Dunia Pendidikan dan Penerbitan K.H Ahmad Sanusi.

5. Kitab Ilmu Bahasa Arab a. Doeroesoennahwijjah KeteranganAjurmijah; b. Bahasan Adjroemijah; c. Kasjfoenniqob Tardjamah Qowai’doel Irob; d. Matan Sorof Bina Dengan Segala Ketera-ngannya; e. Bahasan Nadlom Jaqoeloe Ilmoe Sorof; f. Tanwiroerribat Sjarah Nadom Imriti. 6. Kitab AkhlakTasawwufTariqatDo’aAurod. a. Misabahoel Falah Wiridan Sore dan Soeboeh; b. Sirodjoel Afkar Wiridan Siang dan Malam; c. Matolioel Anwar Bab Istigfar; d. Bab Istighfar; e. Miftahoel Gina Tentang Tasbeh, f. Kitab Asmaoel Hoesna, g. Al Kawakiboeddoerrijjah Do’a2 Nabi; h. Daliloessairien Menerangkan Keoetamaan Solawat; i. Asmaoel Hoesna Dengan ma’nanja serta Choesoe-sijatnja; j. Fadoiloel Kasb iBab Kasab dan Ichtiar, k. Al-Madjama’atoelMoefidah Menerangkan Tiga Kitab; l. Attamsjijjatoel Islamijjah Manaqib Imam Ampat; m. Fachroel Albab Manaqib Wali2; n. Doe’a Nabi Ibrohiem; o. Mandoematurridjal Tawasoel Kepada Aulija; p. A’qoiduddoeror Mema’nakan Kitab Barzandji, q. Manaqib Sjech Abdoel Qodie Djaelani, r. Tardjamah Kitab Hikam, s. Al Djawahiroel Bahijah Tentang Adab-Adaban Istri, t. Pengadjaran Istri 2 Nomer; u. Al-DjawahiroelBahijjah Peradaban Istri; v. Tarbijatoel Islam Menerangkan Adab2 Islam. 7. Kitab Ilmu Mantiq Moethijjatoel Goelam Tardjamah Manteq Soelam. 8. Kitab Ilmu Bade’ Al-Kalimatoel Moebajjinah Ilmoe Badé. 9. Kitab Ilmu Bayan Kifajatoel Moebtadi Bahasan Samarqondie Ilmoe Bajan. 10. Kitab Sejarah a. Tarich Ahli Soennah; b. Lidjamoel Goeddar Bab Ajah Boenda Nabi; c. Mifatahoerrohmah Bab Hadijah. 11. Kitab Jum’ah a. Tanbihoettoelabah Choetbah Djoemah; b. Bab Djoemah; c. Sirodjoel Oemmah 70 Choesoesijat Djoemah; d. Fathoel Moeqlatain Tentang Pendirian Djoemah. 12. Kitab Munadoroh Tardjamah Ilmoe Moenadoroh. 13. Lain-lain a. Tasjqiqoel Aoeham Menolak Madjalah Tjahaja Islam; b. Silahoel Basil Menolak Kitab Tazahiqoel Bathil; c. Arroe’oedijjah Menolak Dowabit Qontoerijah d. Al-Hidajatoel Islamijjah 10 Buku Hrf Latin; e. Tahdziroel Afkar Menolak Kitab Tasfijatoel Afkar; f. Tahdziroel Awam Menerangkan Kesetiaan Madjalah Tjahaja Islam; g. Tolakan Kepada Foetoehat; h. Koerseos Al-Ittihad; i. Pengadjaran Al-Ittjihad 7 Nomer; j. Tabligoel Islam 10 Nomer; k. Addaliel 10 Nomer; l. Noeroel Iman 5 Nomer; m. Mindoroh; n. Bab Adzan Awal; o. Hoedjdjatoel Qot’ijjah; p. Al-Moefid 6 Nomer; q. Al-Kalimatoel Moezhiqoh; r. Tanwiroeddoelam fi Firoqil Islam; s. Koerses Lima Ilmoe 10 Nomer; t. Addaliel 10 Nomer. 