sehingga berita itu layak dianggap menjadi suatu berita.

2. Unsur-unsur Berita

36

Drs. Jun Kuncoro dan Dra. Ina R. Mariani, “Teknik Mencari dan Menulis Berita”,


(44)

a. Cepat; yakni aktual atau ketepatan waktu. Unsur ini mengandung makna harfiah berita (news), yakni sesuatu yang baru (new). "Tulisan jurnalistik" kata Al Hester, adalah tulisan yang memberikan pemahaman pada pembaca atau informasi yang tidak diketahui sebelumnya.

b. Nyata; Factual, yakni informasi tentang sebuah fakta (fact), bukan fiksi atau karangan. fakta dalam dunia jurnaalistik terdiri dari kejadian nyata (real event), pendapat (opinion), dan pernyataan (statement) sumber berita. Unsur ini mengandung pula pengertian, sebuah berita harus merupakan informasi tentang suatu yang sesuai dengan keadaan sebenarnya atau laporan mengenai fakta sebagaimana adanya. "Seorang wartawan harus menulis apa yang benar saja", ujar M. L. Stein (1993:26), seraya mengingatkan, "jangan sekali-kali mengubah fakta untuk memuaskan hati seseorang atau suatu golongan. Jika sumber anda dapat dipercaya, itulah yang paling penting".

c. Penting; artinya menyangkut kepentingan orang banyak. Misalnya peristiwa yang akan berpengaruh pada kehidupan masyarakat secara luas, atau dinilai perlu diketahui dan di informasikan kepada orang banyak, seperti kebijakan baru pemerintah, kenaikan harga, dan sebagainnya.

d. Menarik; artinya mengundang orang untuk membaca berita yang kita tulis. Berita yang biasanya menarik pembaca, disamping yang aktual dan faktual serta menyangkut kepentingan orang banyak, juga berita yang bersifat


(45)

menghibur (lucu), mengandung keganjilan atau keanaehan, atau berita human interst (menyentuh emosi, menggugah perasaan). 37

Menurut Charnley ada lima unsur yang penting dalam berita yaitu:

a. Akurat (teliti), berita yang baik harus benar dalam menyebutkan data, nama, usia dan menguraikan suatu peristiwa.

b. Seimbang (balanced). Artinya dalam melaporkan dan menuliskan sebuah berita harus melihat segala sisi. Jangan satu kepentingan saja yang dibela. Misalnya melaporkan kekalahan atlit, jangan hanya komentar penonton yang geram atas kekalahan atlit itu, atau pelatih yang yang marah karena kekalahannya.

c. Objektif artinya dalam menulis atau mencari berita kita harus sadar ada faktor eksternal atau bias yang bisa mempengaruhi laporan tersebut, sehingga kita selalu berusaha untuk netral dalam membuat berita.

d. Terbaru (recent), artinya yang kita laporkan adalah peristiwa terbaru. Atau bila kejadian tersebut sudah lama, namun peristiwa penyingkapan kejadian tersebut masih baru, itu bisa dijadikan berita.

e. Singkat dan jelas. Berita sebaiknya tidak ditulis panjang-panjang, karena orang ingin segera mengetahui inti dan kronologis kejadian.38

37

Asep Syamsul M. Romli, “Jurnalistik Praktis Untuk Pemula” , (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Edisi Revisi, cet. ke-7, hal. 5-6

38


(46)

Keempat hal di atas antara lain adalah hal-hal penting yang layak menjadi acuan bagi jurnalis dalam mencari, dan menulis berita untuk mediannya. Sehingga seorang jurnalis hendaknya mampu membedakan mana fakta atau peristiwa yang mempunyai nilai berita dengan yang tidak bernilai berita. Berikut penjelasan pada tabel 1 berikut ini:

Tabel 2

Pembagian Nilai Berita

Prominance

Human Interest Conflict/ controversy Unusual

Proximity

Nilai berita diukur dari kebesaran peristiwanya. Peristiwa yang diberitakan adalah peristiwa yang dipandang penting. Kecelakaan yang menelan/

menewaskan satu orang buan berita, tetapi kecelakaan yang menewaskan satu bus baru berita.

Peristiwa lebih memungkinkan disebut berita kalau peristiwa itu lebih banyak mengandung unsur haru, sedih dan menguras emosi khalayak.

