keuntungan bisa diraih dari latihan ditempat tidur dan berjalan pada periode dini pasca bedah. Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari rawat dan
mengurangi resiko-resiko karena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus, kekakuanpenegangan otot-otot di seluruh tubuh dan sirkulasi darah dan pernapasan
terganggu, juga adanya gangguan peristaltik maupun berkemih. Sering kali dengan keluhan nyeri di daerah operasi, klien tidak mau melakukan mobilisasi ataupun
dengan alasan takut jahitan lepas klien, tidak berani merubah posisi. Disinilah peran perawat sebagai edukator dan motivator kepada klien sehingga klien tidak
mengalami suatu komplikasi yang tidak diinginkan. Berdasarkan latar belakang masalah maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian untuk mengetahui apa saja gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dini pada ibu pasca seksio sesarea di RSU. Dr. Pirngadi Medan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu, bagaimana gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dini pada ibu
pasca seksio sesarea di RSU. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010?
C. Tujuan Penetilian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dini pada ibu pasca seksio sesarea di RSU. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010
2. Tujuan Khusus
Universitas Sumatera Utara
a. Mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dini
pada ibu pasca seksio sesarea di RSU. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010 berdasarkan faktor fisiologis.
b. Mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dini
pada ibu pasca seksio sesarea di RSU. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010berdasarkan faktor emosional.
c. Mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dini
pada ibu pasca seksio sesarea di RSU. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010 berdasarkan faktor perkembangan.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Merupakan prasyarat dalam menyelesaikan pendidikan D IV kebidanan sekaligus menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam mempersiapkan
pengumpulan, mengelola, menganalisa dan mengimformasikan data temuan. 2.
Bagi RS Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di RSU khususnya di Ruang
Rawat Inap Kebidanan. 3.
Bagi Institusi Akademik Bahan masukan yang dapat dibuat untuk acuan dimasa yang akan datang
oleh institusi pendidikan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Mobilisasi Dini 1. Pengertian Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat tidur dengan melatih bagian–bagian tubuh untuk melakukan peregangan atau belajar
berjalan Soelaiman, 2000. Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing
penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin
berjalan. Menurut Carpenito 2000, mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang
terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dari Kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini
adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.
Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan
kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam.
2. Konsep mobilisasi
Universitas Sumatera Utara
Mula–mula berasal dari ambulasi dini yang merupakan pengembalian secara berangsur–angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya untuk mencegah komplikasi
Ancheta, 2005
3. Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu : a.
Rentang gerak pasif Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan
kakinya. c.
Rentang gerak fungsional berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang
diperlukan Carpenito, 2000.
4. Manfaat mobilisasi
Manfaat mobilisasi bagi ibu pasca seksio sesarea adalah : a.
Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation. Dengan bergerak, otot–otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot
perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan,
mempercepat kesembuhan. Faal usus dan kandung kencing lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
Dengan bergerak akan merangsang peristaltik usus kembali normal. Aktifitas ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.
b. Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk ibu merawat
anaknya. Perubahan yang terjadi pada ibu pasca operasi akan cepat pulih misalnya kontraksi uterus, dengan demikian ibu akan cepat merasa sehat dan
bisa merawat anaknya dengan cepat. c.
Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi sirkulasi darah normallancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan
tromboemboli dapat dihindarkan.
5. Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi
a. Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak baik
sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh.
b. Perdarahan yang abnormal. Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik
sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang
terbuka. c.
Involusi uterus yang tidak baik, Tidak dilakukan mobilisasi secara dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan
terganggunya kontraksi uterus.
6. Tahap-tahap Mobilisasi Dini
Universitas Sumatera Utara
Mobilisasi dini dilakukan secara bertahap berikut ini akan dijelaskan tahap mobilisasi dini pada ibu pasca seksio sesarea :
a. Setelah operasi, pada 6 jam pertama ibu pasca seksio sesarea harus tirah
baring dulu. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki,
mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki.
b. Setelah 6-10 jam, ibu diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan
mencegah trombosis dan trombo emboli. c.
Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk. d.
Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan Kasdu, 2003.
