32
BAB III
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY CSR
A. Sejarah Dan Defenisi Corporate Social Responsibility CSR
Pada saat industri berkembang setelah terjadi revolusi industri, kebanyakan perusahaan masih memfokuskan dirinya sebagai organisasi yang
mencari keuntungan belaka. Mereka memandang bahwa sumbangan kepada masyarakat cukup diberikan dalam bentuk penyediaan tenaga kerja, pemenuhan
kebutuhan masyarakat melalui produknya, dan pembayaran pajak kepada negara. Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat tidak sekedar menuntut perusahaan
untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukannya, melainkan juga menuntut untuk bertanggung jawab secara sosial. Karena selain terdapat
ketimpangan ekonomi antara pelaku usaha dengan masyarakat disekitarnya, kegiatan operasional perusahaan umumnya juga memberikan dampak negatif.
42
Corporate Social Responsibility dalam sejarah modern dikenal sejak Howard R. Bowen menerbitkan bukunya berjudul Social Responsibilities Of The
Businessman. Buku yang diterbitkan di Amerika Serikat itu menjadi buku terlaris dikalangan dunia usaha pada era 1950-1960. Pengakuan publik terhadap prinsip-
prinsip tanggung jawab sosial yang ia kemukakan membuat dirinya dinobatkan secara aklamasi sebagai bapak CSR.
43
42
Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Fasco Publishing, Gresik, 2007, hal. 3 - 4.
43
Hendrik B. Untung, Corporate Social Resposibility, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 37.
Sejak itu sudah banyak referensi ilmiah lain yang diterbitkan di berbagai negara mengacu pada prinsip-prinsip tanggung
jawab dunia usaha kepada masyarakat yang telah dijabarkan dalam buku Bowen. Ide dasar yang dikemukakan oleh Bowen adalah mengenai kewajiban perusahaan
menjalankan usahanya sejalan dengan nilai-nilai dan tujuan yang hendak dicapai masyarakat di tempat perusahaan tersebut beroperasi. Ia menggunakan istilah
sejalan dalam konteks itu demi meyakinkan dunia usaha tentang perlunya mereka memiliki visi yang melampaui urusan kinerja finansial perusahaan.
44
Pada tahun 1960, pemikiran Bowen terus dikembangkan oleh berbagai ahli sosiologi bisnis lainnya seperti Keith Davis yang memperkenalkan konsep Iron
Law Of Social Rensponsibility. Dalam konsepnya Davis berpendapat bahwa penekanan pada tanggung jawab sosial perusahaan memiliki korelasi positif
dengan besarnya perusahaan, studi ilmiah yang dilakukan Davis menemukan bahwa semakin besar perusahaan atau lebih tepat dikatakan, semakin besar
dampak suatu perusahaan terhadap masyarakat sekitarnya, semakin besar pula bobot tanggung jawab yang harus dipertahankan perusahaan itu pada
masyarakatnya. Dalam periode 1970-1980 definisi tentang CSR lebih diperluas lagi oleh Archi Carrol yang sebelumnya telah merilis bukunya tentang perlunya
dunia usaha meningkatkan kualitas hidup masyarakat agar menjadi penunjang eksistensi perusahaan.
45
Pada dekade 1970 literatur yang dikenalkan berisi diskursus bahwa dunia usaha memiliki kepentingan termasuk stakeholders, supplier, karyawan,
komunitas lokal dan masyarakat suatu bangsa secara keseluruhan. Dari konsep ini kemudian berkembang apa yang dikenal sebagai stakeholders theory, yaitu sebuah
44
Hendrik B. Untung, Ibid, hal. 37
45
Ibid, hal. 37 - 38
teori yang mengatakan bahwa tanggung jawab korporasi sebetulnya melampaui kepentingan berbagai kelompok yang hanya berpikir tentang urusan finansial,
tanggung jawab tersebut berkaitan erat dengan masyarakat secara keseluruhan yang menentukan hidup matinya suatu perusahaan. Dalam dekade ini pula
Committee For Economic Development CED menerbitkan Social Responsibilities Of Business Corporations. Penerbitan yang dapat dianggap
sebagai code of conduct kode atau aturan atau tata tertib didalam perusahaan
46
bisnis tersebut dipicu adanya anggapan bahwa kegiatan usaha memiliki tujuan dasar untuk memberikan pelayanan yang konstruktif untuk memenuhi kebutuhan
dan kepuasan masyarakat. CED merumuskan CSR dengan menggambarkannya dalam lingkaran konsentris. Lingkaran dalam merupakan tanggung jawab dasar
dari korporasi untuk penerapan kebijakan yang efektif atas pertimbangan ekonomi profit dan pertumbuhan. Lingkaran tengah menggambarkan tanggung jawab
korporasi untuk lebih sensitif terhadap nilai-nilai dan prioritas sosial yang berlaku dalam menentukan kebijakan mana yang akan diambil. Lingkaran luar
menggambarkan tanggung jawab yang mungkin akan muncul seiring dengan meningkatnya peran serta korporasi dalam menjaga lingkungan dan masyarakat.
