c. Konseling Tahap Ketiga
Konseling tahap ketiga, yang dilakukan pada minggu kedua bulan Februari 2006 adalah tahap menentukan tujuan dan mengeksplorasi pilihan
konseling kepada klien. Di tahap ini, peneliti memberikan masukan kepada klien agar ia mau dibantu peneliti untuk menghilangkan phobianya terhadap
kucing dan klien mengiyakan dengan menyatakan bahwa ia ingin sekali dibantu.
d. Konseling Tahap Keempat
Konseling tahap keempat adalah peneliti menangani masalah klien dengan teknik pengubah perilaku behavioral modivication. Tahap ini
berlangsung cukup lama, yaitu dari minggu kedua bulan Februari sampai dengan bulan Juni 2006 atau dibagi ke dalam 22 kali pertemuan.
Pada pertemuan pertama, Sabtu, 11 Februari 2006 peneliti menjelaskan kepada klien tentang kucing sebagai hewan peliharaan yang
tidak terlalu berbahaya dibanding hewan peliharaan lain, seperti anjing. Peneliti kemudian menyatakan kepada klien kenapa klien masih merasa
takut. Klien menjawabnya bahwa ketakutannya kepada kucing muncul secara tiba-tiba ketika ia berhadapan dengan hewan tersebut walau dalam jarak yang
jauh. Ia sendiri merasa aneh, sebab jika kucing dijadikan sebagai bahan pembicaraan seperti ini, ia tidak merasa takut dan menganggap kucing
memang hewan jinak.
Pertemuan kedua Minggu, 19 Februari 2006, peneliti mengajak klien untuk menonton film kartun tentang kucing. Peneliti melihat tidak ada
ciri-ciri fisik, behavioral, dan kognitif yang timbul dari diri klien. Pada pertemuan ketiga Sabtu, 25 Februari 2006, peneliti mengajak
klien untuk menonton film nyata atau dokumenter tentang kucing. Pada pertemuan ini, peneliti melihat ciri-ciri fisik klien mulai mengalami phobia
kucing berupa: gelisah, gugup, tangan dan kakinya gemetar, adanya sensasi dari pita ketat yang mengikat di sekitar dahi, banyak berkeringat, telapak
tangan yang berkeringat, dan mengadukan ke peneliti bahwa ia merasa pening. Kemudian ia minta izin untuk pulang ke rumah yang merupakan
reaksi yang bersifat behavioristik. Pada pertemuan keempat Minggu 26 Februari 2006, peneliti
mendatangi klien masih merasa belum nyaman terhadap pertemuan ketiga itu. Pada pertemuan ini, peneliti menanyakan tentang apa yang dipikirkan,
klien menjawab bahwa ia merasa khawatir tentang sesuatu yang buruk dan mengerikan akan menimpa dirinya tanpa bisa dijelaskan olehnya secara lebih
rinci ketika melihat kumis kucing bergerak-gerak, melihat kuku kucing mencakar-cakar lantai, dan kibasan bulunya ketika selesai dimandikan.
Peneliti kemudian memberikan pengertian kepada klien bahwa hal-hal
tersebut tidak membahayakan klien, terbukti dalam film tersebut orang yang memegang bulu kucing, mencium kucing, dan memandikannya tidak
mengalami apapun yang mencederai dirinya maupun menyakitinya. Pada pertemuan kelima Sabtu, 4 Maret 2006, peneliti kembali
mengajak klien menonton film dokumenter tersebut. Namun klien merasa enggan. Peneliti kembali meyakinkan klien, bahwa menonton kucing dari
layar kaca tidak akan membahayakan dirinya. Klien setuju namun ia meminta tidak pada minggu-minggu ini.
Pada pertemuan keenam atau minggu kedua setelah pertemuan kelima Sabtu, 18 Maret 2006, klien bersedia menonton lagi film
dokumenter tentang kucing. Kali ini, peneliti memeluk dirinya saat ia menonton untuk memberi rasa aman. Selama film ditayangkan peneliti masih
melihat ciri-ciri fisik masih dialami oleh klien walaupun klien tidak merasa pening. Peneliti kemudian mengakhiri film pada pertengahannya karena
peneliti melihat klien mulai menunjukkan gejala-gejala untuk menghindar dan pulang ke rumah.