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dini
a. Faktor fisiologis
1 Demam puerperalis didefinisikan sebagai peningkatan suhu mencapai
38,5
o
C pasca bedah. Demam pasca bedah hanya merupakan sebuah gejala bukan sebuah diagnosis, yang menandakan adanya suatu komplikasi
serius Cunningham dkk, 2005. 2
Perdarahan masa nifas pasca seksio sesarea didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 1000 ml. Dalam hal ini perdarahan terjadi
akibat kegagalan mencapai hemoestasis di tempat insisi uterus maupun pada placental bed akibat atonia uteri. Atonia uteri merupakan sebagian
besar penyebab terjadinya perdarahan pasca bedah. Ada beberapa keadaan yang menjadi predisposisi terjadinya atoni uteri, yaitu distensi
Universitas Sumatera Utara
dinding rahim yang berlebihan kehamilan ganda, polihidramnion atau makrosomia janin, pemanjangan masa persalinan dan grandemultiparitas.
3 Keberadaan nyeri
Nyeri merupakan sensasi yang rumit, universal dan bersifat individual. Dikatakan bersifat individual karena respon individu terhadap sensasi
nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya. a
Pengukuran intensitas nyeri Menurut Perry dan Potter 1993, nyeri tidak dapat diukur secara
objektif misalnya dengan X-Ray atau tes darah. Namun tipe nyeri yang muncul dapat diramalkan berdasarkan tanda dan gejalanya. Kadang-
kadang hanya bisa mengkaji nyeri dengan berpatokan pada ucapan dan prilaku klien. Klien kadang-kadang diminta untuk menggambarkan
nyeri yang dialaminya tersebut sebagai nyeri ringan, nyeri sedang, atau berat. Bagaimanapun makna dari istilah tersebut berbeda. Tipe nyeri
tersebut berbeda pada setiap waktu. Gambaran skala nyeri merupakan makna yang lebih objektif yang dapat diukur. Gambaran skala nyeri
tidak hanya berguna dalam mengkaji beratnya nyeri, tetapi juga dapat mengevaluasi perubahan kondisi klien.
Ada tiga cara mengkaji intensitas nyeri yang biasa digunakan antara lain :
1 skala intensitas nyeri deskriptif
Universitas Sumatera Utara
2 Skala identitas nyeri numerik
3 Skala analog visual
4 Skala nyeri menurut bourbanis
Intensitas nyeri mengacu kepada kehebatan nyeri itu sendiri, untuk menentukan derajat nyeri, dapat menanyakan klien tentang nyeri
yang dirasakan dengan menggunakan skala numerik 0-10 atau skala yang serupa lainnya yang membantu menerangkan bagaimana
intensitas nyerinya. Cara mengkaji nyeri yang digunakan adalah 0-10
Universitas Sumatera Utara
angka skala intensitas nyeri. Intensitas nyeri dibedakan menjadi empat dengan menggunakan skala numerik yaitu :
: Tidak nyeri 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik 4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat terkontrol: secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas
panjang dan distraksi 10
: Nyeri sangat berat tidak terkontrol : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.
b. Faktor Emosional
Yang mempengaruhi mobilisasi adalah cemas ansietas Ansietas merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan
sesuatu diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan Asmadi, 2008
1 Tingkat Kecemasan
Peplau membagi tingkat kecemasan ada empat Stuart, 2001 yaitu : a
Kecemasan ringan yang berhubungan dengan ketegangan dalam
Universitas Sumatera Utara
kehidupan sehari-hari. Kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat
memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. b
Kecemasan sedang yang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan hal yang lain. Kecemasan ini
mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian individu mengalami tindak perhatian yang selektif namun dapat brfokus pada
lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya. c
Kecemasan berat yang sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta
tidak berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan
untuk berfokus pada area lain. d
Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya. Karena
mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup
diorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang
lain, pesepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini sejalan dengan kehidupan, jika
berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian. Gejala-gejala tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
Tingkat Tanda Fisik
Intelektual Sosail dan
Universitas Sumatera Utara
Kecemasan Emosional
Minimal mendekati 0
Kecemasan Ringan +1
Kecemasan Sedang +2
Tekanan darah, nadi, respirasi dalam batas
normal. Pupil kontraksi, otot
relaksasi sedikit atau tidak ada tahanan pada
gerakan pasif. Rangsangan sistem
simpatik pada tingkat rendah, ketengan otot
skeletal mulai ringan sampai moderat, tubuh
relaksasi, pergerakan lambat dan
mempunyai arti. Kontak mata
dipertahankan, suara tenang dan intonasi
baik. Sistem saraf simpatis
aktif : Tekanan darah meningkat, denyut
jantung meningkat, pernafasan meningkat,
Sistem saraf simpatis aktif : tekanan darah
meningkat, pernafasan meningkat, pupil
dilatasi. Peningkatan tegangan otot
bersamaan dengan penekanan
penginderaan, dan gerakan tidak
menentu. Suara menunjukkan kesan
perhatian dan ketertarikan masalah
yang terjadi. Kecepatan bicara
meningkat, nada suara meningkat,
kewaspadaan Aktifitas kognitif
minimal, sikap mengabaikan
stimulus dari lingkungan, tidak
berusaha aktif terhadap proses
informasi, kesadaran tidak berubah.
