Pengurusan Bestuur Harta Kekayaan dalam Perkawinan Menurut

16 1. Harta Bersama, yaitu harta kekayaan yang dihasilkan melalui jerih payah suami danatau istri selama mereka diikat oleh tali perkawinan, bukan harta yang berasal dari harta perorangan atau pribadi yang berasal dari pencaharian sendiri sebelum perkawinan, dan bukan pula harta yang diperoleh pada saat perkawinan melalui warisan, hibah dan hadiah; 2. Harta Pribadi, yaitu harta kekayaan perorangan baik itu harta perorangan suami atau harta perorangan istri yang berasal dari pencaharian masing- masing sebelum perkawinan, dan harta yang diperoleh ketika terikat tali perkawinan melalui warisan, hibah, dan barang-barang hadiah.

B. Pengurusan Bestuur Harta Kekayaan dalam Perkawinan Menurut

Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Pada prinsipnya dalam pengurusan harta kekayaan dalam perkawinan baik suami maupun istri dapat menggunakan sesuai dengan kehendaknya masing- masing seperti menjual, memperbaikinya, memberikan kepada orang lain dan sebagainya, selama itu tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum lainnya. Dan juga tidak diperkenankan mengganggu hak orang lain, yang menjadi masalah mengenai harta kekayaan suami istri ini ialah mana yang dapat dimasukkan ke dalam harta persatuan suami istri dan yang merupakan harta kekayaan pribadi dari masing-masing pihak suami istri. 4 Dalam peraturan 4 Husni Syawali, Pengurusan Bestuur Atas Harta Kekayaan Perkawinan Menurut KUH Perdata, Undang-undang Nomor 1 Tahun1974 Tentang Perkawinan Dan Hukum Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, cet.1, h.72. 17 Perundang-undangan di Indonesia, Pengelolaan harta kekayaan dalam perkawinan diatur sebagai berikut: 1. Harta Bawaan Harta Bawaan, yaitu harta benda atau barang-barang tertentu yang dibawa baik oleh suami atau istri pada waktu kawin. Apabila suami yang memperoleh barang itu, maka ia sendiri menjadi pemiliknya dan istri tidak ikut memilikinya, tetapi dapat turut menikmati manfaat dari hasil barang-barang itu. Demikian juga sebaliknya, dengan harta bawaan istri. Apabila melakukan perbuatan hukum dengan barang-barang tersebut maka tidak diperlukan persetujuan terlebih dahulu dari salah satu pihak karena masing-masing suami istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum terhadap harta bawaan tersebut. Sesuai dengan isi Pasal 36 ayat 2Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan: ”Mengenai harta bawaan masing- masing suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya”. 2. Harta Bersama Harta bersama yaitu harta benda yang diperoleh suami atau istri secara bersama di dalam perkawinan melalui pencaharian bersama bukan berasal dari harta perorangan yaitu harta pencaharian sebelum perkawinan, warisan, hibah, dan barang-barang hadiah. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 35 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 t ahun 1974 tentang Perkawinan: ”Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama”. Dalam hal 18 pengurusan harta bersama ini menjadi hak dan kewajiban suami istri secara bersama. Baik suami atau istri dapat mempergunakannya dengan persetujuan salah satu pihak. Sesuai dengan isi Pasal 36 ayat 1Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan: ”Mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak ”. 3. Hadiah atau Warisan Hadiah yaitu harta yang diperoleh dari suatu pemberian yang timbul karena rasa simpatik terhadap seseorang yang berprestasi atau menghargai seseorang yang disebabkan hal-hal tertentu. 5 Hadiah dalam hal ini dapat diartikan juga harta yang didapat oleh pengantin pada waktu pernikahan dilaksanakan. Sedangkan harta yang berasal dari warisan yaitu harta pengoperan yang berbentuk materil dan imateril dari satu generasi ke generasi selanjutnya. 6 Untuk pengurusan harta kekayaan perkawinan yang berasal dari hadiah atau warisan adalah menjadi hak dan kewajiban masing-masing suami atau istri pemilik harta tersebut. Pasangan dari suami atau istri tidak perlu persetujuan dari pasangannya masing-masing apabila melakukan perbuatan hukum terhadap harta tersebut. Selanjutnya, dengan adanya ikatan perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita, berakibat timbulnya hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban 5 Ibid., h.51. 6 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, h.248. 19 suami istri ini diatur dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 34 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Suami istri dalam membina kehidupan berumah tangga dan dalam pergaulan masyarakat mempunyai kedudukan hak dan kewajiban yang sama. Dalam lingkungan masyarakat terkecil, suami istri tidak dapat menghindari kewajibannya dalam hal membina rumah tangga. Hal ini disebutkan dalam Pasal 31 ayat 1 Undang- undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan: ”Hak dan kewajiban suami istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat .” Meskipun hak dan kwajiban suami istri itu sama, akan tetapi dalam hal pemegang pimpinan keluarga tetap berada pada pihak suami dan istri sebagai ibu rumah tangga. Sehubung dengan hak dan kewajiban dalam kehidupan berumah tangga seperti tersebut diatas, ada lagi yang tidak kalah pentingnya yaitu yang berkaitan dengan harta kekayaan dalam rumah tangga. Hak dan kewajiban dalam pengurusan harta kekayaan dalam rumah tanggabestuur meliputi 3 tiga macam harta, yaitu harta bawaan, harta bersama dan harta yang berasal dari hadiah atau warisan. Hal ini telah diatur dalam Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 35 berbunyi: 1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama; 20 2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah pengawasan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Pasal 36 berbunyi: 1. Mengenai harta bersama, suami istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak; 2. Mengenai harta bawaan masing-masing suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya. Adapun hutang piutang suami istri selama perkawinan, suami istri tersebut bertanggung jawab dengan harta bersama mereka, maupun dengan harta bawaan mereka. Apabila hutang tersebut adalah hutang suami, maka suami yang bertanggung jawab dengan harta bawaannya dan dengan harta bersama. Harta bawaan istri tidak ikut dipertanggung jawabkan untuk hutang suami apabila tidak mencukupi untuk menutupi pembayaran hutang tersebut begitupun sebaliknya dengan hutang istri. Yang menyangkut hutang suami istri setelah perceraian suami istri bertanggung jawab sendiri dengan hartanya. 7 Dalam hal kelebihan suami atas istri tidak boleh dijadikan alasan untuk bertindak sekehendak hatinya bahkan tidak boleh merampas hak dan martabat istri, juga tidak dapat dibenarkan menggunakan harta kekayaan milik istri untuk kepentingan dirinya sendiri apalagi digunakan untuk membelanjai kebutuhan atau 7 Syawali, Pengurusan Bestuur Atas Harta Kekayaan Perkawinan Menurut KUH Perdata Undang-undang Nomor 1 Tahun1974 Tentang Perkawinan Dan Hukum Islam, hal. 97. 21 keperluan rumah tangga yang menjadi tanggung jawab suami. Namun demikian Islam tetap memberikan kesempatan kepada suami untuk menggunakan dan menikmati harta kekayaan istri dengan syarat ada persetujuan dari istri. Hal ini ditegaskan dalam surat An- Nisa’ 4: 4, berbunyi:                Artinya : ”Berikanlah maskawin mahar kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah ambillah pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya .” QS. An- Nisa’ 4: 4

C. Dasar Hukum Pembagian Harta Bersama Pasca Perceraian