Peristiwa yang mengandung konflik lebih potensial disebut berita dibandingkan dengan peristiwa yang biasa-biasa saja.

Berita mengandung peristiwa yang tidak biasa peristiwa yang jarang sekali.

Peristiwa yang dekat lebih layak diberitakan dibandingkan dengan peristiwa yang jauh, baik dari fisik maupun emosional dengan khalayak. Selain nilai berita tadi, terdapat prinsip lain yang disebut dengan kategori berita. Seperti yang dikatakan Tuchman, wartawan mengenal lima kategori berita yakni hard news, soft news, spot news, developing news, dan continuing news.


(47)

Tabel 3 Kategori Berita: Hard news Soft news Spots news Developing new Kontinuing news

Berita yang terjadi pada saat itu. Kategori ini sangat dibatasi oleh waktu dan aktualitas. Semakin cepat diberitakan semakin baik bahkan ukuran keberhasilan dari kategori ini bisa peristiwa yang direncanakan dan peristiwa yang tidak direncanakan.

Yang termasuk kedalam kategori ini adalah hal-hal yang berhubungan dengan kisah manusiawi (human interest). Pada jenis berita jenis ini tidak dibatasi oleh waktu. Ia bisa dibantahkan kapan saja. Unsur yang ditekankan disini yakni yang menyentuh emosi dan perasaan khalayak.

Adalah subkalsifikasi dari berita yang berkategori hard news. Dalam spots news, peristiwa yang diliput tidak bisa direncanakan. Peristiwa kebakaran, pembunuhan, kecelakaan, adalah jenis-jenis berita yang tidak bisa diprediksi. Meskipun wartawan sering kali memberitakan kebakaran, ia tidak bisa

memperkirakan secara spesifik dimana dan kapan kebakaran akan terjadi. Jika kebakaran terjadi dalam tempo dan jarak yang pendek dengan keadaan wartawan. Peristiwa itu bisa diberitakan sesegera mungkin.

Adalah subklasifikasi lain dari hard news. Baik spots news maupun developing news umumnya berhubungan dengan peristiwa yang tidak terduga. Tetapi dalam developing news dimasukkan elemen lain, peristiwa yang diberitakan oleh bagian dirangkaikan berita yang akan diteruskan keesokan atau dalam berita selanjutnya.

Dalam kategori ini peristiwa-peristiwa bisa diprediksi dan direncanakan. Perdebatan memang jarang terjadi antara satu pendapat dengan pendapat lain, tetapi tetap masuk dalam tema dan bidang yang sama. Proses dan


(48)

peristiwa tiap hari berlangsung secara kompleks, tetapi tetap berada dalam wilayah pembahasan yang sama pula.

Namun satulah yang mungkin luput dari perhatian kita bahwa berangkat dari sebuah peristiwa yang sama, media tertentu mewartakannya dengan cara yang berbeda. Satu media boleh jadi mempublikasikannya terus menerus, menonjolkan sisi tertentu, sementara media lainnya melihatnya sebagai suatu berita yang biasa-biasa saja, terkesan meminimalisir ataupun menutup sisi/ aspek tertentu, dan sebagainya kendati kita sering mendengar bahwa dalam pemberitaan, kaum media berpegang pada prinsip independen dan objektif.

Berbagai kemungkinan bisa terjadi sebagai dasar kondisi diatas. Kita bisa saja mengerti bahwa media apa pun tidak akan lepas dari

kepeentingan-kepentingan di balik pemberitaan di media. Entah yang berkaitan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya bahkan agama. Jadi tidak salah bila terdapat pernyataan bahwa berita adalah apa yang membuat surat kabar dibeli orang untuk menaikkan penilaian khalayak terhadap siaran berita39. Sehingga titik perhatian suatu pemberitaan adalah faktor ekonomi. Kondisi ini tidak bisa tidak terelakkan oleh media betapapun disembunyikan, karena hal itu dapat terlihat dan terbaca oleh kita, baik pada penggunaan gambar atau bahasa yang terkadang bombastis dan hiperbol yang sesunggunya bisa mengarahkan khalayak dengan seruan tertentu.40

39

Junanto Imam Prakoso, “Sikap Netralitas Terhadap Pemerintahan Habibie”, Tesis Sarjana Ilmu Komunikasi,(Jakarta: Perpustakaan Universitas Indonesia, 1999), h. 6

