Makna Corporate Social Responsibilty Bagi Penerima Bantuan Corporate Social Responsibilty PT. Pertamina ( Studi Pendekatan Konstruktivis Makna Corporate Social Responsibilty (CSR) “Cerdas Bersama Pertamina” Bagi Penerima Bantuan Beasiswa)

(1)

MAKNA CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILTY BAGI

PENERIMA BANTUAN CORPORATE SOCIAL

RESPONSIBILTY PT. PERTAMINA

( Studi Pendekatan Konstruktivis Makna Corporate Social Responsibilty (CSR) “Cerdas Bersama Pertamina” Bagi Penerima Bantuan Beasiswa)

Skripsi

Disusun untuk memenuhi persyaratan menelesaikan Sarjana (S1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Komunikasi

Diajukan Oleh:

ANDRYE SUTANTO 07 0904 070 Public Relations

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011


(2)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Makna Corporate Social Responsibility Bagi Penerima Bantuan Corporate Social Responsibility PT. Pertamina ( Studi Pendekatan Konstruktivis Makna Corporate Social Responsibilty (CSR) “Cerdas Bersama Pertamina” Bagi Penerima Bantuan Beasiswa)

Peneliti mengambil program corporate social responsibility PT. Pertamina (Persero) Pemasaran BBM Retail Region I Medan, karena PT. Pertamina memiliki pengalaman yang cukup memumpuni pada bidangnya dan berpengalaman dalam program-program CSR di Indonesia.

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah ” Bagaimanakah Makna Corporate Social Responsibilty (CSR) “Cerdas Bersama Pertamina” Bagi Penerima Bantuan Beasiswa?”. Tujuan utama dari penelitian ini adalah memberikan deskripsi tentang makna Corporate Social Responsibility PT. Pertamina bagi penerima bantuan CSR.

Adapaun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini melalui dua cara, yaitu Penelitian Kepustakaan (Library Research) dan Penelitian Lapangan (Field Research) dengan narasumber yang digunakan peneliti adalah pendapat individu, dalam hal ini dari pihak Managemen terkait dengan program bantuan beasiswa Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Pertamina dan pendapat individu masyarakat (Wakil Kepala I, siswa SMK Negeri 5 Medan, dan Camat Medan Timur) mengenai kepuasan terhadap program bantuan beasiswa Corporate Social Responsibility (CSR) yang telah dijalankan PT. Pertamina (Persero) Pemasaran BBM Retail Region I Medan.

Tipe penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode kualitatif. Sumber data diperoleh dari wawancara dengan teknik trianggulasi, yaitu teknik pengecekan keabsahan data yang didasarkan pada sesuatu di luar data untuk keperluan mengecek atau sebagai pembanding tehadap data yang telah ada. Trianggulasi yang digunakan adalah trianggulasi sumber. Tahap trianggulasi yang dilakukan dengan cara mengumpulkan semua informasi seperti wawancara mendalam (in depth interview) yang diperoleh dari beberapa sumber data atau informan.

Dari hasil penelitian diketahui, bahwa:

1. Corporate Social Responsibility (CSR ) yang dilakukan oleh sebuah

perusahaan adalah suatu keharusan sebagai program tanggung jawab sosial terhadap masyarakat.

2. Para siswa menyambut baik beasiswa yang diberikan oleh PT.Pertamina dan kriteria pemilihan berdasarkan prestasi dan keadaan ekonoomi yang kuang baik siswa.

3. Berdasarkan wawancara, ke- 7 (tujuh) .orang informan maknai bantuan CSR yang diberikan oleh pertamina sangat baik sehiungga PT. Pertamina memilki tempat tersendiri bagi penerima bantuan khususnya beasiswa “Cerdas Bersma Pertamina”.

4. Corporate Social Responsibility (CSR ) yang telah berjalan sedah dilakukan dengan baik, tetapi masih harus ditingkatkan lagi dalam pembuatan progam-program Corporate Social Responsibility (CSR yang sudah berjan.


(3)

KATA PENGANTAR

Pujian serta hormat penulis ucapkan kepada Yesus Kristus, pribadi yang luar biasa yang senantiasa menyertai tiap detik kehidupan penulis, bahkan sampai saat ini ketika penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, semuanya adalah hasil karya Bapa.

Penulisan skripsi dengan judul “Makna Corporate Social Responsibility Bagi Penerima Bantuan Corporate Social Responsibility PT. Pertamina” ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan yang harus dilengkapi dalam memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, tentunya merupakan hasil pelajaran yang penulis dapatkan selama menjalani perkuliahan di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU dan juga dari data yang diperoleh melalui riset, perpustakaan, internet, dan buku-buku literatur lainnya.

Secara khusus, penulis ingin mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada kedua orang tua dan keluarga penulis atas kasih sayang yang tidak pernah berhenti diberikan, doa dan dukungan yang selama ini penulis dapatkan yang senantiasa memotivasi dan mengisi hari-hari penulis.

Penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

2. Bapak Drs. Amir Purba, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi yang terdahulu serta Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si selaku Sekretaris


(4)

Departemen Ilmu Komunikasi terdahulu atas segala bantuannya yang sangat berguna bagi penulis.

3. Ibu Dra. Fatmawardy Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi serta Ibu Dra. Dayana, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi yang baru atas segala bantuaan yang diberikan.

4. Drs.Syafruddin Pohan, M.Si, Ph. D selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan banyak masukan, arahan serta bimbingan selama pengerjaan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menjadi mahasiswa di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

6. Kepada PT. Pertamina (Persero) Pemasaran BBM Retail Region I Medan, Kecamatan Medan Timur dan SMK Negeri 5 Medan yang memberikan izin penelitian dan juga data yang penulis butuhkan dalam pengerjaan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabatku tersayang, Linda, Nata, Bita, Herbin, Emma, Ami, Tysa dan lain-lain . Terkhusus buat Emma dan Linda yang banyak member masukan kepada penulis.

8. Dan tak lupa untuk kakak Kak Ilma. Terima kasih untuk bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.

9. STAR N G (Surya, Tetty, Rio, Grace, Ayu, Kiki, Agnesi, dan lain-lain). Terima kasih buat keceriaan dan kegilaannya terkhusus untuk Surya yang telah banyak menbantu dalam bertukar pikiran serta tempat berkeluh kesah dan Fazario yang menemani penulis dalam proses wawancara, tak lupa


(5)

untuk “Rumah Skripsi” beserta yang tinggal di dalamnya yang merupakan tempat mencari solusi skripsi.

10. Kak Ros, Kak Icut dan Kak Maya yang sudah telah bersedia direpotkan penulis dengan semua surat-surat.

11. Semua informan yang sudah dengan senang hati bersedia membantu penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

12. Untuk setiap orang yang tak tersebutkan lagi karena keterbatasan ruang. Bahkan untuk setiap peristiwa hidup yang telah mengajarkan penulis akan banyak hal dan lebih dewasa

Semoga Tuhan membalas kebaikan, dukungan dan doa yang telah diberikan. Seperti kata pepatah “tak ada gading yang tak retak”, demikian halnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu saran dan kritik tentu sangat dibutuhkan demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2011 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

ABSTRAKSI ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah ... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 8

I.3. Pembatasan Masalah ... 8

I.4. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 9

I.4.1. Tujuan Penelitian ... 9

I.4.2. Manfaat Penelitian ... 10

I.5. Kerangka Teori ... 10

I.6.1. Teori Konstruktivis ... 10

I.6.2. Fenomenologi ... 14

I.6.3. Corporate Social Responsibility ... 15

I.6.4. Humanistik ... 17

I.6. Kerangka Konsep ... 18

I.8. Definisi Oprasional ... 19

BAB II URAIAN TEORITIS II. 1. Paradigma Konstruktivis ... 22

II.1.1. Sejarah Paradigma Konstrutivis ... 22

II.1.2. Konstruktivis ... 23

II.2. Fenomenologi ... 26

II.3. Corporate Social Responsibility ... 28

II.4.1. Definisi Corporate Social Responsibility ... 29

II.4.2. Implementasi Program CSR pada Perusahaan ... 33

II.4. Humanistik ... 36

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN III.1. Sejarah Berdirinya Pertamina ... 39

III.1.1. Profil Pertamina ... 42

III.1.2. Arti Lambang P.T Pertamina (Persero) ... 44

III.1.3. Perubahan Status P.T Pertamina (Persero) ... 45

III.1.4. Visi, Misi, Tata Nilai, dan Prinsip Dasar Integritas P.T Pertamina (Persero) ... 46

III.1.5. Struktur Organisasi ... 48

III.1.6. Produk-produk P.T Pertamina (Persero) ... 52

III.2. Metodologi Penelitian ... 57

III.2.1. Metode Penelitian... 57

III.2.2 Subjek Penelitian ... 58

III.2.3 Teknik Pengumpulan Data ... 58


(7)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 62

IV.2. Hasil Penelitian ... 66

IV.2.1. Kegiatan Program CSR PT. Pertamina ... 66

IV.2.2. Tanggapan terhadap Program CSR PT. Pertamina ... 69

IV.2.3. Pendapat Siswa SMK Negeri 5 Medan mengenai program Beasiswa PT. Pertamina ... 71

IV.2.3.1. Informan 1 ... 71

IV.2.3.2 . Informan 2 ... 72

IV.2.3.3 . Informan 3 ... 73

IV.2.3.4 . Informan 4 ... 74

IV.3. Hasil Wawancara ... 75

BAB V PENUTUP V.1. Kesimpulan ... 86

V.2. Saran ... 88 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(8)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Makna Corporate Social Responsibility Bagi Penerima Bantuan Corporate Social Responsibility PT. Pertamina ( Studi Pendekatan Konstruktivis Makna Corporate Social Responsibilty (CSR) “Cerdas Bersama Pertamina” Bagi Penerima Bantuan Beasiswa)

Peneliti mengambil program corporate social responsibility PT. Pertamina (Persero) Pemasaran BBM Retail Region I Medan, karena PT. Pertamina memiliki pengalaman yang cukup memumpuni pada bidangnya dan berpengalaman dalam program-program CSR di Indonesia.

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah ” Bagaimanakah Makna Corporate Social Responsibilty (CSR) “Cerdas Bersama Pertamina” Bagi Penerima Bantuan Beasiswa?”. Tujuan utama dari penelitian ini adalah memberikan deskripsi tentang makna Corporate Social Responsibility PT. Pertamina bagi penerima bantuan CSR.

Adapaun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini melalui dua cara, yaitu Penelitian Kepustakaan (Library Research) dan Penelitian Lapangan (Field Research) dengan narasumber yang digunakan peneliti adalah pendapat individu, dalam hal ini dari pihak Managemen terkait dengan program bantuan beasiswa Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Pertamina dan pendapat individu masyarakat (Wakil Kepala I, siswa SMK Negeri 5 Medan, dan Camat Medan Timur) mengenai kepuasan terhadap program bantuan beasiswa Corporate Social Responsibility (CSR) yang telah dijalankan PT. Pertamina (Persero) Pemasaran BBM Retail Region I Medan.

