Teknik Penulisan Peran K.H Ahmad Sanusi dalam Pendidikan Islam
sekitarnya, K.H Abdurrahim berasal dari Sukapura Tasikmalaya. Konon diceritakan bahwa, ayah K.H Abdurrahim yang bernama H. Yasin masih memiliki
hubungan kekeluargaan dengan Raden Anggadipa. Ketika memegang jabatan sebagai Bupati Sukapura, Raden Anggadipa dikenal dengan nama Raden
Tumenggung Wiradadaha III. Ia dikenal juga dengan panggilan Dalem Sawidak karena memiliki anak sekitar enam puluh orang.Cerita lain menyebutkan bahwa
H. Yasin merupakan keturunan Syaikh Haji Abdul Muhyi, penyebar agama Islam di daerah Tasikmalaya Selatan yang berpusat di Pamijahan.
H. Yasin berangkat mengembara ke Sukabumi sampai ia memutuskan untuk menetap di Cantayan. Dalam pengembaraan itu, ia ditemani istrinya yang
bernama Naisari. Dari perkawinannya itu, H. Yasin memiliki sepuluh orang putra dan salah satunya bernama K.H Abdurrahim sebagai anak ke enam. Lima orang
kakaknya masing- masing bernama Sardan, Eming Ja’ud, Coon, Maryam, dan Iti.
Sementara itu, empat orang adiknya masing-masing bernama Fatimah, Madjid, Eming Emot, dan Rohman.
Dan K.H Ahmad Sanusi merupakan anak ketiga dari delapan bersaudara buah cinta K.H Abdurrahim dengan Empok, istrinya yang pertama. K.H Ahmad Sanusi
memiliki dua orang kakak yang masing-masing bernama Iting Perempuan dan Abdullah Laki-laki; serta memiliki lima orang adik yang masing-masing
bernama Ulan, Nahrowi, Soleh, Kahfi, dan Endah. Selain itu, K.H Abdurrahim pun memiliki enam orang anak hasil pernikahannya dengan Eno, istri keduanya,
yang masing-masing bernama Muhammad Mansyur, Ahmad Damanhuri, Dadun Abdul Qohar, Muhammad Maturidi, Bidin Saefudin, dan Bidi Malakah. Adapun
pernikahannya dengan Oyo, istri ketiganya, K.H Abdurrahim tidak dikaruniai anak.
Dari sumber lain dikatakan bahwa K.H Abdurrahim memiliki dua orang istri masing-masing bernama Empok istri pertama dan Siti Zaenab istri kedua. Dari
istri pertamanya, K.H Abdurrahim mempunyai delapan orang anak, sedangkan dari istri keduanya dikaruniai sembilan orang anak. Sumber yang merupakan
dokumen keluarga ini menunjukkan perbedaan dengan sumber sebelumnya dalam hal urutan adik-adik K.H Ahmad Sanusi, nama istri kedua K.H Abdurrahim, dan
jumlah anak dari istri kedua K.H Abdurrahim. Sebagai gambaran, saudara-saudara K.H Ahmad Sanusi, baik yang seibusebapak maupun yang sebapak dapat dilihat
dalam gambar silsilah K.H Ahmad Sanusi sebagai berikut
8
:
Gambaran: Silsilah K.H Ahmad Sanusi
EMPOK X K.H. ABDURRAHIM
X SITI ZAENAB
Iting Acun Manshur
Abdullah Damanhuri
Ahmad Sanusi
Siti Munzah Endah
Anfasiah Ulan
Dadun Abdul Qohar Soheh
Mamad Ma’turidi
Hanafi Bidin Saefudin
Nahrowi Ammatul Jabbar
Abdul Malik
Keterangan: Bahwa jumlah keturunan dari K.H. Abdurrahim Ayah dari K.H
Ahmad Sanusi memiliki 17 keturunan dari 2 istri. Dan K.H Ahmad Sanusi merupakan anak ke 3 dari istri pertama K.H Abdurrahim yaitu ibu Empok.
Sumber: Buku karangan Miftahul Falah, Maret 2009
Proses pendidikan agama yang diterima K.H Ahmad Sanusi dilakukan secara langsung oleh orang tuanya yang pada waktu itu telah mendirikan sebuah
pesantren yang bernama Pesantren Cantayan. Dipesantren ini, secara rutin digelar majlis taklim yang selalu dihadi
ri oleh para jama’ah dari berbagai daerah. Sementara itu, santri yang masantren di Cantayan juga tidak hanya berasal dari
daerah setempat, melainkan ada juga yang berasal dari Bogor dan Cianjur.
8
Miftahul Falah, S.S, op. cit., hlm. 12-15.