40

Agus Sudibyo, “Politik Media dan Pertarungan Wacana”, (Yogyakarta: Lkis, 2001), h. 45


(49)

Hal ini perlu disadari, karena perkembangan media massa tidak terlepas dari kepentingan bisnis pemilik modal dan pengelolanya. Idealisme apapun tidak mungkin tumbuh dan berkembang tanpa dukungan bisnis yang kuat. Untuk itu pengelola media massa, dalam hal ini wartawan harus memiliki dukungan

ekonomi yang cukup agar bisa mengembangkan idealismenya sebagai wartwan41. Kepentingan pemilik modal dapat juga menjadi bom waktu bagi media massa tersebut apabila media yang dikelolanya digunakan untuk kepentingan politik dan kepentingan sosial semata. Perlu dipahami, media massa yamg terseret pada kepentingan politik pemilik modalnya bukanlah media yang sesungguhnya.

Disinilah yang menjadi permasalahannya. Dimensi emosional yang kadang tampak dalam pemberitaan sesungguhnya dapat menggusurkan objektivitas suatu berita, padahal nilai objektivitas adalah nafas bagi pemberitaan seperti yang dikatakan Merril, objektivitas berita hanya dapat dicapai melalui tiga cara yakni; pemisahan fakta dan pendapat, menyajikan pandangan terhadap berita tanpa disertai dimensi emosional, berusaha jujur dan seimbang memberikan kesempatan kepada seluruh pihak untuk menjawab dalam cara memberikan banyak informasi kepada khalayak.42

Berita/ News berasal dari bahasa sangsekerta yakni Vrit yang dalam bahasa inggrisnya disebut write yang arti sebenarnya adalah ada atau yang terjadi. Sebagian ada yang menyebut dengan vritta yang artinya kejadian atau yang telah

41

Atmakusumah Astraatmadja, “Jalan Panjang Menuju Kebebasan Pers”, Kompas, (Jakarta: 28 Maret 2004, h. 5

42

John C. Merril and Everet E. Dennis, “Basic in Mass Communication”, (Macmillan Publishing, 1984), h. 111


(50)

terjadi. Vrita dalam bahasa Indonesia kemudian menjadi berita atau warta43. Menurut kamus besar bahasa Indonesia artinya diperjelas lagi menjadi laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat.44

News is about people. Berita adalah informasi tentang orang-orang penting, orang-orang ternama, pesohor, selebriti, figur publik. Orang-orang seperti yang dijelaskan tadi selalu membuat berita. Jangankan ucapan dan tingkah lakunya, namanya saja sudah membuat berita.

Dalam pengertian lain, N.E.W.S diartikan menjadi suatu singkatan North (utara), Eas (timur), West (barat), dan South (selatan) yang maksudnya adalah surat kabar yang datang dari empat penjuru mata angin atau dari mana saja. Dari singkatan tersebut diartikan bahwa berita adalah segala sesuatu yang terjadi di dunia, terjadi di utara, timur, barat dan selatan yang mampu menarik perhatian pembaca45.

Para pakar komunikasi memberikan definisi berita dengan beraneka ragam46 1. Dean M. Spencer

2. Dr. Williard C. Bleyer

berita sebagai suatu kenyataan atau ide yang benar dan dapat menarik perhatian pembaca.

berita adalah termasuk baru yang dipilih oleh wartawan untuk di muat

43

Totok Djuroto, “Manajemen Penerbitan Pers”, (Bandung: Rosdakarya, 2000), h. 46

44

Departemen Pendidikan Nasional, h. 40

45

Abdurahman Harahap, “Peranan Berita Politik di Harian Waspada, jurnal PIKOM – Pembangunan Vol. 4, no. 5 juli 2004, h. 2006

46


(51)

3. William S. Moulsby

4. Eric C. Hefwod

5. Paul De Massenner

6. Charnley dan James M. Neal

dalam surat kabar. Oleh karena itu, ia dapat menarik dan mempunyai makna dan dapat menarik minat bagi

pembaca.

berita sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi.

berita adalah laporan pertama dari kejadian yang penting dan dapat menarik perhatian pembaca.

berita adalah sebuah informasi yang penting dan menarik perhatian serta menit khalayak pendengar.

berita adalah laporan tentang suatu peristiwa, opini, kecenderungan, interpretasi yang penting menarik, masih baru dan harus secepatnya disampaikan khalayak.