Tipe penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode kualitatif. Sumber data diperoleh dari wawancara dengan teknik trianggulasi, yaitu teknik pengecekan keabsahan data yang didasarkan pada sesuatu di luar data untuk keperluan mengecek atau sebagai pembanding tehadap data yang telah ada. Trianggulasi yang digunakan adalah trianggulasi sumber. Tahap trianggulasi yang dilakukan dengan cara mengumpulkan semua informasi seperti wawancara mendalam (in depth interview) yang diperoleh dari beberapa sumber data atau informan.

Dari hasil penelitian diketahui, bahwa:

1. Corporate Social Responsibility (CSR ) yang dilakukan oleh sebuah

perusahaan adalah suatu keharusan sebagai program tanggung jawab sosial terhadap masyarakat.

2. Para siswa menyambut baik beasiswa yang diberikan oleh PT.Pertamina dan kriteria pemilihan berdasarkan prestasi dan keadaan ekonoomi yang kuang baik siswa.

3. Berdasarkan wawancara, ke- 7 (tujuh) .orang informan maknai bantuan CSR yang diberikan oleh pertamina sangat baik sehiungga PT. Pertamina memilki tempat tersendiri bagi penerima bantuan khususnya beasiswa “Cerdas Bersma Pertamina”.

4. Corporate Social Responsibility (CSR ) yang telah berjalan sedah dilakukan dengan baik, tetapi masih harus ditingkatkan lagi dalam pembuatan progam-program Corporate Social Responsibility (CSR yang sudah berjan.


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bidang communications, atau yang sering diidentikkan dengan istilah teknik komunikasi, Public Relations dan Humas (Hubungan Masyarakat), merupakan salah satu aspek manajemen yang diperlukan oleh setiap organisasi, baik organisasi yang bersifat komersial (perusahaan) maupun organisasi nonkomersial. Kehadirannya dibutuhkan karena Public Relations merupakan salah satu elemen yang menentukan kelangsungan suatu organisasi secara positif. Public Relations dalam prakteknya di organisasi memiliki beberapa perbedaan nama, ada yang menggunakan nama secara langsung divisi Public Relations, ada juga yang memakai nama Marketing Communication, dan Corporate Communication.

Seperti diungkapkan oleh Linggar Anggoro, bahwa betapa pentingnya Public Relations dan betapa berbahayanya perusahaan yang tidak memperhatikan bidang PR. Dari sekian banyak definisi mengenai Public Relations, hampir seluruhnya menekankan perlunya perusahaan dikenal dan disukai oleh khalayak atau oleh konsumennya. Public Relations bukanlah ilmu tradisional yang digunakan untuk menghadapi tujuan-tujuan sesaat. Public Relations perlu direncanakan dalam suatu pendekatan manajemen kepada target-target publik tertentu. Kata kunci lain dari Public Relations adalah significancy public, yaitu khalayak sasaran yang disebut “stakeholders” (Anggoro, 2005:59). Salah satu sasaran pekerjaan Public Relations, adalah hubungan ke luar (external public


(10)

relations), diantaranya adalah hubungan dengan masyarakat sekitar (community relations), hubungan dengan jawatan pemerintah (government relations) dan hubungan dengan pers (press relations).

Salah satu isu penting akhir-akhir ini yang banyak didiskusikan adalah tentang Corporate Social Responsibility (CSR), sebagai cakupan dari tugas Public Relationsdalam suatu perusahaan, khususnya berkaitan dengan kegiatan eksternal Public Relations. Salah satu tugas Public Relations yang bersifat eksternal adalah membina hubungan ke luar (publik eksternal); yang dimaksud publik eksternal adalah publik umum (masyarakat), dengan mengusahakan tumbuhnya sikap dan gambaran publik yang positif terhadap lembaga yang diwakilinya (Ruslan, 2005:23).

Sehubungan dengan penjelasan di atas, maka Community Relations dan Community Development merupakan bagian dari kegiatan Corporate Sosial Responsibility. Community Development adalah kegiatan yang terkait dengan lingkungan dimana perusahaan itu berdiri, serta lebih pada kebutuhan perusahaan untuk dapat diterima oleh masyarakat di sekitarnya. Sedangkan Community Relations adalah membina hubungan baik dengan komunitas sekitar atau masyarakat sekitar. Arti yang sering diungkapkan dari Community Relations ini adalah bahwa perusahaan menjadi bagian yang penting dari komunitas di sekitar lokasi perusahaan.

Kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan dengan komunitas, baik secara rutin maupun berkala sesuai dengan tujuan menjalin hubungan yang harmonis antara kedua belah pihak, dan menghasilkan efek yang positif bagi masing-masing pihak. Contohnya adalah pemberian sumbangan (charity) yang diberikan oleh perusahaan kepada masyarakat sekitar merupakan salah satu peran perusahaan


(11)

dalam memberikan sumbangan terhadap masyarakat, yang dengannya akan meningkatkan citra perusahaan yang bukan sebatas organisasi bisnis semata.

Usaha yang dilakukan melalui kegiatan-kegiatan community relatios dan community development yang diharapkan mampu memuaskan community yang terlibat atau terkait untuk berperan serta, baik untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge), pengenalan (awareness) maupun pemenuh selera (pleasure) dan menarik simpati, empati sehingga mampu menumbuhkan suatu pandangan positif (good image) dari community terhadap kinerja perusahaan tersebut, sehingga hal tersebut akan memperlancar proses kerja perusahaan tersebut. Keuntungan optimal mungkin merupakan hal terbaik yang dapat di capai oleh perusahaan dengan strategi yang biasa dilakukan dan kebanyakan perusahaan sudah puas dengan hasil tersebut. Namun keuntungan maksimal adalah keuntungan tertinggi dari suatu perusahaan dimana semua elemen tercakup di dalamnya.

Corporate Social Responsibility (CSR) memiliki Konsep tanggung jawab sosial perusahaan telah yang dikenal sejak awal 1970, yang secara umum diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan stakeholder. Nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat, lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan (Siregar, 2007:285).

Corporate Social Responsibility (CSR) tidak memberikan hasil secara keuntungan dalam jangka pendek. Namun Corporate Social Responsibility (CSR) akan memberikan hasil baik langsung maupun tidak langsung pada keuangan perusahaan di masa mendatang. Investor juga ingin investasinya dan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaannya memiliki citra yang baik di mata masyarakat umum. Oleh karena itu, program Corporate Social Responsibility (CSR) lebih


(12)

tepat apabila digolongkan sebagai investasi dan harus menjadi strategi bisnis dari suatu perusahaan (Siregar, 2007:285).

Penerapan konsep Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial organisasi (perusahaan), terasa makin kuat dan terdengar diseluruh penjuru dunia. Di berbagai belahan dunia, organisasi diminta untuk mewujudkan tanggung jawab sosialnya dan tidak lagi semata-mata bekerja untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada pemilik modal atau pemegang saham. Melainkan juga memberikan manfaat pada masyarakat umumnya dan komunitas pada khususnya. Di Eropa misalnya, Komisi Masyarakat Eropa menyebutkan ada 4 faktor yang mendorong perkembangan tanggung jawab sosial komunitas yaitu (Siregar, 2007:285) :

1. Kepedulian dan harapan baru dari masyarakat, konsumen, otoritas public dan investor dalam konteks globalisasi dan perusahaan industri berskala besar.

2. Kriteria sosial memberikan pengaruh besar dalam pengambilan keputusan investasi dan institusi baik sebagai konsumen maupun investor

3. Meningkatkan kepedulian pada kerusakan lingkungan yang disebabkan kegiatan ekonomi.

4. Transparansi kegiatan bisnis akibat perkembangan media dan teknologi komunikasi dan informasi modern.

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah bagian kebijakan tata laksana perusahaan yang baik (Good Corpoate Government). Kesadaran perusahaan terhadap kepedulian baik lingkungan sosial, kondisi tempat kerja, dan standar bagi karyawan, hubungan perusahaan dengan komunitas sosial, maupun kepedulian sosial perusahaan (Corporate Philantropy).

Selain itu penerapan program Corporate Social Responsibility (CSR) juga dapat menjalin hubungan yang serasi dengan komunitas disekitar perusahaan, yang menjadi keharusan bagi perusahaan dimanapun agar tidak dilanda oleh


(13)

gejolak-gejolak atau bahkan terlibat dalam konflik yang berkepanjangan dengan masyarakat setempat yang akan mengganggu kelancaran usaha.

Di Indonesia sendiri praktek CSR kini memang masih sedang dalam proses pencarian bentuk terbaiknya. Hal yang terpenting dalam hal ini adalah spirit untuk terus berbenah diri tidak boleh padam dalam diri perusahaan. Begitu pula dengan seluruh komponen yang terkait.

Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) selalu menjadi hal yang kontroversial dalam dunia usaha. Sebagian orang mendukung Corporate Social Responsibility (CSR) namun dilain pihak banyak pula yang menentangnya. Pada dasarnya kontroversi tentang Corporate Social Responsibility (CSR) lebih karena aturan, fungsi dan keuntungan sebuah perusahaan bila melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR). Bagi yang mendukung, Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan cara untuk mengganti keuntungan optimal menjadi maksimal. Keuntungan maksimal adalah tujuan semua aktivitas bisnis. Namun secara tidak disadari banyak perusahaan yang dimaksud disini adalah keuntungan yang tercapai pada tingkat kepuasan pemilik ataupun direktur perusahaan.

Faktor lain yang menjadi pemicu dibutuhkannya pengembangan Corporate Social Responsibility (CSR) bagi perusahaan, adalah kenyataan bahwa sejarah pembangunan ekonomi di Indonesia yang diyakini telah mencapai tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi, ternyata masih menyisakan permasalahan sosial yang cukup serius. Salah satu keuntungan melakukan program Corporate Social Responsibility (CSR) bagi perusahaan adalah peningkatan performa keuangan. Para “pemain” bisnis dan investasi mengalami berbagai perdebatan tentang Corporate Social Responsibility (CSR) dalam hubungannya dengan peningkatan


(14)

performa keuangan. Ternyata beberapa penelitian telah berhasil menemukan hubungan antara keduanya.

Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) umumnya dilakukan oleh suatu perusahaan baik swasta maupun pemerintahan (BUMN) dengan tujuan tertentu. Begitu juga dengan PT. Pertamina (Persero) Pemasaran BBM Retail Region I Medan, sebagai perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang penyedia jasa layanan bahan bakar.

Melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) yang sudah lama berjalan yaitu Community Relations dan Community Development, namun disini masyarakat sebagai subjek penerima harus tetap memberi perhatian khusus kepada proses pemikiran terhadap proses pemberian bantuan tersebut seperti kemahiran berfikir secara kritis dan kreatif, kemahiran belajar dan motivasi. Pertamina menyadari, pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan bangsa dalam mewujudkan masa depan yang lebih baik. Oleh sebab itu, melalui program Cerdas Bersama Pertamina, Pertamina memberikan bantuan beasiswa kepada para siswa-siswi berprestasi di seluruh Indonesia. Para calon penerima beasiswa Pertamina tersebut diseleksi secara ketat dan harus memenuhi persyaratan IQ dan EQ sehingga mereka memiliki kecerdasan emosional dalam proses meraih prestasi. Lewat program Corporate Social Responsibility (CSR) yang telah dilakukan tersebut diharahkan agar dapat digunakan sebaik-baiknya. Setiap individu memiliki pemikiran penilaian tersendiri terhadap program Corporate Social Responsibility (CSR) yang diberikan dimana setiap individu memiliki pemikirannya masing-masing dan berbeda antara satu sama lain.


(15)

Berkaitan dengan latar belakang di atas peneliti ingin melihat sejauhmana penilaian dan pemikiran setiap individu terhadap program Corporate Social Responsibility (CSR) yang telah diterima oleh individu, maka penulis merumuskan judul dari penelitian ini sebagai berikut: “Makna Corporate Social Responsibilty (CSR) “Cerdas Bersama Pertamina” Bagi Penerima Bantuan Beasiswa”


(16)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimanakah Makna Corporate Social Responsibilty (CSR) “Cerdas Bersama Pertamina” Bagi Penerima Bantuan Beasiswa?

1.3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan mengambang, maka peneliti merasa perlu untuk membuat pembatasan masalah yang lebih spesifik dan jelas. Adapun yang menjadi pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini hanya akan dilakukan pada penerima bantuan beasiswa Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Pertamina (Persero) Pemasaran BBM Retail Region I Medan periode Juni 2010.

2. Subjek penelitian yang merupakan narasumber yang akan diwawancarai dan terkait dengan Penerima Bantuan Beasiswa Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Pertamina (Persero) Pemasaran BBM Retail Region I Medan.

3. Fokus penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pandangan konstruktivis Penerima Bantuan mengenai program Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Pertamina (Persero) Pemasaran BBM Retail Region I Medan.


(17)

4. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2011, dengan lama penelitian yang akan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan.

1.4. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian merupakan arah pelaksanaan penelitian yang akan menguraikan apa yang akan dicapai, sesuai dengan kebutuhan peneliti dan pihak lain yang berhubungan dengan penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui makna Corporate Social Responsibility (CSR) “Cerdas Bersama Pertamina” di PT. Pertamina (Persero) Pemasaran BBM Retail Region I Medan.

2. Untuk mengetahui proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi program beasiswa Corporate Social Responsibility (CSR ) Cerdas Bersama Pertamina di PT. Pertamina (Persero) Pemasaran BBM Retail Region I Medan.

3. Untuk menjelaskan bagaimana informan menafsirkan Corporate Social Responsibility (CSR ) sebagai realitas sosial.

4. Untuk menilai salah satu bentuk aplikasi pubic relations di PT. Pertamina (Persero) Pemasaran BBM Retail Region I Medan.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan agar dapat memberikan beberapa manfaat, baik dari segi akademis, teoritis dan praktis, diantaranya yaitu:

1. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi, bahan penelitian serta sumber bacaan di lingkungan Ilmu Komunikasi FISIP USU.


(18)

2. Secara Teoritis, penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu komunikasi, yaitu sebagai sumber referensi dan sumbangan informasi mengenai “Penilaian Penerima Bantuan Beasiswa Mengenai Program Corporate Social Responsibility (CSR ) Cerdas Bersama Pertamina”

3. Secara Praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai second opinion untuk pengambilan keputusan di masa mendatang khususnya bagi pihak perusahaan PT Pertamina.

1.5. Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan masalah atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang mengambarkan dari sudut mana penelitian akan disoroti (Nawawi, 1997: 39). Kerlinger menyebutkan teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Krisyantono, 2006: 45). Dalam penelitian ini, teori-teori yang digunakan adalah:

1.6.1 Teori Konstruktivis

Bungin (2006: 234-236) menuliskan bahwa khazanah keilmuan komunikasi dipengaruhi oleh ilmu-ilmu sosial di mana ilmu sosial adalah induk dari ilmu komunikasi, di samping itu ilmu komunikasi juga dipengaruhi oleh ilmu dan stake holder akademik di sekitarnya. Sejarah komunikasi menempuh dua jalur yaitu, yang pertama kajian dari paradigma fungsional yang akhirnya melahirkan teori-teori komunikasi yang beraliran


(19)

struktural-fungsional. Kedua, paradigma konflik, yang akhirnya melahirkan teori-teori konflik dan teori kritis dalam kajian komunikasi.

Selajutnya, berdasarkan metode dan logika, terdapat empat perspektif yang mendasari teori dalam ilmu komunikasi (Bungin, 2006: 236-237). Keempat perspektif itu adalah convering lows, yang berangkat yang berangkat dari perinsip kausalitas (hubungan sebab akibat), umumnya menjadi basis perkembangan ilmu komunikasi yang memerlukan bukti secara empiris. Pemikiran perspektif rules, berdasarkan perinsip praktis bahwa manusia aktif memilih, mengubah dan menentukan aturan-aturan yang menyangkut kehidupannya. Perspektif system merupakan ladasan dari teori-teori informasi dan organisasi. Sementara itu, perspektif symbolic interactionism, lebih mengutamakan pengamatannya pada interaksi simbolis ( perilaku antar individu dalam kehidupan sosial ).

Dalam kajian komunikasi, paradigma konstruktivis dipengaruhi oleh perspektif interaksi simbolis dan perspektif struktural fungsional. Perspektif interaksi simbolis ini manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan respons-respon terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Dalam proses sosial , individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relative bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial itu memiliki makna manakalarealitas sosial dikonstruksikan dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain, sehingga memantapkan relitas sosial itu secara objektif.

Dalam ilmu-ilmu sosial, paradigma konstruktivis merupakan salah satu dari paradigma yang ada. Dua paradigma lainnya adalah klasik dan kritis. Paradigma konsruktivis berada di dalam perspektif interpretivisme


(20)

(penafsiran) memiliki tiga jenis, yaitu interaksi simbolik, fenomenologis dan hermenetik.

Konstruktivis merupakan sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas individu yang ada, karena telah terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungannya atau orang di sekitarnya. Kemudian individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Konstruksi seperti ini disebut oleh Berger dan Lukman sebagai kostruksi sosial.

Berger dan Lukman memulai penjelasan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman “kenyataan” dan “pengetahuan”. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat dalam realitas, yang diakui memiliki keberadaan yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri. Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realita-realitas itu nyata dan memiliki karakter yang spesifik.

Pengetahuan merupakan realitas sosial masyarakat dan realitas sosial tersebut adalah pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat, seperti konsep, kesadaran umum, wacana public, sebagai hasil dari konstruksi sosial. Realitas sosial dikonstruksikan melalui proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi yang dilakuakan secara simultan.

Realitas yang dikemukakan oleh Berger dan Lukman ini terdiri dari realitas objektif, simbolik, dan subjektif. Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif, yang berada di luar individu dan relitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolik adalah ekspresi simbolis dari realitas-realitas objektif dalam berbagai bentuk. Sedangkan


(21)

relitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali objektif dan simbolik ke dalam individu melalui proses internalisasi.

Dalam pendekatan konstruktivis, landasan yang perlu dipegang oleh peneliti adalah bahwa realitas diciptakan dan dilestarikan melalui memahaman subjektif dan intersubjektif dari para pelaku sosial. Para pelaku sosial dipandang aktif sebagai interpreter-interpreter yang dapat menginterpretasikan aktivitas-aktivitas simbolik mereka. Aktivitas yang dimaksud adalah bahasa misalnya, “makna-makna yang dikejar adalah makna subjektif dan makna konsesus. Makna subjektif adalah makna yang meninterpretasikan secara kolektif, sementara itu makna konsensus dikonstruksikan melalu iraksi-interaksi sosial.

Kedua makna tersebut pada hakekatnya merupakan makna-makna yang menunjukan realitas sosial. Asumsinya adalah bahwa realitas yang berani secara sosial dikontruksikan melalui kata, simbol, dan perilaku diantara anggotanya. Kata, simbol, dan perilaku merupakan suatu yang bermakna dan pemahaman atas simbol, dan perilaku akan melahirkan pemahaman akan rutinitas sehari-hari dalam prektek-praktek kehidupan subjek penelitian (Rejeki, 2004:110-111).

1.6.2 Fenomenologi

Istilah fenomenologi sering digunakan sebagai anggapan untuk menunjukan pengalaman sebjektif dari beberapa jenis dan tipe subjek yang ditemui. Femomenologi artinya sebagai : 1) pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal. 2) suatu studi tentang kesadaran dari perspektif kesadaran seseorang. Dalam artian yang lebih khusus, istilah mengacu pada penelitian terdisiplin tentang kesadaran perspektif pertama seseorang. Sebagai


(22)

suatu disiplin ilmu, hal itu kemukakan oleh Edmund Husserl (1859-1938) seorang filsuf dari Jerman.

Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif pada manusia dan inpretasi-ionterpretasi dunia. seorang fenomenolog berasumsi bahwa kesadaran bukanlah dibentuk karena kesadaran dan dibentuk oleh sesuatu hal lainnya daripada dirinya sendiri. Demikian juga kehidupan sehari-hari, seseorang tidak memiliki kontrol terhadap kesadaran terstruktur. Husserl mengatakan filosofi merupakan strategi untuk “mengamankan” kesadaran (dan dunia bermaknaan dan nilai-nilai yang hidup dalam kehidupan sehari-hari) dari teori-teori reduktivisme.

Sebagai yang terstruktur, kesadaran merupakan “dunia” yang dialami oleh setiap orang. Analisis fenomenologi berusaha menguraikan cirri-ciri “dunianya”, seperti apa aturan-aturan yang terorganisasi, dan apa yang tidak, dan dengan apa objek dan kejadian itu berkaitan.

Peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu.; inkuiri fenomenologis memulai dengan diam. Diam merupakan tindakan untuk menangkap pengertian dari sesuatu yang sedang diteliti. Permulaan dengan diam disebut sebagai epoche, yaitu penundaan berpikir dan asumsi, penilaian dan interpretasi. Yang ditekankan oleh kaum fenomenologis adalah aspek subjektif dari perilaku orang. Merekan berusaha masuk kedalam dunia konseptual para subjek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian dikembangkan


(23)

oleh mereka disekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, yang disebut sebagai reduksi fenomenologis dan variasi imajinatif (Moleong, 2006:16-17). 1.6.4 Corporate Social Responsibility (CSR)

Sebenarnya banyak istilah yang digunakan secara bergantian untuk Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan ini. Ada yang menyebutnya tanggung jawab korporat, ada pula kewarganegaraan korporan (corporate citizenship), ada juga yang menamakan corporate-community relationship, atau ada juga yang menyebutnya dengan organisasi berkelanjutan.

