BAB II TINDAK PIDANA KEKERASAN KOLEKTIF MENURUT HUKUM ISLAM
A. Pengertian Tindak Pidana Kekerasan Kolektif
Kekerasan menurut Kadish yang di kutip oleh Tb. Roni Nitibaskara bahwa kekerasan menuju pada semua tingkah laku yang bertentangan dengan undang-
undang, baik berupa ancaman saja maupun sudah merupakan suatu tindakan nyata yang mengakibatkan kerusakan terhadap harta benda, fisik atau mengakibatkan luka
berat bahkan kematian pada seseorang. Dalam kamus terdapat istilah “Geweld” yang berarti paksaan atau ancaman
dengan kekerasan.
11
Secara umum kekerasan berasal dari kata keras, sedangkan menurut etimologi berarti perihal yang bersifat dan berarti keras atau perbuatan
seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan mati atau menyebabkan kesakitan pada tubuh atau luka-luka pada orang lain.
12
Para fuqaha telah sepakat dalam merujuk bentuk kejahatan kekerasan kolektif dengan istilah turut serta Isytirak dalam pengertian bahasa, sedangkan dalam
pengertian istilah Abdul Qadir Audah memberikan Pengertian yang cukup komprehensif, yaitu :
11
Simangki, Rudi.T, Erwin JT. Prasetyo, Kamus Hukum, Jakarta: Akasara Baru 1982, h. 65
12
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesi, Jakarta: Balai Pustaka 1989, Cet. Ke- 2, h. 424
13
Artinya : “Turut serta dalam suatu tindak kejahatan dapat terjadi bila berbilangnya pelaku, dimana setiap dari mereka memberikan bagiannya dalam
melaksanakan tindak kejahatan itu, atau mereka saling bantu membantu dengan yang lainya atas terjadinya tindak kejahatan.”
Contohnya seseorang dengan berencana sebelumnya untuk melakukan tidak pidana kekerasan terhadap orang lain dengan membagi tugas masing-masing ketika
pelaksanaanya ada yang memegang, mengikat, memukul, dan menembaknya sehingga mengakibatkan kematian dengan kerjasama mereka untuk memudahkan
tujuannya tercapai maka mereka semua mendapatkan bagian hukumannya. Kalau di indonesia kasus terhahangat mengenai pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, direktur
PT Putra Rajawali Banjaran, anak perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia yang melibatkan ketua KPK Antasari Azhar.
Adapun dalam pelaksanaan tindak pidana kekerasan kolektif, terbagi menjadi beberapa kategori.
1. Pelaku melakukan tindak kejahatan kekerasan bersama-sama orang lain
memberikan bagiannya dalam melaksanakan tindak kejahatan kekerasan. Artinya secara kebetulan mereka bersama-sama.
2. Pelaku mengadakan kesepakatan dengan orang lain untuk melakukan kejahatan
kekerasan. 3.
Pelaku menyuruh menghasut orang lain untuk berbuat tindak kejahatan
Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’al-Jina’i al-Islami, Beirut: Al-Risalah, 1992, Juz. 1, Cet ket-2, h.357
kekerasan untuk memberikan bantuan atau kesempatan untuk dilakukannya tindak kejahatan kekerasan dengan berbagai cara, tanpa turut berbuat.
14
Dalam hal adanya perbuatan kolektif pelaku, para fuqaha mengadakan pemisahan. Apakah kolektivitas pelaku dalam mewujudkan suatu tindak kekerasan
itu terjadi secara kebetulan, atau memang sudah direncanakan bersama-sama sebelumnya. Keadaan pertama di sebut “ Tawafuk ” dan keadaan kedua disebut “
Tamalu ”.
15
Pada tawafuk bermakna niat orang-orang yang turut serta dalam tindak pidana adalah untuk melakukan, tanpa adanya kesepakatan permufakatan sebelumnya di
antara mereka. Dengan kata lain, masing-masing pelaku berbuat karena dorongan pribadinya dan pkirannya yang timbul seketika itu.
