Pelaksanaan Bimbingan Konseling Dalam Mengatasi Kenakalan Siswa Di MAN Jakarta

(1)

PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING DALAM

MENGATASI KENAKALAN SISWA

DI MAN I JAKARTA

Disusun Oleh:

Maryanah NIM: 103011026643

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING DALAM

MENGATASI KENAKALAN SISWA

DI MAN I JAKARTA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana (S1) Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh Maryanah NIM: 103011026643 Di Bawah Bimbingan:

Pembimbing I,

Rusdi Djamil, M.Ag NIP. 150 274 762

Pembimbing II,

Heny Narendrany Hidayati, M.Pd NIP. 150 277 688

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

ABSTRAK

Maryanah NIM. 103011026643

Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Dalam Mengatasi Kenakalan Siswa Di MAN I Jakarta

Bimbingan dan konseling adalah suatu proses membantu siswa dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Siswa membutuhkan bantuan untuk mengetahui tindakan yang harus dilakukan dalam berinteraksi dengan sesama siswa, dewan guru, staf sekolah maupun dengan masyarakat disekitarnya. Pelayanan bimbingan di sekolah sangat membantu untuk menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan. Dengan begitu, mereka tidak akan melakukan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi disekitar lingkungannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Bimbingan dan Konseling, kenakalan yang dilakukan siswa, serta peran Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa.

Dalam penelitian penulis menggunakan metode “Deskriptif Analisis” yaitu metode yang meneliti dan menemukan informasi yang seluas-luasnya tentang variabel yang bersangkutan dan tidak bermaksud dan mengidentifikasi hubungan antara variabel.

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di MAN I Jakarta dapat diketahui bahwa pelaksanaan Bimbingan dan Konseling sudah cukup baik, hal ini dapat dilihat dari hasil jawaban mayoritas siswa menjawab selalu, yakni layanan BK berupa pemberian informasi tentang tata tertib sekolah cukup baik. Siswa menjawab selalu, yakni guru BK mengadakan pemeriksaan kerapihan seragam sekolah terhadap siswa. Siswa menjawab selalu, yakni sekolah mengadakan razia terhadap benda-benda tajam, dan sebagainya.

Kenakalan yang dilakukan siswa MAN I Jakarta diantaranya seperti membolos, tidak memakai seragam yang benar, keluar kelas tanpa izin saat pelajaran berlangsung, dan sebagainya. Kenakalan tersebut dapat terjadi dikarenakan kurangnya pengawasan serta pelaksanaan tata tertib yang masih longgar. Oleh karenanya kenakalan yang dilakukan siswa dikategorikan ke dalam kenakalan yang masih dalam tahap kewajaran.

Peran Bimbingan dan Koneling dalam mengatasi kenakalan siswa saling berkaitan karena tidak terlepas dari dua fungsi, yakni fungsi pemahaman yang berfungsi memberikan pelayanan yang berguna untuk memahami keadaan siswa dan lingkungannya. Sedangkan fungsi pencegahan berfungsi mencegah atau menghindarkan siswa dari mengalami masalah yang mungkin menggangu, menghambat atau menimbulkan kesulitan dalam proses perkembangan siswa.


(4)

KATA PENGANTAR

ِﺑْﺴِﻢ

ِﷲا

ﱠﺮﻟاْﺣِﻦﻤ

الِﻢْﻴْﺣﱠر

Alhamdulillah Puji dan syukur kehadirat Allah swt., Tuhan semesta alam, berkat rahmat, taufiq dan inayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Baginda Nabi Besar Muhammad saw., beserta keluarganya, para sahabatnya dan semoga kepada umatnya yang mengikuti ajaranya hingga akhir zaman.

Karya tulis yang berjudul Pelaksanaan Bimbingan Konseling Dalam Mengatasi Kenakalan Siswa Di MAN I Jakarta, merupakan skripsi yang diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.).

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sebagaimana yang diharapkan, meskipun waktu, tenaga, dan pikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, demi terselesainya skripsi ini. Namun, kiranya hasil penelitian yang tertuang dalam skripsi ini dapat memberi manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Selama proses penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, motivasi, serta bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) serta para pembantu Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Rusdi Djamil, M.Ag, dan Henny Narendrani, M.Pd, Dosen Pembimbing skripsi, terima kasih atas segala waktu, tenaga, ilmu, serta kesabaran yang diberikan dalam membimbing dan mengarahkan penulis.


(5)

4. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama penulis mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat.

5. Kepala MAN I Jakarta, yang telah mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian di MAN I Jakarta, serta para guru MAN I Jakarta, yang telah membantu penulis dalam penyediaan data, hingga penulis dapat menyelesaikan jenjang S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Pimpinan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dimana dalam penulisan skripsi ini turut memberikan andil besar dalam hal penyediaan bahan pustaka dan sumber-sumber bacaan untuk kelancaran penulisan skripsi ini.

7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Mardjuki dan Ibunda Usdianti, yang telah mendidik dan mengasuh dengan segala jerih payah dan kasih sayangnya hingga penulis dapat menempuh jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi dengan baik. Semoga segala jerih payah dan usaha yang diberikan manjadi amal sholeh dan diterima di sisi Allah swt., amin.

8. Kakak Muhammad Yusuf dan Adik Zaenal Arifin , terima kasih atas segala do'a, semangat, dan motivasi dan juga bantuan yang diberikan kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Kakek Djana Muhamad dan Nenek Suryati, yang tak pernah henti memberikan semangat dan motivasi. Sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga Allah Swt selalu memberi kemudahan dalam setiap urusannya.

10.Sahabat-sahabatku Herlina, Anengsih, Hamidah, dan Masrifah, yang selalu memberikan dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis, semoga selalu sukses dalam menjalankan aktivitasnya.

11.Teman-teman mahasiswa FITK angkatan 2003 khususnya mahasiswa PAI kelas A, yang telah membantu penulis untuk berbagi pendapat dan tenaganya berkaitan dengan penulisan skripsi ini.


(6)

Akhirnya, hanya kepada Allah swt., jualah semuanya dikembalikan. Semoga segala amal yang telah mereka sumbangkan mendapatkan balasan yang lebih baik dan menjadi amal kebaikan di akhirat nanti.

Jakarta, 23 Juni 2008


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Matriks Variabel………..

Tabel 2 Kisi-kisi Instrument Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling………… Tabel 3 Kisi-kisi Instrument Kenakalan Siswa………. Tabel 4 Penjelasan Tentang Tata Tertib Sekolah Kepada Siswa……….. Tabel 5 Siswa Datang Ke Sekolah Tepat Waktu……….. Tabel 6 Siswa Mengikuti Pelajaran Sampai Selesai………. Tabel 7 Siswa Ke Sekolah Berpakaian Seragam……….. Tabel 8 Sekolah Mengadakan Pemeriksaan Kerapihan Seragam Sekolah

Terhadap Siswa……… Tabel 9 Siswa Langsung Pulang Ke Rumah Setelah Jam Pelajaran Selesai……. Tabel 10 Guru BK Menjelaskan Penggunaan Waktu Luang Siswa……… Tabel 11 Guru BK Menjelaskan Tata Cara Belajar Yang Baik……….. Tabel 12 Siswa Mengikuti Kegiatan Praktik……….. Tabel 13 Guru Mata Pelajaran Memberikan Tugas Individual………... Tabel 14 Siswa Mengikuti Kegiatan Ekstra Kulikuler di Sekolah………. Tabel 15 Guru Mata Pelajaran Memberikan Tugas Kelompok……….. Tabel 16 Guru Mata Pelajaran Mengadakan Remedial Kepada Para Siswa……... Tabel 17 Guru BK Menjelaskan Tentang Tata Pergaulan Diantara Siswa………. Tabel 18 Ada Perhatian Yang Serius dari Guru BK jika ada Siswa yang

bermasalah………... Tabel 19 Guru BK Menjelaskan Tentang Bahaya Penyalahgunaan Narkoba…… Tabel 20 Sekolah Memanggil Nara Sumber Untuk Menjelaskan Bahaya

Narkoba……… Tabel 21 Sekolah Memanggil Nara sumber Untuk Menjelaskan Bahaya

Menonton Film Porno……….. Tabel 22 Siswa Melakukan Diskusi Kelompok Dalam Belajar……….. Tabel 23 Sekolah Mengadakan Razia Terhadap Benda-benda Tajam……… Tabel 24 Siswa Melakukan Kenakalan………...


