23
BAB II SEJARAH SERIKAT PEKERJA DI INDONESIA
A. Serikat Pekerja di masa Kolonial Belanda 1920an
Pada masa penjajahan, Serikat Pekerja Serikat Buruh dalam arti yang sebenarnya tidak ada, hanya ada dalam lapangan sosial dan Olahraga. Bentuk
yang ada yaitu Vak Verband. Diantara Perkumpulan Serikat Pekerja yang telah berdiri yaitu V.S.T.P Vereniging Van Spooren Tramweg Personcel yaitu
perkumpulan pegawai dari semua angkutan darat kereta api dan trem, kemudian menyusul P.P.P.B Perserikatan Pegawai Pegadaian Bumi Putra, yaitu
perkumpulan Pegawai dari jawatan Pegadaian. Demikian juga di daerah-daerah lain bermunculan organisasi Serikat
Pekerja, misalnya di Sumatera Selatan ada P.P.P.M Persatuan Pegawai Petrokum Maatschap. Sejak tahun 1919 sudah dicanangkan rencana untuk mempersatukan
Serikat Pekerja ini, namun masih selalu tidak berhasil. Kegiatan Serikat Pekerja masih terbatas dalam usaha sosial dan olahraga
dan ada kalanya ikut mencampuri politik sebagai usaha kaum politik dalam memperkuat untuk mengadakan pergerakan perjuangan kemerdekaan dan
kebebasan dari penjajah. Rencana perpusatan terbentuk dengan nama Persatuan Pergerakan Kaum
Buruh P.P.K.B, dan pada tahun yang sama terjadilah pemogokan-pemogokan yang dilakukan buruh dengan tuntutan perbaikan nasib kaum buruh.Dengan
adanya pemogokan ini maka pemerintah waktu itu mengeluarkan larangan mogok. Larangan ini dikeluarkan dengan alasan bahwa mogok itu bukan
bertujuan menuntut kenaikan upah, tetapi adalah merupakan aksi politik.
Universitas Sumatera Utara
24
Pemogokan terjadi di semua unit produksi. Pemogokan berjalan cukup lama 2bulan dan menghasilkan sedikit perbaikan, juga membuka mata bahwa
peraturan perburuhan yang ada sangat berat sebelah dimana pemilik modal dapat berbuat semaunya dan dapat mengakibatkan timbulnya pemogokan.
Pada waktu ini 1920 pemerintah telah mempersoalkan upah minimum bagi buruh dan mempersoalkan lembaga tetap untuk kaum pemilik modal dan
buruh bersama-sama. Namun tindakan nyata atas persoalan tersebut belum ada. Pertengahan tahun 1921 terjadi perpecahan gabungan Serikat Pekerja
buruh yang telah dibentuk PPKB itu, yaitu dengan keluarnya beberapa perkumpulan dan mendirikan gabungan baru yang diberi nama “Revolitionaire
Vakcentrale” berkedudukan di Semarang, selain PPKB yang masih terus menerus dan berkedudukan di Yogya.
Pada tahun 1922 pemogokan masih berlangsung terus dan pengikutnya diantaranya 20 adalah pegawai pemerintah. Pemogokan ini bukan karena hal
gaji, tetapi karena perlakuan yang merendahkan dan menghina Pegawai Bumi Putra. Revolitionaire Vakcentrale menganjurkan pemogokan umum yang akan
memberikan manfaat bagi buruh karena pemerintah H.B takut akan hal ini. Dan sebagai balasan dari pemerintah H.B. ditangkap beberapa tokoh kaum buruh dan
dibuang dikeluarkan dari Hindia Belanda. Namun tokoh Revolitionaire Vakcentrale Semaun tidak ikut campur di
dalam pemogokan itu karena dia keluar negeri mengikuti Kongres Kaum Buruh dari Timur Jauh di Rusia. Dan sekembalinya dari sana direncanakan
mengembalikan gabungan yang telah pecah itu. Dan rencananya ini terlaksana
Universitas Sumatera Utara
25
pada tahun 1922 dengan nama Persatuan Vakbonden Hindia P.V.H dengan anggota-anggotanya dari buruh partikulir dan serikat sekerja buruh pemerintah.