47
Pada dekade 1980 berbagai lembaga riset mulai melakuan penelitian tentang manfaat CSR bagi perusahaan yang melakukan tanggung jawab sosialnya.
Tahun 1987, Persatuan Bangsa-Bangsa melalui World Commission On Environment And Development WECD menerbitkan laporan yang berjudul Our
46
Pengertian Code of Conduct, www.psychologymania.com201305pengertian -code- of-conduct.html?m=1, terakhir diakses tanggal 6 September 2014.
47
Hendrik B.Untung , Op. Cit., hal. 38.
Common Future juga dikenal sebagai Brundtland Report untuk menghormati Gro Harlem Brundtland yang menjadi ketua WECD waktu itu. Laporan tersebut
menjadikan isu-isu lingkungan sebagai agenda politik yang pada akhirnya bertujuan mendorong pengambilan kebijakan pembangunan yang lebih sensitif
pada isu-isu lingkungan. Laporan ini menjadi dasar kerjasama multilateral dalam rangka melakukan pembangunan berkelanjutan sustainable development.
Pada dekade 1990, Earth Summit dilaksanakan di Rio De Janeiro pada 1992. Dihadiri oleh 172 negara dengan tema utama lingkungan dan pembangunan
berkelanjutan. Menghasilkan Agenda 21, Deklarasi Rio dan beberapa kesepakatan lainnya. Hasil akhir dari pertemuan tersebut secara garis besar menekankan
pentingnya eco efficiency dijadikan sebagai prinsip utama berbisnis dan menjalankan pemerintahan. Dalam dekade ini merupakan periode dimana CSR
mendapatkan pengembangan makna dan jangkauan. Sejak itu banyak model CSR diperkenalkan termasuk Corporate Social Performance CSP, Business Ethics
Theory BET, dan Corporate Citizenship, CSR menjadi tradisi baru dalam dunia usaha di banyak negara. Sejak itu, ada dua metode yang diberlakukan dalam CSR
yaitu Cause Branding dan Venture Philanthropy. Cause Branding adalah pendekatan Top Down, dalam hal ini perusahaan menentukan masalah sosial dan
lingkungan seperti apa yang perlu dibenahi. Kebalikannya adalah Venture Philanthropy yang merupakan pendekatan Bottom Up, disini perusahaan
membantu berbagai pihak non profit dalam masyarakat sesuai apa yang dikehendaki masyarakat.
48
48
Hendrik B. Untung, Ibid, hal 39.
Istilah CSR di Indonesia dikenal pada tahun 1980. Namun semakin populer digunakan sejak tahun 1990. Sama seperti sejarah munculnya CSR
didunia dimana istilah CSR muncul ketika kegiatan CSR sebenarnya telah terjadi. Di Indonesia, kegiatan CSR ini sebenarnya sudah dilakukan perusahaan bertahun-
tahun lamanya. Namun pada saat itu kegiatan CSR Indonesia dikenal dengan nama CSA Corporate Social Activity atau aktivitas sosial perusahaan. Kegiatan
CSA ini dapat dikatakan sama dengan CSR karena konsep dan pola pikir yang digunakan hampir sama. Layaknya CSR, CSA ini juga berusaha
merepresentasikan bentuk peran serta dan kepedulian perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Misalnya, bantuan bencana alam, pembagian Tunjangan
Hari Raya THR, beasiswa dan lain-lain. Melalui konsep investasi sosial perusahaan seat belt, yang dibangun pada tahun 2000. sejak tahun 2003
Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang selalu aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai
perusahaan nasional. Dalam hal ini departemen sosial merupakan pelaku awal kegiatan CSR di Indonesia.