35 Selain dari judul-judul kitab tersebut di atas, menurut pengakuan keluarga masih ada karangan lainnya yang belum tercatat baik yang masih dalam bentuk manuskrif tulisan tangan, yang belum tercetak, maupun yang sudah tercetak print book, jumlahnya diperkirakan sekitar 400-an judul kitab, namunkitabnya masih berada di tangan perorangan, atau di perpustakaan negeri Belanda, atau tempat-tempat lain, yang tentunya memerlukan penelitian lebih lanjut. Materi karya Ahmad Sanusi sebagaimana termaktub pada judul kitab di atas, meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti tafsir al- Qur’an, tauhid, fiqh, tasawwuf, nahwusyorof, mantiq, bade’, bayan, dan lain-lain. Karya itu ia tulis sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada saat itu, sehingga hasil karyanya relatif mudah dipasarkan bahkan dalam waktu singkat dicetak secara berulang-ulang. Kedalaman ilmu yang ia miliki dapat terlihat dari buah karyanya, seperti dalam kitab Tamsyiyyatu al-Muslimin fi Tafsiiri Kalaami Robbi al- ‘Aalamiin. Kitab tersebut ia tulis tidak hanya dengan menafsirkan kata perkata, akan tetapi ia tafsirkan pula secara lengkap dengan disertai asbabunnuzul-nya dari ayat-ayat al- Qur’an yang sedang ia bahas, serta dilengkapi pula dengan sumber kitab yang dijadikan rujukan dalam penafsirannya. Karya tulis Ahmad Sanusi ada pula yang menjadi bahan perdebatan diantara kaum ulama pada saat itu, seperti halnya menuliskan al- Qur’an dengan huruf latin. Hal yang menarik justru Ahmad Sanusilah orang Indonesia pertama yang menuliskan al- Qur’an dengan huruf latin dan menjelaskan maksud yang 35 Munandi Shaleh, K.H Ahmad Sanusi Pemikiran dan Perjuangannya Dalam Pergolakan Nasional, cet- 2, Sukabumi, At-Tadbir: 2013, hlm. 67-71. terkandung dalam al- Qur’an dikaitkan dengan pengetahuan umum dan sejarah terutama ayat-ayat yang menyangkut masalah-masalah kauniyah. 36 Dari kitab Raudhatul ‘Irfan karangan K.H Ahmad Sanusi inilah yang pada waktu Pemerintah Belanda pada waktu itu melarang untuk dapat dikembangkan dan disebarluaskan. Bagi Pemerintah Belanda, bahwa dari hadirnya kitab tersebut membuat bahaya bagi Pemerintah Belanda di kota Sukabumi. Dari kitabnya yang unik, namun bermanfaat yaitu kitab tafsiran Al- Qur’an yang di terjemahkan ke dalam logatnya beliau Sunda yang lainnya pun tidak ada yang seperti beliau dan pastinya tidak dibolehkan oleh Pemerintah Belanda. Bacaan kitab tersebut diterjemahkan dengan bahasa yang lain, yang lebih enak didengar, difahami dan lebih mendalam dalam menafsirkannya. 37 Selain menulis berbagai buku keagamaan, K.H Ahmad Sanusi secara aktif bergerak di bidang penerbitan. Beliau mengurus beberapa majalah yang isinya membicarakan masalah-masalah keagamaan. Pada bulan Maret 1931, K.H Ahmad Sanusi menerbitkan sebuah majalah bulanan yang diberi nama Al-Hidajatoel Islamijjah. Majalah ini diterbitkan dalam satu bulan sebanyak tiga edisi, yaitu bahasa Sunda dengan huruf Latin, bahasa Sunda dengan huruf Arab, dan bahasa Indonesia dengan huruf Latin.Tujuan diterbitkannya majalah itu diperjelas oleh K.H Ahmad Sanusi sebagai upaya memberikan pemahaman kepada umat Islam bahwa membenci para ulama tradisional merupakan kesalahan besar, seperti tercantum di halaman cover majalah tersebut. 