Lapangan perseptual terbuka, mampu
merubah fokus perhatian, sadar akan
lingkungan luar, berfikir positif pada
dirinya, perhatian rendah terhadap
sesuatu yang tak terduga atau hal yang
negatif. Persepsi sempit,
fokus perhatian khusus pada stimulus
eksternal atau internal. Berusaha
menyadari proses informasi.
Pikiran terpusat pada diri sendiri, pikiran
tentang kemampuan diri sendiri, berusaha
mendapatkan sumber-sumber
penting untuk pemecahan masalah.
Hasil positif pemecahan masalah
belum tentu dicapai. Tidak ada interaksi
sosial, tidak ada usaha menghadapi
stimulus dari lingkungan, aktifitas
emosional minimal, mengabaikan
situasi, merasa kuat dan merasa puas
Tingkah laku spontan.
Perasaan positif dan nyaman, percaya
diri dan puas. Aktifitas
menyendiri. Meningkatkan
kemampuan dalam belajar menganalisa
masalah, pengaturan kognitif dan
gerakan, Meningkatkan
kemampuan dalam belajar menganalisa
masalah, pengaturan kognitif dan
gerakan, merasa ada tantangan dalam
menyelesaikan dilemamasalah.
Rasa percaya diselingi rasa takut.
Harga diri rendah dan kemungkinan
tidak mampu. Perilaku lari fligh
dari masalah dimanifestasikan
dengan menarik diri,
Universitas Sumatera Utara
Berat +3 meningkat.
Respon berjuang atau lari dari masalah.
Sistem saraf simpatis dihambat secara
umum. Rangsangan pada medulla adrenal
ditandai dengan peningkatan
katekolamin, denyut jantung cepat,
palpitasi, gluko sa darah meningkat,
aliran darah ke sistem pencernaan menurun,
aliran darah ke otot rangka meningkat,
penegangan otot berlebihan, kaku,
hiperventilasi, reaksi fisik meningkat,
agitasi, gerakan tidak menentu, meremas
tangan, resah, gemetar, terpaku
tidak bergerak. Nafsu makan hilang,
mual. Efek verbal : gagap,
cepat, nada suara meningkat, berbicara
putus-putus, ragu- ragu.
Ekspresi wajah : Kontak mata sedikit,
gerakan mata ratamanatap,
menggeretakkan gigi, rahang kaku.
Kapasitas persepsi sangat sempit,
perhatian yang berlebihan pada satu
stimulus, penyelesaian
masalah tidak efektifsulit, tidak
perduli pada ancaman,
mengingkari masalah, disorientasi
waktu dan tempat. Kemungkinan
berfikir secara negatif, aktualisasi
diri rendah. mengingkari dan
depresi. Ancaman pada diri
meningkat, mengalami
disosiasi.
c. Faktor perkembangan
Faktor yang mempengaruhi adalah umur dan paritas Potter, 2006 : 9.
Universitas Sumatera Utara
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang wanita dan umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak
dilahirkan.
B. Seksio Sesarea 1. Pengertian
Seksio sesarea adalah Suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat diatas 500 gr, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh Sarwono, 2002 :
536. Seksio sesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan
sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran
melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi media, kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran umum Dewi, 2007.
2. Istilah Seksio sesarea
a. Seksio sesarea primer
Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio sesaria, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit.
b. Seksio sesarea sekunder
Dalam hal ini kita bersikap menunggu kelahiran biasa partus percobaan, bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus gagal, baru dilakukan seksio sesaria.