49
Selang beberapa waktu setelah itu, pemerintah mengimbau kepada pemilik perusahaan untuk memperhatikan lingkungan sekitarnya. Namun, ini hanya
sebatas imbauan karena belum ada peraturan yang mengikat. Sejatinya pemerintah menegaskan bahwa yang perlu diperhatikan perusahaan bukan hanya
sebatas stakeholders atau para pemegang saham. Melainkan stakeholders, yakni pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Stakeholders
49
Gunna Harmayani, Sejarah dan Landasan CSR, http:gunnaharmyani.blogspot.com201305sejarah-dan-landasan-csr.html
, diakses 6 September 2014
dapat mencakup karyawan dan keluarganya, pelanggan, pemasok, masyarakat sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, lingkungan, media
massa dan pemerintah.
50
Setelah tahun 2007 tepatnya Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas keluar, hampir semua perusahaan Indonesia telah
melakukan program CSR, meski lagi-lagi kegiatan itu masih berlangsung pada tahap cari popularitas dan keterikatan peraturan pemerintah. Misalnya, masih
banyak perusahaan yang jika memberikan bantuan maka sang penerima bantuan harus menempel poster perusahaan ditempatnya sebagai tanda bahwa ia telah
menerima bantuan dari perusahaan tersebut. Jika sebuah perusahaan membantu masyarat secara ikhlas maka penempelan poster-poster itu terasa berlebihan.
51
Defenisi CSR menurut versi Bank Dunia, “CSR is the commitmen of business to contribute to sustainable economic development working with
employees and their representatives, the local community and society at large to improve quality of live, in ways that are booth good for business and good for
development.” Dari defenisi diatas terlihat bahwa CSR adalah sebuah konsep manajemen yang menggunakan pendekatan triple bottom line yaitu keseimbangan
antara mencetak keuntungan, harus seiring dan selaras dengan fungsi-fungsi sosial dan pemeliharaan lingkungan hidup demi terwujudnya pembangunan
berkelanjutan.
52
50
Gunna Harmayani, Ibid.
51
Ibid.
52
Jackie Ambasador, CSR dalam Praktik Indonesia, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2008, hal. 33.
Definisi CSR telah banyak dikemukakan oleh banyak pakar walaupun belum ada defenisi resmi mengenai CSR, diantaranya adalah definisi yang
dikemukakan oleh Magnan Ferrel pada tahun 2004 yang mendefinisikan CSR sebagai “a business acts in sociallly responsible manner when its decision and
account for and balance diverse stake holder interest.” Definisi ini menekankan kepada perlunya memberikan perhatian secara seimbang terhadap kepentingan
berbagai stakeholders yang beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang di ambil oleh para pelaku bisnis melalui perilaku yang secara sosial bertanggung
jawab.
53
Definisi CSR menurut Farmer dan Hauge pada tahun 1985, Corporate Social Responsibility adalah social responsibility action by a corporation are
action that, when judge by society in the future, are seen to have been maximum help in providing necessary ammounts of desired goods and service at minimum
financial and social cost, distributed as equatably as posible. Adapun esensi dari pengertian CSR oleh Farmer dan Houge lebih menekankan pada komitmen
perusahaan untuk mampu memberikan apa yang masyarakat inginkan. Jadi perusahaan tidak hanya dapat menyediakan barang dan memberikan pelayanan
terhadap pembeli barang saja, tetapi juga ikut membantu memecahkan masalah- masalah seputar masyarakat.
54
Menurut Gunawan Widjaja seperti yang di tuliskan di dalam bukunya pengertian CSR adalah kerja sama antara perusahaan tidak hanya perseroan
53
A.B Susanto, Corporate Social Responsibility, The Jakarta Consulting Group, 2007, Jakarta, hal 21.
54
Farmer, Richard N Hogue, W. Dickerson, Corporate Social Responsibility, DC Health and Company, Toronto, 1988 dikutip dari Isa Wahyudi, Busyra Azheri, Corporate Social
Responsibility, In-Trans Publishing, Malang, 2008, hal 35-36.
terbatas dengan segala sesuatu atau segala hal stakeholders yang secara langsung maupun tidak langsung berinteraksi dengan perusahaan tersebut untuk tetap
menjamin keberadaan dan kelangsungan usaha sustainability perusahaan tersebut.
