Menurut Imamiyah dan Imam Hanafi: Menurut Imam Syafi’i bahwa barang-barang yang bisa dipakai bersama,

27 dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan ”. QS. Al-Baqarah 2 : 233

4. Perabot Rumah Tangga Mata’ul Bait

Setiap perkawinan tidak terlepas dari adanya perabot rumah tangga, karena merupakan salah satu faktor penunjang suatu rumah tangga. Perabot rumah tangga ini dapat dipergunakan oleh semua anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Perabot rumah tangga merupakan kewajiban suami untuk menyediakannya, adapun istri tidak berkewajiban untuk menyediakan apapun dalam hal perabot rumah tangga. Apabila terjadi perselisihan antara suami istri tentang sesuatu perabotan rumah tangga, maka persoalannya harus diteliti terlebih dahulu. Perabotan rumah tangga itu diteliti terlebih dahulu apakah perabotan itu khusus untuk laki-laki, khusus untuk wanita atau dapat dipergunakan secara bersama. Apabila telah diteliti maka penyelesaian perselisihan antara suami istri mengenai perabot rumah tangga dapat diselesaikan dengan 3 tiga penyelesaian, yaitu:

a. Menurut Imamiyah dan Imam Hanafi:

1 Barang-barang perabot rumah tangga khusus untuk laki-laki, contohnya pakaian pria, perangkat teknik atau kedokteran manakala suami seorang insinyur atau dokter. Barang-barang seperti ini pemiliknya ditentukan berdasarkan pernyataan klaim suami disertai 28 sumpah, kecuali bila terdapat bukti yang menyatakan bahwa barang- barang tersebut betul-betul milik istri; 2 Barang-barang perabot rumah tangga khusus untuk wanita, contohnyapakaian wanita, perhiasan, mesin jahit, alat-alat kecantikan. Barang-barang seperti ini pemiliknya ditentukan berdasarkan pernyataan klaim istri disertai sumpah, kecuali bila terdapat bukti yang menyatakan bahwa barang-barang tersebut betul-betul milik suami; 3 Bila barang-barang tersebut dapat dipegunakan secara bersama, contohnya selimut, kasur, furniture dan lain-lain. Barang-barang seperti ini pemiliknya ditentukan berdasarkan pihak yang dapat menunjukkan bukti. Apabila kedua belah pihak tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikannya, maka masing-masing pihak diminta bersumpah bahwa barang-barang itu memang miliknya. Sesudah keduanya diminta bersumpah, barang-barang itu dibagi dua. Apabila salah seorang bersedia bersumpah sedang seorang lagi tidak, maka barang-barang itu diberikan kepada pihak yang bersumpah.