Universitas Sumatera Utara
c. Seksio sesarea ulang
Ibu pada kehamilan yang lalu menggalami seksio sesaria dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesaria ulang.
d. Seksio sesrea histerektomi
Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan seksio sesaria, langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi.
e. Operasi poro
Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uterijanin sudah mati dan lngsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim yang
berat Mochtar 2000
3. Indikasi
a. Dalam persalinan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan suatu
persalinan, yaitu passage jalan lahir, passenger janin, power kekuatan ibu, psikologi ibu dan penolong. Apabila terdapat gangguan pada salah satu faktor
tersebut akan mengakibatkan persalinan tidak berjalan dengan lancar bahkan dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin jika keadaan
tersebut berlanjut Manuaba, 1999. b.
Seksio sesarea dilakukan bila diyakini bahwa penundaan persalinan yang lebih lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi janin, ibu, atau bahkan keduanya,
atau bila persalinan pervaginam tidak mungkin dapat dilakukan dengan aman. Berdasarkan laporan mengenai indikasi terbanyak di negara-negara maju seperti
yang diperlihatkan pada tabel 2.1 di Norwegia diperoleh hasil bahwa indikasi terbanyak untuk seksio sesarea adalah distosia 3,6 diikuti oleh presentasi bokong
Universitas Sumatera Utara
2,1, gawat janin 2,0, riwayat seksio sesarea sebelumnya 1,4 dan lain-lain 3,7 dari 12,8 kasus seksio sesarea yang terjadi Cunningham dkk, 2005.
c. Di Skotlandia diperoleh bahwa distosia sebagai indikasi seksio sesarea terbanyak
yaitu 4,0 sedangkan riwayat seksio sesarea sebelumnya 3,1, gawat janin 2,4, presentasi bokong 2,0 dan lain-lain 2,7 dalam 14,2 kasus seksio sesarea.
Riwayat seksio sesarea sebelumnya merupakan indikasi terbanyak dari 10,7 kasus seksio sesarea yang terjadi di Swedia yaitu 3,1 diikuti oleh distosia dan
presentasi bokong yang masing-masing berkisar 1,8 sedangkan gawat janin hanya 1,6 dan lain-lain 2,4. Di USA, riwayat seksio sesarea sebelumnya
merupakan indikasi terbanyak dari 23,6 kasus seksio sesarea yang terjadi yaitu 8,5, dan distosia berperan dalam 7,1, presentasi bokong 2,6, gawat janin
2,2 dan lain-lain 3,2 Cunningham dkk, 2005. d.
Macam-macam indikasi dilakukannya seksio sesarea 1
Placenta previa sentralis dan lateralis 2
Panggu l sempit 3
Disproporsi sefalo pelvic 4
Rupture uteri mengancam 5
Partus lama 6
Partus tak maju 7
Distosia serviks 8
Pre eklampsi dan Hipertensi 9
Malprsentasi janin 10
Gamelli
Universitas Sumatera Utara
4. Jenis-jenis operasi seksio sesaria
Ada beberapa jenis seksio sesarea, yaitu: a.
Seksio sesarea transperitoneal profunda merupakan suatu pembedahan dengan melakukan insisi pada segmen bawah uterus Prawiroharjo, 2002. Hampir 99
dari seluruh kasus seksio sesarea dalam praktek kedokteran dilakukan dengan menggunakan teknik ini karena memiliki beberapa keunggulan seperti kesembuhan
lebih baik dan tidak banyak menimbulkan perlekatan. Adapun kerugiannya adalah terdapat kesulitan dalam mengeluarkan janin sehingga memungkinkan terjadinya
perluasan luka insisi dan dapat menimbulkan perdarahan Manuaba, 1999. b.
Seksio sesarea klasik, yaitu insisi pada segmen atas uterus atau korpus uteri. Pembedahan ini dilakukan bila segmen bawah rahim tidak dapat dicapai dengan
aman misalnya karena perlekatan yang erat pada vesika urinaria akibat pembedahan sebelumnya atau terdapat mioma pada segmen bawah uterus atau
karsinoma serviks invasif, bayi besar dengan kelainan letak terutama jika selaput ketuban sudah pecah Charles, 2005. Teknik ini juga memiliki beberapa kerugian
yaitu, kesembuhan luka insisi relatif sulit, kemungkinan terjadinya ruptur uteri pada kehamilan berikutnya dan kemungkinan terjadinya perlekatan dengan dinding
abdomen lebih besar. c.
