Asal Usul Keluarga Perjalanan Penyebaran Islam Syaikh Quro

BAB IV PERANAN SYAIKH QURO DALAM MENYEBARKAN ISLAM DI JAWA BARAT ABAD 15

A. Asal Usul Keluarga

Syaikh Quro adalah gelar yang di berikan oleh masyarakat pada waktu itu kepada seorang ulama besar yang bernama Syaikh Mursyahadatillah atau Syaikh Hasanuddin. Beliau adalah ulama yang arif dan bijaksana, keilmuannya yang dalam, serta beliau pun adalah seorang Hafidz Al-Quran, ahli mengaji atau Qiroat dengan suara yang sangat merdu, maka dari itulah beliaupun di gelari dengan sebutan Syaikh Quro. 93 Syaikh Quro adalah putra ulama besar Mekah yang menyebarkan Agama Islam di Campa Kamboja. Ayahnya bernama Syaikh Yusuf Siddik, seorang ulama besar di Campa, yang masih ada garis keturunan dengan Syaikh Jamaludin serta Syaikh Jalaludin ulama besar Mekah, bahkan menurut sumber lainnya garis keturunannya itu sampai kepada Syayidina Hussen bin Syaidina Ali ra. Dan Siti Fatimah Rasulullah SAW. Ibunya sampai sekarang belum diketahui. Syaikh Quro menikah dengan Ratna Sondari yakni Putri Ki Gedeng Karawang. Dari perkawinan ini lahir Syaikh Akhmad yang menjadi penghulu pertama di Karawang. Cucu Syaikh Ahmad dari puterinya yang bernama Nyi Mas Kedaton, yakni Musanudin yang kelak menjadi Lebe Cirebon dan memimpin Tajug Sang 93 Wawancara pribadi. Habib Saleh, Al- Habsyi, Pengajar SejarahSejarawan Kab. Karawang, di Karawang , 21 Desember 2010. Ciptarasa pada masa Sunan Gunung Jati. Lebe Musanuddin inilah yang di Catat sebagai Lebe Uca oleh Tome Pires dalam Suma Oriental. 94