(8)

Tabel 25 Siswa Tidak Mentaati Perintah Guru………... Tabel 26 Siswa Masuk Kelas Tanpa Keterangan……… Tabel 27 Siswa Datang Terlambat Ke Sekolah………... Tabel 28 Siswa Melakukan Bolos Sekolah………. Tabel 29 Siswa Merusak Sarana Dan Prasarana………. Tabel 30 Siswa Suka Mencoret-coret Tembok………... Tabel 31 Siswa Memeras (Memalak) Teman Di Sekolah……….. Tabel 32 Siswa Berkata Kotor Di Sekolah………. Tabel 33 Siswa Membawa Senjata Tajam Ke Sekolah………... Tabel 34 Siswa Berkelahi Dengan Teman Di Sekolah………... Tabel 35 Siswa Melakukan Tawuran……….. Tabel 36 Siswa Membawa Buku-buku Porno Ke Sekolah………. Tabel 37 Siswa Membaca Buku Porno………... Tabel 38 Siswa Merokok……… Tabel 39 Siswa Meminum Minuman Keras……… Tabel 40 Siswa Menonton Film Porno……… Tabel 41 Siswa Ke Kantin Sekolah Saat Pelajaran Berlangsung……… Tabel 42 Siswa Tidak Mengikuti Pelajaran Sampai Selesai………... Tabel 43 Siswa Menggunakan Obat-obatan Terlarang………...


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Angket Untuk Siswa

Lampiran 2 Berita Wawancara Guru BK MAN I Jakarta

Lampiran 3 Berita Wawancara Wakil Kepala Sekolah MAN I Jakarta Lampiran 4 Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian

Lampiran 5 Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 6 Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 7 Surat Riset/Wawancara


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dari seorang pembimbing yang telah dipersiapkan kepada individu yang membutuhkannya dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya secara optimal dengan menggunakan berbagai macam media dan teknik bimbingan dalam suasana asuhan yang normatif agar tercapai kemandirian sehingga individu dapat bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungannya.1

Pelayanan bimbingan merupakan bagian integral di lembaga pendidikan, melalui pelayanan bimbingan ini diharapkan siswa mampu bertindak dan bertingkah laku sesuai dengan tuntutan lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Hal ini selaras dengan konsep kurikulum Sekolah Menengah Umum tahun 1994, tentang Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling, seperti yang dikutip oleh W.S Winkel bahwa “Bimbingan merupakan bantuan khusus yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan”.2

Sekolah merupakan tempat berkumpulnya siswa yang tentunya mereka masing-masing memiliki latar belakang yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya baik dari segi keadaan keluarga, ekonomi, adat istiadat, agama maupun dari segi sifat, bakat dan minat.

Oleh karena adanya perbedaan sebagaimana tersebut di atas, maka tidak mustahil pula akan timbul berbagai macam problema yang mereka hadapi dalam menempuh pendidikan. Pada hakekatnya memang semua orang pasti mempunyai problema dalam hidupnya, namun adakalanya mereka dapat mengatasi atau memecahkannya sendiri, dan ada pula yang tidak dapat mengatasinya sendiri, sehigga mereka memerlukan bantuan orang lain yang

1

Hallen A, Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 9

2

W.S Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997), Cet. I, h. 78


(11)

mampu memberikan alternatif, serta solusi pemecahannya melalui bimbingan, arahan-arahan, nasehat, dan penyuluhan.

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang sangat pesat dan masuknya budaya-budaya asing yang mengakibatkan dekadensi moral, “kenakalan remaja diantaranya penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pengaruh film-televisi-video, iklim kekerasan dan kurangnya disiplin yang berlangsung di masyarakat, kelompok sebaya yang menyimpang dari berbagai faktor negatif lainnya dalam kehidupan sosial.3

Kenakalan yang dilakukan oleh remaja menurut Kartini Kartono pada intinya merupakan produk kondisi masyarakatnya dengan segala pergolakan sosial yang ada di dalamnya dan bisa disebut juga sebagai salah satu penyakit masyarakat atau penyakit sosial.4

Ketidakmampuan mereka dalam memilih perbuatan baik dan buruk di sekitar masyarakat dengan segala pergolakan sosial yang menyimpang dari berbagai faktor negatif lainnya, maka pelayanan bimbingan di sekolah sangat membantu untuk menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan. Dengan begitu, mereka tidak akan melakukan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di sekitar lingkungannya.

Siswa tingkat SMU termasuk dalam kelompok remaja madya yang ditandai dengan situasi psikologis yang serba tidak seimbang, sehingga pada saat melewati suatu tahap sosialisasi memungkinkan mereka terbawa oleh arus budaya dan norma yang keliru. Pada masa peralihan tersebut mereka dapat melakukan tindakan-tindakan sendiri, tidak lagi berpedoman pada ajaran agama yang secara jelas menganjurkan untuk bertingkah laku dengan baik dan sesuai dengan nilai-nilai agama.

Masa seperti ini dapat mempengaruhi pola tingkah laku siswa SMU selama berada pada lingkungan sekolah. “Apabila kelompoknya menampilkan sikap dan perilaku yang baik maka ia cenderung akan ikut baik, apabila

3

Emil Durkheim, Pendidikan Moral: Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Erlangga, 1990), Terjemahan Drs Lukas Ginting, h. 13

4

Kartini Kartono, Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), Cet. Ke-3, h. 4


(12)

kelompoknya itu menampilkan sikap dan perilaku yang melecehkan nilai-nilai moralitas maka sangat dimungkinkan remaja akan menampilkan perilaku seperti kelompoknya tersebut.”5

Tujuan sekolah menyediakan sarana pelayanan secara efektif dan membantu siswa dalam pengembangan potensi kognitif, maka perlu adanya pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah sebagai tempat pencurahan segala permasalahan murid disamping kegiatan belajar. Bimbingan konseling di sekolah adalah pelayanan pada semua murid yang mengacu pada perkembangan mereka secara menyeluruh dan mereka dapat menyelesaikan permasalahan yang sedang mereka hadapi.

Dalam hal ini seorang guru pembimbing harus bertanggung jawab dalam memberikan bimbingan dan konseling kepada siswa untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang mereka hadapi, dan membantu mereka dalam memilih perbuatan baik dan buruk di sekitar masyarakat yang sedang menghadapi kemerosotan moral, sehingga mereka tidak menyimpang dari berbagai faktor negatif dalam kehidupan sosial. Dari latar belakang inilah penulis tertarik untuk membahas ke dalam judul Skripsi “PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING DALAM MENGATASI KENAKALAN SISWA DI MAN I JAKARTA ”.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di MAN I Jakarta.

Jenis pelayanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan kepada siswa MAN I Jakarta.

Kenakalan siswa MAN I Jakarta.

Jenis kenakalan yang dilakukan siswa MAN I Jakarta. Penyebab terjadinya kenakalan di MAN I Jakarta.

Peran Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa.

5

Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Rosda Karya, 2002), Cet. Ke-3, h. 198


(13)

Pembatasan Masalah

Berdasarkan pada identifikasi tersebut, maka penulis merasa perlu untuk memberikan pembatasan masalah yang akan penulis bahas, yaitu:

Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dari segi Bidang layanan BK, antara lain: Pengembangan kehidupan pribadi, Pengembangan kehidupan sosial, Pengembangan kemampuan belajar, Pengembangan karir.

