antara jumlah orang berbilang dengan satu orang tunggal. Jika anggota badan yang sehat tidak dipotong karena memotong anggota badan yang lumpuh dengan alasan
tidak ada persamaan dari segi sifat walaupun sama dari segi zat, tangan pelaku lebih berhak tidak dikisas jika tidak ada persamaan dalam fisik.
Adapun secara manfaat, manfaat dua tangan tentu lebih banyak dibandingkan manfaat satu tangan. Di antara manfaat ada yang tidak bisa terlaksana kecuali dengan
dua tangan, seperti menulis dan menjahit. Adapun secara perbuatan, mereka masing- masing memotong sebagian tangan, sedangkan kisas memotong seluruh tangan lebih
banyak dibandingkan memotong sebagian tangan.
C. Pelaksanaan Hukumannya Menurut Imam Malik
Yahya menyampaikan kepadaku, dari Malik, dari Umar ibn Husayn, mawla Aisya bin Qudama, bahwa Abd al-Malik ibn Marwan menekankan pembalasan
terhadap seseorang yang membunuh seorang mawla dengan sebuah tongkat, maka tuan mawla membunuh orang tersebut dengan tongkat juga. Imam Malik berkata: “
Cara yang disepakati di masyarakat kita, yang tidak ada perselisihan di dalamnya, adalah jika seseorang memukul orang lain dengan sebuah tongkat atau melemparnya
dengan sebuah batu atau dengan sengaja memukulnya, maka itu adalah cedera yang disengaja dan ada pembalasan qisas untuk itu.
43
Imam Malik berkata: “ pembunuhan yang disengaja menurut pendapat beliau apabila mengakibatkan kematian maka pelakunya dihukum dengan hukuman qisas
Imam Malik ibn Anas Al-Muwatta, Penerjemah Dwi surya Atmaja, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999, Cet. 1, h. 506
dan apabila kekerasan yang mengakibatkan luka dan kemudian korban mengakibatkan meninggal maka hal ini juga pelaku dihukum dengan hukuman
qisas.
44
Mengenai hak dalam turut serta dan sebab Imam Malik dan Hambali pendapatnya kebalikan dari Imam Abu Hanifah yang mengatakan bahwa yang
ditekankan oleh Imam Abu Hanifah adalah Pelaku langsung yang harus mengalami hukuman kisas sedangkan kedua Imam ini yaitu Imam Malik dan Hambali beliau
berpendapat bahwa baik pelaku langsung dan pelaku tidak langsung keduanya mendapat hukuman.
45
Malik berkata: “Qisas tidak diterapkan terhadap siapapun juga sampai cedera pihak penderita sembuh. Kemudian qisas diterapkan atas pelakunya. Jika cedera yang
telah diterapkan kepada orang tersebut sama dengan cedera orang pertama ketika itu sembuh, maka inilah dia pembalasan qisas. Jika cedera orang yang terkena
pembalasan qisas lebih berat atau ia meninggal dinia, maka tidak ada pembalasan diberikan terhadap orang yang melakukan pambalasan. Jika cedera orang yang
menrima pembalasan sembuh dan cedar pihak pertama juga telah sembuh namun ada bekas codet atau cacat, orang yang telah menreima pembalasan tidak harus
dipatahkan lagi tangannya, dan pembalasan lebih lanjut juga tidak dilakukan untuk cederanya.” Ia juga berkata: “Tapi ada denda darinya sesuai dengan apa yang telah ia
rusak atau cacatkan pada tangan pihak yang terkena cedera. Cedera tubuh juga seperti
Ibid , h. 507
Atmaja, Terjemahan Al-Muwatta Imam Malik Ibn Anas, h. 508
itu”
46
Malik berkata: “jika seseorang dengan sengaja mendatangi istrinya untuk mencungkil matanya, mematahkan tangannya, memotong jarinya, atau yang semacam
ini, dan ia melakukannya dengan dengan sengaja, pemabalasan qisas dilakukan terhadapnya. Sedangkan untuk seseorang yang memukul istrinya dengan tali ataupun
cambuk dan meukul bagian yang tidak aia maksudkan untuk dipukul atau melakukan apa yang tidak ia maksudkan, maka ia harus membayar denda untuk apa yang telah ia
pukul sesuai dengan prinsip ini, dan pembalasan tidak titerapkan atas dirinya”. Yahya menyampaikan kepadaku, dari Malik bahwa ia telah mendengar bahwa Abu Bakr ibn
Muhammad ibn Amr ibn Hazm melakukan pembalasan qisas untuk pematahan kaki.
47
Kemudian adapun Imam Malik membedakan antara berencana dan kebetulan. Jika mereka berencana, masing-masing harus dikisas sesuai dengan apa yang mereka
lakukan terhadap korban, baik perbuatan masing-masing bisa dibedakan maupun tidak. Jika mereka mencukil mata korban, memotong kaki dan tangannya, masing-
masing harus dicukil matanya, dipotong tangan dan kakinya. Adapun jika mereka tidak berkelompok, jika perbuatan mereka berbeda-beda, masing-masing harus
dijatuhi hukuman sesuai dengan perbuatannya. Jika perbuatan mereka tidak bisa dibedakan mereka harus dikisas sebagaimana jika mereka berkolektif. Akan tetapi
46
Ibid, h. 509 Atmaja, Terjemahan Al-Muwatta Imam Malik Ibn Anas, h. 509
ada pendapat bahwa mereka tidak dikisas, tetapi hanya wajib membayar diat.
48
Dalam hal ini Imam Malik berpendapat juga mengenai tindak pidana yang dilakukan secara tidak langsung maka pelaku harus bertanggung jawab terhadap
perbuatannya. Misalnya seseorang yang mengejar orang lain dengan hunusan pedang kemudian orang itu lari kemudian orang itu tertinpah genteng yang mengakibatkan
luka atau patah. Maka dalam hal ini dia telah memaksa untuk lari sehingga atas perbuatannya itu untuk mempertanggungjawabkan. Hukuman pokok tindak pidana
atas selain jiwa penganiayaan disengaja adalah hukumannya kisas dan diat.
49
Mengenai tindak pidana kekerasan yang dilakukannya secara berencana maka pelaku harus di kisas sesuai dengan apa yang mereka lakukan terhadap korban, baik
perbuatannya itu bisa di bedakan maupun tidak. Misalnya jika mereka mencukil mata korban, memotong kaki dan tangannya maka hukuman masing-masing harus di
cungkil, matanya, dipotong kaki dan tangannya.
D. Pelaksanaan Hukumannya Menurut Imam Syafi’i