B. Perjalanan Penyebaran Islam Syaikh Quro

Jalur perdagangan dan penyebaran agama Islam dari pusat pemerintahan Islam di Damaskus dan Bagdad ke Nusantara dalam garis besarnya ada dua. Yaitu melalui daratan Tiongkok ke timur tengah yang disebut “Jalur Sutera” dan melalui Perlak di Aceh terus berlayar melalui lautan India ke Gujarat dan teluk Persia. 95 Sejak tahun 671 Masehi, Kerajaan Melayu Tua dan Sriwijaya telah mengorganisir perdagangan rempah-rempah dengan menggunakan kapal dagang yang bertolak dari Pelabuhan Muara Sabak dekat Sungai Batanghari. Kapal pengangkut rempah-rempah ini melewati laut Cina selatan dan berhenti dulu di Campa. Dari sini kapal berlabuh di Kanton Tiongkok, kemudian barang dagangan ini diangkut oleh rombongan para pedagang dengan mengunakan Unta lewat jalan darat menuju Damaskus Syiria. 96 Pada tahun 715 M, Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dari Umayah, menemukan jalur perdagangan yang baru yang lebih menguntungkan yaitu lewat Teluk Persia terus ke Gujarat India, ke Perlak di Aceh, kemudian langsung ke Kerajaan Sriwijaya. Pada tahun 718 M, khalifah Umar bin Abdul Aziz mengirim 94 Syamsurizal dkk, Ikhtisar Sejarah Singkat Syekh Qurotul’ain, Karawang, Mahdita , 2009, hal. 10. 95 Uka Tjandrasasmita, proses kedatangan Islam dan munculnya kerajaan-kerajaan Islam di Aceh, “ dalam buku Sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia” kumpulan prasarana pada seminar di aceh, Bandung : Al- Ma’arif, 1993, hal. 362. 96 William Marsden. Sejarah Sumatra Jakarta: Komunitas Bambu, 2008, hal. 329. misi diplomatik ke kerajaan Sriwijaya dan kerajaan kalangga di Japara, sehingga perdagangan semakin menguntungkan dan kota Damaskus menjadi kota perdagangan dunia. Namun tidak digunakannya “jalur Sutera” tentu sangat merugikan Tiongkok, sehingga kaisar dari dinasti Tang yang memerintah abad VII-IX melakukan penyerangan terhadap kerajaan Sriwijaya dan Raja Sirindrawarman yang telah memeluk agama Islam tewas terbunuh. 97 Kerenggangan hubungan diplomatik dengan Tiongkok dapat dipulihkan kembali oleh Khalifah Harun Al-Rasyid yang memerintah tahun 786-809 M, sehingga bukan saja melancarkan hubungan dagang akan tetapi juga dalam penyebaran Agama Islam. Hal ini di tandai dengan bertambahnya kerajaan Islam di Sumatera dan Malaka, seperti kesultanan Daya Pasai, Bandar Kapilah, Muara Malaya, Aru baruman dan kesultanan Kuntu Kampar. Perdaganagn yang menempuh kedua jalur ini membawa kestabilan dalam pemerintahan kesultanan Islam di Sumatera dan Malaka dan penyebaran Agama Islam antara Abad XII-XV makin meluas ke kota-kota pelabuhan di pulau Jawa. 98 Pada tahun 1409 M, kaisar Cheng Tu dari Dinasti Ming memerintahkan Laksamana Sam Po Bo untuk memimpin Armada Angkatan Lautnya dan mengerahkan 63 buah kapal dengan prajuritnya yang berjumlah hampir 27.800 orang untuk menjalin persahabatan dengan kesultanan islam. Dalam rombongan Armada Angkatan laut Tiongkok itu diikut sertakan Syaikh Hasanuddin atau Syaikh Quro dari Campa untuk mengajar Agama Islam di kesultanan Malaka. 99 . 97 Hamka, Sejarah Umat Islam Jilid 2, Jakarta: Bulan Bintang, 1975, hal. 113. 98 Ibid., hal 225 99 Atja. Carita Purwaka Caruban Nagari : karya Sastra sebagai Sumber Pengetahuan Sejarah, Bandung: Proyek Permuseuman Jawa Barat, 1986, hal. 31. Laksamana Te- Setelah Syaikh Quro menunaikan tugasnya di Malaka, selanjutnya beliau mengadakan kunjungan ke daerah Martasinga, Pesambangan dan Japura melalui pelabuhan Muara jati. Kedatanagn ulama besar ini disambut baik oleh Ki Gedang Tapa atau Ki Gedeng Jumajan Jati yakni Syahbandar pelabuhan Muara Jati, Ia adalah putera bungsu Prabu Westu kencana atau Sang Prabu Dewaniskala selain sebagai juru labuhan Ki Gedeng Tapa juga sebagai seorang Mangku bumi di singapura. Demikian juga masyarakat di daerah ini sangat tertarik terhadap ajaran yang di sampaikan Syaikh Quro sehingga banyak dari mereka menyatakan memeluk agama Islam. 