Jenis kenakalan siswa terdiri dari kenakalan yang bersifat moral dan a-sosial, kenakalan yang bersifat kriminologi.

a). Kenakalan yang bersifat a-moral dan a-sosial, antara lain: Tidak mentaati perintah guru, Tidak masuk kelas tanpa keterangan, Datang terlambat ke sekolah, Membolos, Merusak sarana dan prasarana, Mencoret-coret tembok, Berkata kotor di sekolah, Membawa buku-buku porno, Membaca buku-buku porno, Merokok, Pergi ke kantin sekolah saat pelajaran berlangsung, Tidak mengikuti pelajaran sampai selesai.

b). Kenakalan yang bersifat kriminologi, antara lain: Memeras (Memalak) teman di sekolah, Membawa senjata tajam, Berkelahi dengan sesama teman, Melakukan tawuran, Meminum-minuman keras, Menonton film porno, Menggunakan obat-obatan terlarang.

Peran Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa.

Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: Pelayanan Bimbingan dan Konseling apa saja yang diberikan MAN I Jakarta

untuk mengatasi kenakalan remaja?

Kenakalan apa yang dilakukan siswa di MAN I Jakarta?

Bagaimana peran Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa MAN I Jakarta?


(14)

Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian yang akan dilaksanakan ini adalah:

Tujuan penelitian

a. Mengetahui pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di MAN I Jakarta. Mengetahui kenakalan yang dilakukan siswa di MAN I Jakarta.

Mengetahui peran Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa di MAN I Jakarta.

Kegunaan hasil penelitian

Melalui analisa temuan dan hasil penelitian ini, maka kegunaan yang akan diambil adalah:

a. Menambah pengetahuan peneliti tentang Bimbingan dan Konseling untuk bekal dikemudian hari sebagai tenaga pengajar yang peduli terhadap kebutuhan siswa terhadap pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah.

b. Untuk menambah sumber bacaan tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah.

c. Dapat digunakan sebagai masukan untuk pengembangan sekolah, yang meliputi pelaksanaan Bimbingan dan Konseling terhadap siswa.

d. Menambah sumber pengetahuan tentang mengatasi kenakalan siswa di lingkungan sekolah.


(15)

BAB II

KAJIAN TEORETIK

Bimbingan Konseling

1. Pengertian Bimbingan Konseling

Bila ditinjau dari segi sejarah perkembangan ilmu bimbingan dan konseling di Indonesia, maka sebenarnya istilah bimbingan dan konseling pada awalnya dikenal dengan istilah bimbingan dan penyuluhan yang merupakan terjemahan dari guidance and counseling penggunaan istilah ini dicetuskan oleh Tatang Mahmud. Secara etimologi bimbingan dan penyuluhan terjemahan dari kata “Guidance” berasal dari kata kerja “to

guide” yang mempunyai arti “menunjukkan, membimbing, menuntun,

ataupun membantu.”6 Sesuai dengan istilahnya, maka secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai bantuan atau tuntunan. Namun meskipun demikian tidak berarti semua bentuk bantuan atau tuntunan adalah bimbingan.

Pengertian bimbingan secara terminologi, menurut Abu Ahmadi adalah “bantuan yang diberikan kepada individu agar dengan potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami dirinya, memahami lingkungan, mengatasi hambatan, juga menentukan masa depan yang lebih baik.”7

Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi dimaksudkan agar peserta didik mengenai kelemahan atau kekautan dirinya sendiri serta menerima secara positif dan dinamis sebagai model pengembangan diri lebih lanjut.

Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan agar peserta didik mengenal secara objektif lingkungannya, baik lingkungan sosial, maupun lingkungan fisik dan menerima berbagai lingkungan tersebut secara positif dan dinamis.

6

Hallen, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 1

7

Abu Ahmadi dan Ahmad Royani, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 1


(16)

Dalam “Jear book of education” 1995, bimbingan adalah “suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.”8

Dari uraian diatas dapat dibatasi bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat mengatasi sendiri kesulitan-kesulitan dalam kehidupannya atau dengan kata lain bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada seseorang dalam usaha memecahkan sendiri kesukaran-kesukaran yang dihadapinya.

Dalam rangka bimbingan itu hendaknya individu diberi kebebasan untuk memilih, pembimbing hanya membentuk menetapkan suatu pilihan, tetapi tidak berarti bahwa pembimbing itu yang memilih, si terbimbing sendirilah yang harus menetapkan dan menentukan sikapnya, sehingga ini dapat mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimal di sekolah, keluarga dan masyarakat.

Menurut Crow dan Crow yang dikutip oleh H.M Umar dan Sartono, “guidance” dapat diartikan sebagai: “bantuan yang diberikan seseorang baik pria maupun wanita yang memiliki pribadi yang baik dari pendidikan yang memadaikepada seorang individu dari setiap usia untuk menolongnya mengemudikan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan arah pandangannya, membuat pilihannya sendiri, dan memikul bebannya sendiri.”9

Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian bimbingan adalah:

a). Bimbingan merupakan suatu proses membantu individu. b). Bimbingan merupakan suatu proses yang terus menerus.

8

I Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV Ilmu, 1975), h. 25

9

M. Umar dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), h. 9


(17)

c). Bantuan yang diberikan adalah bantuan psikologis agar individu dapat mengembangkan dirinya secara maksimal sesuai dengan potensi kemampuannya.

d). Tujuan utama bimbingan adalah agar individu dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya.

e). Untuk pelaksanaan bimbingan diperlukan petugas yang memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam permasalahan bimbingan dan konseling.

Jadi, pengertian bimbingan secara luas adalah suatu proses pemberian yang terus menerus dan sistematis kepada individu di dalam memecahkan masalah yang dihadapinya agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya, kemampuan untuk dapat merealisasikan kemampuan dirinya sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungannya, baik di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.

Sedangkan istilah konseling berasal dari bahasa Inggris yaitu “To Counsel” yang berarti memberi saran atau nasihat.10 Disamping itu, istilah bimbingan selalu dirangkaikan dengan istilah konseling, hal ini disebabkan karena bimbingan dan konseling merupakan suatu kegiatan yang integral.

Secara umum istilah bimbingan dan konseling merupakan kalimat yang sukar untuk dipisahkan keduanya merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu Guidance and Counseling.

Counseling adalah “Suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu dimana yang seorang (Counselor) membantu yang lain (Counselee) supaya ia dapat lebih memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah-masalah hidup yang dihadapi waktu itu dan waktu yang akan datang.”11

10

Hallen, Bimbingan..., h. 11

11


(18)

Menurut Koestoer Partowisastro menyebutkan pengertian konseling dalam dua hal pengertian, yaitu:

a). Dalam arti luas, konseling adalah segala ikhtiar pengaruh psikologis terhadap sesama manusia.

b). Dalam arti sempit, konseling merupakan suatu hubungan yang sengaja diadakan dengan manusia lain, dengan maksud agar dengan berbagai cara psikologis, dapat mempengaruhi kepribadiannya sedemikian rupa, sehingga dapat diperoleh sesuatu efek tertentu.12

Dari pengertian diatas dapatlah dikemukakan bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan kepada klien untuk memecahkan masalah yang dihadapinya yang dilakukan secara face to face atau dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan klien yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.

Berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa konseling merupakan salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan dimana proses pemberian bantuan itu berlangsung melalui wawancara dalam serangkaian pertemuan dan tatap muka antara guru pembimbing dengan klien dengan tujuan agar klien mampu memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu mengarahkan dirinya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki ke arah perkembangan yang optimal.

Dan harus diingat bahwa dalam rangka usaha pemberian bimbingan atau bantuan melalui kegiatan konseling merupakan bagian yang amat penting dan dinyatakan sebagai jantung dari usaha bimbingan secara keseluruhan.

2. Fungsi Bimbingan dan Konseling

12

Koestoer Partowisastro, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Jakarta: Erlangga, 1987), Jilid II, h. 15-16


(19)

Pentingnya pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah dapat dilihat dari beberapa fungsi Bimbingan dan Konseling bagi perkembangan pribadi siswa sebagai makhluk sosial yang senantiasa bersosialisasi dengan masyarakat baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Menurut Dr. Syamsu Yusuf dan Dr. A. Juntika Nurihsan mengemukakan bahwa Bimbingan dan Konseling dalam membantu individu memiliki fungsi pemahaman, Preventif (pencegahan), Pengembangan, Perbaikan (penyembuhan), Penyaluran, Adaptasi, dan Penyesuaian.13

Drs.Paimun lebih lanjut menjelaskan Bimbingan dan Konseling di sekolah memiliki beberapa fungsi, antara lain:

Fungsi pengembangan, yaitu membantu siswa dalam mengembangkan potensi (bakat, minat, kemampuan), dan wawasan, ilmu pengetahuan, sikap dan nilai-nilai luhur serta keterampilan agar dapat berkembang secara optimal, sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya dan masyarakat.

