Dari sini dapat dipahami bagi otak pelaku dapat dihukum lebih berat. Karena orang yang disuruhpun mendapat hukuman. Mengenai pemotongan anggota badan,
Manusia memiliki anggota tubuh diantaranya ada yang merupakan organ tunggal, seperti hidung, lidah, dan penis. Di samping itu ada pula organ-organ yang
berpasangan, seperti kedua mata, telinga, bibir janggut, kaki, tangan, pelir, buah dada, pantat dan kedua bibir kemaluan wanita. Apabila seseorang merusak anggota tunggal
atau yang berpasangan milik orang lain, maka wajib ia membayar diyat sepenuhnya diyat penuh. Jika merusak salah satu darianggota yang berpasangan maka wajib
membayar setengah diyat. Kemudian diyat itu berbeda-beda menurut perbedaan jenis dan kekufuan. Adapun mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan
diyat adalah kewanitaan, kekafiran, dan kehambaan.
40
B. Pelaksanaan Hukumannya Menurut Imam Abu Hanifah
Mengenai hak dalam turut serta dan sebab Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa Arti sebab itu diartikan dengan luas sedangkan pengertian langsung di artikan
dengan pengertian sempit, maksudnya dari sini dapat dipahami bahwa, pendapat Imam Abu Hanifah ini, lebih menekankan pada perbuatan yang langsung dilakukan
oleh pelaku dimana pelaku langsung yang harus menerima hukuman kisas.
41
Imam Abu Hanifah membedakan antara jiwa dan selain jiwa. Tindak pidana atas selain jiwa penganiayaan bisa di bagi-bagi karena hanya memotong sebagian
40
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, jilid 2, h. 570
41
Muhammad Abu Zahrah, Al-Jarimah wal Uqubah fil Fiqh, Al-Islam, Beirut: Darul Fikr Arab: 1998, Juz. II, h. 292
anggota badan dan membiarkan sebagian yang lain. Berbeda dengan tindak pidana atas jiwa karena menghilangkan jiwa tidak bisa dibagi-bagi. Pendapat Imam Abu
Hanifah ini sama dengan satu pendapat dalam mazhab Hambali.
42
Dalam hal ini juga Imam Abu Hanifah tidak membedakan antara disengaja dan menyerupai disengaja kecuali pada tindak pidana atas jiwa. Menurutnya, dalam
tindak pidana atas selain jiwa penganiayaan, niat berbuat saja sudah cukup. Tidak ada hambatan
Imam Abu Hanifah menyaratkan jumlah korban dan pelaku harus sama. Ia mewajibkan pelaku harus satu jika memang ingin dikisas. Jika pelaku lebih dari satu,
maka mereka tidak wajib kisas ketika mereka saling membantu dalam melakukan satu perbuatan. Misalnya, mereka momotong tangan seorang laki-laki, jari-jari,
menghilangkan pendengaran, penglihatan, mencabut gigi, atau beberapa anggota badan yang wajib dikisas bila dilakukan satu orang. Dari sini, mereka wajib
membayar diat melukai yang dibagi di antara mereka secara sama. Jika masing- masing melakukan perbuatan secara sendiri-sendiri, masing-masing wajib dikisas atas
perbuatan yang ia lakukan. Alasan Imam Abu Hanifah, persamaan dalam tindak pidana penganiayaan
merupakan syarat dasar bagi kisas dan tidak ada persamaan antara satu anggota badan dan bebeapa anggota badan yang lain, seperti satu tangan dengan beberapa tangan,
baik secara fisik, manfaat, maupun perbuatan. Secara fisik jelas, tidak ada persamaan
42
Yafie dkk, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, 28
antara jumlah orang berbilang dengan satu orang tunggal. Jika anggota badan yang sehat tidak dipotong karena memotong anggota badan yang lumpuh dengan alasan
tidak ada persamaan dari segi sifat walaupun sama dari segi zat, tangan pelaku lebih berhak tidak dikisas jika tidak ada persamaan dalam fisik.
Adapun secara manfaat, manfaat dua tangan tentu lebih banyak dibandingkan manfaat satu tangan. Di antara manfaat ada yang tidak bisa terlaksana kecuali dengan
dua tangan, seperti menulis dan menjahit. Adapun secara perbuatan, mereka masing- masing memotong sebagian tangan, sedangkan kisas memotong seluruh tangan lebih
banyak dibandingkan memotong sebagian tangan.
C. Pelaksanaan Hukumannya Menurut Imam Malik