16
Hal ini seperti yang terjadi pada kasus kerusuhan yang terjadi secara spontanitas. Para pelaku kerusuhan itu berkumpul tanpa ada permufakatan
persepakatan sebelumnya dan melakukan berdasarkan dorongan pribadi dan pikirannya secara spontanitas. Pada kasus ini, dan yang semisalnya diartikan bahwa
diantara para pelaku terjadi secara kebetulan. Karena itu, masing-masing dari mereka hanya bertanggung jawab atas perbuatannya dan tidak menanggung akibat perbuatan
orang lain. Contohnya pada saat demonstrasi yang dilakukan mahasiswa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak atau dilakukan olek pekerja buruh menimta
14
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1993 cet. Ke-5, h. 136
15
A. Djazuli, Fiqih Jinayah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1997 cet. Ke-2, h. 17
16
Alie Yafie dkk, Ensiklopedi Hukum Pidan Islam, Jakarta, PT.Khalisma Ilmu: 2008, Cet. 1, Jilid. 4, h. 37
kenaikan gaji dan THR. disaat seperti ini sering terjadi keributan yang menimbulkan tindakan kekerasan.
Sedangkan dalam kasus Tamalu, para pelaku telah bersepakat untuk melakukan suatu tindak pidana dan menginginkan bersama terwujudnya hasil tindak
pidana itu. Apabila dua orang bersepakat untuk membunuh seseorang kemudian keduanya pergi menjalankan aksinya, seorang di antara keduanya mengikat korban,
sedangkan yang lain memukul kepalanya hingga mati, keduanya bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut.
17
Pernah terjadi peristiwa Tamalu pelaku kejahatan yang merencanakan sebelumnya yakni pada masa Khalifah Sayidina Umar bin Khatab r.a, dimana
seorang wanita tinggal di Shan’a ia ditinggal oleh suaminya. Sang suami meninggalkan seorang anak agar tetap tinggal bersama isterinya, suatu ketika isteri
terpengaruh oleh godaan setan, dia mencari kekasih lagi, wanita itu berkata kepada sang kekasih : “Anak ini akan mengganggu kebahagian kita”. Akhirnya mereka
sepakat untuk membunuhnya, dan terkumpullah enam orang laki-laki dan seorang wanita sebagai tersangka pembunuh. Dalam riwayat yang lain dikatakan jumlahnya
kurang dari itu. Pada waktu yang telah ditentukan mereka sepakat membunuhnya, lalu memasukkannya kedalam sebuah tempat yang terbuat dari kulit dan dilemparkan
ke sebuah sumur tua di pinggir desa. Anak tadi ditemukan oleh masyarakat desa dalam keadaan tidak bernyawa. Kekasih wanita tadi mengakui kesalahannya, begitu
17
Yafie dkk, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, h. 38
pula sang isteri yang menyeleweng tadi. Gubernur Shan’a Ya’la bin Umaya menulis surat kepada Umar bin Khatab
untuk memberitahukan kasus tesebut, Umar meminta pendapat dari pada sahabatnya. Ali berkata: “Wahai Amirul Mukminin, bagaimana pendapat anda jika ada
sekelompok orang bersama-sama melakukan pencurian terhadap unta yang sudah disembelih yang ini mengambil sepotong dan yang lainnya lagi mengambil sepotong,
apakah anda akan memotong tangannya. Umar menjawab: “Benar”. Ali berkata lagi: dalam kata-katanya yang terkenal Umar berujar: Apabila ada sekelompok orang
sepakat membunuh satu orang, maka mereka semua dibunuh juga. Ini berpijak pada riwayat Imam Malik.
: +,
- .
1 2
3 4
5 646
6 5 + 7
18
Artinya: Imam As-Syafi’I berka r.a.Imam Malik mengabarkan kepada kami dari Yahya bin Said dari Said Ibnu Musayab bahwasannya Umar bin Khatab r.a.
berkata lima atau tujuh orang jika membunuh satu orang membunuhnya dengan modus pembunuhan bersekongkol. Dan Umar berkata seandainya
Negeri Shan’a bersepakat membunuh maka niscaya akan aku bunuh. Dalam riwayat ini Imam Syafi’i mendengar kemudian berkomentar bahwa banyak
dari para mufti dan telah sampai kepada beliau, bahwa mereka berkata jika dua, tiga atau lebih orang yang membunuh satu orang dengan sengaja.
Abu Abdillah Bin Muhammad Idris As-Syafi’i, al-Umm Beirut Libanon: Darul Fikr, 1990, Jilid 3, h. 24
Maka walinya harus membunuh mereka semua.
B. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Kekerasan Kolektif