(52)

Daug Newsom dan James A. Wallert, berita adalah apa saja yang ingin dan perlu diketahui orang atau lebih luas lagi oleh masyarakat. 47.

Assegaf menyatakan bahwa berita adalah laporan tentang fakta atau ide termasa yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca.48

Jadi kesimpulannya, berita ialah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting bagi sebagian besarkhalayak melalui media berkala seperti surat kabar, radio, TV dan lain sebagainya.

Dengan demikian berita adalah laporan tercepat yang bersifat fakta, opini, pesan, informasi yang mengandung nilai-nilai yang diumumkan, di informasikan, yang penting dan menarik perhatian sejumlah orang melalui surat kabar, majalah dan lain-lain. Unsur-unsur terpenting dari berita adalah dikomunikasikan dan menarik perhatian sejumlah orang karena merupakan sesuatu yang baru baginya. Jadi sekalipun ada fakta, opini, pesan dan nilai-nilai, jika fakta tersebut belum dikomunikasikan, belum dapat disebut berita. Sebaliknya, jika sudah

dikomunikasikan tetapi tidak menarik public, karena bukan sesuatu yang baru itupun belum dapat disebut berita.

Jika diperhatikan beberapa rumusan yang telah dijelaskan tadi, ditemukan beberapa unsur pokok berita dalam pemberitaan meninggalnya Soeharto yakni: pertama, berita meninggalnya Soeharto merupakan laporan fakta atau opini. Kedua, berita meninggalnya Soeharto merupakan laporan tercepat atau laporan

47

AS Haris Sumandria, “Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional”, ( Bandung: Simbiosa Rekatama Media), cet.ke-2, 2006, h. 64

48


(53)

utama. Ketiga, berita meninggalnya Soeharto unsur yang menarik minat dan penting bagi kepentingan umum. Dan keempat, berita meninggalnya Soeharto merupakan berita informasi dan tidak semua informasi adalah berita, karena berhubungan dengan nilai-nilai berita.

3. Syarat-syarat Berita

Menurut Harahap, ada beberapa syarat dalam suatu berita yaitu sebagai berikut:49

a. Akurat, singkat, padat, jelas dan sesuai dengan kenyataan. b. Tepat waktu dan actual.

c. Objektif, sama dengan fakta yang sebenarnya, tanpa opini dari penulis yang dibuat-buat.

d. Menarik, apa yang disajikan terdiri dari kata-kata dan kalimat yang khas, segar dan enak dibaca.

e. Baru/ belum diberitakan sebelumnya atau merupakan ulangan “baru”. Ini sangat penting yang bisa menarik perhatian.

Demikianlah beberapa kriteria mengenai pemilihan atau penetapan suatu peristiwa yang dapat diangkat menjadi berita. Berita meninggalnya Soeharto dapat dijadikan tolak ukur sebagai sesuatu yang pantas di tulis menjadi berita untuk disiarkan kepada khalayak. Dengan memperhatikan hal itu, berarti sebagian dari persyaratan suatu berita yang baik sudah terpenuhi.

49

Sr. Maria Assumpta Rumanti OSF, “Dasar-dasar Public Relation: teori dan praktik”,


(54)

Struktur berita, khususnya berita langsung (straight news), pada umumnya mengacu pada struktur piramida terbalik yakni memulai penulisan berita dengan mengemukakan fakta yang dianggap penting, kemudian diikuti bagian-bagian yang dianggap agak penting, kurang penting dan seterusnya. Struktur berita selengkapnya:

a. Judul (head)

b. Date line yaitu tempat atau waktu berita itu diperoleh dan disusun. c. Teras berita yaitu bagian berita yang terletak dibagian pertama. d. Isi berita.

D.

Analisis Framing dalam pendekatan wacana media

1. Konsep Framing

Analisis framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut. Karenanya, berita menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai sesuatu yang legitimate, objektif, alamiah, wajar, atau tak terelakkan.

Analisis bingkai merupakan dasar struktur kognitif yang memandu persepsi dan representasi realitas. Menurut Panuju, analisis framing adalah analisis untuk membongkar ideologi di balik penulisan informasi.