Fungsi penyaluran, yaitu membantu siswa dalam menyalurkan bakat, minat, kemampuan, aspirasi atau cita-citanya. Penyaluran dapat diarahkan pada jenis lanjutan sekolah, pemilihan jurusan, kegiatan ekstrakurikuler, dan lapangan yang sesuai dengan minat, bakat, cita-cita dan kepribadian.

Fungsi perbaikan, yaitu membantu siswa dalam memperbaiki kesalahan, kekurangan, kelemahan dalam cara berbicara, bersikap dan bertindak, baik terhadap diri sendiri maupun pada orang lain. Termasuk perbaikan dalam cara berpikir, cara merasa, cara merespon sesuatu yang berkaitan dengan pelajaran, pekerjaan, musibah atau kasus yang menimpa atau dialami siswa.

Fungsi pencegahan, yaitu membantu siswa agar tidak terjadi kesalahan dalam memilih lanjutan pendidikan (sekolah, memilih jurusan, memilih program sekolah, dan sebagainya). Pencegahan juga dilakukan agar tidak terjadi kesalahan dalam memilih pekerjaan (jabatan) dalam masyarakat. Fungsi ini juga berguna untuk mencegah terjadinya salah suai (mal-adjusment) siswa baik terhadap diri sendiri, orang lain (masyarakat) dalam pekerjaan. Fungsi penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam rangka membantu

siswa memperoleh kemajuan dalam perkembangan secara optimal. Penyesuaian disini meliputi penyesuaian dengan orang lain, dengan

13

Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), Cet. Ke-2, h. 16


(20)

dirinya sendiri, dengan program studi atau jurusan, dengan lanjutan sekolah dengan kondisi dan situasi dimana siswa berada dan penyesuaian dengan jabatan apabila ia telah memperoleh pekerjaan.

Fungsi pengadaptasian, yaitu fungsi yang membantu staf sekolah khususnya guru, untuk menyesuaikan program pengajaran dan program bimbingan kepada kebutuhan dan tingkat perkembangan serta aspirasi siswa.14

Sebagaimana tujuan diadakannya layanan Bimbingan dan Konseling adalah agar siswa mencapai perkembangan optimal, potensi-potensi dalam dirinya yang bersifat dapat berkembang semestinya, serta mencapai kematangan diri yang sempurna. Maka fungsi Bimbingan dan Konseling adalah untuk membantu siswa dalam menjalani proses perkembangan yang kadang kala berupa permasalahan-permasalahan baru yang belum pernah dihadapi oleh siswa. Tidak jarang siswa merasa kebingungan dan membutuhkan bantuan dari orang yang lebih tahu cara penyelesaian masalah yang dihadapi tersebut.

3. Prinsip Bimbingan dan Konseling

Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip disini adalah hal-hal yang dapat menjadi pegangan didalam proses bimbingan dan penyuluhan, seperti halnya dalam memberikan pengertian mengenai bimbingan dan penyuluhan, maka di dalam mengemukakan prinsip-prinsip bimbingan dan penyuluhan ini masing-masing para ahli mempunyai sudut pandang sendiri-sendiri untuk meletakkan titik berat permasalahannya, untuk memberikan bukti tersebut akan diuraikan beberapa pendapat mengenai hal tersebut:

Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan dan penyelenggaraan pelayanan uraian berikut ini akan mengemukakan prinsip-prinsip bimbingan dan

14

Paimun, Sari Perkuliahan Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2005), h. 14-15, t.d.


(21)

konseling yang telah diramu dari sejumlah sumber. Untuk itu penulis akan mengemukakan sejumlah prinsip bimbingan dan konseling yang dirumuskan oleh Prayitno dkk dalam buku Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah (1997) bahwa prinsip-prinsip bimbingan konseling menyangkut empat prinsip yaitu:

a. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan:

Yaitu sebuah bimbingan dan konseling yang melayani semua individu tanpa membedakan satu sama lain dengan beraneka ragam tingkah laku individu yang unik dan dinamis.

b. Prinsip yang berkenaan dengan permasalahan individu

Yaitu bimbingan konseling yang memperhatikan kondisi mental individu karena disebabkan adanya kesenjangan sosial, ekonomi, dan budaya.

c. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan

Yaitu sebuah program bimbingan konseling yang harus di selaraskan dengan program pendidikan dimana program tersebut harus fleksibel dengan kebutuhan individu.

d. Prinsip berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan

Yaitu suatu bimbingan konseling diharapkan dapat mengembangkan individu yang akhirnya siswa tersebut mampu mengambil keputusan terhadap permasalahan yang dihadapi melalui bantuan dari guru pembimbing dan orang tua.15

Dari prinsip-prinsip tersebut dapat disimpulkan bahwa guru pembimbing yang telah memahami secara benar dan mendasar prinsip-prinsip dasar bimbingan konseling tersebut akan dapat menghindarkan diri dari kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan dalam praktek pemberian layanan bimbingan dan konseling.

4. Asas Bimbingan dan Konseling

Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling diperlukan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu. Apabila asas-asas itu diikuti dan terselenggara dengan baik sangat dapat diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan,

15


(22)

sebaliknya apabila asas-asas itu diabaikan atau dilanggar sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana itu justru berlawanan dengan tujuan bimbingan dan konseling, bahkan akan dapat merugikan orang-orang yang terlibat di dalam pelayanan, serta profesi bimbingan dan konseling itu sendiri.16

Asas-asas tersebut terdapat 12 macam, diantaranya yaitu: a. Asas Kerahasiaan

Segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disampaikan kepada orang lain. Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan, maka penyelenggara atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak, terutama penerima bimbingan klien sehingga mereka akan mau memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, jika konselor tidak dapat memegang asas kerahasiaan dengan baik, maka hilanglah kepercayaan klien, sehingga akibatnya pelayanan bimbingan tidak dapat tempat di hati klien.

b. Asas Kesukarelaan

Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik dari pihak klien, maupun dari pihak konselor. Klien diharapkan secara suka dan rela tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa, menyampaikan masalah yang dihadapinya, serta mengungkapkan segenap fakta, data dan seluk-beluk berkenaan dengan masalahnya itu kepada konselor, dan konselor juga hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa, atau dengan kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas. c. Asas Keterbukaan

Dalam pelaksanaan bimbingan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan, baik keterbukaan dari konselor maupun keterbukaan dari klien. Keterbukaan ini bukan hanya sekedar bersedia menerima saran-saran dari luar, diharapkan masing-masing pihak yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah.

d. Asas Kekinian

Masalah individu yang ditanggulangi ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan bukan masalah yang sudah lampau, dan juga bukan masalah yang mungkin akan dialami di masa yang akan datang. Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan. Jika

16

Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999), cet. I, h. 115


(23)

diminta bantuan oleh klien atau jelas-jelas terlihat misalnya adanya siswa yang mengalami masalah, maka konselor hendaklah segera memberikan bantuan.

e. Asas Kemandirian

Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan si terbimbing dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor.

f. Asas Kegiatan

Usaha bimbingan dan konseling tidak akan memberikan buah yang berarti bila klien tidak melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Hasil usaha bimbingan dan konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dengan kerja giat dari klien sendiri. Konselor hendaklah membangkitkan semangat klien sehingga ia mampu dan melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam konseling.

g. Asas Kedinamisan

Usaha pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri klien, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik.

h. Asas Keterpaduan

Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha memadukan sebagai aspek kepribadian klien. Sebagaimana diketahui individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang kalau keadaannya tidak seimbang, serasi dan terpadu justru akan menimbulkan masalah. Di samping keterpaduan pada diri klien, juga harus diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan.

i. Asas Kenormatifan

Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling.

