Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Kekerasan Kolektif

Maka walinya harus membunuh mereka semua.

B. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Kekerasan Kolektif

Kekerasan kolektif dapat dibedakan atas tiga kategori yaitu : kekerasan kolektif primitif, kekerasan kolekftif reaksioner, dan kekerasan kolektif modrn. yang di kutip Tb Roni Nitibaskara dalam artikelnya beliau menuliskan sebagai berikut : 19 Kekerasan kolektif primitif pada umumnya bersifat nonpolitis. Ruang lingkupnya terbatas pada suatu komunitas lokal, misalnya, pengeroyokan dalam bentuk pemukulan atau penganiayaan terhadap pencopetan yang tertangkap tangan. Peristiwa pengroyokan dan pembaian terhadap dukum teluh di berbagai daerah lainnya di indonesia termasuk kategori ini. Kasus pembunuhan terhadap dukun santet di Bayuwangi dan Ciamis baru- baru ini masih perlu dipertanyakan apakah termasuk kategori ini. Tawuran di kalangan siswa antar sekolah vndalisme kerusuhan sepak bola tampaknya juga termasuk kategori ini. Kekerasan kolektif reaksioner umumnya merupakan reaksi diterhadap penguasa. Pelaku dan pendukungnya tidak semata-mata berasal dari suatu kkomunitas lokal, melainkansiapa saja yangmerasa berkepentingna dengan tujuan kolektif yang menentang suatu kebijakan atau sistem yang dianggap tidak adil dan jujur 19 Tb Roni Nitibaskara, Lingkaran Kekerasan Artikel diakses 9 juni 2009 dari http:www2.kompas.comkompas-cetak030926opini588421.htm Termasuk kategori ini adalah kasus angkot mogok di Bandarlampung 10-12- 1996. Ribuan sopir angkot mogok didukung oleh mahasiswa karena disulut oleh adanya kenaikan retribusi dua kali dari Rp 400-menjadi Rp 800. Contoh lain adalah perlakuan kerusuhan Tanahabang 27 Januari 1997. Adanya sikap dan perilaku petugas Tramtib dianggap semena-mena oleh para pedagang,menyulut kekerasan kolektif. Sementara kerusuhan Sumedang Rancaekek 31 Januari 1997, yaitu kekerasan yang dilakukan terhadap pabrik dan kendaraan bermotor, yang disebabkan tuntutan kenaikan THR juga termasuk kekerasan kolektif reaksioner. Reaksioner modern merupakan alat untuk mencapai tujuan ekonomis dan politis dari suatu organisasi yang tersusun dan terorganisir dengan biak. Kekerasan dalam pemogokan buruh di Medan April 1994 dimana para buruh industri yang melakukan kekerasan dan kerusuhan massal yang menyebar ke seluruh kota adalah kekerasan kolektif modern. Sementara bermacam-macam terorisme dan kekerasan politik di masa kampanye pemilu juga termasuk ketegori ini. Peristiwa kekerasan kolektif yang paling memakan korban harta, jiwa adalah kerusuhan 14 Mei 1998 yang lalu, diduga merupakan campuran dari kekerasan primitif dan kekerasan kolektif modern. Timbul pertanyaan mengapa massa menjadi begitu beringas dan tidak terkendali? Secara teoritis, khususnya dalam jenis kekerasan kolektif primitif, sangat sedikit ditemukan bukti bahwa tingkah laku itu dierencanakan dan direkayasa sebelumnya. Kebanyakan kerusuhan merupakan ledakan spontanitas dari kelompok yang kecewa, yang memberikan reaksi terhadap peristiwa dan isu yang muncul. Menurut Horton dan Hunt yang dikutif oleh Tb Roni Nitibaskara, kerusuhan mencakup pameran kekuatan, penyerangan terhadap kelompok yang tidak disenangi, perampasan dan perusakan harta benda terutama milik kelompok yang di benci. Setiap kekerasan kolektif memberikan dukungan kerumunan Crowd dan kekebebasan dari tanggung jawab moral, dengan demikian orang dapat menyalurkan dorongan hati. Secara psikologis terhadap orang yang berada. Dan dalam kerumunan merasa bahwa tidak ada orang lain yang memperhatikan dan mengenalnya. Dan dalam kerumunan orang banyak, orang menjadi gampang meniru. Perbuatan orang lain. Kondisi seperti inilah yang mengakibatkan anggota kerumunan lepas kendali, sehingga memungkinkan seseorang melakukan tindakan agresif dan deskruktif. Dari sinilah lahir tingkah laku manusia yang kejam dan sadistik. Terjadi proses penurunan intelektual dan moral serta hilangnya nasionalistis dari para individu yang ada dalam kerumunan tadi. 20 Kejahatan kekerasan kolektif dalam keterlibatannya masing-masing peserta terbagi dua bentuk, yaitu : 1. Turut Serta Secara Langsung Tabi’al-Mubasir Yang dimaksud dengan turut serta secara langsung adalah orang yang secara langsung terikat atau turut serta dalam melakukan tindak kejahatan kekerasan. Dalam istilah Fiqh Jinayah peristiwa seperti ini disebut Isytirak Mubasyir, dan pelakunya di 20 Tb. Roni Nitibaskara, Lingkaran Kekerasan, Arikerl diakses 9 Juni 2009 dari http:www2.kompas.com kompas-cetak030926opini580421.htm sebut Mubasyir. Menurut istilah yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah adalah: ﺵ - ﺵ 5 9 ﺵ: ; ﺵ Atinya : ”Turut serta secara langsung, pada dasarnya bentuk turut serta semacam ini baru terjadi dalam hal banyaknya para pelaku yang secara langsung mereka melakukan kejahatan 21 Jelaslah turut serta secara langsung juga dapat terjadi, manakala seorang melakukan suatu perbuatan yang dipandang sebagai permulaan pelaksanaan jarimah yang sudah cukup disifati sebagai maksiat, yang dimaksudkan untuk melaksanakan kejahatan kekerasan yang diperbuatnya itu selesai atau tidak, karena selasai atau tidaknya suatu kejahatan tidak mempengaruhi kedudukannya sebagai orang yang turut serta secara langsung. Pengaruhnya terbatas pada berat atau ringannya hukuman yang dijatuhkan padanya. Jadi dianggap sebagai pelaku langsung, jika masing-masing pelaku mengarahkan tembakan kepada korban dan mati karena tembakan