Siregar mendefinisikan Corporate Social Responsibility sebagai berikut:

The program of Corporate Social Responsibility is the social program that provides a lot of contributions in solving social problems in job opportunities, health, education, economy, and the environment (Siregar, 2007:285).

Program Corporate Social Responsibility CSR) adalah sebuah program sosial yang menyediakan keharusan memberikan kontribusi dalam memecahkan masalah-masalah sosial dalam bidang kesempatan pekerjaan, pendidikan, ekonomi, dan lingkungan.

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) lahir atas dasar realitas sosial yang mengharuskan perusahaan terlibat secara langsung dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial, tidak terbatas pada pencarian keuntungan. Dapat dikatakan bahwa tuntutan sosial pada perusahaan muncul sebagai refleksi pertanggungan jawab dari perusahaan (social responsibility) pada seluruh stakeholder utamanya.


(24)

Mereka terdiri dari karyawan, pembeli, investor/nasabah, pemerintah, masyarakat dan kelangsungan lingkungan hidup bagi generasi penerus.

Seiring dengan pesatnya perkembangan sektor dunia usaha sebagai akibat liberalisasi ekonomi, berbagai kalangan swasta, organisasi masyarakat, dan dunia pendidikan berupaya merumuskan dan mempromosikan tanggung jawab sosial sektor usaha dalam hubungannya dengan masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu, dunia usaha perlu mencari pola-pola kemitraan (partnership) dengan seluruh stakeholder agar dapat berperan dalam pembangunan, sekaligus meningkatkan kinerjanya agar tetap dapat bertahan dan bahkan berkembang menjadi perusahaan yang mampu bersaing.

Dengan masuknya program Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai bagian dari strategi bisnis, maka akan dengan mudah bagi unit-unit usaha yang berada dalam suatu perusahaan untuk mengimplementasi kan rencana kegiatan dari program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dirancangnya. Dilihat dari sisi pertanggung jawaban keuangan atas setiap investasi yang dikeluarkan dari program Corporate Social Responsibility menjadi lebih jelas dan tegas, sehingga pada akhirnya keberlanjutan yang diharapkan akan dapat terimplementasi berdasarkan harapan semua stakeholder.

1.6.7 Humanistik

Ahli Psikologi dalam pendekatan ini adalah seperti Abraham Maslow, Rollo May, Carls Rogers dan Gordon Allport. Teori pendekatan Humanistik memberi tumpuan kepada apa yang berlaku dalam diri seorang individu seperti perasaan atau emosinya. Teori ini menyatakan bahwa individu terdorong bertindak melakukan sesuatu kerana mempunyai satu kemahuan


(25)

atau keperluan dan bertanggungjawab di atas segala tindakkannya. Menurut pendekatan ini, kuasa motivasi seseorang individu adalah kecenderungannya untuk berkembang dan mencapai hasrat diri (self-actualization). Ini bermakna setiap individu mempunyai keperluan untuk mengembangkan potensinya ke tahap maksimum. Walaupun terdapat halangan, kecenderungan semulajadi adalah untuk mencapai hasrat diri atau mengembangkan potensi ke tahap yang maksimum. Konsep ini (pencapaian hasrat diri) sebenarnya dipelopori oleh Abraham Maslow yang juga merupakan ahli psikologi humanis.

Abraham Maslow (1970) mengemukakan Teori Hierarki Keperluan Maslow dengan andaian bahwa manusia tidak pernah berasa puas dengan apa yang telah dicapai. Mengikut Maslow kehendak manusia terbahagi lima mengikut keutamaan yaitu keperluan asas fisiologi, keselamatan, penghargaan dan kasih sayang, penghormatan kendiri seterusnya keperluan sempurna kendiri. Rogers (1956) pula mengatakan bahwa manusia sentiasa berusaha memahami diri sendiri, mempengaruhi dan mengawal perlakuan dirinya dan orang lain. Rogers berpendapat bahwa manusia lahir dengan kecenderungan untuk kesempurnaan yang akan memandunya menjadi insan yang matang dan sihat. Jelas di sini bahwa pendekatan ini lebih memberi tumpuan kepada kemahuan seseorang dan menekankan keunikan manusia serta kebebasan mereka untuk memilih matlamat hidup. Contohnya, Karim murid tahun enam yang tidak mendapat kasih sayang dari ibu bapanya dan sentiasa dinaifkan haknya dari adik beradiknya yang lain telah menyebabkan ia suka menyendiri dan tidak yakin pada dirinya sendiri sehingga menjelaskan pelajarannya. 1.7. Kerangka Konsep


(26)

Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama (Singarimbun, 1995:17).

Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai (Nanawi, 1997:40). Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan konstruktivis. Pendekatan konstruktivis diawali dengan sistem kognitif (pengetahuan) individu atau seseorang (Miller, 2005: 106). Secara ringkas, teori konstruktuvis meneliti bagaimana seseorang mengkonstruksikan segala sesuatu.

Teori ini menyatakan bahwa individu membuat interpretasi berdasarkan aturan-aturan sosialnya. Individu dalam situasi sosialnya pertama-tama didorong oleh keinginan untuk memahami apa yang sedang terjadi dan menerapkan aturan-aturan untuk mengetahui segala sesuatu. Pada tahap selanjutnya individu bertindak atas dasar pemahaman mereka, dengan aturan-aturan untuk memutuskan tindakan yang sesuai. Pada titik inilah desain pesan dioperasikan oleh individu dalam tindakan komunikasinya, desain pesan dilakukan agar tindakan dan pernyataan dapat menciptakan komuniukasi interktif.

Kerangka Konsep Paradigma Konstruksi Sosial yang dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman:

Realitas

Konstruksi

Proses Sosial

Eksternalis Objektiv

Internalisa

Gambar 1


(27)

1.8. Definisi Oprasional

Definisi oprasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi oprasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun 1995: 46). dalam penelitian ini, variabel-variabel dapat didefenisikan sebagai berikut :

1. Realitas Sosial

Hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial disekelilingnya. Menurut Max Weber, realitas sosial adalah perilaku sosial yang memilki makna subjektif, karena itu perilaku memilki tujuan dan motifasi. Realitas memilki makna, manakala realitas sosial dikonstrusi dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara subjektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara objektif.

2. Konstruksi Sosial

Konstruksi sosial yang diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Lukman adalah sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas, karena terjadi reaksi sosial antara individu dengan lingkungan atau orang disekitarnya. Kemudian individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya adalah bahwa manusia dan masyarakat adalah profukl yang dialektis, dinamis, dan plural secara terus menerus.

3. Proses Sosial Simultan


(28)

Proses membangun konstruksi sosial atas realitas sosial yang melalui proses eksternalisasi, objektivasi, dan interalisasi secara bersama-sama.

3.a. Eksternalisasi

Merupakan interaksi antar individu dengan produk sosial masyarakatnya. Ketika sebuah produk sosial telah menjadi bagian penting dalam masyarakat yang setiap saat dibutuhkan oleh individu, maka produk sosial itu menjadi bagian penting dalam kehidupan seseorang untuk melihat dunia luar.

3.b. Objektivasi

Sebuah produk sosial berada pada proses institusionalisasi, sedangkan individu memanifestasikan diri dalam produk-produk sosial.

3.c. Internalisasi

Adalah pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu peristiwa objektif sebagai pengungkapan suatu makna, artinya sebagai suatu manifestasi dari proses subjektif orang lain, yang dengan demikian menjadi bermakna secara subjektif bagi individu itu sendiri.


(29)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Paradigma Konstruktivis

2.1.1. Sejarah Paradigma Konstruktivis

Paradigma konstruktivis ialah paradigma di mana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif (nisbi). Pertama, dilihat dari penjelasan ontologis, realitas yang dikonstruksi itu berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Kedua, paradigma konstruktivis ditinjau dari konteks epistemologis, bahwa pemahaman tentang suatu realitas merupakan produk interaksi antara peneliti dengan objek yang diteliti. Dalam hal ini, paradigma konstruktivis bersifat transaksional atau subjektif. Ketiga, dalam konteks aksiologi, yakni peneliti sebagai passionate participation, fasilitator yang menjembatani keragaman subjektivitas pelaku sosial.

Dalam ilmu-ilmu sosial, paradigma konstruktivis merupakan salah satu dari paradigma yang ada. Dua paradigma lainnya adalah klasik dan kritis. Paradigma konsruktivis berada di dalam perspektif interpretivisme (penafsiran) memiliki tiga jenis, yaitu interaksi simbolik, fenomenologis dan hermenetik.

Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan oleh sosiolog interpretative, Peter L. Berger bersama Thomas Luckman, mereka banyak menulis karya dan menghasilkan tesis mengenai konstruksi tentang sosial atas realitas. (Eriyanto 2004:13) menuliskan bahwa dalam konsep kajian


(30)

komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada di antara teori fakta sosial dan definisi sosial. Dalam teori fakta sosial struktur sosial yang eksislah yang penting. Manusia adalah produk dari masyarakat. Tindakan dan persepsi manusia ditentukan oleh struktur yang ada dalam masyarakat. Institusional, norma, sruktur dan lembaga sosial menetukan individu manusia. Sebaliknya adalah teori definisi sosial, manusialah yang membentuk masyarakat. Manusia digambarkan sebagai identitas yang otonom. Melakukan pemaknaan dan membentuk masyarakat. Manusia yang membentuk realitas, menyusun institusi dan norma yang ada. Teori konstruksi sosial berada di antara keduanya.

Paradigma konstruktivis juga dipengaruhi oleh perspektif interaksi simbolis dan perspektif sruktural fungsional. Perspektif interaksi simbolis ini mengatakan bahwa manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan respons terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial itu memiliki makna manakala realitas sosial tersebut dikontrusikan dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain, sehingga memantapkan realitas itu secara objektif.

2.1.2. Konstruktivis

Konsep mengenai konstruktivis diperkenalkan oleh sosiolog interpretative, Peter L. Berger bersama Thomas Luckman, mereka banyak menulis karya dan menghasilkan tesis mengenai konstruksi tentang sosial atas realitas. Tesis utama dari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis dan plural secra terus-menerus. Masyarakat lain adalah produk manusia, namun secara terus menerus mempunyai aksi


(31)

kembali terhadap penghasilnya. Sebaliknya, manusia adalah hasil atau produk dari masyarakat. Seseorang yang baru menjadi seorang pribadi yang beridentitas sejauh ia tetap tinggal di dalam masyarakatnya.