Serikat-Serikat Sekerja timbul tenggelam dalam aksi pemogokan yang sebagaimana diketahui bahwa Serikat Pekerja waktu itu banyak dipengaruhi
aliran-aliran kebangsaan sosialis agama dan netral yang tujuannya untuk menuju kemerdekaan dan kebebasan. Jadi Serikat Pekerja pada zaman penjajahan
berfungsi dua, yaitu dalam usaha cita-cita untuk mencapai kesejahteraan dikalangan buruh khususnya, rakyat umumnya dan keduanya ikut
memperjuangkan kemerdekaan. Pemogokan yang dilakukan oleh suatu serikat sekerja merembet ke serikat
sekerja yang lain. Adanya pemogokan dibeberapa tempat, kaum majikan bersatu dengan pemerintah untuk menindas dengan kekerasan dan bahkan disusul dengan
penangkapan. Campur tangan Pemerintah itu adalah dengan mencantumkan larangan mogok dalam KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu pada
pasal 161 Bis yang berbunyi : “Dihukum penjara selama-lamanya 5 tahun atau denda sebanyak-
banyaknya seribu rupiah barang siapa menyebabkan atau memudahkan beberapa orang tidak menjalankan pekerjaan atau
meskipun diperintah dengan syah, enggan menjalankan pekerjaan yang dijanjikannya itu atau ditanggungnya kepada jabatannya,
yaitu dengan maksud supaya tertib umum terusik atau rusak keadaan ekonomi masyarakat atau dengan diketahuinya atau patut
dapat disangkanya, bahwa karena perbuatan itu tertib umum itu akan terusik atau keadaan ekonomi masyarakat itu akan rusak.”
12
Dengan larangan mogok dari pemerintah masa itu dan dengan mengasingkan pemimpin-pemimpin kaum buruh, maka pemogokan terhenti.
P.V.H mendapat pukulan keras dengan pembuangan tokoh-tokohnya dan tahun
12
Pasal ini dicabut dengan undang-undang Nomor 1 tahun 1946.
Universitas Sumatera Utara
26
1926 P.V.H boleh dikatakan mati walaupun serikat-serikat sekerja anggotanya tetap ada.
Tahun 1929 muncul gabungan serikat buruh yang terdiri dari serikat pekerja pegawai pemerintah dan tidak terlibat dalam politik, nama gabungan ini
adalah P.V.P.N Persatuan Vakbonden Pegawai Negeri. Selain itu juga ada pegawai negeri yang tidak masuk dalam PVPN, mereka disebut Perhimpunan
Pegawai Bestuur Bumi Putra PPBB. PPBB bertujuan memajukan semangat yang baik dan bekerja bersama dalam pangreh praja, memperhatikan kepentingan
pemerintah, membangun rasa pertalian diantara pegawai pangreh praja dan memperhatikan kepentingan anggotanya.
Juga Pada tahun 1930 berdiri Persatuan Serikat Sekerja Indonesia P.S.S.I yang terdiri dari Serikat Buruh yang bukan pegawai pemerintah. PSSI ini ada
dibawah pengaruh Studieclub dan bekerja di luar lapangan politik, tetapi untuk perbaikan nasib kaum buruh yaitu penilaian upah, waktu kerja dikurangi dan
undang-undang sosial untuk melindungi kaum Buruh. Dan untuk itu, kaum sekerja harus mempunyai rasa senasib seperjuangan, teratur tegap dan berdisiplin.
PVPN sebagai gabungan serikat sekerja negeri tidak berpolitik dan anggotanya mencapai 29.700 orang dan 13 perkumpulan, antara lain perkumpulan guru-guru.