100 Namun Dalam kegiatan penyebaran Agama Islam yang di lakukan oleh Syaikh Quro, rupanya sangat mencemaskan Raja Pajajaran yang bernama Anggalarang. Sehingga dimintanya agar penyebaran Agama Islam yang di lakukan Syaikh Quro di hentikan. Oleh Syaikh Quro perintah itu di patuhi. Namun kepada utusan Raja Pajajaran yang datang, Syaikh Quro mengingatkan bahwa meskipun penyebaran Agama Islam di larang tetapi kelak dari keturunan Raja Prabu Anggalarang akan ada yang menjadi seorang Waliyullah. Beberapa saat kemudian Syaikh Quro mohon pamit dan Ki Gedeng Tapa sendiri merasa prihatin atas peristiwa yang menimpa Ulama besar itu. Sebab Ki Gedeng Tapa sendiri ingin menambah pengetahuannya tentang agama Islam. Oleh karena itu sewaktu Syaikh Quro hendak kembali ke Malaka, ki Gedeng Tapa menitipkan puterinya Ho kemungkinan adalah Laksamana Cheng-Ho yang di sertai Ma-Huan dan Feh- Tsin, keduanya pandai berbhasa Arab dan telah beragama Islam. 100 Sri Mulyati, Carita Ratu Carbon Girang, Japura dan Singapura, transliterasi dan Terjemahan disertai kajian teks , Bandung : Museum Negeri Propinsi Jawa Barat “SRI BADUGA” 1999, hal. 102. yang bernama Nyi Subang Larang untuk ikut bersama Syaikh Quro untuk belajar Agama Islam. 101 Beberapa waktu kemudian Syaikh Quro membulatkan tekadnya untuk kembali ke wilayah kerajaan Hindu Pajajaran. Untuk keperluan tersebut, maka telah disiapkan 2 perahu dagang yang memuat rombongan para santrinya termasuk Nyi Subang Larang. Perjalanan Rombongan Syaikh Quro melewati laut Jawa kemudian memasuki Muara Kali Citarum yang pada waktu itu Muara Citarum ramai dilayari oleh perahu para pedagang yang keluar masuk wilayah Pajajaran. Selesai menelusuri kali Citarum ini akhirnya rombongan Perahu Syaikh Quro singgah di Pura Dalem atau pelabuhan Karawang. Kedatangan ulama Besar ini diterima baik oleh petugas pelabuhan Karawang dan di izinkan untuk mendirikan Musholla yang digunakan juga untuk tempat belajar mengaji dan tempat tinggal. 102 Syaikh Quro dan rombongannya sangat menjungjung peraturan kota pelabuhan yang dikunjunginya, sehingga aparat setempat sangat menghormatinya dan member izin untuk mendirikan Musholla yang digunakan sebagai tempat untuk mengaji atau pesantren dan sekaligus sebagai tempat tinggal, lokasi Mushalla atau pesantren dipilih untuk tidak begitu berjauhan dengan kegiatan pelabuhan. Setelah beberapa waktu berada dipelabuhan karawang, Syaikh Quro menyampaikan dakwahnya di Musholla yang dibangunnya dengan penuh keramahan. Urainnya tentang ajaran Islam sangat mudah dipahami dan mudah 101 Dewan Keluarga Masjid Agung Karawang, Sejarah dan Peranan Masjid Agung Karawang dalam Pembinaan Umat yang Beriman dan Bertakwa , Karawang, tpn, 1993, hal . 4. 102 Ibid., hal. 5. pula untuk diamalkan, karena beliau bersama santrinya langsung memberi contoh. Pengajian Al-Qur’an memberikan daya tarik tersendiri, karena ulama besar ini memang seorang Qori yang merdu suaranya. Oleh karena itu setiap harinya banyak penduduk setempat yang secara sukarela menyatakan masuk Islam. 103 Berita tentang kegiatan dakwah Syaikh Quro di pelabuhan Karawang rupanya telah terdengar oleh Prabu Anggalarang yang pernah melarang Syaikh Quro melakukan kegiatan yang sama tatkala mengunjungi pelabuhan Muara Jati Cirebon, seperti yang sudah di singgung di atas, sehingga Prabu Anggalarang mengirim utusan yang dipimpin oleh putera Mahkota yang bernama Raden Pamanah Rasa atau yang lebih dikenal dengan Prabu Siliwangi untuk menutup Pesantren Syaikh Quro. Namun ketika putera Mahkota itu tiba di tempat tujuan, rupanya hatinya tertambat oleh alunan suara merdu pembacaan ayat-ayat suci Al- Qur’an yang di kumandangkan oleh Nnyi Subang Larang. Dan akhirnya Prabu Siliwangi pun mengurungkan niatnya untuk menutup pesantren Syaikh Quro. 104 Syekh Quro mempunyai peranan yang cukup signifikan dalam penyebaran Islam di Jawa Barat, dan memberikan sumbangan suatu suri teladan yang baik bagi generasi sekarang, sebagi suatu metode dan saluran dalam menyebarkan agama Islam Beliau mempunyai dua peran yang sangat penting dalam menyebarkan agama Islam yaitu : peran dalam bidang Keagamaan dan peran dalam bidang Sosial. 103 Ibid., hal. 6. 104 Ibid., hal. 6.

C. Peranan Sosial Keagamaan Syaikh Quro dalam Penyebaran agama