j. Asas Keahlian

Usaha bimbingan konseling perlu dilakukan asas keahlian secara teratur dan sistematik dengan menggunakan prosedur, teknik dan alat (instrumentasi bimbingan dan konseling) yang memadai. Untuk itu para konselor perlu mendapat latihan secukupnya, sehingga dengan itu akan dapat dicapai keberhasilan usaha pemberian layanan.

k. Asas Alih Tangan

Dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling, asas alih

tangan jika konselor sudah mengerahkan segenap kemampuannya

untuk membantu individu, namun individu yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka


(24)

konselor dapat mengirim individu tersebut kepada petugas atau badan yang lebih ahli.

l. Asas Tut Wuri Handayani

Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya pada waktu klien mengalami masalah dan menghadap kepada konselor saja, namun di luar hubungan proses bantuan bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya pelayanan bimbingan dan konseling itu.17

5. Tujuan Bimbingan dan Konseling

Tujuan bimbingan dan konseling sebenarnya sudah dapat dilihat dari pengertian bimbingan konseling itu sendiri, yaitu untuk membantu siswa memahami dirinya sendiri, sehingga sanggup mengarahkan diri dan bertingkah laku yang wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Untuk lebih jelasnya Singgih D. Gunarsa mengemukakan beberapa uraian mengenai tujuan pelaksanaan bimbingan di sekolah meliputi anak didik, sekolah, guru dan orang tua murid, yaitu:

a. Dalam hal melayani anak didik di sekolah, seorang pembimbing dapat berbuat berbagai usaha membantu anak didik :

1. Membantu dalam memahami tingkah laku orang lain.

2. Membantu anak supaya hidup dalam kehidupan yang seimbang antara aspek fisik, mental dan sosial.

3. Membantu anak didik untuk memperoleh kepuasan pribadi dalam penyesuaian diri secara maksimal terhadap masyarakat.

b. Pada umumnya pelayanan bimbingan di sekolah meliputi tugas-tugas: 1. Mengumpulkan dan menyusun data-data mengenai anak didik,

yang meliputi hasil-hasil tes.

2. Mengadakan penelitian terhadap anak didik dan keluarga dari anak yang memerlukan bantuan pembimbing.

3. Menyelenggarakan program testing untuk seleksi masuk bagi calon-calon murid.

c. Pelayanan bimbingan bagi guru, selain dalam bentuk penataran, dapat juga dalam bentuk pemberian bantuan sebagai berikut:

1. Membantu keseluruhan program pendidikan dengan meneliti dan mengenai kebutuhan-kebutuhan anak didik.

2. Membantu dalam mengenai pentingnya ketertiban diri dalam program pendidikan.

17


(25)

d. Pelayanan bimbingan bagi orang tua murid

Dalam rangka bimbingan anak didik, pembimbing mengundang orang tua dengan tujuan:

1. Membantu memberikan pengertian tentang program pendidikian pada umumnya.

2. Dengan mengundang orang tua anak didik, maka ingin diberikan bantuan dalam membina hubungan yang lebih baik antara keluarga dan sekolah, terutama dalam masalah belajar anak didik.18

Dari tujuan-tujuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan penyuluhan dapat tercapai dan pelayanannya dapat dilaksanakan dengan efektif, apabila ada kerjasama yang baik antara kepala sekolah, konselor, wali kelas, guru pembimbing, staf pengajar, orang tua murid dan anak didik.

Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling

Pelaksanaan bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen (bagian) dari keseluruhan penyelenggaraan pendidikan di sekolah, atau lembaga-lembaga pendidikan yang mempunyai strategi dasar sebagai tempat berpijak bagi pelaksanaan bantuan/pelayanan yang harus diberikan kepada siswa yang bersangkutan yang memiliki masalah. Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa pelaksanaan bimbingan konseling ialah suatu proses pemberian bantuan/pelayanan kepada siswa pada setiap jenjang sekolah, dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan dan kenyataan tentang adanya kesulitan yang dihadapi siswa dalam rangka mengembangkan pribadinya secara optimal. Sehingga siswa dapat memahami tentang diri, mengarahkan diri, serta perilaku, atau bersikap sesuai dengan tuntutan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Bantuan mana yang

18

Singgih D. Gunarsa, Psikologi untuk Membimbing, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1995), cet. Ke-8,h. 30


(26)

diberikan dengan melalui cara-cara yang efektif yang bersumberkan pada ajaran agama serta nilai-nilai agama yang ada pada diri pribadinya.19

Bidang Pelayanan Bimbingan dan Konseling

Pembahasan mengenai bidang pelayanan Bimbingan dan Konseling berarti membahas bentuk pemberian bantuan kepada individu yang membutuhkan bantuan tersebut. Permasalahan yang dihadapi individu beda, hal ini mempengaruhi pemberian bantuan yang berbeda-beda pula.

Adapun bidang pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah dan madrasah, menurut Drs. Tohirin M.Pd, adalah:

a. Bidang Pengembangan Pribadi b. Bidang Pengembangan Sosial c. Bidang Kegiatan Belajar d. Bidang Pengembangan Karir

e. Bidang Pengembangan Kehidupan Berkeluarga f. Bidang Pengembangan Kehidupan Beragama.20

2. Metode Bimbingan dan Konseling

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki.21

Sedangkan metode secara harfiah menurut M. Arifin adalah “jalan yang harus dijalani dalam mencapai tujuan. Adapun pengertian hakiki dari metode adalah segala sarana yang dapat diinginkan dalam pencapaian tujuan yang diinginkan.”22

Adapun metode bimbingan dan konseling menurut M Arifin adalah: a. Wawancara

19

Kartini Kartono, Bimbingan dan Dasar-dasar Pelaksanaannya, (Jakarta: CV Rajawali, 1985), Cet. 1, h. 11

20

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 123

21

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-2, h. 740

22

M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan, (Jakarta: PT Golden Terayon Press, 1982), Cet. I, h. 43


(27)

Yaitu salah satu cara memperoleh fakta-fakta kejiwaan yang dapat dijadikan bahan pemetaan tentang bagaimana sebenarnya hidup kejiwaan anak bimbing pada saat tertentu yang memerlukan bantuan.

b. Metode Group Guidance (Bimbingan secara Kelompok)

Bilamana metoda interview atau wawancara merupakan cara pemahaman tentang keadaan anak bimbing secara individual, maka bimbingan kelompok adalah sebaliknya, yaitu cara pengungkapan jiwa/ batin serta pembinaannya melalui kegiatan kelompok seperti ceramah, diskusi, seminar, dan sebagainya.

c. Metode Non Direktif (Cara yang tidak Mengarah)

Cara lain untuk mengungkapkan segala perasaan dan pikiran yang tertekan sehingga menjadi penghambat kemajuan belajar anak bimbing adalah metode non-direktif. Metode ini dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu:

1. Client Centered, yaitu cara pengungkapan tekanan batin yang dirasakan menjadi penghambat anak bimbing dalam belajar dengan sistem pancingan yang berupa satu, dua pertanyaan yang terarah.

2. Edukatif, yaitu cara mengungkapkan tekanan perasaan yang menghambat perkembangan belajar dengan mengorek sampai tuntas perasaan/ sumber yang menyebabkan hambatan dan ketegangan dengan cara-cara ‘client centered”, yang diperdalam dengan permintaan/ pertanyaan yang motivatif dan

persuasive (meyakinkan) untuk mengingat-ingat serta

mendorong agar lebih berani mengungkapkan perasaan tertekan sampai keakar-akarnya.

d. Metode Psikoanalisis (Penganalisaan Jiwa)

Metode ini berasal dari dari psiko-analisis Freud yang dipergunakan untuk mengungkapkan segala tekanan perasaan yang sudah tidak lagi disadari. Menurut teori ini, manusia yang senantiasa mengalami kegagalan usaha dalam mengejar cita-cita atau keinginan, menyebabkan timbulnya perasaan tertekan makin menumpuk. Bilamana tumpukan perasaan gagal tersebut tidak dapat diselesaikan, maka akan mengandap ke dalam lapisan jiwa bawah sadarnya.