(55)

Analisis framing berusaha untuk menentukan kunci-kunci tema dalam sebuah teks dan menunjukkan bahwa latar belakang budaya membentuk pemahaman terhadap sebuah peristiwa. Dalam mempelajari media, analisis bingkai menunjukkan bagaimana aspek-aspek struktur dan bahasa berita mempengaruhi aspek-aspek yang lain.

Secara sederhana, Analisis framing mencoba untuk membangun sebuah komunikasi dan menyampaikan kepada pihak lain atau menginterpretasikan dan mengklasifikasikan informasi baru. Melalui analisis framing, bagaimanakah suatu pesan diartikan sehingga dapat diinterpretasikan secara efisien dalam hubungannya dengan ide penulis.50

Pada dasarnya analisis framing merupakan versi baru dari pendekatan wacana, khususnya menganalisis teks media. Gagasan mengenai framing pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 195551. Awalnya, frame dipakai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana serta menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada tahun 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku yang membimbing individu dalam membaca realitas.

Analisis framing adalah salah satu metode analisa media, seperti halnya analisis isi dan analisis semiotik. Framing secara sederhana adalah membingkai sebuah peristiwa. Sobur mengatakan bahwa analisis framing digunakan untuk

50

Jumroni dan Suhaimi, “Metode-metode Penelitian Komunikasi”, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), cet.ke-1, h.92

51

Agus Sudibyo, “Citra Bung Karno: Analisis Berita Pers Orde Baru”, (Yogyakarta: Bigraf Publishing 1999), h. 23


(56)

mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita52. Cara pandang dan perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan serta hendak dibawa kemana berita tersebut.

Framing adalah metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu realitas tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur dan alat ilustrasi lainnya, dengan kata lain bagaimana realitas dibingkai, dikonstruksi dan dimaknai oleh media53. Framing juga dapat dimaknai sebagai tindakan penyeleksi aspek-aspek realitas yang tergambar dalam teks komunikasinya dan membuatnya lebih menonjol dari aspek-aspek yang lain, sambil memperkenalkan definisi problem tertentu, interpretasi kausal, dan rekomendasi penanganan terhadap masalah yang dibicarakan.

Proses framing berkaitan dengan strategi pengelolaan dan penyajian informasi dalam hubungannya dengan rutinitas dan konvensi profesional jurnalistik. Dominasi sebuah frame dalam suatu wacana berita bagaimana dipengaruhi oleh proses produksi berita dimana terlibat unsur-unsur redaksional seperti reporter, redaktur dan lain-lain. Dengan kata lain, framing merupakan bagian yang integral dari proses redaksional media massa dan menempatkan awak media pada posisi strategis.

52

Rachmat Kriyanto, “Teknik Praktik: Riset Komunikasi”, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. ke-1, h. 253

53


(57)

Ada hal penting dalam framing, ketika sesuatu diletakkan dalam frame, maka bagian yang terbuang ada bagian yang terlihat. Kita bisa menghadirkan analogi ketika kita memfoto suatu pemandangan, maka yang masuk dalam foto itu hanya bagian yang berada dalam “frame”, bagian lain terbuang.

Analisis framing menanyakan mengapa peristiwa X diberitakan? Mengapa peristiwa yang lain tidak diberitakan? Mengapa suatu tempat dan pihak terlibat berbeda meskipun peristiwanya sama? Mengapa realitas didefinisikan dengan cara tertentu? Mengapa sisi atau angle tertentu ditonjolkan sedang yang lain tidak? Mengapa fakta tertentu ditonjolkan sedang yang lain tidak? Mengapa menampilkan sumber X dan mengapa bukan sumber berita yang lain yang diwawancarai?54

Jadi, analisis framing ini merupakan analisis untuk mengkaji pembingkaian realitas (peristiwa, individu, kelompok dan lain-lain) yang dilakukan media. Pembingkaian tersebut merupakan proses konstruksi, yang artinya realitas dimaknai dan direkonstruksi dengan cara dan makna tertentu. Framing digunakan media untuk menonjolkan atau memberi penekanan aspek tertentu sesuai kepentingan media. Akibatnya, hanya bagian tertentu saja yang lebih bermakna, lebih diperhatikan, dan dianggap penting serta lebih mengena dalam pikiran khalayak.

Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideology media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih

54


(58)

bermakna, lebih menarik, lebih berarti dan lebih di ingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektif. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang di tonjolkan dan dihilangkan serta hendak dibawa kemana berita tersebut55. Oleh karena itu, berita menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai suatu yang legitimate, objektif, alamiah, wajar, atau tak terelakkan56.

Gamson dan Modigliani menyebut cara pandang itu sebagai kemasan (package) yang mengandung konstruksi makna atas peristiwa yang akan diberitakan. Menurut mereka, frame adalah cara bercerita atau gagasan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi mekna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana.

Menurut Erving Goffman, konsep analisis framing memelihara kelangsungan kebiasaan kita mengklasifikasi, mengorganisasi dan menginterpretasi serta aktif pengalaman-pengalaman hidup kita untuk memahaminya57. Skemata interpretasi itu disebut frames, yamg memungkinkan individu dapat melokalisasi merasakan, mengidentifikasi dan memberi label terhadap peristiwa-peristiwa informasi. Demikian juga Gatlin mengidentifikasikan

55

Nugroho, Eriyanto, dan Frans Sudiarsis, “Politik Media Mengemas Berita”, (Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 1999), h. 21

56

Teguh Imawan, “Media Surabaya Mengaburkan Makna: Kasus Pemilihan Walikota”,

(Pantau, Edisi 09, 2000), h. 66

57

Hotman Siaahan, “Pers Yang Gamang: Studi Pemberitaan Jajak Pendapat Timor-timur”, (Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 2001), h. 76


(1)

akan dengan mudah disampaikan tepat pada

sasarannya dan juga dapat diaplikasi.

Frame Republika tanggal 28, 29 dan 30 atas realitas

meninggalnya Soeharto yang dipublikasikan pada

bulan Januari 2008 menunjukkan bahwa isi media

merupakan realitas bentukan atau hasil konstruksi

media atas realitas yang terjadi. Meski tidak bisa

dipungkiri bahwa setiap media dalam menulis

beritanya

pasti

mengusung

kepentingan

dan

pandangan media tersebut, namun yang menjadi

harapan sekaligus saran penuis agar Republika

didalam

menyajikan

beritanya

harus

tetap

menjunjung tinggi kode etik jurnalistik sehingga berita

tetap seimbang atau setidaknya pembaca memberikan

penilaian dan pandangan objektif, arif dan bijaksana.

Untuk menganalisis isi teks media, analisis framing


(2)

mengetahui perbedan makna dari satu peristiwa yang

ada di media, analisis framing dipakai untuk melihat

bagaimana media mengkonstruksi realita, oleh karena

itu analisis framing bukan hanya berguna bagi

pemerhati media, namun dapat pula digunakan oleh

siapa saja baik itu pembaca koran, pendengar

radioatau pemirsa televisi, guna mengupas bagaimana

suatu berita dibingkai oleh media.

Analisis framing ini wajib dikenal dan dipelajari bagi

para jurnalis muslim yang bekerja di pers Islam

sebagai teknis jurnalis.

Hendaknya media massa mempunyai sikap independen

dan objektif serta mempunyai sikap arif dan bijak

dalam mengkonstruksikan suatu peristiwa atau fakta

dan menjadikan berita mempunyai nilai moral.


(3)

Abdullah, Aceng.“Press Relation: Kiat Berhubungan dengan Media Massa”, ((Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), cet.ke-1

Astraatmadja, Atmakusumah. “Jalan Panjang Menuju Kebebasan Pers”, Kompas, (Jakarta: 28 Maret 2004

Departemen Pendidikan Nasional, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, (Jakarta: Balai Pustaka), 2002, cet. ke-3

Djuroto, Totok. “Manajemen Penerbitan Pers”, (Bandung: Rosdakarya, 2000)

Effendy, Onong Uchjana. “Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek”. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998), cet.ke-11

Eriyanto, “Analisis Framing konstruksi ideology dan politik media”, (Yogyakarta: LKis, 2002) ---, “Kekuasaan Otoriter: Dari Gerakan Penindasan Menuju Politik Hagemoni”,

(Yogyakarta: Insist dan Pustaka Pelajar, 2000)