Proses dialektis tersebut mempunyai 3 tahapan, Berger menyebutnya sebagai momen. Ada tiga tahap peristiwa. Pertama, eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Ini sudah menjadi sifat dasar manusia, ia akan selalu mencurahkan diri ke tempat diman ia berada. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang terlepas dari dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap dirinya, dalam proses inilah dihasilkan suatu dunia, dengan kata lain manusia menemukan dirinya sendiri dalam suatu dunia.

Kedua, objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai, baik secara mental maupun fisik dari eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada diluar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Hasil dari eksternalisasi-kebudayaan itu misalnya, manusia menciptakan alat demi kemudahan hidupnya, atau kebudayaan non material dalam bentuk bahasa. Baik alat jadi maupunbahasa adalah kegiatan eksternalisasi manusia ketika berhadapan dengan dunia, ia adalah hasil dari kegiatan manusia. Setelah dihasilkan, baik benda maupun bahasa sebagai produk ekternalisasi tersebut menjadi realitas tang objektif. Bahkan ia dapat menghadapi manusia sebagai penghasil produk dari kebudayaan. Kebudayaan yang telah berstatus sebagai realitas objektif, ada di luar kesadaran manusia, ada “di sana” bagi setiap orang. Realitas objektif itu berbeda dengan realitas


(32)

subjektif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa dialami oleh setiap manusia.

Ketiga, internalisasi. Proses internalisasi lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala relitas diluar kesadrannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat.

Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara alamiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksikan. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas dasar suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing (Eriyanto, 2004: 13-15).

Konstruktivis merupakan sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia relitas yang ada, karena terjadi relasi sosial tantara individu dengan lingkungannya atau orang disekitarnya. Kemudian individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya.

Dalam pendekatan konstruktivis, landasan berpikir yang perlu dipegang oleh peneliti adalah bahwa realitas sosial diciptakan dan dilestarikan melalui pemahaman subjektif dan intersubjektif dari para pelaku sosial. Para pelaku sosial ini dipandang aktif sebagai interpreter-interpreter yang dapat menginterpretasikan aktivitas-aktivitas simbolik mereka. Aktivitas-aktivitas


(33)

simbolik yang dimaksud adalah bahasa, misalnya makna-makna yang dikejar adalah makna subjektif dan makna konsensus.

Makna subjektif adalah makna yang mengacu pada interpretasi individu, sedangkan makna konsensus adalah makna yang diinterpretasikan secara kolektif. Sementara makna konsensus dikonstrusikan melalui proses-proses interaksi sosial.

Kedua makna tersebut pada hakekatnya merupakan makna-makna yang menunjukan realitas sosial. Asumsinya adalah bahwa realitas secara sosial dikontruksikan melalui kata, simbol, dan perilaku diantara anggotanya. Kata, simbol dan perilaku ini akan melahirkan pemahaman akan rutinitas sehari-hari dalam praktek-praktek kehidupan subjek penelitian (Rejeki, 2004: 110-111).

2.2 Fenomenologi

Secara etimologis, fenomenologi sebenarnya berasal dari kata Yunani, yakni phainimeon yang berarti penampakan, dan logos yang berarti rasio atau kata-kata, atau penalaran rasional. Fenomenologi dikembangkan oleh Edmund Husserl (1859-1938) merupakan metoda untuk menjelaskan fenomena dalam kemurnianya. Fenomena adalah segala sesuatu yang dengan suatu cara tertentu tampil dalam kesadaran manusia. Baik sebagai suatu hasil rekaan, maupun berupa sesuatu yang nyata, yang berupa gagasan maupun berupa kenyataan.

Selajutnya dikatakan yang penting ialah pengembangan suatu metode yang tidak memalsukan fenomena, melainkan dapat mendeskripsikannya seperti penampilannya. Untuk tujuan itu fenomenolog hedaknya memusatkan


(34)

perhatiannya kepada fenomena tersebut tanpa disertai prasangka sama sekali. Seorang fenomenolog hendaknya meniggalkan segenap teori, praanggapan serta prasangka, agar dapat memahami fenomena sebagaimana adanya.

Memahami fenomena sebagaimana adanya merupakan usaha kembali kepada barangnya sebagaimana penampilannya dalam keadaan kesadaran . barang yang tampil sebagaimana adanya dalam kesadaran itulah fenomena. (Husserl dalam Basuki, 2006:71). Usaha kembali kepada fenomena ini memerlukan pedoman metodik. Tidak mungkin untuk melukiskan fenomena-fenomena sampai pada hal-hal yang khusus satu demi satu. Yang pokok adalah menangkap hakekat fenomena-fenomena. Oleh karena itu metode tersebut harus dapat menyisikan hal-hal yang tidak hakiki, agar hakekat ini dapat mengungkapkan diri sendiri. Yang demikian bukan suatu abstraksi, melainkan institusi mengenai hakekat sesuatu (Husserl dalam Basuki, 2006:72).

Selanjutnya dijelaskan bahwa kesadaran tidak pernah langsung terjangkau sebagaimana adanya, karena pada hakekatnya bersifat intensional, artinya mengarah kepada sesuatu yang bukan merupakan kesadaran itu sendiri. Pengamatan serta pemahaman, pembayangan serta penggambaran, hasrat serta upaya, semuanya senantiasa bersifat intensional, terarah kepada sesuatu. Hanya dengan melakukan analisis mengenai intensional ini kesdaran itu dapat ditemukan. Untuk itu seorang fenomenolog harus secara cermat “menempatkan tanda kurung” kenyataan dunia luar agar fenomena ini hanya tampil dalam kesadaran. Penyekatan dunia luar ini memerlukan metoda yang khas. Metoda tersebut disebut reduksi fenomenologik atau epoche (Husserl dalam Basuki, 2006:75). Reduksi tersebut terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu reduksi eidetic yang memperlihatkan hakekat (eidos) dalam fenomena, dan reduksi transcendental


(35)

yang menempatkan dalam “tanda kurung” setiap hubungan antara fenomena dengan dunia luar. Melalui kedua macam reduksi ini dapat dicapai kesadaran transedental, sedangkan kesadran terhadap pengalaman empirik sebetulnya hanya merupakan bentuk pengungkapan satu demi satu dari kesadaran transedental.

Fenomenologi Transedental yang di formulasikan oleh Husserl pada permulaan abad 20 menekankan dunia yang menampilkan dirinya sendiri kepada kita sebgai manuia. Tujuanya ialah kembali ke barang/ bendanya sendiri sebagimana mereka tampil kepada kita dan mengesampingkan atau mengurung apa yang telah kita ketahui tentang mereka. Dengan kata lain fenomenologi tertarik pada dunia seperti yang dialami manusia dengan konteks khusus, pada waktu khusus, lebih dari pernyataan abstrak tentang kealamian dunia secara umum.

Fenomenologi menekankan fenomena yang tampi dalam kesadran kita ketika kita berhadapan dengan dunia sekeliling kita. Fenomenologi mengindetifikasikan strategi-strategi yang dapat memfokuskan diri dimana letak kemurnian fenomenolog dan merefreksikan apa yang kita bawa serta pada alktivitas presepsi dengan merasa, berpikir, mengigat dan memutuskan. Hal ini merupakan implikasi metodologi fenomenologi.

2.4 Corporate Social Responsibility (CSR)

Sebenarnya banyak istilah yang digunakan secara bergantian untuk Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan ini. Ada yang menyebutnya tanggung jawab korporat, ada pula kewarganegaraan


(36)

korporan (corporate citizenship), ada juga yang menamakan corporate-community relationship, atau ada juga yang menyebutnya dengan organisasi berkelanjutan.

2.4.1.Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)

Siregar mendefinisikan Corporate Social Responsibility sebagai berikut:

The program of Corporate Social Responsibility is the social program that provides a lot of contributions in solving social problems in job opportunities, health, education, economy, and the environment (Siregar, 2007:285).

Program Corporate Social Responsibility CSR) adalah sebuah program sosial yang menyediakan keharusan memberikan kontribusi dalam memecahkan masalah-masalah sosial dalam bidang kesempatan pekerjaan, pendidikan, ekonomi, dan lingkungan.

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) lahir atas dasar realitas sosial yang mengharuskan perusahaan terlibat secara langsung dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial, tidak terbatas pada pencarian keuntungan.

Dapat dikatakan bahwa tuntutan sosial pada perusahaan muncul sebagai refleksi pertanggungan jawab dari perusahaan (social responsibility) pada seluruh stakeholder utamanya. Mereka terdiri dari karyawan, pembeli, investor/nasabah, pemerintah, masyarakat dan kelangsungan lingkungan hidup bagi generasi penerus.

Dengan dipenuhinya kewajiban-kewajiban ini maka perusahaan telah melakukan kegiatannya secara berkelanjutan dan tidak merugikan kepentingan para stakeholdernya. Perusahaan dalam mencari laba diperbolehkan, tetapi


(37)

jangan pula mengabaikan hak-hak yang terkandung dan dimiliki oleh konsumen, investor dan masyarakat.

Secara singkat Corporate Social Responsibility (CSR) dapat diartikan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan yang bersifat sukarela. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah konsep yang mendorong organisasi untuk memiliki tanggung jawab sosial secara seimbang kepada pelanggan, karyawan, masyarakat, lingkungan, dan seluruh stakeholder. Sedangkan program charity dan community development merupakan bagian dari pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR).

Dalam prakteknya, charity dan community development dikenal lebih dahulu terkait interaksi perusahaan dengan lingkungan sekitarnya, serta kebutuhan perusahaan untuk lebih dapat diterima masyarakat. Sementara itu, lebih jauh Corporate Social Responsibility (CSR) dapat dimaknai sebagai komitmen dalam menjalankan bisnis dengan memperhatikan aspek sosial, norma-norma dan etika yang berlaku, bukan saja pada lingkungan sekitar, tapi juga pada lingkup internal dan eksternal yang lebih luas.

Tidak hanya itu Corporate Social Responsibility (CSR) dalam jangka panjang memiliki kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatnya kesejahteraan.

Kini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), melainkan sudah meliputi keuangan, sosial, dan aspek lingkungan (Triple bottom line). Sinergi tiga elemen ini merupakan kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan.