55
Salah satu definisi yang menggambarkan CSR di Indonesia adalah definisi Suharto yang menyatakan bahwa CSR adalah operasi bisnis yang
berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan pula untuk membangun social ekonomi kawasan secara
holistik, melembaga dan berkelanjutan. Dari definisi tersebut, dapat kita lihat bahwa salah satu aspek yang dalam pelaksanaan CSR adalah komitmen
berkelanjutan dalam mensejahterakan komunitas lokal masyarakat sekitar.
56
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian Corporate Social Responsibility CSR
merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas
setempat ataupun masyarakat luas, bersaman dengan peningkatan taraf hidup pekerja beserta keluarganya
57
Secara garis besar CSR lebih banyak memiliki dampak positif dari pada dampak negatif. Karena bagaimanapun juga sesuatu hal yang akan membawa
perbaikan dalam hidup, lingkungan, sosial, ekonomi, adalah sebuah tindakan .
55
Gunawan Widjaja, 150 Tanya Jawab tentang perseroan terbatas, Forum Sahabat, jakarta, hal 95-96.
56
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Stategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Refika Aditama, Jakarta, 2006, hal.
16.
57
Yusuf Wibisono, Op. Cit., hal. 10.
mulia.
58
a. Melindungi segenap warga negara
Meskipun sebenarnya menolong kehidupan bangsa sendiri sudah merupakan tanggung jawab semua masyarakat Indonesia. Seperti yang tercakup
dalam UUD 1945 yang menjadi landasan utama berdirinya CSR, yaitu:
b. Mewujudkan kesejahteraan umum
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa
d. Dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Meskipun keempat hal di atas juga disadari oleh sebuah perusahaan. Namun, tetap saja perusahaan merasa perlu untuk melakukan kegiatan CSR
karena CSR juga menjadi sebuah alat ampuh perusahaan untuk membangun image yang positif dalam masyarakat. Karena bagaimanapun juga CSR ini juga
timbul karena rasa takut perusahaan akan pemberian citra negatif dari masyarakat karena perusahaan telah mengabaikan mereka dan lingkungannya karena
perusahaan lebih mementingkan hasil produksinya. Berikut adalah alasan perusahaan menerapkan CSR yaitu:
59
1 Golongan pertama, sekedar basa-basi dan keterpaksaan, artinya CSR
dipraktekkan lebih karena faktor eksternal external driven, faktor sosial social driven, faktor lingkungan environmental driven dan factor
reputasi reputation driven.
2 Golongan kedua, dilakukan agar sesuai dengan peraturan compliance.
Artinya CSR ini diterapkan karena ada regulasi, undang-undang dan peraturan yang mengaturnya.
3 Golongan yang ketiga adalah golongan dimana CSR sudah dianggap
sebagai budaya kerja perusahaan. Artinya pada golongan ini, perusahaan sudah mempunyai mindset bahwa sejalan dengan maksimalisasi profit,
kesejahteraan sosial dan lingkungan harus tetap dikembangkan seiring sejalan. Dalam fase ini CSR sudah tidak lagi dianggap sebagai
keterpaksaan akan tetapi merupakan kebutuhan dengan dasar pemikiran
58
Aplikasi CSR di FIF Group, www.ujangrusdianto.blogspot.com201403aplikasi-csr-
di-fif-group-html , terakhir kali diakses tanggal 15 September 2014.
59
Gunna Hamayani, Op. Cit.
bahwa menggantungkan perusahaan pada kesehatan finansial saja tidak akan berlangsung lama jika tidak diimbangi dengan pengembangan sosial
dan lingkungan . Berdasarkan ketiga hal tersebut perusahaan melakukan CSR diatas
golongan yang paling baik adalah golongan ketiga. Namun, masih sangat disayangkan karena pada kenyataannya masih banyak perusahaan yang bertindak
pada golongan pertama dan kedua. Banyak dari perusahaan yang melakukan CSR hanya untuk mendapatkan reputasi dan terikat dengan peraturan pemerintah yang
memberi kewajiban kepada perseroan terbatas untuk membantu kehidupan masyarakat sekitarnya.
60
B. Stakeholder Dalam Corporate Social Responsibility CSR