38 Penerbitan majalah Al-Hidajatoel Islamijjah rupa-rupanya disambut positif oleh umat Islam. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya permintaan pembeli agar tanggal terbit majalah ini diterapkan secara konsisten dan adanya harapan agar majalah ini terbitkan lebih dari satu kali dalam satu bulan. Namun, kedua permintaan dari pembaca itu tidak dapat langsung K.H Ahmad Sanusi lakukan. Karena keterbatasan prasarana yang dimiliki K.H Ahmad Sanusi yaitu percetakan merupakan penyebab ketidakmampuan Al-Hidajatoel Islamijjah terbit secara konsisten tiap bulannya. Pada awal terbitnya, majalah ini dicetak dipercetakan 36 Munandi Shaleh, op.cit., hlm. 72-73. 37 Wawancara dengan Drs. K.H. Hasanudin M,Ag., pada tanggal 11 Februari 2014. 38 Miftahul Falah, S.S, op.cit, hlm. 86. milik orang lain sehingga harus tepat tidaknya majalah terbit sangat bergantung pada penuh tidaknya percetakan itu. Sebagai solusinya, K.H Ahmad Sanusi mengusahakan akan mendirikan sebuah percetakan. Sehingga jika memiliki percetakan sendiri, majalah dapat diterbit tiap bulannya pada tanggal yang sama. Dan pada akhirnya dipertengahan tahun 1932, Al-Hidajatoel Islamijjah diterbitkan dua kali dalam satu bulan. 39 Sebagai majalah yang bertujuan hendak meluruskan ajaran Islam dari pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran Islam. Dari majalah yang disajikan K.H Ahmad Sanusi, mengupas persoalan-persoalan yaitu Baboel Ijtihad, Azas Islam, keterangan Firqoh Islam, keterangan tentang Mazhab Ampat, pelajaran Tauhid dan Fiqih, dan Bab Tarikh. Dan terkadang pembahasan dalam majalah itu mengupas masalah-masalah khusus yang berbeda-beda, yaitu pada penebitan bulan Agustus 1932 Al-Hidajatoel Islamijjah mengangkat masalah Ahmadiyah Qodian. Intinya K.H Ahmad Sanusi menolak keberadaan Ahmadiyah Qodian sebagai bagian dari agama Islam. Secara tegas K.H Ahmad Sanusi menganjurkan kepada kaum muslimin untuk tidak berhubungan dengan mereka karena dikhawatirkan mereka akan menjadi Kufur. Selain menerbitkan Al-Hidajatoel Islamijjah, K.H Ahmad Sanusi pun menerbitkan majalah yang berisikan tentang tafsir Al- Qur’an. Tafsir ini diterbitkan secara berkala setiap bulan dan menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa pengantarnya. Majalah ini kemudian dijadikan sebagai bahan pengajaran oleh para kyai dan guru agama dalam mengajarkan tafsir Al- Qur’an kepada santrinya. Dari terbitnya majalah inilah menunjukkan bahwa K.H Ahmad Sanusi merupakan seorang ulama ahli Tafsir yang hasil pemikirannya menyebar di sekitar Priangan Barat. Keahlian yang dimiliki K.H Ahmad Sanusi ini, kelak akan menjadi salah satu rujukan ketika beliau dibebaskan dari Batavia Centrum oleh Pemerintahan Hindia Belanda. 40 39 Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 90-92. 40 Ibid., hlm. 93-94.