Seksio sasarea yang disertai histerektomi, yaitu pengangkatan uterus setelah seksio sesarea karena atoni uteri yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain, pada
uterus miomatousus yang besar dan atau banyak, atau pada ruptur uteri yang tidak dapat diatasi dengan jahitan.
d. Seksio sesarea vaginal, yaitu pembedahan melalui dinding vagina anterior ke
dalam rongga uterus. Jenis seksio ini tidak lagi digunakan dalam praktek obstetri.
Universitas Sumatera Utara
e. Seksio sesarea ekstraperitoneal, yaitu seksio yang dilakukan tanpa insisi
peritoneum dengan mendorong lipatan peritoneum ke atas dan kandung kemih ke bawah atau ke garis tengah, kemudian uterus dibuka dengan insisi di segmen
bawah.
5. Komplikasi
a. Infeksi puerperal nifas
1 Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
2 Sedang : dengan kenaikan suhu tubuh yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan
perlu sedikit kembung 3
Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada partus terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena
ketuban yang telah pecah terlalu lama b.
Perdarahan, disebabkan karena: 1
Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka 2
Atonia uteri 3
Perdarahan pada placental bed c.
Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi
d. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan sekarang.
6. Anestesia Pada seksio sesarea
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa anestesi atau penghilang rasa sakit yang bisa dipilih untuk operasi caesar, baik spinal maupun general. Pada anestesi spinal atau epidural yang
lebih umum digunakan, sang ibu tetap sadar kala operasi. Anestesi general bekerja secara jau lebih cepat, dan mungkin diberikan jika diperlukan proses persalinan yang
cepat Gallagher, C.M, 2004, hlm 20 .
a. Anestesi general
Anestesi general biasanya diberikan jika anestesi spinal atau epidural tidak mungkin diberikan, baik karena alasan tekis maupun karena dianggap tidak
aman. Pada prosedur pemberian anestesi ini akan menghirup oksigen melalui masker wajah selama tiga sampai empat menit sebelum obat diberikan melalui
penetesan intravena. Dalam waktu 20 sampai 30 detik, maka pasien akan terlelap. Saat pasien tidak sadar, akan disisipkan sebuah selang ke dalam
tenggorokkan pasien untuk membantu pasien bernafas dan mencegah muntah. Jika digunakan anestesi total, pasien akan dimonitor secara konstan oleh seorang
ahli anestesi. Dan biasanya pasangan tidak boleh mendampingi pasien kala persalinan dengan anestesi general.
b.Anestesi spinal Dalam operasi caesar elektif, pasien diberi penawaran untuk menggunakan
spinal anestesi. Kedua pilihan itu dapat membuat pertengahan ke bawah tubuh pasien mati rasa, tetapi pasien akan tetap terjaga dan menyadari apa yang sedang
terjadi. Hal ini berarti pasien bisa merasakan kelahiran bayi tanpa merasakan
Universitas Sumatera Utara
sakit, dan pasangan juga bisa mendampingi untuk memberikan dorongan dan
semangat.
c. Anastesi Epidural
Mengurangi rasa sakit selama stadium I dan II dari proses persalinan atau selama section Caesar. Kontra Indikasi : Ditolak oleh pasien, adanya infeksi pada
tempat penyuntikan, perdarahan uterus, pengobatan anticoagulant, kegemukan, hypovolemi, shock atau anemi berat, adanya penyakit spinal cord atau sakit di
belakang.
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antarvariabel baik variabel
yang diteliti maupun yang tidak diteliti. Kerangka konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan teori Nursalam, 2008.
Adapun variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan sebagai berikut:
Faktor fisiologis
Mobilisasi dini
Faktor perkembangan Faktor emosional
Universitas Sumatera Utara
Kerangka konsep ini dilihat untuk melihat adanya gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dini pada ibu pasca seksio sesarea di RSU. Dr. Pirngadi
medan tahun 2010.
A. DEFINISI OPERASIONAL