b. Menurut Imam Syafi’i bahwa barang-barang yang bisa dipakai bersama,

ataupun barang-barang yang hanya dipakai oleh salah satu pihak adalah milik bersama. 12 12 Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, h.381 29 Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam hal harta bersama, hukum Islam paling sederhana mengaturnya, tidak rumit, dan mudah untuk dipraktikkannya. Hukum Islam tidak mengenal adanya percampuran harta milik suami dengan harta milik istri, masing-masing pihak bebas mengatur harta milik masing-masing dan tidak diperkenankan adanya campur tangan salah satu pihak dalam pengaturannya. Ikut campur salah satu pihak hanya bersifat nasihat saja, bukan penentu dalam pengelolaan harta milik pribadi suami atau istri tersebut. 13 Meskipun hukum Islam tidak mengenal adanya percampuran harta pribadi masing-masing ke dalam harta bersama suami istri tetapi dianjurkan adanya saling pengertian antara suami istri dalam mengelola harta pribadi tersebut. Apabila dikhawatirkan akan timbul hal-hal yang tidak diharapkan, maka hukum Islam memperbolehkan diadakan perjanjian perkawinan prenuptial agreement sebelum pernikahan dilaksanakan. Apa yang disebut harta bersama dalam rumah tangga, pada mulanya didasarkan atas ’urf atau adat istiadat dalam sebuah negeri yang tidak memisahkan antara hak milik suami dan istri. Harta bersama tidak ditemukan dalam masyarakat Islam yang adat istiadatnya memisahkan antara harta suami dan harta istri dalam sebuah rumah tangga. Dalam masyarakat Islam seperti ini, hak dan kewajiban dalam rumah tangga, terutama hal-hal yang berhubungan dengan pembelanjaan, diatur secara ketat. 14 13 Ibid, h.111. 14 Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer Analisis Yurisprudensi Dengan Pendekatan ushuliyah, Jakarta: Kencana, 2004, h.59. 30 Masyarakat Islam di Indonesia memiliki adat istiadat yang tidak memisahkan harta suami dan harta istri dalam sebuah rumah tangga. Dengan demikian, seluruh harta yang diperoleh setelah terjadinya akad nikah, dianggap harta bersama suami istri tanpa mempersoalkan jerih payah siapa yang lebih banyak dalam usaha memperoleh harta itu. Dalam rumah tangga seperti ini, rasa kebersamaan lebih menonjol, dan menganggap akad nikah mengandung persetujuan kongsi dalam membina kehidupan rumah tangga. Maka apabila terjadi perceraian, terjadilah persoalan pembagian harta bersama. Sayuti Thalib menulis dalam bukunya yang berjudul ”Hukum Kekeluargaan Indonesia”, menyebutkan bahwa: 15 ”Walaupun demikian telah dibuka kemungkinan syirkah atas hartakekayaan suami istri itu secara resmi dan menurut cara-cara tertentu. Suami istri dapat mengadakan syirkah yaitu percampuran harta kekayaan yang diperoleh suami dan atau istri selama adanya perkawinan atas usaha suami atau istri sendiri-sendiri, atau atas usaha mereka bersama-sama. Begitupun mengenai harta kekayaan usaha sendiri-sendiri, sebelum perkawinan dan harta-harta yang berasal bukan dari usaha salah seorang mereka atau bukan dari usaha mereka berdua, tetapi berasal dari pemberian atau warisan atau lainnya yang khusus teruntuk mereka masing- masing, dapat tetap menjadi milik masing-masing. Baik yang diperolehnya sesudah mereka berada dalam ikatan suami istri tetapi dapat pula mereka syirkahkan .” Menurut M. Yahya Harahap dalam buku Abdul Manan “Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia”, bahwa sudut pandang hukum Islam terhadap harta bersama ini adalah pencaharian suami istri semestinya masuk dalam rub’ul mu’amalah, tetapi ternyata secara khusus tidak dibicarakan. Oleh 15 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: Hecca Pub, 2005, ed. 1, cet.2, h.86. 31 karena itu masalah pencarian bersama suami istri adalah termasuk perkongsian atau syirkah. 16 Secara etimilogi, asy-syirkah berarti pencampuran, yaitu pencampuran antara sesuatu dengan yang lainnya, sehingga sulit dibedakan. Secara terminologi, pada dasarnya definisi yang dikemukakan oleh para ulama fiqih hanya berbeda secara redaksional sedangkan esensi yang terkandung di dalamnya sama, yaitu ikatan kerja sama antara orang-orang yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan. 17 Syirkah secara umum terbagi dalam 3 tiga bentuk, yaitu: 1. Syirkah Ibahah, yaitu : Persekutuan hak semua oranguntuk dibolehkan menikmati manfaat sesuatu yang belum ada di bawah kekuasaan seseorang; 2. Syirkah Amlak Milik, yaitu : Persekutuan antara dua orang atau lebih untuk memiliki suatu benda. Syirkah Amlak Milik terbagi dua yaitu: a. Syirkah Milik Jabriyah, Persekutuan antara dua orang atau lebih untuk memiliki suatu benda yang terjadi tanpa keinginan yang bersangkutan, seperti persekutuan ahli waris; b. Syirkah Milik Ikhtiyariyah, Persekutuan antara dua orang atau lebih untuk memiliki suatu benda yang terjadi atas keinginan para pihak yang bersangkutan. 16 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2008, ed. 1, cet.2, h.111. 17 Gemala Dewi, Wirdyaningsih dan Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007, cet.3, h.115. 32 3. Syirkah Akad, yaitu : Persekutuan antara dua orang atau lebih yang timbul karena adanya perjanjian. Syirkah akad terbagi menjadi 4 empat, yaitu : 4. Syirkah Amwal, yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih dalam modalharta. Syirkah ini terbagi menjadi 2 dua, yaitu: a. Syirkah al’Inan, adalah persetujuan antara dua orang atau lebih untuk memasukkan bagian tertentu dari modal yang akan diperdagangkan dengan ketentuan keuntungan dibagi diantara para anggota sesuai dengan kesepakatan bersama, sedangkan modal masing-masing tidak harus sama; b. Syirkah al Mufawadhah, adalah persekutuan antara dua orang atau lebih dalam modal dan keuntungannya dengan syarat besar modal masing- masing yang disertakan harus sama, hak melakukan tindakan hukum terhadap harta syirkah harus sama dan setiap anggota adalah penanggung dan wakil dari anggota lainnya. 