tersebut. Disini tidak dipermasalahkan tembakan siapa yang tepat dan tembakan siapa yang meleset sehingga masing-masing dianggap melakukan pembunuhan secara langsung. Demikian pula apabila mereka bersama-sama melakukan pencurian atau perampokan. Dipandang sebagai pelaku langsung, ialah pelaku yang menjadi sebab tidak lansung apabila pelaku tindak kejahatan kekerasan secara langsung adalah kaki tangannya orang kepercayaan. Pendapat ini disetujui oleh para fuqaha, meskipun 21 Audah, At-Tasyri’al-Jinai al-Islami, h. 360 dalam penerapannya terdapat perbedaan pendapat. Sebagai contoh, jika seorang menyuruh orang lain untuk membunuh, kemudian suruhan itu melakukannya, maka orang yang menyuruh itu dipandang sebagai pelaku langsung. Pendapat ini menurut Imam mazhab meskipun ia tidak melakukan perbuatan itu secara tidak langsung, namun dalam keadaan demikian orang yang disuruh hanya merupakan alat. 22 Berbeda dengan Abu Hanifah, beliau berpendapat mengenai orang yang menyuruh tidak dianggap sebagai pelaku langsung, kecuali suruhannya itu mengandung unsur paksaan ikrah, jika tidak sampai pada tingkat paksaan, maka suruhan itu dianggap turut serta tidak langsung. 2. Turut Serta Secara Tidak Langsung At-Tabi’ Goyru Al-Mubasir Yang dimaksud turut serta tidak langsung disini ialah setiap orang yang mengadakan perjanjian dengan orang lain untuk melakukan suatu tindak kejahatan kekerasan atau menyuruh membujuk orang lain atau memberikan bantuan dalam perbutan tersebut dengan disertai kesengajaan dalam kesepakatan. Dalam istilah Fiqih jinayah, peristiwa seperti ini disebut dengan Isytarak bit-tasabbubi dan pelakunya disebut Mutasabbib. Lebih lanjut Abdul Qadir Audah mengemukakan istilahnya dengan ﺵ = 5 5 ﺵ ﺵ 5 : 5 = 5 23 22 Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, h. 139 Audah, At-Tasyri’al-Jinai al-Islami, h. 356. Artinya:”Dikatakan turut serta secara tidak langsung yaitu orang mengadakan persekongkolan dengan orang lain untuk melakukan suatu tindak kejahatan atau menyuruh orang lain untuk memberikan bantuan dalam perbuatan tersebut”. Pada tindak kejahatan kekerasan kolektif, dimana ada beberapa pelaku tidak turut serta secara tidak langsung, para fuqaha sepakat untuk memberikan beberapa syarat yang harus dipenuhi a. Perbuatan, dimana orang yang berbuat tidak langsung memberikan bagian dalam pelaksanaannya, tidak diperlukan harus selesai dan juga tidak diperlukan bahwa pelaku langsung harus dihukum pula. Jadi ada kemungkinan pelaku langsung, itu masih dibawah umur atau hilang ingatannya. b. Dengan kesepakatan atau bujukan atau bantuan, dimaksudkan agar kejahatan tertentu dapat terlaksana. Jika tidak ada kejahatan tertentu yang dimaksudkan maka ia dianggap turut berbuat pada tiap tindak kejahatan yang terjadi. c. Cara mewujudkan perbuatan tersebut yaitu mengadakan persepakatan, menyuruh dan membantu, lebih jelasnya cara ini akan diuraikan kembali. 24 1. Kesepakatan Kesepakatan bisa terjadi karena adanya saling memahami dan kesamaan untuk melakukan kejahatan kekerasan, jika tidak adanya kesempatan sebelumnya maka tidak ada turut serta. Untuk terjadinya turut serta suatu kejahatan kekerasa 24 Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, h. 145 kolektif harus merupakan akibat kesepakatan, jika seorang bersepakat dengan orang kedua untuk membuhuh orang ketiga, kemudian orang ketiga tersebut telah mengetahui apa yang akan diperbuat tersebut terhadap dirinya dan oleh karena itu ia pergi ke tempat orang kedua tersebut, dan orang ketiga itu hendak membuhuhnya terlebih dahulu, akan tetapi orang kedua dapat membunuh orang ketiga terlebih dahulu karena untuk membela diri maka kematian orang ketiga tersebut tidak dianggap sebagai persepakatan. Meskipun terdapat orang kedua dijatuhi sanksi hukum karena alasan pembelaan diri tersebut namun ia dapat dihukum karena kesepakatan jahatnya orang lain. sebab kesepakatan jahat itu sendiri adalah suatu perbuatan maksiat yang dapat dihukum baik dilakukan ataupun tidak. 25 Dalam menyikapi turut serta secara tidak langsung dalam kejahatan kekerasan kolektif dan terjadi kesepakatan antara seseorang dengan orang lain, dimana satu menjadi pelaku langsung, sedangkan yang lainnya tidak berbuat, tetapi ia menyaksikan tindak kejahatan kekerasan itu, maka orang yang menyakasikan tersebut dianggap sebagai turut berbuat langsung. 2. Menyuruh Yang dikatakan dengan menyuruh ialah membujuk orang lain untuk melakukan kejahatan kekerasan, dan bujukan itu menjadi pendorong untuk dilakukannya kejahatan kekerasan. Dan jika orang yang mengeluarkan suruhan itu mempunyai kekuasaan atas orang yang disuruh, seperti atasan kepada bawahannya 25 Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, h. 146 maka suruhan tersebut dianggap paksaan yang tidak mempunyai sanksi hukuman bagi pelakunya. Namun dalam kasus suruhan yang tidak sampai pada tingkat paksaan maka yang disuruh itu harus bertanggungjawab atas kematian korban, sedangkan yang menyuruh dikenakan sanksi ta’zir. 3. Memberikan bantuan Orang yang memberikan bantuan kepada orang lain dalam melakukan kejahatan kekerasan dianggap sebagai turut serta secara tidak langsung, meskipun tidak ada kesepakatan untuk itu sebelumnya. Perbedaan antara pelaku langsung, dengan pemberi bantuan adalah jika pelaku langsung itu bersentuhan langsung dengan kejahatan kekerasan yang dimaksud, sedangkan pemberi bantuan biasanya tidak bersentuhan langsung, dengan kejahatan, melainkan hanya membantu mewujdkan kekerasan yang dimaksud.