Fiske, John. “Introduction to Communication Studies”, (London and New York Routledge, 1990) Hafied Cangara, Hafied. “Pengantar Ilmu Komunikasi”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2007), Edisi. Revisi

Jun Kuncoro, Jun. dan Mariani, Ina R.“Teknik Mencari dan Menulis Berita”, (Jakarta: PT. Universitas Terbuka, 2001), Cet. ke-3

Harahap, Abdurahman. “Peranan Berita Politik di Harian Waspada, jurnal PIKOM – Pembangunan

Imawan, Teguh. “Media Surabaya Mengaburkan Makna: Kasus Pemilihan Walikota”, (Pantau, Edisi 09, 2000)

Jumroni dan Suhaimi, “Metode-metode Penelitian Komunikasi”, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), cet.ke-1

Karlina, Siti dkk, “Komunikasi Massa”, (Jakarta: PT. Universitas Terbuka, 2007), cet. ke-6 Kriyanto, Rachmat. “Teknik Praktik: Riset Komunikasi”, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. ke-1 Marzuki, “Metode Riset”, (Yogyakarta: BPFE-UII, 1995)


(4)

Merril, John C. and Dennis, Everet E. “Basic in Mass Communication”, (Macmillan Publishing, 1984)

Nugroho, Eriyanto, dan Sudiarsis, Frans. “Politik Media Mengemas Berita”, (Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 1999)

Pamela J. Shoe Maker, “Hardwires Foe News: Using Biologycal and Cultural Evolution to Explan The Surveillance Function”, 1999, Vol. 46, no.3

Prakoso, Junarto Imam. “Sikap Netralitas Terhadap Pemerintahan Habibie”, Tesis Sarjana Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Perpustakaan Universitas Indonesia, 1999)

Putra, r. Masri Sareb.“Media Cetak: bagaimana media merancang dan memproduksi”, (Yogyakarta: Graha Ilmu), 2007, cet. 1

Quail, Dennis Mc. “Mass Communication Theory: An Introduction 2nd ed, BeverlyHills, Sage Publication, 1981

Rivers, William. Jensen, Jay W. dan Reterson, Theodore“Mass Media and Modern Society 2nd , diterjemahkan oleh Haris Munandar dan Dudy Priatna, “Media Massa dan Masyarakat Modern”, (Jakarta: Kencana, 2003), Edisi-2

Romli, Asep Syamsul M. “Jurnalistik Praktis Untuk Pemula” , (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Edisi Revisi, cet. ke-7

Republika, (Jakarta: 12 Januari 1999)

Sanjaya dkk, Sasa Djuarsa. “Teori Komunikasi”, (Jakarta: Universitas Tebuka, 2007), Cet. ke-2, Edisi 2

Setiawan, Bambang dkk. “Metode Penelitian Komunikasi”, (Jakarta: PT. Universitas Terbuka, 2007), cet ke-2

Shadly, Hasan dan Echols, John M. “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), 2002

Siaahan, Hotman. “Pers Yang Gamang: Studi Pemberitaan Jajak Pendapat Timor-timur”, (Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 2001)


(5)

---. “Citra Bung Karno: Analisis Berita Pers Orde Baru”, (Yogyakarta: Bigraf Publishing 1999)

Sumandria, AS Haris. “Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional”, ( Bandung: Simbiosa Rekatama Media), cet.ke-2, 2006

Susanto, Astrid S. “Komunikasi dalam Teori dan Praktik”, (Bandung: Bina Cipta, 1988), cet.ke-3 Sutrisno, Hadi. “Metode Research”, (Yogyakarta: Andi Ofset, 1989)

OSF, Sr Maria Assumpta Rumanti. “Dasar-dasar Public Relation: teori dan praktik”, (Jakarta: Grasindo 2002)

Data dari Internet

Diakses dari internet, htt://fahri99 wordpress.com, “berita sebagai konstruksi media massa”, 27-10-2006

Diakses dari

http://iqro.wordpress.com

pt-republika-media-mandiri-penerbit-harian-umum-republika”, 22/ 06/2007.

Dokumentasi Harian Umum Republika, (Buncit Raya: PT. HU Republika, 30 Juni 2008)

Wawancara

pribadi dengan Irwan Arifyanto selaku Redaktur Hukum Republika,

30/06/2008


(6)