2. K.H Ahmad Sanusi Mendirikan Al- Ittihadiyatul Islamiyyah

AII. Para kyai yang ada di Sukabumi sering menghadapi kritikan dari kaum mujadid. Tidak hanya masalah furu, tetapi juga mereka menyerang berkaitan dengan masalah nasionalisme. Jawaban-jawaban mereka disampaikan secara lisan maupun tertulis sehingga terkesan sebagai jawaban perorangan. Sebagai sebuah komunitas yang memiliki keyakinan tertentu, mereka merasakan perlu adanya wadah atau organisasi yang akan memayungi aktivitas mereka. Dan pada tahun 1931, para ulama pengikut K.H Ahmad Sanusi menggelarkan pertemuan di Pesantren Babakan Cicurug yang di pimpin oleh K.H Moh. Hasan Basri dengan membicarakan berbagai persoalan keagamaan dan kemasyarakatan. Dan pada akhirnya, para kyai yang menghadiri pertemuan itu mencapai kesepakatan untuk membentuk sebuah organisasi yang akan diberi nama Al- Ittihadiat al-IslamiyahAII. Hal ini pun disepakati bahwa organisasi yang akan didirikan ini berasaskan Islam dan bertujuan mewujudkan kebahagiaan umat dengan menjalankan secara konsisten ajaran Islam berdasarkan atas mazhab Ahlus Sunnah Wal jama’ah. 41 Dan pada awal November 1931, K.H Ahmad Sanusi mengesahkan berdirinya Al-Ittihadiat al-Islamiyah AII di kantor pusat Tanah Tinggi No. 191, Kramat, Batavia Centrum. K.H Ahmad Sanusi mendirikan organisasi AII inipun mengatakan bahwa organisasi ini bukan organisasi politik, melainkan. Organisasi sosial-keagamaan. Salah satu tujuannya adalah memajukan pendidikan bagi kalangan bangsa pribumi. Mekipun demikian, K.H Ahmad Sanusi berupaya hendak menggugah kesadaran politik di kalangan para jama’ah dan anggota AII. Hal tersebut dipertegas dengan dimuatnya tulisan yang berjudul Indonesia Iboe Kita dan Islam dan Politik Internasional dalam Soeara Moeslim Edisi Juli dan Agustus 1932. Kedua tulisan itu berisi uraian yang bertujuan hendak menggugah bangsa Indonesia agar tidak bergantung dengan bangsa lain. Bangsa Indonesia harus memperjuangkan nasibnya sendiri dan tanah airnya demi untuk harga diri 41 Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 97-98. sebagai sebuah bangsa. Oleh karena itu isi ceramahnya yang dapat menggugah rasa nasionalisme dan disebarluaskannya artikel itu oleh Soeara Moeslim, Gubernur Jawa Barat menuduh AII terlibat dalam kegiatan politik. 42 Setelah AII dibentuk, frekuensi pertemuan K.H Ahmad Sanusi dengan para jama’ah atau anggota AII semakin meningkat. Dalam pertemuan itu, K.H Ahmad Sanusi sering mengupas makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al- Qur’an yang berhubungan dengan harga diri, persamaan, persaudaraan, nasionalisme, dan kemerdekaan. Masalah-masalah tersebut sengaja dibahas oleh K.H Ahmad Sanusi sebagai upaya menyadarkan bangsa Indonesia bahwa perpecahan di kalangan mereka sengaja diciptakan oleh Belanda agar kekuasaan kolonialismenya di Indonesia dapat dilanggengkan. Islam merupakan agama yang mengakui adanya persamaan dan menganjurkan untuk memperkuat persaudaraan di kalangan mereka. Kedua hal itu merupakan salah satu faktor bagi tumbuhnya nasionalisme sehingga yang akan menjadi landasan bagi upaya mencapai kemerdekaan. 43 Di dalam kegiatan organisasi AII yang didirikan K.H Ahmad Sanusi memberikan dampak positif, tidaklah heran jika aktivitas AII terutama di Sukabumi semakin meningkat sehingga melahirkan kekhawatiran mendalam dari kalangan birokrat. Mereka lebih merasa senang jika K.H Ahmad Sanusi tetap ditahan dan AII dibekukan. Padahal jika dibandingkan dengan organisasi sejenis, perkembangan AII pada tahun-tahun awal berdirinya berjalan lamban. Sampai tahun 1934, AII hanya memiliki sekitar empat belas cabang yang tersebar di daerah Sukabumi, Cianjur, dan Bogor. 