Istilah Corporate Social Responsibility (CSR) pertama kali muncul dalam tulisan Social Responsibility of the Businessman tahun 1953. konsep


(38)

yang digagas Howard Rothmann Browen ini menjawab keresahan dunia bisnis. Belakangan Corporate Social Responsibility (CSR) segera diadopsi, karena bisa jadi penawar kesan buruk perusahaan yang terlanjur dalam pikiran masyarakat dan lebih dari itu pengusaha di cap sebagai pemburu uang yang tidak peduli pada dampak kemiskinan dan kerusakan lingkungan. Kendati sederhana, istilah Corporate Social Responsibility (CSR) amat marketable melalu Corporate Social Responsibility (CSR) pengusaha tidak perlu diganggu perasaan bersalah (Siregar, 2007: 285). Corporate Social Responsibility (CSR) muncul dalam berbagai tahapan berikut ini:

1. Entrepeneurial Era

a. Bisnis pada abad ke 19 ditandai dengan bangkitnya semangat kewirausahaan dan filosofi mekanisme pasar bebas yang dipelopori oleh pengusaha rockefeller, Morgan dan Vanderbilt.

b. Pada saat itu banyak terjadi pelanggaran pada hak2 pekerja dan cara2 berbisnis dengan baik.

c. Beberapa negara kemudian mulai mengeluarkan Undang-Undang (UU) yang membatasi kecurangan2 dalam praktek melakukan bisnis.

2. The Great Depression

a. Pada tahun 1930 banyak pihak yang menuding bahwa kegagalan pasar didorong oleh adanya ketamakan dalam mengejar laba.

b. Sehingga mulai timbul kesadaran perlunya UU yang mengatur perlindungan pada pekerja, konsumen dan masyarakat.


(39)

a. Dimulai tahun 1960-1970 kalangan bisnis dituding berkolaborasi dengan pemerintah, seperti dalam memanfaatkan berbagai kesempatan bisnis yang merugikan masyarakat. Contoh yang paling menonjol adalah produksi rokok dan kolaborasi bisnis dengan adanya perang Vietnam.

b. Masyarakat kemudian menuntut adanya UU tentang pembatasan merokok dan UU tentang perlindungan lingkungan alam.

4. Contemporary Social Consciousness

a. Sejak 1990 masuklah era kesadaran dari berbagai pihak perlunya bisnis memperhatikan tanggung sosial, yang didorong dari perkembangan globalisasi dan kerusakan lingkungan.

b. Berbagai UU Lingkungan hidup dan perlunya CSR program segera mulai diperkenalkan.

2.4.2 Implementasi Program CSR pada Perusahaan

Seiring dengan pesatnya perkembangan sektor dunia usaha sebagai akibat liberalisasi ekonomi, berbagai kalangan swasta, organisasi masyarakat, dan dunia pendidikan berupaya merumuskan dan mempromosikan tanggung jawab sosial sektor usaha dalam hubungannya dengan masyarakat dan lingkungan.


(40)

Namun saat ini–saat perubahan sedang melanda dunia–kalangan usaha juga tengah dihimpit oleh berbagai tekanan, mulai dari kepentingan untuk meningkatkan daya saing, tuntutan untuk menerapkan corporate governance, hingga masalah kepentingan stakeholder yang makin meningkat.

Oleh karena itu, dunia usaha perlu mencari pola-pola kemitraan (partnership) dengan seluruh stakeholder agar dapat berperan dalam pembangunan, sekaligus meningkatkan kinerjanya agar tetap dapat bertahan dan bahkan berkembang menjadi perusahaan yang mampu bersaing.

Upaya tersebut secara umum dapat disebut sebagai Corporate Social Responsibility atau Corporate Citizenship dan dimaksudkan untuk mendorong dunia usaha lebih etis dalam menjalankan aktivitasnya agar tidak berpengaruh atau berdampak buruk pada masyarakat dan lingkungan hidupnya, sehingga pada akhirnya dunia usaha akan dapat bertahan secara berkelanjutan untuk memperoleh manfaat ekonomi yang menjadi tujuan dibentuknya dunia usaha.

Masih banyak perusahaan tidak mau menjalankan program-program Corporate Social Responsibility (CSR) karena melihat hal tersebut hanya sebagai pengeluaran biaya (cost center). Corporate Social Responsibility (CSR) memang tidak memberikan hasil secara keuangan dalam jangka pendek.

Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi pasal 74 Undang-undang Perseroan Terbatas (UUPT) no. 40 tahun 2007. Kini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), melainkan sudah meliputi keuangan, sosial, dan aspek


(41)

lingkungan (Triple bottom line). Sinergi tiga elemen ini merupakan kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Siregar, 2007: 285).

Substansi dalam ketentuan pasal 74 Undang-Undang nomor 40 tentang Perseroan Terbatas mengandung makna, mewajibkan tanggung jawab sosial dan lingkungan mencakup pemenuhan peraturan perundangan terkait, penyediaan anggaran tanggung jawab sosial dan lingkungan, dan kewajiban melaporkannya. Tanggung jawab sosial dan lingkungan tidak hanya berlaku untuk perusahaan yang bergerak di bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam, tetapi berlaku untuk semua perusahaan, tidak terkecuali perusahaan skala UKM, baru berdiri, atau masih dalam kondisi merugi.

Namun Corporate Social Responsibility (CSR) akan memberikan hasil baik langsung maupun tidak langsung pada keuangan perusahaan di masa mendatang. Dengan demikian apabila perusahaan melakukan program-program Corporate Social Responsibility (CSR) diharapkan keberlanjutan perusahaan akan terjamin dengan baik. Oleh karena itu, program-program Corpoarate Social Responsibility (CSR) lebih tepat apabila digolongkan sebagai investasi dan harus menjadi strategi bisnis dari suatu perusahaan.

Dengan masuknya program Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai bagian dari strategi bisnis, maka akan dengan mudah bagi unit-unit usaha yang berada dalam suatu perusahaan untuk mengimplementasi kan rencana kegiatan dari program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dirancangnya.

Dilihat dari sisi pertanggung jawaban keuangan atas setiap investasi yang dikeluarkan dari program Corporate Social Responsibility menjadi lebih


(42)

jelas dan tegas, sehingga pada akhirnya keberlanjutan yang diharapkan akan dapat terimplementasi berdasarkan harapan semua stakeholder.

Saat ini telah banyak perusahaan di Indonesia, khususnya perusahaan besar yang telah melakukan berbagai bentuk kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR), apakah itu dalam bentuk community development, charity, atau kegiatan-kegiatan philanthropy. Timbul pertanyaan apakah yang menjadi perbandingan/perbedaan antara program community development, philanthropy, dan Corporate Social Responsibility (CSR) dan mana yang dapat menunjang berkelanjutan (sustainable)?

Tidak mudah untuk memberikan jawaban yang tegas terhadap pertanyaan di atas, namun penulis beranggapan bahwa “Corporate Social Responsibility (CSR) is the ultimate level towards sustainability of development”. Umumnya kegiatan-kegiatan community development, charity maupun philanthropy yang saat ini mulai berkembang di Indonesia masih merupakan kegiatan yang bersifat pengabdian kepada masyarakat ataupun lingkungan yang berada tidak jauh dari lokasi tempat dunia usaha melakukan kegiatannya.

Di lain pihak, adanya pertumbuhan keinginan dari konsumen untuk membeli produk berdasarkan kriteria-kriteria berbasis nilai-nilai dan etika akan merubah perilaku konsumen di masa mendatang. Implementasi kebijakan Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu proses yang terus menerus dan berkelanjutan. Dengan demikian akan tercipta satu ekosistem yang menguntungkan semua pihak (win win situation). Konsumen mendapatkan produk unggul yang ramah lingkungan, produsen pun


(43)

mendapatkan profit yang sesuai yang pada akhirnya akan dikembalikan ke tangan masyarakat secara tidak langsung.

Untuk mencapai keberhasilan dalam melakukan program Corporate Social Responsibility (CSR), diperlukan komitmen yang kuat, partisipasi aktif, serta ketulusan dari semua pihak yang peduli terhadap program-program Corporate Social Responsibility (CSR). Program Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi begitu penting karena kewajiban manusia untuk bertanggung jawab atas keutuhan kondisi-kondisi kehidupan umat manusia di masa datang. Perusahaaan perlu bertanggung jawab bahwa di masa mendatang tetap ada manusia di muka bumi ini, sehingga dunia tetap harus menjadi manusiawi, untuk menjamin keberlangsungan kehidupan kini dan di hari esok.

2.6 Humanistik

Psikologi humanistik dianggap sebagai revolusi ketiga dalam psikologi. Psikologi humanistik mengambil banyak dari psikoloanalisis Neo-Freudian (Sebenarnya Anti Frudean) tetapi lebih banyak lagi mengambil dari fenomenologi dan eksistensilisme. Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsikan dan diinterrpretasikan secara subjektif. Setiap orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. “alam pengalaman orang berbeda dari alam pengalaman orang lain” (Brouwer, 1983: 14).

Menurut Alfred Schutz, tokoh sosiologi fenomenologis, penggalaman subjektif ini dikomunikasikan oleh aktor sosial dalam proses intersubjektivitas. Intersubjektivitas diungkapkan pada eksistensialisme dalam tema dialog, pertemuan, hubungan diri dengan orang lain, atau “I-thou Relationship”. Istilah yang menunjukan hubungan pribadi dengan pribadi, bukan pribadi dengan benda;


(44)

subjek dengan subjek, bukan subjek dengan objek. Manusia, dalam pandangan ini hanya tumbuh dengan baik dalam “I-thou Relationship”, dan bukan “I-it Relationship”. Disinilah faktor orang lain menjadi penting; bagaimana reaksi mereka membentuk bukan saja konsep diri kita, tetapi juga pemuas- apa yang disebut oleh Abraham Maslow – “growth needs”.

Abraham Maslow (1970) mengemukakan Teori Hierarki Keperluan Maslow dengan andaian bahawa manusia tidak pernah berasa puas dengan apa yang telah dicapai. Mengikut Maslow kehendak manusia terbagi lima mengikut keutamaan yaitu keperluan asas fisiologi, keselamatan, penghargaan dan kasih sayang, penghormatan kendiri seterusnya keperluan sempurna kendiri. Rogers (1956) pula mengatakan bahawa manusia sentiasa berusaha memahami diri sendiri, mempengaruhi dan mengawal perlakuan dirinya dan orang lain. Rogers berpendapat bahawa manusia lahir dengan kecenderungan untuk kesempurnaan yang akan memandunya menjadi insan yang matang dan sehat. Jelas di sini bahawa pendekatan ini lebih memberi tumpuan kepada kemahuan seseorang dan menekankan keunikan manusia serta kebebasan mereka untuk memilih pengalaman hidup. Contohnya, Karim murid tahun enam yang tidak mendapat kasih sayang dari ibu bapanya dan sentiasa dinafikan haknya dari adik beradiknya yang lain telah menyebabkan ia suka menyendiri dan tidak yakin pada dirinya sendiri sehingga menjelaskan pelajarannya.

Perhatian pada makna kehidupan adalah juga hal yang membedakan psikologi humanistik dari mazab yang lain. Manusia bukan saja pelakon panggung masyarakat, bukan saja pencari identitas, tetapi juga pencarian makna.