(28)

e. Metode Direktif (Metode yang bersifat Mengarahkan)

Metode ini lebih bersifat mengarahkan kepada anak bimbing untuk berusaha mengatasi kesulitan (problema) yang dihadapi. Pengarahan yang diberikan kepada anak bimbing adalah dengan memberikan secara langsung jawaban-jawaban terhadap permasalahan yang menjadi sebab kesulitan yang dihadapi/ dialami anak bimbing.

f. Metode Sosiometri

Yaitu suatu cara yang dipergunakan untuk mengetahui kedudukan anak bimbing dalam hubungan kelompok.23

3. Teknik Bimbingan dan Konseling

Menurut I Djumhur dan Moh. Surya dalam bukunya bimbingan dan penyuluhan di sekolah mengatakan “bahwa teknik bimbingan memerlukan pendekatan-pendekatan yaitu pendekatan secara kelompok dan pendekatan secara individu.”24 Pendekatan secara kelompok disebut juga group guidance dan pendekatan secara individu disebut individu counseling.

Konseling merupakan salah satu teknik dalam bimbingan yang begitu penting sehingga sering disebut “jantung” atau “hati” dari bimbingan. Apabila dua orang sedang melakukan wawancara belum tentu dikatakan sebagai konseling jika tidak memenuhi syarat-syarat yang ada pada konseling, antara lain:

a) Konseling biasanya meliputi langkah-langkah tertentu yaitu usaha mengenal masalah, latar belakang dan kehidupan orang tersebut, agar pertolongan yang diberikan sesuai dengan masalah dan kebutuhannya. b) Keterlibatan dan tanggung jawab bersama, hal ini berarti konselor dan

klien harus bekerja sama dalam memahami dan mencari jalan keluar dari persoalan tersebut.

23

M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan…, h. 44-50

24


(29)

c) Peranan emosi dalam konseling, biasanya dalam melakukan konseling klien harus dapat mengendalikan emosinya agar masalahnya dapat diselesaikan.

d) Klien merasa sadar bahwa dia membutuhkan pertolongan dari seseorang untuk menyelesaikan masalahnya.25

Pada umumnya teknik yang dipergunakan dalam bimbingan mengambil dua pendekatan yaitu pendekatan secara kelompok dan pendekatan secara individual.

a) Bimbingan Kelompok

Teknik ini dipergunakan dalam membantu siswa atau sekelompok murid dalam memecahkan masalah-masalah dengan melalui kegiatan kelompok. Masalah yang dihadapi mungkin bersifat kelompok, yaitu yang dirasakan bersama oleh kelompok atau bersifat individual sebagai anggota kelompok. Dengan demikian penyelenggaraan bimbingan kelompok dimaksudkan dapat membantu mengatasi masalah bersama atau membantu individu yang menghadapi masalah dengan menempatkan dalam suatu kehidupan kelompok.

Beberapa bentuk bimbingan kelompok menurut I Djumhur dan Moh. Surya dalam bukunya bimbingan dan Penyuluhan di sekolah, yakni:

1) Home room program (program home room)

Yaitu suatu program kegiatan yang dilakukan dengan tujuan agar guru-guru dapat mengenal murid-muridnya lebih baik, sehingga dapat membantunya secara efisien. Kegiatan ini dilakukan dalam kelas dalam bentuk pertemuan antara guru dengan murid diluar jam-jam pelajaran untuk membicarakan beberapa hal yang dianggap perlu.

2) Karyawisata/field trip

Karyawisata atau field trip disamping berfungsi sebagai kegiatan rekreasi atau metode mengajar, dapat pula berfungsi sebagai salah

25


(30)

satu teknik dalam bimbingan kelompok. Dengan karyawisata murid mendapat kesempatan meninjau obyek-obyek yang menarik dan mereka mendapat informasi yang lebih baik dari obyek itu. Disamping itu murid-murid mendapat kesempatan untuk memperoleh penyesuaian dalam kehidupan kelompok, misalnya dalam berorganisasi, kerjasama, rasa tanggung jawab, percaya pada diri sendiri, juga dapat mengembangkan bakat dan cita-cita yang ada.

3) Diskusi kelompok

Diskusi kelompok merupakan suatu cara dimana murid-murid akan mendapat kesempatan untuk memecahkan masalah bersama-sama. Setiap murid mendapat kesempatan untuk menyumbangkan pikiran masing-masing dalam memecahkan suatu masalah.

4) Kegiatan kelompok

Kegiatan kelompok dapat merupakan teknik yang baik dalam bimbingan karena kelompok memberikan kesempatan kepada individu untuk berpartisipasi dengan sebaik-baiknya. Banyak kegiatan tertentu yang lebih berhasil jika dilakukan dalam kelompok. Untuk mengembangkan bakat-bakat dan menyalurkan dorongan-dorongan dapat dilakukan melalui kegiatan kelompok. Dengan kegiatan ini setiap anak mendapat kesempatan untuk menyumbangkan pikirannya juga dapat mengembangkan rasa tanggung jawab.

5) Organisasi Murid

Organisasi murid baik dalam lingkungan sekolah maupun luar sekolah, dapat merupakan salah satu teknik dalam bimbingan kelompok. Melalui organisasi ini banyak masalah-masalah yang sifatnya individual maupun kelompok dapat diselesaikan. Dalam organisasi murid mendapat kesempatan untuk belajar mengenai berbagai aspek kehidupan sosial. Mengaktifkan murid dalam organisasi murid dapat mengembangkan bakat kepemimpinan di samping menumpuk rasa tanggung jawab dan harga diri.


(31)

6) Sosiodrama

Dalam kesempatan ini individu akan menghayati secara langsung situasi masalah yang dihadapinya, dari pementasan itu kemudian diadakan diskusi mengenai cara-cara pemecahan masalahnya. 7) Psikodrama

Jika sosiodrama merupakan teknik untuk memecahkan masalah-masalah sosial, maka psikodrama adalah teknik untuk memecahkan masalah psikis yang dialami oleh individu. Dengan memerankan suatu peranan tertentu, konflik atau ketegangan yang ada dalam dirinya dapat dikurangi atau dihindarkan. Kepada sekelompok murid dikemukakan suatu cerita yang didalamnya tergambarkan adanya suatu ketegangan psikis yang dialami oleh individu. Kemudian murid-murid diminta untuk memainkan di muka kelas, bagi murid yang mengalami ketegangan, permainan dalam peranan itu dapat mengurangi ketegangannya.

8) Remedial teaching

Remedial teaching atau pengajaran remedial yaitu bentuk pengajaran yang diberikan kepada seorang murid untuk membantu memecahkan kesulitan belajar yang dihadapinya. Remedial ini mungkin berbentuk penambahan pelajaran, pengulangan kembali, latihan-latihan, penekanan aspek-aspek tertentu, tergantung dari jenis dan tingkat kesulitan belajar yang dialami murid. Cara ini merupakan salah satu teknik memberikan bimbingan yang dapat diberikan secara kelompok ataupun individuil tergantung kesulitannya. Jika kesulitan itu dirasakan oleh suatu kelompok maka diberikan secara kelompok, sedangkan jika hanya dialami oleh seorang murid saja maka diberikan secara individuil.26

b) Bimbingan Individu

26


(32)

Bimbingan secara individual biasanya disebut konseling atau penyuluhan. Dengan penyuluhan, seorang konselor memberikan bantuan dengan komunikasi langsung, hubungan empat mata antar dua pribadi, melalui percakapan dalam rangka mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.

Dalam melaksanakan penyuluhan, konselor sedapat mungkin bersikap simpatik dan penuh pengertian. Konselor sebaiknya turut merasakan apa yang dirasakan oleh orang yang akan diberikan konseling. Seorang konselor perlu bersikap seperti itu, supaya orang yang bersangkutan dapat menaruh kepercayaan penuh terhadap konselor dan dengan demikian memungkinkan keberhasilan penyuluhan tersebut.

Ada 3 macam penyuluhan:

1. Konseling yang langsung (Directive Counseling)

Pada penyuluhan ini konselor mengambil peranan penting dan berusaha memberi pengarahan yang sesuai dengan penyelesaian masalahnya. Konselor seolah-olah menjadi pusatnya dalam proses penyelesaian masalah.