Pada pertemuan ketujuh Minggu, 19 Maret 2006, peneliti mulai mencoba menghilangkan rasa tersiksa klien masih ada saat menyaksikan film
dokumenter kucing tersebut dengan melakukan pengalihan teknik
pengubahan perilaku dengan melakukan wawancara mengenai persoalan kucing dengan pertanyaan apakah suatu saat klien mau mempunyai
peliharaan seperti kucing? Klien kemudian menjawab bahwa sebenarnya ada keinginan tesebut tetapi ia belum mengetahui kapan hal itu terjadi.
Pertemuan ini diselingi dengan bermain-main dengan boneka-boneka kucing. Peneliti melihat tidak ada ciri-ciri fisik phobia yang timbul ketika klien
bermain dengan boneka kucing yang dipegangnya. Pada pertemuan kedelapan Sabtu, 25 Maret 2006, peneliti mengajak
klien menonton film dokumenter tentang kucing. Peneliti melihat ciri-ciri fisik yang timbul hanya keringat yang keluar dari tangan.
Pada pertemuan kesembilan Minggu, 26 Maret 2006, peneliti mewawancari klien mengenai apa yang dirasakan ketika menonton film
dokumenter tentang kucing pada hari kemarin. Klien kemudian menjawab bahwa ia merasa nyaman walau masih merasa ada ketakutan.
Pada pertemuan kesepuluh Minggu, 2 April 2006, peneliti kemudian melakukan teknik modeling dengan membawa seekor anak kucing
dan mengelus bulu-bulunya. Klien hanya memperhatikan peneliti dari jarak 2 meter dan kemudian ciri-ciri fisik phobia kembali muncul sampai muncul
rasa pening dan klien menghindar dengan kembali ke rumahnya.
Pada pertemuan kesebalas Minggu, 9 April 2006, peneliti mengulang kembali teknik modeling sebagaimana yang dilakukan pada
pertemuan sebelumnya atau pertemuan kesepuluh. Namun, kali ini jarak klien dengan objek phobianya berjarak jauh, yaitu 5 meter. Peneliti
menanyakan kepada klien apa ia merasa pening, klien menjawab tidak, tetapi tangannya berkeringat. Peneliti terus meyakinkan klien bahwa apa yang ia
lakukan dapat pula dilakukan oleh klien karena kucing bukan hewan yang membahayakan manusia. Klien masih terlihat ragu dan masih menjaga jarak.
Pada pertemuan kedua belas Sabtu, 15 April 2006, peneliti kembali melakukan hal yang sama seperti pertemuan kesepuluh dan kesebelas, namun
jarak klien dengan objek phobia di dekatkan pada jarak 2 meter. Kali ini, peneliti kembali melihat munculnya ciri-ciri fisik phobia, namun rasa pening
tidak dialami oleh klien. Pada pertemuan ketiga belas Minggu, 16 April 2006, peneliti
memberikan tongkat dan kemudian meminta klien untuk menyentuh bulu dari kucing yang peneliti pegang dengan tongkat tersebut. Klien tanpa ragu-
ragu. Peneliti kemudian menuntun tongkat tersebut dan melepaskannya ketika mulai menyentuh bulu kucing tersebut. Klien tampak gugup dan
berkeringat, tetapi kemudian ia mulai terbiasa dan terlihat kegugupan serta keringatnya mulai berkurang.
Pada pertemuan keempat belas Minggu, 23 April 2006, peneliti mulai menuntun tangan klien yang dilapisi sarung tangan untuk menyentuh
bulu kucing. Sempat terlihat ciri-ciri fisik phobia yang keluar walau tidak sampai pada timbulnya rasa pening.