(45)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1. Sejarah Berdirinya Pertamina

Sejarah berdirinya Pertamina merupakan perjalanan yang panjang dimulai dari tahun 1871. Pada tahun tersebut merupakan awal pencarian dan penemuan minyak di Indonesia hingga pada akhirnya Pertamina mengalami perubahan besar dengan adanya perubahan status hukum Pertamina. Berikut ini merupakan prolog sejarah panjang yang dialami Pertamina:

a) Prolog Masa 1871-1885

a. Masa awal pencarian dan penemuan minyak di Indonesia b) Prolog Masa 1885-1945

a. Masa eksploitasi minyak oleh penjajah

b. 1187 –Pencarian minyak di Jawa Timur (Surabaya)

c. 1888 –Konsesi Sultan Kutai dengan JH Meeten di Sanga-Sanga d. 1890 –Pendirian kilang Wonokromo & Cepu

e. 1892 –Pembangunan kilang minyak di Pangkalan Brandan

f. 1894 –Pendirian kilang Balikpapan oleh Shell Transport and Traiding

g. 1899 –UU Pertambangan Pemerintah Hindia Belanda (Indische Mijnwet) yang mengatur kegiatan pencarian minyak bumi di Indonesia.

c) Prolog Masa 1945-1957


(46)

b. 1945 didirikan PTMSU

c. 1945 didirikan PTMN Cepu di lokasi Shell (lap. Nglobo, Semanggi Ledok dan Wonokromo)

d. 1950 PTMN Cepu berubah menjadi PTMNRI Cepu

e. 1950 PTMN Sumatera Utara berubah menjadi PTMNRI Sumatera Utara

f. 1954 PTMNRI Sumatera Utara berubah menjadi TMSU

g. 22 Juli 1957 TMSU ditetapkan menjadi PT ETMSU (eksploitasi) h. Agustus 1951 Mosi Mohammad Hasan

i. Gubernur Sumatera Mr. Teuku H. Moh. Hasan mengajukan sebuah mosi yang memperjuangkan minyak dan disokong oleh cabinet secara bulat pada 2 Agustus 1951 dan dibentuk sebuak komisi. Perjuangan di parlemen salah satunya adalah merintis UU pertambangan yang menganti Indische Mijnwet.

j. 24 Oktober 1956 A PP No. 24/1956

k. Diputuskan tambang minyak Sumatera Utara tidak dikembalikan ke Shell 1957

l. Juli 1957 Jend. AH. Nasution mendapatkan pelimpahan tugas tambang minyak Sumut. Rehabilitas lapangan dan ekspor hasil untuk pembangunan.

m. 1957 Pemerintah RI mengambil alih semua perusahaan Belanda di Indonesia (kecuali Shell karena kepemilikannya bersifat internasional)

n. Perubahan nuansa kedaerahan menjadi nasional (AH Nasution, 1957)


(47)

o. 10 Desember 1957 berdirinya P.T Pertamina sebagai perusahaan minyak pertama bersifat nasional.

d) Pasca 1957

a. 1959 berdiri NV NIAM (NV Nederlands Indische Aardolie Maatschappij)

b. Perusahaan patungan AS dan Belanda

c. 31 Desember 1959 50% saham diambil alih pemerintah RI dan NV NIAM berubah menjadi P.T Permindo

d. 1961 P.T Permindo dikukuhkan menjadi PN Permigan

e. Tahun 1961: P.T Permina menjadi PN. Permina dan PTMN menjadi PN. Permigan

f. 4 Januari 1966 Permigan dilakukan dilikuidasi karena peristiwa G30S/PKI (Perbum)

g. Aset Permigan diberikan kepada PN Pertamin dan Permina

h. 1968 PN Pertamin dan PN Permina merger menjadi PN Pertamina i. 1971 diterbitkan UU No. 8 Tahun 1971 yang mengukuhkan Pn

Pertamina menjadi Pertamina

j. 2001 diterbitkan UU migas No. 22 Tahun 2001 yang akhirnya mengantar Pertamina menjadi PT Pertamina (Persero)

k. 2003 Pertamina berubah status menjadi PT Pertamina (Persero) l. Perubahan mendasar ada pada peran regulator menjadi player

e) Era Persero

Pertamina adalah Badan Usaha Milik Negara yang telah berubah bentuk menjadi PT. Persero yang bergerak di bidang energi, petrokimia dan usaha lain


(48)

yang menunjang bisnis Pertamina, baik di dalam maupun di luar negri yang berorientasi pada mekanisme pasar.

3.1.1. Profil Pertamina

PERTAMINA adalah perusahan minyak dan gas bumi yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10 desember 1957. Dengan bergulirnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1971 sebutan perusahaan menjadi PERTAMINA. Sebutan ini tetap dipakai setelah PERTAMINA berubah status hukumnya menjadi PT PERTAMINA (PERSERO). Pada tanggal 17 September 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 pada tanggal 23 November 2001 tentang minyak dan gas bumi.

PT. PERTAMINA (PERSERO) didirikan berdasarkan akta Notaris Lenny Janis Ishak, SH No. 20 tanggal 17 September 2003 dan disahkan oleh Mentri Hukum & HAM melalui Surat Keputusan No.C-24025 Ht.01.01 pada tanggal 9 Oktober 2003. Pendirian perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No.12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) dan Peraturan Pemerintah No.45 tahun 2001 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.12 tahun 1998 dan peralihannya berdasarkan PP No.31 tahun 2003 “TENTANG PENGALIHAN BENTUK PERUSAHAAN PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI NEGARA (PERTAMINA) MENJADI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)”.


(49)

Sesuai akta pendiriannya, maksud dari Perusahaan Perseroan adalah untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi, baik di dalam maupun di luar negri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut.

Adapun tujuan Perusahaan Perseroan adalah untuk:

1. Mengusahakan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan Perseroan secara efektif dan efisien.

2. Memberikan kontribusi dalam meningkat kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, Perseroan melaksanakan kegiatan usaha sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas beserta hasil olahan dan turunannya.

2. Menyelengarakan kegiatan usaha di bidang panas bumi yang ada pada saat pendiriannya, termasuk Pembangkit Listrik tenaga panas Bumi (PLTP) yang telah mencapai tahap akhir negoisasi dan berhasil menjadi milik Perseroan.

3. Melaksanakan Pengusahaan dan Pemasaran Liquid Natural Gas (LNG) dan produk lain yang dihasilkan dari kilang LNG.

4. Menyelenggarakan kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam nomor 1,2 dan 3.

Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang MIGAS baru, Pertamina tidak lagi menjadi satu-satunya perusahaan yang memonopoli industri MIGAS dimana kegiatan usaha minyak dan gas bumi diserahkan kepada mekanisme pasar.


(50)

3.1.2. Arti lambang P.T Pertamina (Persero)

Lambang atau logo merupakan alat identifikasi atau pengenal, alat informasi bagi suatu organisasi atau perusahaan. Logo ini melambangakn citra dan identitas perusahaan atau organisasi tersebut. Logo juga dapat menggambarkan cita-cita perusahaan atau organisasi sebagai pembeda antara suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Sehingga ketika masyarakat melihat suatu logo atau lambang suatu organisasi maupun perusahaan tertentu, maka ia dapat mengenal perusahaan atau organisasi tersebut.

P.T Pertamina (Persero) sebagai salah satu perusahaan yang meneyediakan kebutuhan rakyat banyak memilki lambang dengan penampilan tersendiri.

Arti dan makna yang terkandung dalam setiap unsur logo Pertamina (Persero) antara lain:

1. Pada huruf “P” lancip bagai panah melambangkan kita akan melesat ke depan menjadi perusahaan dunia.

2. Warna biru melambangkan handal, dapat dipercaya dan bertanggung jawab.

3. Warna hijau artinya berwarna lingkungan.

4. Sedangkan warna merah melambangkan keuletan, ketegasan, dan keberanian dalam menghadapi kesulitan.

3.1.3. Perubahan Status P.T Pertamina (Persero)

Perubahan muncul untuk melakukan perbaikan terhadap suatu metode atau keadaan sebelumnya untuk menuju ke arah yang lebih baik. Tentunya


(51)

setiap orang munculnya perbedaan mengenai sesuatu yang terdahulu dengan yang sekarang. Perbedaan timbul karena berbagai hal dan perubahan meliputi berbagai hal dan tidak dapat dipungkiri bahwasanya perubahan merupakan proses yang selalu terjadi dalam kehidupan manusia. Inilah upaya yang dilakukan oleh Pertamina menuju perusahaan yang maju, unggul dan terpandang.

Pada UU No.31 Tahun 2003 peraturan pemerintah mengenai pengalihan atau perubahan status perusahaan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi Persero. Hal ini dilihat dari restrukturisasi organisasi, budaya kerja, uji kompetensi, atau assessment. PT. Pertamina (Persero) sebagai lambang bisnis jelas telah diatur dalam UU No. 31 Tahun 2003 dimana hal tersebut mulai diimplementasikan melalui kebijakan internal secara bertahap mau tidak mau Pertamina harus berubah dan berjalan menuju satu arah dengan visi dan misi yang telah dicanangkan.

Namun, perubahan dalam bentuk apapun Pertamina tetap berjiwa nasionalis, Pertamina masih diharapakn menjadi sokongan perekonomian negara yang terus go public mengingat yang dikelola Pertamina merupakan sumber daya alam (minyak dan gas bumi) yang dikuasai oleh Negara untuk keselamatan umat.

3.1.4. Visi, Misi, Tata Nilai, dan Prinsip Dasar Integritas P.T Pertamina (Persero):

a. Visi

Menjadi Perusahaan Minyak Nasional Kelas Dunia (To Be A World Class Nation Oil Company)


(52)

b. Misi

Menjalankan usaha inti minyak, gas dan bahan bakar nabati secara terintegrasi berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.

c. Tata Nilai

Dalam menjalankan visi dan misinya, Pertamina berkomitmen untuk menetapkan nilai-nilai berikut:

1. Clean (Bersih)

Dikelola secara profesioanal menghindari benturan kepentingan, tidak menoleransi suap, mejunjung tinggi kepercayaan dan integritas. Berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik.

2. Competitive (Kompetitif)

Mampu berkompetisi dalam sekala regional maupun internasional, mendorong pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja.

3. Confident (Percaya diri)

Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam reformasi BUMN dan membangun kebanggaan bangsa.

4. Customer Focused (Fokuus pada Pelanggan)

Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.

5. Commercial (Komersial)

Menciptakan nilai tambah dengan berorientasi komersial, mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.


(53)

6. Capable (Berkemampuan)

Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional dan memilki talenta dan penguasaan teknis tinggi berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan.

d. Prinsip Dasar Integritas (Pertamina Clean)

Dalam menjaga integritas yang tinggi dalam setiap penyelenggaraan kegiatan perusahaan, maka perlu dibangun komitmen yang harus diterapkan:

1. Bertindak Jujur

Bertindak jujur dalam berinteraksi dengan sesama pekerja maupun dengan pihak eksternal serta selalu bertindak berdasarkan niat baik. 2. Dapat Dipercaya

Tidak menyalahi wewenang, informasi dan rahasia perusahaan untuk kepentingan pribadi, pihak lain atau kegiatan politik.