2. Konseling yang tidak langsung (Non-directive Counseling)

Sebagai kebalikan dari directive counseling maka non-directive counseling menempatkan si penerima konseling dalam posisi pusat penyuluhan. Si penerima menjadi pusat daripada tindakan-tindakan dan proses penyuluhan ini. Konselor hanya mendengarkan, menampung pembicaraan, sedangkan yang diberi konseling mengambil peranan aktif, berbicara bebas.

3. Konseling eklektic (Eclectic Counseling)

Adalah campuran dari directive dan non-directive counseling. Pada

eclectic counseling, konselor menampung pembicaraan dan


(33)

memberikan pengarahan dalam mencari dan menemukan pemecahan persoalannya.27

4. Mekanisme Program Bimbingan dan Konseling

Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah maupun di berbagai lembaga yang membutuhkan harus memiliki mekanisme pelaksanaan yang baik dan menyeluruh serta kerja sama berbagai pihak di lembaga tersebut. Sedangkan mekanisme pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling di sekolah, antara lain:

a. Program Bimbingan dan Konseling harus diorganisir sehingga sesuai dengan kebutuhan siswa. Setiap siswa memiliki kebutuhan-kebutuhan tertentu yang berbeda satu dengan yang lain. Bimbingan harus sesuai atau disesuaikan dengan kebutuhan siswa tersebut. Program bimbingan harus didasarkan atas pemenuhan kebutuhan yang nyata dari lingkungan daerah dimana sekolah berada.

b. Program bimbingan harus merupakan kesatuan dengan program sekolah secara integral dari keseluruhan program sekolah.

c. Setiap petugas bimbingan mempunyai peranan sesuai dengan sifat dan kemampuan fungsional masing-masing di sekolah tersebut. d. Perlu koordinasi dan kerjasama yang baik diantara petugas

bimbingan jika guru mengalami kesulitan dapat berkoordinasi dengan konselor, psikolog, dokter, psikiater dalam melaksanakan tugas bimbingan, jika konselor mengalami kesulitan, misalnya dalam hal sarana prasarana, dia dapat berkonsultasi dengan kepala sekolah, dan sebagainya.

e. Kepala sekolah sebagai penanggung jawab pelaksanaan program bimbingan dan konseling dapat mengadakan rapat dengan semua petugas BK serta semua staf sekolah lainnya, jika terdapat permasalah yang dialami dari para petugas bimbingan dalam rangka mengatasi permasalah bimbingan dan konseling tersebut.28 Dalam mekanisme pelaksanaan bimbingan dan konseling hubungan kerjasama dari berbagai pihak di sekolah sangat dibutuhkan, program-programnya tidak hanya dilaksanakan oleh seorang guru Bimbingan dan Konseling, tetapi dalam hal ini dilaksanakan oleh guru-guru pada setiap mata pelajaran untuk bimbingan belajar, kepala sekolah, staf sekolah,

27

Singgih D. Gunarsa, Psikologi untuk…, h. 44-45

28


(34)

keamanan, bahkan orang tua atau wali murid, dalam hal ini guru Bimbingan dan Konseling hanya sebagai koordinator dari kegiatan Bimbingan dan Konseling yang diberikan kepada siswa di sekolah.

Kenakalan Siswa

Pengertian Kenakalan Siswa

Menurut Sarlito, bahwa "kenakalan remaja adalah perilaku yang menyimpang dari atau melanggar hukum."29

Zakiah Daradjat dalam bukunya “kesehatan mental” mengemukakan bahwa jika kenakalan ditinjau dari segi agama, maka segala kelakuan dan tindakan yang terlarang dalam agama jika dilakukan oleh orang yang sudah dewasa akan berdosa dan diakhirat nanti akan dihukum. Tetapi, jika tindakan itu dilakukan oleh anak-anak yang belum baligh, maka tanggung jawab dan dosanya belum dapat dipikulkan kepadanya.30

Kenakalan remaja adalah remaja yang sering berkelompok yang menyebabkan terganggunya orang-orang di sekitarnya, baik pada malam hari maupun siang hari pada waktu sedang istirahat dengan menciptakan keributan dan mengganggu ketenangan suasana dan melanggar tata kesopanan bertetangga.31

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja adalah perbuatan yang dilakukan oleh remaja yang bertentangan dengan norma-norma, baik norma agama, susila, atau norma yang berlaku dalam masyarakat yang dapat merugikan dirinya dan orang lain, jika perbuatan melanggar hukum itu dilakukan orang dewasa, maka dinamakan kejahatan. Namun apabila dilakukan oleh anak-anak itu tidak termasuk tindakan melanggar hukum sehingga tidak dapat dikenakan sangsi hukum formal, dan tindakannya ini disebut kenakalan.

29

Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. Ke-6, h. 207

30

Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 2001), Cet. Ke-23, h. 107

31

Singgih D. Gunarsa dan Ny. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), Cet. Ke-13, h. 18


(35)

Masa Remaja

Masa remaja adalah masa peralihan di antara masa anak-anak dan masa dewasa, dimana anak-anak mengalami pertumbuhan cepat di segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk badan, sikap, cara berpikir dan bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Masa ini mulai kira-kira pada umur 13 tahun dan berakhir kira-kira umur 21 tahun.

Masa 9 tahun (13-21) yang dilalui oleh anak-anak itu, tidak ubahnya sebagai suatu jembatan penghubung antara masa tenang yang selalu bergantung kepada pertolongan dan perlindungan orang tua, dengan masa berdiri sendiri, bertanggung jawab dan berpikir matang. Dalam melalui masa adolesensi ini, tidak sedikit anak-anak yang mengalami kesukaran-kesukaran atau problem-problem yang kadang-kadang menyebabkan kesehatannya terganggu, jiwanya gelisah dan cemas, pikirannya terhalang menjalankan fungsinya dan kadang-kadang kelakuannya bermacam-macam.Masa ini adalah masa terakhir dari pembinaan kepribadian, dan setelah masa itu dilewati, anak-anak telah berpindah ke dalam dewasa. Jika kesukaran-kesukaran dan problema-problema yang dihadapinya tidak selesai dan masih menggelisahkan sebelum meningkat dewasa, maka usia dewasa akan dilalui dengan kegelisahan dan kecemasan pula.32

1). Pengertian Remaja

Pengertian remaja dalam kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan “mulai dewasa; sudah sampai umur untuk kawin.”33

Kartini Kartono mengartikan masa remaja sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara kanak-kanak dengan masa dewasa.34 Zakiah Daradjat mengartikan remaja merupakan peralihan

32

Zakiah Daradjat, Kesehatan…, h. 96-97

33

Tim Penyusun Kamus; Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet. I, h. 831

34


(36)

dari kanak-kanak menjadi dewasa dalam satu segi sedang mengalami kegoncangan dan ketidakpastian.35

Remaja adalah masa transisi dari anak menjadi dewasa, yang di mulai dengan tanda-tanda puberty dan berakhir bila si anak telah mencapai kematangan fisik dan psikis.36

Lebih lanjut Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa, “remaja adalah suatu tingkatan umur, dimana anak-anak tidak lagi anak-anak, akan tetapi belum dapat dipandang dewasa. Jadi remaja adalah umur yang menjembatani antara umur anak-anak dan umur dewasa.”37

Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan di atas, penulis dapat menegaskan bahwa, yang dimaksud remaja adalah individu yang sedang mengalami suatu masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Yang meliputi semua perkembangan dan perubahan, baik fisik maupun psikis.

