LATAR BELAKANG MASALAH PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas manusia yang ada di negara tersebut khususnya generasi muda. Salah satu jalur strategis yang dapat digunakan untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia SDM yang berkualitas itu tentunya adalah jalur pendidikan Ibrahim dalam Sulistyaningsih, 2005. Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara adalah salah satu jalur pendidikan dengan program pendidikan akademik-profesional yang bertujuan menghasilkan tenaga sarjana psikologi yang berkompeten. Misi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara adalah: 1. menyiapkan ilmuan dan profesional di bidang psikologi yang mampu menerapkan, mengembangkan, dan memperkaya ilmu pengetahuan psikologi, dengan berpegang teguh pada kode etik; 2. mengembangkan pendidikan psikologi yang berkompeten dalam bidang industri, sosial, perkembangan, pendidikan dan klinis; 3. mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan psikologi dan penerapanannya berdasarkan hasil kajian penelitian psikologi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperluas partisipasi pembelajaran ilmu psikologi untuk masyarakat Fakultas Psikologi USU, 2010. Universitas Sumatera Utara Mahasiswa dapat dikatakan sebagai kelompok dari generasi muda yang sedang belajar atau menuntut ilmu di perguruan tinggi, dengan jurusan atau program tertentu. Aktivitas mereka adalah belajar. Belajar ilmu pengetahuan, belajar berorganisasi, belajar bermasyarakat dan belajar menjadi pemimpin. Kelompok ini menyandang sejumlah atribut di antaranya sebagai kelompok inti pemuda, kelompok cendekia, atau golongan intelektual, calon pemimpin masa depan, manusia idealis dan kritis karena di pundak mahasiswa sebagian besar nasib masa depan suatu bangsa dipertaruhkan As’ari, 2007. Dunia mahasiswa bukan lagi dunia sebagaimana layaknya di SMA dulu yang masih dibimbing orang tua atau guru. Dunia mahasiswa sudah menuntut individu untuk mandiri dalam segala hal. Di kampus, ketika ada tugas, dosen hanya memberikan gambaran umum tentang tugas tersebut, selebihnya dikembalikan kepada mahasiswa atau ketika dosen menjelaskna pelajaran, mereka hanya memberikan jalan atau gambaran umum kepada mahasiswa. Berbeda dengan guru-guru ketika di SMA, mereka benar-benar membimbing LDK Al- Uswah, 2010. Dunia kampus memang berbeda dengan dunia SMA dan ini bukan hanya sekedar nama yang berbeda seperti: siswa jadi mahasiswa, guru menjadi dosen, belajar menjadi kuliah atau sekolah menjadi kampus. Perbedaan ini ternyata memerlukan perbedaan pula dalam cara belajar. Tidak sedikit mahasiswa gagal karena masih menggunakan cara belajar sewaktu mereka masih duduk di SMA karena sistem penilaian di SMA sangat berbeda dengan sistem penilaian di Universitas Sumatera Utara Perguruan Tinggi, terutama setelah diterapkannya SKS Sistem Kredit Semester Topatopeng, 2009. Sistem kredit semester adalah satuan yang digunakan untuk menyatakan besarnya beban studi mahasiswa, besarnya pengakuan atas keberhasilan usaha mahasiswa, besarnya pengakuan atas keberhasilan usaha kumulatif bagi suatu program tertentu, serta besarnya usaha untuk menyelenggarakan pendidikan bagi perguruan tinggi dan khususnya bagi tenaga pengajar. Dengan sistem ini, mahasiswa dimungkinkan untuk memilih sendiri mata kuliah yang akan ia ambil dalam satu semester. SKS digunakan sebagai ukuran besarnya beban studi mahasiswa, besarnya pengakuan atas keberhasilan usaha belajar mahasiswa, besarnya usaha belajar yang diperlukan mahasiswa untuk menyelesaikan suatu program, baik program semesteran maupun program lengkap, dan besarnya usaha penyelenggaraan pendidikan bagi tenaga pengajar. Seorang mahasiswa dapat dinyatakan lulus apabila telah menyelesaikan jumlah SKS tertentu. Seorang mahasiswa akan dituntut kebebasannya yang betanggungjawab sebagai orang dewasa. Gunawan 2008 menambahkan bahwa menjadi mahasiswa adalah kesempatan. Dari sekian anak negeri ini yang lulus dari Sekolah Menengah AtasKejuruan SMASMK hanya sebagian kecil yang meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Oleh karena itu, besar harapan masyarakat terhadap kaum muda yang bergelut dengan dunia intelektual ini. Fenomena mahalnya biaya pendidikan, menuntut