Seperti halnya di daerah lain, dalam kehidupan sehari-harinya pun, K.H. Ahmad Sanusi mendapat perlakuan istimewah dari para santri dan masyarakat
sekitarnya. Hal tersebut disebabkan oleh rasa hormat mereka kepada kyai atau untuk istilah loakal dipanggil dengan sebutan ajengan. Rasa hormat yang begitu
tinggi yang diberikan masyarakat kepada kyai atau ajengan karena didorong oleh kedalaman ilmu agamanya. Kyai merupakan kelompok sosial di masyarakat yang
memiliki pengaruh sangat kuat sehingga dipandang sebagai salah satu kekuatan penting dalam kehidupan politik.
Rasa hormat masyarakat kepada kyai tidak hanya ditujukan kepada dirinya sendiri, melainkan ditujukan pula kepada keluarganya, terutama kepada anak-
anaknya. Para santri dan masyarakat sekitarnya akan memberikan perlakuan istimewah kepada anak-anak kyai dengan tujuan untuk menjaga nama baik kyai.
K.H.Ahmad Sanusi di besarkan dalam lingkungan kehidupan yang agamis, dan sejak kecil ia terbiasa dengan lingkungan yang memiliki perhatian tinggi terhadap
agama dan kehidupan beragama islam. Sebagaimana umumnya anak seorang kyai yang terkenal saat itu, dan karena
pesantren Cantayan merupakan basis pergerakan kegamaan, maka Ahmad Sanusi memperoleh perhatian dan perlakuan yang istimewa dari ayahnya ataupun dari
santri-santri ayahnya dan juga masyarakat pada umumnya. Tingkah laku Ahmad Sanusi senantiasa memperoleh perhatian dari masyarakat, sehingga apabila ia
berbuat kesalahan atau kekeliruan banyak orang yang memperingatkannya atau mencegahnya. Ini dilakukan bukan saja karena hal itu dianggap perbuatan dosa,
karena menyalahi kaidah dan norma-norma agama, akan tetapi juga akan menjatuhkan nama baik dan wibawa orang tuanya yang sangat disegani oleh
masyarakatnya.
9
Proses internalisasi masalah-masalah keagamaan tersebut telah terjadi sejak ia masih kecil, ditambah lagi ayahnya sebagaimana umumnya para kyai di tanah
Jawa menginginkan anaknya menjadi seorang ulama yang baik dan dapat meneruskan cita-cita orang tuanya, sehingga proses sosialisasi pun sudah dimulai
sejak kecil sampai ia dewasa.
9
Miftahul Falah, S.S, op. cit., hlm. 14-16.
Sejak usia tujuh sampai limabelas tahun, K.H. Ahmad Sanusi menimba pengetahuan dari ayahnya sendiri. Kepada ayahnya ia belajar menulis dan
menbaca huruf Arab dan latin serta ilmu-ilmu agama bersama-sama santri lainnya dipesantren Cantayan. Setelah cukup dewasa, untuk menambahkan pengetahuan
dan pengalamannya, ia disuruh ayahnya untuk memperdalam ilmu agama di luar lingkungan pesantren ayahnya.
10
Dari sinilah setelah menginjak usia 16 tahun kurang lebih pada tahun 1905, K.H. Ahmad Sanusi mulai belajar serius untuk mendalami pengetahuan agama
Islam. Atas anjuran ayahnyauntuk lebih mendalami pengetahuan agama Islam, menambah pengalaman dan memperluas pergaulan dengan masyarakat, beliau
nyantri ke berbagai pesantren yang ada di Jawa Barat. Adapun Pesantren yang pernah beliau kunjungi dengan perkiraan lamanya mesantren, diantaranya:
1. Pesantren Selajambe Cisaat Sukabumi
Pimpinan Ajengan SolehAjengan Anwar, lamanya nyantri lebih kurang sekitar enam bulan;
2. Pesantren Sukamantri Cisaat Sukabumi
Pimpinan Ajengan Muhammad Siddiq, lamanya nyantri lebih kurang sekitar dua bulan;
3. Pesantren Sukaraja Cisaat Sukabumi
Pimpinan Ajengan SulaemanAjengan Hafidz, lamanya nyantri lebih kurang sekitar enam bulan;
4. Pesantren Cilaku Cianjur untuk belajar ilmu Tasawwuf, lamanya nyantri
lebih kurang sekitar dua belas bulan; 5.
Pesantren Gentur Warung Kondang Cianjur Pimpinan Ajengan Ahmad Syatibi dan Ajengan Qortobi, lamanya nyantri
lebih kurang sekitar enam bulan; Namun demikian, yang paling berkesan di hati K.H Ahmad Sanusi adalah
ketika ia masantren di Pesantren Gentur ini. Kesannya itu muncul karena K.H Ahmad Syatibi memiliki sikap terbuka dan toleran terhadap santrinya. Sikap
10
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, cet.2, hlm. 170.