5. Syirkah ’Amal’Abdan Persekutuan KerjaFisik, yaitu Perjanjian persekutuan antara dua orang atau lebih untuk menerima pekerjaan dari pihak ketiga yang akan dikerjakan bersama dengan ketentuan upah dibagi diantara para anggotanya sesuai dengan kesepakatan mereka; 6. Syirkah Wujuh, yaitu Persekutuan antara dua orang atau lebih dengan modal harta dari pihak luar untuk mengelola modal bersama-sama tersebut dengan membagi keuntungan sesuai dengan kesepakatan bersama. Syirkah ini berdasarkan kepercayaan yang bersifat kredibilitas. 18 18 Tayaquddin An Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, Surabaya: risalah Gusti, 1996, h.163. 33 7. Syirkah Mudharabah Qirah, yaitu berupa kemitraan terbatas adalah perseroan antara tenaga dan harta seseorang pihak pertamasupplierpemilik modalmudharib memberikan haratnya kepada pihak lain pihak keduapemakaipengeloladharib yang digunakan untuk berbisnis, dengan ketentuan bahwa keuntungan laba yang diperoleh akan dibagi oleh masing- masing pihak sesuai dengan kesepakatan. Bila terjadi kerugian maka ketentuannya berdasarkan syara’ bahwa kerugian dalam mudharabah dibebankan kepada harta, dan tidak dibebankan sedikitpun kepada pengelola, yang bekerja. 19 Secara logika perkongsian itu boleh karena merupakan jalan untukmendapatkan karunia Allah, seperti dalam firman Allah surat Al- Jum’ah ayat 10. Adapun bunyi ayat tersebut yaitu :                 Artinya: Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebarlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah. QS. Al-Jumuah 62 : 10 Mengingat perkongsian itu banyak macamnya terjadilah selisih pendapat tentang kebolehannya. Perkongsian yang menurut ulama tidak diperbolehkan yaitu yang mengandung penipuan. Dalam kaitannya dengan harta kekayaan di syari’atkan peraturan mengenai muamalat. Karena harta bersama hanya 19 Afzalur Rahman, Dokrin Ekonomi Islam jilid 4, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1996, h.380. 34 dikenaldalam masyarakat yang adat istiadatnya mengenal percampuran harta kekayaan, maka untuk menggali hukum mengenai harta bersama digunakan qaidah kulliyah yang berbunyi : Artinya: “Adat kebiasaan itu bisa menjadi hukum” Menurut Muhammad al-Zarqa w.1357 H, adat dapat dibagi menjadi ke dalam dua kelompok, yaitu: ’ammah dan khassah. Adat ’ammah adat umum maksudnya adalah suatu perbuatan atau prilaku yang berlaku umum di seluruh negara, sedangkan ’adat khassah adat khusus maksudnya adalah suatu perbuatan atau prilaku yang berlaku umum di sebuah negara. Dengan demikian, berlaku umum merupakan syarat diperhitungkannya adat, baik adat yang umum maupun yang khusus. Menurutnya, apabila tidak ada nash al-Q ur’an dan Sunnah yang menentangnya, maka tidak perlu diperbincangkan lagi untuk diperhitungkan, sehingga adat tersebut dapat dijadikan hujjah. 20 Qaidah Al- „Adatu Muhakkamah dapat digunakan dengan syarat-syarat tertentu, yaitu: 21 1. Tidak bertentangan dengan syari’at; 2. Tidak menyebabkan kemafsadatan dan tidak menghilangkan kemaslahatan; 3. Telah berlaku pada umumnya umat muslim; 20 Ade Dedi Rohayana, Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2008, h.218. 21 Burhanudin, Fiqih Ibadah, Bandung: CV Pustaka Setia, 2001, h. 263. 35 4. Tidak berlaku dalam ibadah mahdlah; 5. Urf tersebut sudah memasyarakat ketika akan ditetapkan hukumnya; 6. Tidak bertenntangan dengan yang diungkapkan dengan jelas. Dalam hal ini, harta bersama dalam perkawinan itu digolongkan dalam bentuk syirkah abdan dan syirkah mufawadlah. Adanya syirkah antara suami istri sejauh mengenai harta yang akan diperoleh atas usaha selama dalam ikatan perkawinan itu, berdasarkan keadaan masyarakat itu sendiri seperti adanya kenyataan: 22 1. Kesempatan istri mencari kekayaan dan berusaha sendiri sangat terbatas dibandingkan dengan kesempatan seorang suami; 2. Terselenggaranya dengan baik bagian pekerjaan yang dipegang oleh istri dalam suatu rumah tangga yang merupakan pekerjaan yang cukup berat, merupakan sebab langsung bagi suami untuk dapat menguruskan pekerjaan dan usahanya jauh dari rumah mereka dengan perasaan tenang dan sungguh- sungguh. Dari penjelasan diatas, syirkah dalam hal pembagian harta bersama merupakan bentuk kerjasama antara suami dan istri untuk membangun sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah termasuk didalamnya harta dalam perkawinan. Dalam kitab-kitab fiqih disebutkan hanya secara garis besar saja, sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda terhadap suatu masalah yang dihadapi dalam kenyataan. Namun demikian para pakar hukum Islam di Indonesia 22 Herlini Amran, “Fiqih Wanita Harta Istri = Harta Bersama?”, Ummi, No. 8XV, Januari- Pebruari 20041424 H, hlm. 44 36 merumuskan kaidah-kaidah harta bersama suami istri dalam perkawinan dengan melakukan pendekatan melalui jalur syirkah abdandan juga dengan menjadikan hukum adat ’urf yang berkembang dimasyarakat Indonesia sebagai sumber hukum,yang didukung dengan kaidah ”Al-„Adatu Muhakkamah”, sebagaimana dijelaskan terdahulu. 37

BAB III PENYELESAIAN GUGATAN HARTA BERSAMA PASCA PERCERIAN DI