mahasiswa untuk menyelesaikan studi tepat waktu sehingga Universitas Sumatera Utara segala energi dikerahkan untuk meraih gelar sarjanadiploma sesegera mungkin. Tak ayal lagi tren study oriented mewabah di kalangan mahasiswa. Ginting 2003 menyatakan bahwa untuk mendapatkan prestasi akademis yang memuaskan diperlukan adanya kesiapan belajar di perguruan tinggi yang mencakup kesiapan mental dan keterampilan belajar. Salah satu keterampilan belajar yang mempunyai peran penting dalam menentukan kesuksesan di perguruan tinggi adalah kemampuan meregulasi diri dalam belajar atau disebut juga dengan self-regulated learning Spitzer, 2000. Pentingnya self-regulated learning di perguruan tinggi sejalan dengan fenomena yang ditemukan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara melalui wawancara personal dengan salah satu mahasiswa tingkat pertama. “Saya merasakan perbedaan yang jauh ketika di SMA dulu sama masa kuliah sekarang. Kalau di SMA, semua urusan pelajaran ataupun yang lain-lain itu langsung aja dikasih tau sama guru, gak perlu cari tau sana- sini. Beda sama kuliah, mulai dari bahan-bahan kuliah sampe’ urusan yang sepele pun kita harus peduli karena itu kan buat kita juga. Menurut saya sangat perlu adanya pengaturan dalam belajar apalagi sebagai mahasiswa yang harusnya bisa lebih baik pengaturannya dibandingkan waktu SMA karena kalo’ kita udah kuliah semua urusan pokoknya kita yang urus.” Komunikasi Personal, 13 Februari 2011. Sejalan dengan penjelasan Zimmerman bahwa self-regulated learning merupakan kemampuan individu untuk dapat mengatur fungsi-fungsi yang ada dalam dirinya baik afeksi, tingkah laku dan pikiran sehingga membantu mencapai tujuan belajar yang diinginkan dalam Woolfolk, 2004. Berdasarkan definisi tersebut individu digambarkan sebagai pusat pengatur segala hal yang berhubungan dengan dirinya, dikaitkan dalam sebuah konteks realitas atau kenyataan. Artinya dalam definisi di atas disebutkan bahwa self-regulated Universitas Sumatera Utara learning tidak sekedar bagaimana melakukan pengelolaan terhadap dirinya secara menyeluruh afeksi, kognitif, dan tingkah laku, namun juga terkait dengan bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan belajar agar sesuai dengan kebutuhan dirinya. Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi belajarnya sendiri Zimmerman Martinez-Pons, dalam Schunk Zimmerman,1998. Konsep self-regulated learning bukan kemampuan mental seperti intelegensi atau kemampuan akademik tetapi lebih kepada proses mengarahkan diri untuk mengubah kemampuan mental menjadi kemampuan akademik Zimmerman dalam Schunk Zimmerman, 1998. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons dalam Boerkarts, Pintrich, Zeidner, 2000 ditemukan empat belas strategi self-regulated learning yaitu: 1. Evaluasi terhadap diri self – evaluating, 2. Mengatur dan mengubah materi pelajaran organizing and transforming, 3. Membuat rencana dan tujuan belajar goal setting planning, 4. Mencari informasi seeking information, 5. Mencatat hal penting keeping record monitoring, 6. Mengatur lingkungan belajar envirotmental structuring, 7. Konsekuensi setelah mengerjakan tugas self consequating, 8. Mengulang dan mengingat rehearsing memorizing, 9. Meminta bantuan teman sebaya seek peer assistance, 10. Meminta bantuan guru seek teacher assistance, 11. Meminta bantuan orang dewasa seek adult assistance, 12. Mengulang tugas atau Universitas Sumatera Utara test sebelumnya review test work, 13. mengulang catatan review notes, dan 14. mengulang buku pelajaran review texts book. Schunk Zimmerman 1998 menegaskan bahwa individu yang bisa dikatakan sebagai self-regulated learners adalah individu yang secara metakognisi, motivasional dan behavioral aktif ikut serta dalam proses belajar mereka. Individu tersebut dengan sendirinya memulai usaha belajar mereka secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian yang mereka inginkan tanpa bergantung pada guru, orang tua, dan orang lain. Zimmerman dan Martinez-Pons 1989 menemukan bahwa ada hubungan yang erat antara strategi self-regulated learning dengan prestasi akademik. Individu yang menggunakan strategi self-regulated learning akan memiliki prestasi akademik yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak menggunakan strategi self-regulated learning. Hal ini didukung oleh pengakuan dari salah satu mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang senantiasa melakukan pengaturan dalam belajar. “Dari pertama kuliah, aku gak ada bikin perencanaan atau jadwal-jadwal belajar gitu…tapi lama-lama makin dijalani, di psikologi semakin banyak tugas, presentasi, tugas kelompok, belum lagi kuis apalagi kalo’ mendadak… banyak lah pokoknya. Mau gak mau aku jadi terbiasa bikin jadwal sendiri, pengaturan belajar misalnya ngumpulin bahan-bahan kuliah, diskusi, dsb. Kalo’ gak kayak gitu mungkin IP-ku makin turun, tapi karena aku selalu mengatur belajar jadi IP-ku pun mudah-mudahan sampe sekarang masih bagus.” Komunikasi Personal, 16 Februari 2011 Kemudian, peneliti juga melakukan komunikasi personal terhadap seorang mahasiswa tingkat pertama mengenai cara dan pengaturan belajar yang telah dilakukan sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara “Waktu SMA aku ada juga buat pengaturan belajar tapi pas kuliah kayaknya gak bisa seperti yang waktu SMA dulu. Di bangku kuliah harus lebih ekstra pengaturan belajarnya. Mungkin prestasiku jadi menurun itu karena aku gak ada ngubah cara belajar waktu SMA dan masih aku gunakan sampe’ kuliah padahal di bangku kuliah itu dibutuhkan pengaturan belajar yang ekstra. Pengaturan yang bisa dilakukan misalnya nyari bahan kuliah tambahan dari internet atau buku-buku lain, sering diskusi ke teman atau dosen, rajin ngulang topik kuliah, dsb.” Komunikasi Personal, 17 Maret 2011. Menurut Zimmerman 1986, 1990 dalam Lee, Hamman, dan Lee, 2007, self-regulated learners secara tipikal memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar, dan mereka juga secara metakognitif dan behavioral terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Mereka juga menyadari kemampuan dan keterbatasan mereka melalui strategi dan tujuan yang mereka buat secara personal, mengubah strategi belajar mereka, memantau tindakan yang mereka lakukan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, dan merefleksikan diri berdasarkan keefektifan perkembangan belajar mereka Pintrich DeGroot, 1990; Winne, 1995; Zimmerman, 2002 dalam Lee, Hamman, dan Lee, 2007. Dikarenakan self-regulated learners memiliki motivasi yang superior dan menggunakan strategi belajar, maka mereka akan lebih sukses secara akademis dan memandang masa depan secara optimis Zimmerman, 2002. Zimmerman mengajukan sebuah skema konseptual mengenai academic self-regulation yang meliputi enam kunci proses belajar Schunk, 2000; Zimmerman, 1994, 1998b, 2002 dalam Lee, Hamman, dan Lee, 2007. Keenam kunci proses belajar tersebut adalah: a. self-efficacy; b. penggunaan strategi; c. manajemen waktu; d. self-observation; e. struktur lingkungan; dan f. pencarian bantuan Zimmerman, 2002. Self-efficacy merupakan keyakinan yang ada pada Universitas Sumatera Utara individu bahwa ia mampu untuk belajar dan menghasilkan harapan-harapan personal sebagai akibat dari proses belajar Bandura, 1997 dalam Lee, Hamman, dan Lee, 2007. Self-efficacy mengacu pada penilaian dan kepercayaan dalam kemampuan pribadi, sedangkan harga diri atau konsep diri melihat khusus pada harga diri Bandura, 1997 dalam Koehler, 2007. Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy mengacu pada persepsi tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu Bandura, 1986. Pervin memberikan pandangan yang memperkuat pernyataan Bandura tersebut. Pervin menyatakan bahwa self-efficacy adalah kemampuan yang dirasakan untuk membentuk perilaku yang relevan pada tugas atau situasi yang khusus Smet, 1994. Self-efficacy membantu pengembangan bakat pendidikan dengan keterlibatan dalam kegiatan belajar. Melalui kegiatan ini, tingkat pencapaian dan motivasi biasanya meningkat dan berpengaruh positif Zimmerman, 1997. Seorang mahasiswa dengan self-efficacy yang tinggi untuk suatu topik tertentu percaya pada kemampuan sendiri untuk menyelesaikan tugas, menemukan jawaban yang benar, mencapai tujuan, dan sering mengungguli teman-temannya. Self-effficacy bertujuan untuk memprediksi prestasi akademik, tetapi tidak kemampuan kognitif Kayu Locke, 1987; Pajares, 1996; Huang Chang, 1996 dalam Koehler, 2007. Universitas