3. Menghindari Konflik Kepentingan

Tidak terlibat atau melakukan tindakan yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dalam melaksanakan kegiatan perusahaan.

4. Tidak Mentolerir Suap

Tidak menerima suap dalam setiap penyelenggaraan kegiatan perusahaan.

3.1.5. Struktur Organisasi

Merupakan suatu gambaran mengenai mekanisme kerja antar bagian, unit atau departemen yang ada di suatu organisasi atau perusahaan sebagai dasar dalam melaksanakan prosedur kerja menjalankan fungsinya


(54)

masing-masing. Dengan adanya struktur organisasi maka akan terlihat jelas pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab.

Adanya struktur organisasi P.T Pertamina (Persero) BBM Retail Region I Medan adalah sebagai berikut:

A. General Manager

Berfungsi sebagai pengorganisasian penyelenggara kegiatan pembekalan dan pemasaran BBM pada wilayah kerja P.T Pertamina (Persero) BBM Retail Region I yang meliputi: Sumut, NAD, Sumbar, Riau, dan Kepulauan Riau.

Adapun tugas pokok General Manager BBM Retail Region I adalah mengkoordinasi kegiatan pemasaran BBM di wilayah kerja masing-masing P.T Pertamina BBM Retail Region I.

B. Sales Area Manager

Sales Area Manager pada wilayah kerja masing-masing BBM Retail Region I meliputi: NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau.

Adapun tugas pokoknya antara lain:

1) Bertanggung jawab atas rencana kerja/rencana anggaran di bidang penjualan BBM dan BBK serta promosi.

2) Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan pengendalian penjualan BBM dan BBK serta promosi Area Pemasaran I sesuai estimasi dan rencana kerja yang telah ditetapkan.

3) Bertanggung jawab atas pembinaan dan pengembangan guna meningkatkan mutu SDM dalam rangka menghadapi perubahan alih


(1)

PENILAIAN PENERIMA BANTUAN BEASISWA CERDAS BERSAMA PERTAMINA

PEDOMAN WAWANCARA

Tempat/Lokasi : Kantor External Relation Waktu : 20 Januari 2011

Sumber Data : Bapak Sudarman Alamat Informan : Tanjung Mulia

Pekerjaan : Asisten Manager Usia : 52

Note: Wawancara bersifat ekslusif. Murni untuk kepentingan riset.

Pertanyaan :

1. Apa yang Anda ketahui tentang CSR?

- suatu konsep bahwa, perusahaan memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan tetapi juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.

2. Bagaimana pendapat Anda mengenai tujuan kegiatan CSR sebagai Tanggung Jawab Sosial perusahaan?

- Dari segi tujuannya, kita ingin membantu mereka-mereka yang memerlukan. Seperti tadi telah disebutkan, misalnya jika ada bencana kita juga ikut membantu meringankan beban mereka dengan memberikan bantuan apa yang mereka butuhkan. Selain itu, kita juga ingin membantu membangun untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, PT. Pertamina bermaksud untuk berperan aktif dalam membantu segala bidang.

3. Menurut Anda, apakah setiap perusahaan harus memiliki kegiatan CSR? PT. Pertamina

P


(2)

- Setiap perusahaan terutama yang berbasis Persero wajib memilki kegiatan CSR, karena hal ini sudah diatur oleh undang-undang perseroan terbatas mengenai tanggung jawab sosial

4. Seberapa pentingkah pelaksanaan kegiatan CSR bagi Pertamina?

- Seperti yang sudah saya katakan tadi, selain tuntutan dari diberlakukannya undang-undang, pelaksanaan kegiatan CSR juga dapat mempererat hubungan antara perusahaan dengan masyarakat.

5. Bagaimana dengan program CSR yang ada, apakah berkesinambungan atau

temporer?

-

Pada program CSR PT. Pertamina untuk yang sudah, sifatnya memang masih insidentil. Jadi hanya pada saat-saat tertentu. Tetapi untuk ke depannya kita sudah merencanakan kegiatan CSR yang berkesinambungan. Hal ini dikarenakan pihak Pertamina melihat dari kegiatan - kegiatan yang telah dijalankan di berbagai wilayah, bahwa kegiatan tersebut sangat berguna. Untuk itu, kita memikirkan agar ada satu kegiatan yang berkesinambungan karena memang PT Pertamina punya eksistensi di daerah-daerah, jadi sangat baik jika dibuat rencana yang berkesinambungan demi terjadi timbal balik tadi, yaitu antara pelaku Pertamina dengan lingkungan masyarakat

6. Apakah terdapat standar kriteria efektivitas CSR yang dilakukan?

- Standar keberhasilan aktivitas CSR di antaranya adalah adanya perubahan secara bertahap dalam level perbaikan lingkungan setempat, tetapi apakah itu dampak secara langsung maupu tidak langsung harus dikaji lebih jauh. Tetapi yang paling utama adalah masyarakat ataupun pemerintah tahu dan melihat nyata bahwa PT Pertamina tidak hanya memikirkan keuntungan semata tetapi juga memiliki kepedulian yang besar terhadap masyarakat dan lingkungan

7. Bagaimana pendapat Anda mengenai keterlibatan perusahaan dalam kegiatan social masyarakat?

- Hampir 90% dari kegiatan CSR ada keterlibatan karyawan dan masyarakat di sekitar lokasi dimana program tersebut dilaksanakan. Mereka berperan aktif, dan mereka sangat senang melakukannya.


(3)

8. Apakah masyarakat memiliki arti/posisi yang penting bagi Pertamina?

- Masyarakat pastinya memilki arti yang penting bagi kami, karena dengan adanya kerjasama dengan masyarakat maka Pertamina dapat hidup dengan rukun..

9. Menurut Anda, apakah sebuah perusahaan harus menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat?

- Seperti sebelumnya perusahaan harus menjain hubungan yang baik dengan masyarakat dimana tanggung jawab sosial secara keseluruhan, termasuk keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial merupakan suatu nilai yang sangat positif bagi perkembangan dan kelangsungan pengusaha itu dalam jangka panjang.

10. Apa yang menjadi dasar (acuan hukum)pelaksanaan seluruh kegiatan CSR oleh Pertamina?

- Yang mendasar pelaksanaan CSR yaitu, Undang-undang tentang Perseroan Terbatas (UU PT), yang mana pada Pasal 74 UU tersebut menetapkan kewajiban semua perusahaan di bidang sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Menurut kami, CSR itu sangat baik secara keseluruhan, karena kita selaku pelaku perusahaan berbasis BUMN harus memberikan timbal balik kepada negara dan masyarakat. Jika itu sudah menjadi kewajiban, artinya pemerintah memberikan himbauan melalui suatu undang-undang, itu sangat baik lagi. Karena selama ini PT Pertamina telah menjalankan beberapa aktivitas CSR tersebut, yaitu mencoba peduli pada masalah-masalah sosial kepada masyarakat Indonesia di mana pun berada

11. Apakah pemberian bantuan CSR sudah pernah diadakan sebelumnya oleh

Pertamina ?

-

Benar, pada PT. Pertamina telah melakukan kegiatan CSR. Pada tahun-tahun sebelumnya dan ditahun-tahun ini juga akan dilakukan hal serupa, PT. Pertamina telah menjalankan hal tersebut, dan sekarang PT. Pertamina lebih memfokuskan pada kemitraan dan bina lingkungan (community relation) istilahnya. Kita juga sudah melakukan hal-hal seperti itu, misalnya membantu masyarakat yang membutuhkan ketika dilanda


(4)

bencana, seperti tsunami, gempa bumi, maupun di luar hal-hal yang bersifat emergency atau bencana. Kita juga membangun daerah-daerah terpencil dengan seperti memberikan sarana sanitasi atau memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat sekitar untuk meningkatkan taraf perekonomian, dan untuk taraf pengetahuan serta pendidikan kami telah memberikan bantuan berupa pengadaan buku dan beasiswa. Jadi ada dua aktivitas, yaitu berdasarkan emergency dan berdasarkan terrencana dengan melihat kebutuhan masyarakat. Sedangkan untuk program kemitraan kami telah Memperkokoh tata hubungan dan kerjasama saling menguntungkan antara PT. Pertamina dengan badan usaha koperasi dan unit usaha kecil dan swasta.

12. Apa-apa saja jenis kegiatan CSR yang sudah dilaksanakan oleh Pertamina? - Untuk saat ini, Pertamina juga memiliki beberapa program lain seperti

Petamina Peduli, Sehat bersama Pertamina, Cerdas Bersama Pertamina serta beberapa kegiatan lain pada bilang lingkungan. Apalagi sekarang kesadaran terhadap lingkungan hidup merupakan sesuatu yang aktual dan ada pula program kemitraan seperti yang sudah saya sebutkan tadi

13. Apakah yang menjadi landasan pemberian bantuan beasiswa oleh Pertamina? - Dasar mengapa Pertamina memberikan beasiswa, karena kami melihat

masih banyak siswa yang berprestasi tetapi masih mengalami kesulitan dalam biaya sekolah walaupun saat ini suadah banyak bantuan serupa dibidang pendidikan..

14. Apakah dalam menentukan calon penerima CSR (beasiswa) melibatkan Pemda setempat (mis, dinas pendidikan, Kepsek, dan LSM, dsb)

- Dalam menentukan calon penerima CSR tetentunya melibatkan berbagai pihak yang bersakutan, misalnya saja pemberian beasiswa, kami menentukan ketentuan penerima dan sekolahnya lah yang memilih siapa yang akan menjadi calon penerima.

15. Apakah Pertamina sudah menjalankan tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat dengan baik?

- Sejauh ini kami (PT. Pertamina) merasa sudah menjalankan tanggung jawab sosial kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya sesuai denga


(5)

ketentuan dan prosedur yang ada. Dan sampai saat ini masih kami tetap menjalakan program-program CSR baik berhubungan dengan program kemitraan maupun bina lingkungan


(6)

BIODATA PENELITI

Nama : Andrye Sutanto

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 05 April 1988

NIM : 070904070

Departemen : Ilmu Komunikasi

Alamat : Komp. Perumahan Pantai Waikiki E XVI No.7 Pendidikan : SDK Sang Timur, Jakarta

SMP Eka Prasetia, Jakarta SMUK Mater Dei, Jakarta

Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU 2007

Nama Orangtua :

1. Ayah : Drs. Yance M.Si, M.Si 2. Ibu : Elizabeth Tan

Anak ke- : Dua dari lima bersaudara

Motto Hidup : “Berpikirlah positif, optimis, dan raihlah setiap peluang yang ada”