C. Kejahatan Tindak Pidana Kekerasan Kolektif Selain Jiwa

Dokumen yang terkait

Persepektif Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Pengadilan Tentang Tindak Pidana Kekerasan Atau Penganiayaan Yang Mengakibatkan Cacat Permanen

0 8 89

UPAYA PEMBUKTIAN MELALUI SAKSI DALAM PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENYEBABKAN Upaya Pembuktian Melalui Saksi Dalam Penuntutan Tindak Pidana Penganiayaan Yang Menyebabkan Luka Berat (Studi Kasus di Kejaksaaan Negeri Surakarta).

0 3 12

PENDAHULUAN Upaya Pembuktian Melalui Saksi Dalam Penuntutan Tindak Pidana Penganiayaan Yang Menyebabkan Luka Berat (Studi Kasus di Kejaksaaan Negeri Surakarta).

0 6 16

Tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana kekerasan yang menyebabkan kematian pada anak di dalam kandungan : Studi Putusan Nomor 141/Pid.Sus/2015/Pn.Trk.

0 1 101

Tinjauan hukum pidana Islam terhadap putusan no. 91/Pid.B/2016/PN.Blt tentang tindak pidana membantu melakukan kekerasan yang mengakibatkan kematian.

0 0 84

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP KELALAIAN PENGEMUDI YANG MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA, LUKA BERAT, LUKA RINGAN DAN KERUSAKAN BARANG : STUDI PUTUSAN NOMOR 589/PID.SUS/2015/PN.BIL.

0 0 114

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana 1. Jenis-jenis Tindak Pidana Kekerasan di dalam KUHP - Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Ana

0 0 20

BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Bentuk-Bentuk Kekerasan terhadap Anak - Tinjauan Yuridi Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Yang Menyebabkan Kematian (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri

0 0 28

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP APARAT KEPOLISIAN DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Bentuk kekerasan yang terjadi terhadap Aparat Kepolisian - Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Aparat Kepolisian Yang Menyebabkan Kematian(Studi Putusan Nom

0 0 20

KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERUNDUNGAN YANG MENYEBABKAN KORBAN BUNUH DIRI

0 0 17