Sumatera Utara Hipotesis Zimmerman dan Martinez-Pons 1990 menunjukkan bahwa self-efficacy dan self-regulated learning sangat berkorelasi. Secara ringkas, hubungan antara self-efficacy dan self-regulated learning menunjukkan bahwa individu dengan self-efficacy rendah tidak menggunakan strategi self-regulated learning sebanyak individu dengan self-efficacy tinggi. Individu dengan self-effficacy yang tinggi untuk suatu topik tertentu percaya pada kemampuan sendiri untuk menyelesaikan tugas, menemukan jawaban yang benar, mencapai tujuan, dan sering mengungguli teman-temannya. Ketika individu memiliki atau memelihara self-efficacy dalam pelajaran atau keterampilan tertentu, proses regulasi diri tercipta dan dipelihara Pajares Schunk, 2001. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara peneliti dengan seorang mahasiswa yang juga duduk di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang diduga tidak menggunakan strategi self-regulated learning karena memiliki self-efficacy yang rendah. “Pas awal-awal kuliah belum terasa kali banyak tugasnya. Tapi semester- semester selanjutnya mulai banyak tugas individu, kelompok, malah ada yang ke lapangan. Trus sering presentasi kelompok, bagi-bagi tugas, bikin makalah, slide, banyak lah… kuis juga ada. Saya merasa gak yakin bisa dapet prestasi yang bagus bayangkan aja di setiap mata kuliah selalu ada semua itu makanya susah. Makin lama IP jadi makin turun. …saya biasa aja belajarnya. Yaa… pas kuis atau ujian belajar, copy bahan dari kawan. Kalo’ waktu kuliah biasa jarang belajar, paling kalo’ mau ujian aja…hehehe…” Komunikasi Personal, 16 Februari 2011 Peneliti juga melakukan komunikasi personal dengan mahasiswa yang banyak menggunakan strategi self-regulated learning selama duduk di bangku kuliah: Universitas Sumatera Utara “Di SMA, saya juga buat rencana dan strategi belajar. Nah, pas kuliah, saya ngerasa perlu lebih ekstra untuk rutin menggunakan strategi belajar dan rencana-rencana belajar, misalnya waktu dosen jelasin, saya nyatat karena gak kayak SMA, ada dikasih waktu nyatatnya, makanya pas kuliah ini kan harus lebih ekstra. Trus ngulang materi kuliah biar bisa nyicil buat ujian, diskusi sama temen atau dosen, kadang-kadang saya juga bikin pengaturan kayak rumus-rumus gitu biar bahan kuliah mudah dihapal. Yaa… Alhamdulillah dengan cara ini, saya selalu merasa yakin saat menjawab soal di waktu ujian. IPK saya pun gak pernah anjlok, mudah- mudahan…” Komunikasi Personal, 18 Maret 2011 Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka peneliti merasa perlu melakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk melihat hubungan antara self-efficacy dengan self-regulated learning pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

B. RUMUSAN MASALAH

Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Konsep Diri Akademik Dengan Self Regulated Learning Pada Mahasiswa Penghuni Asrama Mahasiswa Universitas Sumatera Utara

5 106 108

Perbedaan Self Regulated Learning antara Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Bekerja dengan yang Tidak Bekerja.

8 55 146

Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

17 169 81

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN SELF-REGULATED LEARNING PADA REMAJA

3 14 21

Pengaruh self-efficacy dan kecemasan akademis terhadap self-regulated dan learning mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta

8 30 138

HUBUNGAN ANTARA SELF-REGULATED LEARNING DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA MAHASISWA Hubungan Antara Self-Regulated Learning Dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA SELF-REGULATED LEARNING DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA MAHASISWA Hubungan Antara Self-Regulated Learning Dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 1 17

PENDAHULUAN Hubungan Antara Self-Regulated Learning Dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 2 9

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Antara Self-Regulated Learning Dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 1 4

Hubungan antara Self Efficacy dan Self Regulated Learning dengan Prestasi Akademik Pada Mahasiswa Fakulats Psikologi Universitas Surabaya - Ubaya Repository

0 0 1