Tahun 1931 dapat dikatakan merupakan tahun yang sulit artinya kunjungan terus menerus turun, pemerintah Hindia Belanda merencanakan
pemotongan gaji bagi pegawai-pegawainya. PVPN merencanakan mengadakan fonds dana penganggur bagi anggotanya yang kehilangan pekerjaan. PVPN
menentang keras rencana pemerintah dalam penghematan belanja Negara. Atas aksi PVPN ini pemerintah mengeluarkan peraturan yang melarang pegawai negeri
Universitas Sumatera Utara
27
untuk menjadi anggota suatu serikat sekerja jika dalam pengurusnya tidak ada pegawai negeri. Pengurus serikat sekerja yang pegawai negeri itu selainnya
menjadi pengurus Serikat sekerja harus menerangkan bahwa Ia akan memperingati dan mempertahankan kepentingan pemerintah jajahan dan akan
menentang propaganda dan aksi yang merugikan tata tertib dan suasana, baik di kalangan pegawai negeri dengan kata lain keterangan setia kepada pemerintah.
Mulai sejak berdirinya PVPN hingga akhir tahun 30an telah melakukan beberapa kali kongresnya. Dan terkahir pada tahun 1939 pada kongres yang ke-8
diperoleh beberapa keputusan yang menyangkut: 1.
Peraturan gaji 2.
Peraturan buruh bulanan dan pekerja biasa 3.
Gaji minimum 4.
Peraturan sosial 5.
Lama waktu kerja 6.
Fonds dana anak yatim dari pegawai negeri bangsa Bumi Putra 7.
Terhadap pasal 161 bis KUHPidana Mengenai Pasal 161 bis KUHPidana, gerakan serikat sekerja mengatakan
bukan maksud mereka untuk mengadakan pemogokan. Mereka mengakui perlu adanya larangan mogok. PVPN mengharap pasal 161 bis KUHPidana ini dicabut,
karena susunan kata-katanya kurang jelas dan bersifat luas sehingga mudah menafsirkan dan pemakaian yang tidak benar.
Disamping Serikat Sekerja Buruh pegawai negeri, ada juga serikat sekerja buruh pegawai buruh partikulir yang bernama P.S.S.I Persatuan Serikat Sekerja
Indonesia. Jika dibanding dengan PVPN, anggota P.S.S.I masih kecil.
Universitas Sumatera Utara
28
Selain itu gerakan-gerakan politik juga menyusun tenaga kaum buruh sehingga diantara partai politik memiliki organisasi anak dikalangan buruh misalnya CPBI
Centrale Perkumpulan Buruh Indonesia dari PNI. Pada tahun 1941 di Semarang berdiri gabungan Serikat Sekerja Partikuler
Indonesia GASPI dengan tujuan mengusahakan pekerjaan bersama-sama yang tetap dan teratur, untuk kepentingan serikat-serikat sekerja bersama.
Pada waktu mendirikan GASPI telah diambil keputusan: 1.
Meminta kepada Pemerintah supaya serikat sekerja diberi suatu tempat kedudukan dan diberi suatu tempat kedudukan dan diberi hak ikut
mengatur hal penetapan penghargaan buruh di perusahaan-perusahaan. 2.
Meminta kepada perusahaan-perusahaan Indonesia untuk bekerja ke arah itu.
Selama masa penjajahan Belanda, gerakan serikat sekerja menunjukkan aktivitas kaum buruhnya sejalan dengan gerakan kebangsaan dan kemerdekaan
Tanah Air disamping cita-cita untuk mencapai kesejahteraan dikalangan buruh khususnya. Dengan masuknya pendudukan Jepang, suasana perkumpulan agak
lain dari zaman Belanda. Jepang membawa angin seolah-olah Jepang akan menjadi pembebas bangsa untuk menuju kemerdekaan. Sebenarnya Jepang
memperalat Indonesia dalam menghadapi Sekutu. Jepang mengundangkan undang-undang perang, sehingga kaum Buruh sangat tertindas. Tenaganya
dikerahkan untuk kepentingan perang. Namun demikian semangat juang bangsa dan rakyat Indonesia tetap besar, dimana organisasi tetap bermunculan walaupun
secara illegal.
13
13
T. Moestafa, Sekilas Gerakan Buruh di Indonesia Medan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 1981, hal. 9-19.
Universitas Sumatera Utara
29
B. Serikat Pekerja Setelah Kemerdekaan 1945-1966