Pada pertemuan kelima belas Sabtu, 29 April 2006, kembali peneliti mengulang teknik seperti di pertemuan keempat belas. Kali klien mulai
tenang dan mulai menikmati. Pada pertemuan keenam belas Minggu, 30 April 2006, peneliti
melakukan wawancara dengan klien mengenai apa yang dirasakan dari yang dialaminya ketika berinteraksi walau tidak langsung dengan objek
phobianya. Klien menjawab bahwa ia mulai merasa berkurang rasa takutnya dibanding pada waktu sebelum konseling dengan berinteraksi bersama objek
phobianya. Peneliti kemudian menyatakan bahwa besok, pada pertemuan ketujuh belas, ia bersama peneliti akan bersentuhan dengan objek phobianya
secara langsung tanpa adanya perantara. Peneliti kemudian menanyakan kepada klien apakah ia bersedia? Agak lama, klien kemudian menjawab
bahwa ia bersedia. Pada pertemuan ketujuh belas Sabtu, 6 Mei 2006, untuk pertama
kalinya klien memegang bulu kucing tanpa harus memakai perantara, baik tongkat maupun sarung tangan. Pada awalnya, peneliti masih turut
memegang tangan klien. Peneliti melihat masih ada ciri-ciri fisik phobia
yang keluar dari klien walaupun tanpa pening kepala. Peneliti melihat klien sangat gugup dan merasakan tangan klien berkeringat cukup banyak. Namun
peneliti tetap meyakinkan klien bahwa hal itu sebenarnya tidak perlu terjadi dan meminta klien untuk merasa rileks saja saat menyentuh dan
mengelusnya. Sekitar setengah jam berlalu, peneliti melihat klien mulai sedikit menikmatinya walau terlihat masih gugup dan tangan masih banyak
mengeluarkan keringat. Peneliti kemudian mengakhiri pertemuan. Pada pertemuan kedelapan belas Minggu, 7 Mei 2006, peneliti
melakukan wawancara dengan klien dan menanyakan perasaan yang dialaminya saat menyentuh bulu kucing secara langsung. Klien menjawab
bahwa ia merasakan takut dan masih khawatir bahwa hal buruk akan menimpa dirinya saat mengelus bulu kucing walau ketakutan dan
kekhawatiran tersebut mulai berkurang. Pada pertemuan kesembilan belas Minggu, 14 Mei 2006, kembali
peneliti mengajak klien untuk mengelus bulu kucing secara langsung. Kali ini, peneliti tidak menuntun tangannya tetapi masih tetap memegang
kucingnya. Klien masih belum bereaksi, ia terdiam beberapa saat. Peneliti memberikan isyarat kepadanya agar segera menyentuhnya, setelah
menyentuh bulu kucing tersebut peneliti langsung menghentikannya. Peneliti kemudian mewawancarai klien, dan klien menjawab ia mulai bisa
menikmatinya.
Pada pertemuan kedua puluh Minggu, 21 Mei 2006, kembali peneliti mengajak klien untuk mengelus bulu kucing secara langsung tanpa
dituntun. Kali ini pelan-pelan, klien menyentuhnya selama kurang lebih setengah jam walau kucing masih dipegang peneliti. Tidak ada ciri-ciri fisik
yang keluar selain terlihat masih ada kegugupan dan keringat masih keluar dari telapak tangannya. Peneliti kemudian menghentikan pertemuan.
Pada pertemuan kedua puluh satu Minggu, 28 Mei 2006, peneliti meminta klien mengelus-elus bulu kepala kucing yang sedang tidur. Klien
tampak gugup, ia terlihat ragu. Kemudian peneliti memberikan peragaan kepada klien kemudian menuntun tangan klien untuk menyentuh bulu kepala
kucing tersebut. Peneliti masih melihat keringat keluar dari telapak tangannya dan terlihat klien masih gugup. Baru saja tangan klien menyentuh
bulu kepala kucing yang sedang tertidur, peneliti menghentikannya. Untuk pertemuan kedua puluh dua Minggu, 2 Juni 2006, peneliti
memberikan jeda waktu yang cukup panjang, yaitu sekitar satu minggu dari pertemuan sebelumnya. Pada pertemuan kedua puluh dua ini, peneliti
menanyakan mengenai apa yang dirasakan klien ketika menyentuh bulu kepala kucing yang sedang tertidur. Klien menjawabnya bahwa ada sedikit
kecemasan, ketakutan, dan gugup, tetapi ketika melihat peneliti begitu menikmati dan dapat melakukannya, ia pun mencoba untuk menghilangkan
rasa kecemasan, ketakutan, dan gugupnya. Untuk pertemuan ini peneliti menyatakan kepada klien bahwa ia akan sembuh dari rasa phobia terhadap
kucing jika dapat menyentuh langsung bulu kepala dari kucing yang sedang tidur dengan waktu yang cukup lama, yaitu seperempat jam. Kemudian klien
perlahan-lahan mulai menyentuh bulu kepala kucing dan ia pun mulai mengelus-ngelusnya sampai seperempat jam. Peneliti hanya melihat klien
sedikit gugup dan tangannya sedikit berkeringat.
e. Konseling Tahap Kelima