44 Dan pada suatu saat pun pernah terjadi permasalahan oleh pendiri organisasi AII yaitu K.H Ahmad Sanusi dengan adanya kembali perdebatan antara K.H Ahmad Sanusi dengan ulama Pakauman. Gagasan K.H Ahmad Sanusi untuk mentransliterasi Al- Qur’an ke dalam huruf Latin mendapat respon negatif dari ulama Pakauman sehingga melahirkan perdebatan yang tidak kunjung usai. Sebenarnya, perdebatan ini sudah terjadi sebelum K.H Ahmad Sanusi di asingkan di Batavia Centrum tahun 1927. Dan setelah itu K.H Ahmad Sanusi dipindahkan 42 Miftahul Falah, S.S,op.cit, hlm. 98 102-103. 43 Ibid., hlm. 100. 44 Ibid., hlm. 106. pengasingannya di Sukabumi dengan menjadi tahanan Kota. Sesampai K.H Ahmad Sanusi di Sukabumi, perdebatan itu semakin memanas sehingga mendorong pejabat setempat untuk mempertemukan dua pihak yang berbeda pendapat. 45 Akhirnya perdebatan masalah boleh atau tidaknya penulisan Al- Qur’an dengan huruf latin yang dilakukan dari kumpulan pembela K.H Ahmad Sanusi dengan kumpulan ulama Pakauman itu ternyata tidak hanya dihadiri oleh kedua kelompok itu saja. Melainkan dari berbagai organisasi keIslaman dan kalangan pers serta 15.000 kaum muslimin mengikuti debat terbuka. Setelah mendengar penjelasan masing-masing pendapat, pihak komite mengambil keputusan bahwa mentransliterasi Al- Qur’an ke dalam huruf latin itu hukumnya dibolehkan. Mereka sependapat dengan K.H Ahmad Sanusi bahwa tidak ada satu pun dalam A- Qur’an yang mengharamkan transliterasi itu. Tentunya, keputusan yang diambil oleh Komite mengundang ketidakpuasan kelompok ulama Pakauman. Sampai akhirnya, K.H Uyek Abdullah kemudian menulis sebuah buku yang isinya menetapkan bahwa orang yang menulis Al- Qur’an ke dalam huruf latin adalah kafir sehingga halal darahnya untuk dibunuh. Pandangan tersebut direnpon dengan keras oleh K.H Ahmad Sanusi dengan mengirim surat kepada pemerintah. Surat yang dikirim tanggal 27 Februari 1937 itu mengatakan bahwa pandangan K.H Uyek Abdullah merupakan pikiran yang mengundang rasa tidak aman sehingga menimbulkan kerusuhan. Sehubungan dengan itu, beliau meminta untuk segera mengambil keputusan. Namun, protes tersebut tidak ditanggapi pihak pemerintah, mengingat posisi pemerintah yang mendukung ulama Pakauman. 46 Dan upaya lain yang dilakukan K.H Ahmad Sanusi adalah mendirikan dan mengelola sekolah, rumah sakit, yayasan anak yatim-piatu, koperasi, toko, dan baitul maal. Upaya ini merupakan cita-cita AII di bidang sosial untuk meningkatkan kesejahtraan para anggotanya. 47 Dan pada tahun 1939 tepatnya pada tanggal 29 Februari, Gubernur Tjarda seorang mencabut status K.H Ahmad 45 Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 126. 46 Ibid., hlm. 129-130. 47 Ibid., hlm. 131. Sanusi sebagai tahanan kota. Dengan alasan, bahwa menurut G. F. Pijper yang menggantikan Gobee sebagai Adviseur Indlandsche Zaken mengirim surat kepada Gubernur Jenderal A. W. L. Tjarda. Ia berpandangan bahwa ketakutan mendalam yang diperlihatkan oleh sebagian pejabat setempat merupakan sesuatu yang berlebihan dan tidak mendasar. 48 Dan Pijper yakin bahwa seandainya K.H Ahmad Sanusi dicabut statusnya sebagai tahanan kota, beliau tidak akan berkeliling dari satu kampung ke kampung yang lainnya untuk memperluas pengaruhnya di kalangan masyarakat. Dalam pandangan Pijper, K.H Ahmad Sanusi merupakan seorang ulama yang memiliki kecerdasan luar biasa. Keahliannya di bidang Tafsir mengundang kecemburuan dari kalangan ulama Pakauman karena hasil penafsirannya mampu menggoyahkan tradisi yang telah dibangun oleh mereka. 49 Sampai tahun 1940-an, AII sudah mendirikan sekitar 69 sekolah di bagian daerah, terutama di daerah Priangan dan Bogor. 50 Dan pada saat Jepang berhasil menguasai Indonesia dengan adanya peperangan antar Jepang dan Pemerintahan Hindia Belanda, pada awal tahun 1943 pendekatan Jepang terhadap golongan Islam gencar dilakukan. Tujuannya jelas untuk memobilisasi umat Islam membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya. Kolonel Horie, pimpinan Shumubu, mengutus beberapa stafnya untuk menemui sejumlah ulama terkemuka di Pulau Jawa salah satunya H. Abdul Muniam Inada. Dan juga sempat menemui K.H Ahmad Sanusi di Pesantren beliau agar mau bekerja sama membangun Lingkungan Kemakmuran Asia Timur Raya. Sementara itu, ormas Islam pun dibubarkan, termasuk AII, dan MIAI. Semua kegiatan organisasi diIndonesia termasuk organisasi yang didirikan K.H Ahmad Sanusi yaitu AII, di Non-aktifkan dan dibubarkan oleh penguasa Jepang. Karena menurut Pemerintah Militer Jepang, organisasi yang dibubarkannya dipandang tidak optimal dalam memobilisasi umat Islam. Pemerintah Militer Jepang pun akhirnya mendirikan Madjelis Sjoero Moeslimin Indonesia Masjoemi pada Oktober 1943. 51 48 Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 152-154. 49 Ibid., hlm. 152. 50 Ibid., hlm. 131. 51 Ibid., hlm. 161. K.H Ahmad Sanusi yang diminta untuk bekerja sama membangun Lingkungan Kemakmuran Asia Timur Raya pun pada dasarnya tidak menolak tawaran kerja sama tersebut. Sikap kooperatif yang diperlihatkan oleh K.H Ahmad Sanusi bukan berarti beliau berposisi sebagai boneka Jepang. Kerja sama yang beliau perlihatkan semata-mata sebagai bentuk strategi dalam perjuangan membebaskan bangsa Indonesia dari penguasaan bangsa asing. Kemudian K.H Ahmad Sanusimenjadi salah seorang pengajar latihan Kyai di Jakarta yang diselenggarakan untuk mengadakan konsolidasi politik Jepang terhadap umat Islam dan diangkat sebagai anggota Dewan Penasihat Daerah BogorGiin Bogor Shu Sangi Kai. 52 Ketika beliau dimintai untuk bekerja sama dengan perorangan Jepang. Posisi K.H Ahmad Sanusi pada waktu itu sebagai ulama dan menurut kalangan Jepang, ulama sangat berpengaruh bagi umat Indonesia. 53 Namun, beliau mengadakan konsolidasi dengan mengajukan syarat kepada Pemerintah Militer Jepang, yakni meminta agar AII dihidupkan kembali. Pemerintah Militer Jepang tidak keberatan atas syarat terrsebut selama K.H Ahmad Sanusi mau mengubah anggaran dasarnya dan mengubah nama organisasi tersebut menjadi Persatoean Oemat Islam Indonesia POII. Sejak tanggal 1 Februari 1944, AII dihidupkan kembali bersama-sama dengan Persjarikatan Oelama Islam POI pimpinan K.H Abdul Halim dari Majalengka. Sejak akhir Mei 1944, K.H Ahmad Sanusi dan K.H Abdul Halim diangkat menjadi wakil POII dan POI dalam Masjoemi. Bahkan K.H Ahmad Sanusi kemudian duduk di jajaran pengurus Masjoemi. 54 Sampai menjelang kemerdekaan republik Indonesia, K.H Ahmad Sanusi tercatat sebagai anggota panitia Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI. Kemudian, namanya dicoret dari keanggotaan BPUPKI karena ia dianggap terlalu banyak memihak Islam. Hal ini dilakukannya dengan tujuan agar kelak Indonesia merdeka menjalankan peraturan yang berdasarkan syariat Islam. Dan dengan selesainya Perang Kemerdekaan 1949, K.H Ahmad Sanusi kembali ke Sukabumi 52 Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 162-163. 53 Wawancara dengan Drs. H. Munandi Shaleh, pada tanggal 11 Februari 2014. 54 Miftahul Falah, S.S, loc. cit., hlm. 164.