2).Rentangan Usia Masa Remaja

Sarlito Wirawan Sarwono menyatakan bahwa, “sebagai pedoman umum, kita dapat menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah bagi remaja Indonesia.”38

Sedangkan menurut Singgih D. Gunarsa, membagi periode remaja antara usia 12-21 tahun, dia membaginya kedalam tiga fase yaitu: remaja dini (pubertas) pada usia 12-15 tahun, remaja madya 17-18 tahun, lanjut pada usia 18-21 tahun.39

Dalam menanggapi pendapat para pakar psikologi tentang rentangan usia masa remaja yang bermacam-macam itu, Zakiah Daradjat memberikan komentar bahwa, “batasan usia masa remaja yang dikemukakan oleh para pakar itu adalah wajar dan cocok bagi

35

Zakiah Daradjat, Psikologi Anak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), Cet. Ke-4, h. 38

36

B. Simandjuntak, Psikologi Perkembangan; Dasar Psikologi Kriminal, (Bandung: Tarsito, 1979), Cet. Ke-2, h. 361

37

Zakiah Daradjat, Pembinaan Remaja, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), Cet. Ke-2, h. 28

38

Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. Ke-6, h. 50

39

Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: Gunung Mulia, 1995), Cet. Ke-7, h. 204


(37)

masing-masing masyarakat, sesuai dengan nilai dan ukurannya sendiri-sendiri. Kendatipun demikian umur yang ditentukan sebagai batas yang menentukan masa remaja para ahli mengambil patokan antara 13-21 tahun adalah usia masa remaja. Sedangkan yang khususnya mengenai perkembangan jiwa agama dapat diperpanjang menjadi 13-24 tahun.”40

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa rentangan usia masa remaja dapat disesuaikan dengan kondisi individu itu sendiri dan masyarakat disekitarnya.

b. Ciri-ciri Remaja

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa masa remaja adalah suatu proses transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Dalam kondisi seperti inilah terlihat bahwa remaja itu masih labil.

Keadaan labil ini biasa yang terlihat dan ciri-ciri khas remaja itu sendiri yang membedakan mereka dari kanak-kanak dan orang dewasa.41

Ciri-ciri khas remaja antara lain:

1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kaku dalam bergerak, sebagai akibat perkembangan fisik, ini biasanya menyebabkan perasaan rendah diri pada remaja. Untuk menutup hal tersebut remaja terkadang berperilaku berlebihan.

2. Secara keseluruhan tidak ada keseimbangan, terutama emosi yang sangat labil. Emosional yang berubah-ubah, berubah yang suasana hati yang tidak dapat di duga-duga sering menyulitkan orang tua mereka dan begitupun dewasa untuk mengadakan pendekatan.

3. Perombakan pandangan dan petunjuk hidup yang telah diperoleh pada masa sebelumnya. Hal ini menyebabkan perasaan kosong di dalam diri remaja ingin merenggangkan ikatan dengan orang tua atau dengan orang dewasa lainya.

4. Gelisah, kegelisahan ini terjadi karena remaja mempunyai banyak keinginan tetapi tidak punya kemampuan untuk

40

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), Cet. Ke-14, h. 72

41

Agoes Dariyanto, Psikologi Perkembangan Remaja, (Jakarta: Ghia Indonesia, 2004), h. 218


(38)

memenuhinya. Banyak cita-cita dan angan-angan sampai setinggi langit, tetapi tidak mungkin terpenuhi.

5. Banyak fantasi berkhayal merupakan ciri khas remaja. Banyak hal yang tidak mungkin tercapai, biasa tercapai dengan fantasi. Remaja berfantasi mengenai banyak pengagum untuk mengejarnya, sesungguhnya dalam kesepiannya membuat cerita khayalan tersebut.42

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Remaja

Sejak di dalam kandungan hingga lahir, seorang individu tumbuh menjadi anak remaja atau dewasa. Hal ini berarti terjadi proses perubahan pada diri setiap individu. Aspek-aspek perubahan yang dialami oleh setiap individu meliputi fisik, kognitif maupun psikososialnya.

Secara umum ada 3 faktor yang mempengaruhi perkembangan individu, antara lain:

1. Faktor Endogen (Nature)

Dalam pandangan ini nyata bahwa perubahan-perubahan secara fisik maupun psikis, dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat hederiter yaitu yang diturunkan oleh orang tuanya, misalnya postur tubuh (tinggi badan, bakat, minat, kecerdasan, dan sebagainya).

2. Faktor Exogen (Nuture)

Pandangan faktor ini menyatakan bahwa perubahan dan perkembangan individu sangat mempengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu itu sendiri. Faktor ini diantaranya berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik berupa tersedia sarana dan fasilitas, cuaca, dan sebagainya), sedangkan lingkungan sosial berupa keluarga, tetangga, teman, dan sebagainya)

3. Interaksi antara endogen dan exogen

42


(39)

Dalam kenyataannya, masing-masing faktor tersebut tidak dapat dipisahkan. Kedua faktor ini saling berpengaruh, sehingga terjadi interaksi antara faktor internal maupun eksternal, yang kemudian membentuk dan mempengaruhi perkembangan individu.43

1.

Jenis-jenis Kenakalan Siswa

Pada umumnya kenakalan siswa dapat digolongkan dua kelompok yang besar, sesuai kaitannya dengan norma hukum, yakni:

a. Kenakalan yang bersifat a-moral dan tidak diatur dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan pelanggaran umum.

b. kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan Undang-undang dan hukum yang berlaku dengan perbuatan melanggar hukum bilamana dilakukan oleh orang dewasa.44

Kenakalan siswa di sekolah merupakan salah satu bentuk dari dua golongan tersebut, yaitu kenakalan yang bersifat a-moral dan a-sosial dan tidak diatur dalam Undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan pelanggaran hukum dari pengumpulan kasus mengenai kenakalan yang dilakukan oleh remaja dan pengamatan murid disekolah lanjutan maupun mereka yang sudah putus sekolah dapat dilihat adanya gejala :

1. Berbohong, memutarbalikan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutupi kesalahan.

2. Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah.

3. Pergi dari rumah tanpa izin orang tua (minggat/kabur) atau menentang keinginan orang tua.

43

Agoes Dariyanto, Psikologi Perkembangan…, h. 14-15

44


(40)

4. Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk mempergunakannya.

5. Bergaul dengan teman yang memberi perngaruh buruk, sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar kriminal

6. Membaca buku porno kebiasaan menggunakan bahasa tidak sopan, seolah-olah menggambarkan kurang perhatian dan pendidikan dari orang dewasa.45

2.

Sebab-sebab Kenakalan Siswa

Pada dasarnya kenakalan siswa dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal:

a. Faktor internal adalah hal-hal yang bersifat dari dalam diri siswa itu sendiri, baik sebagai akibat dari perkembangan atau pertumbuhan maupun akibat dari suatu jenis penyakit mental/kejiwaan yang ada dalam diri siswa itu sendiri.

b. Faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar diri pribadi siswa yang bersangkutan, antara lain:

1. Keadaan Keluarga

Sebagian besar anak dibesarkan oleh keluarga, di samping itu kenyataan menunjukkan bahwa di dalam keluargalah anak mendapatkan pendidikan dan pembinaan pertama kali. Karena itu, perilaku orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan si anak. Tindakan kriminal yang dilakukan oleh orang tua atau salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi jiwa anak.

2. Keadaan Sekolah

Dunia pendidikan kedua bagi anak-anak setelah keluarga adalah sekolah. Selama dalam proses pembinaan, pengembangan dan

45


(41)

pendidikan sekolah biasanya terjadi interaksi antara sesama siswa, dan antara siswa dengan pendidik. Proses interaksi tersebut dalam kenyataannya bukan hanya memiliki aspek sosiologi yang positif saja. Akan tetapi, juga membawa akibat lain yang memberi dorongan bagi anak remaja di sekolah untuk menjadi nakal.

3. Keadaan Masyarakat

Keadaan masyarakat dan kondisi lingkungan dalam berbagai corak dan bentuk akan berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap anak-anak remaja, dimana mereka hidup berkelompok perubahan-perubahan masyarakat yang berpengaruh berlangsung secara cepat dan ditandai dengan peristiwa yang menegangkan, seperti persaingan di bidang perekonomian, pengangguran, yang bervariasi pada garis besarnya memiliki korelasi yang relevan dengan adanya kejahatan pada umumnya, termasuk kenakalan remaja.46

4. Cara Mengatasi Kenakalan Siswa

Adapun cara yang dilakukan dalam upaya mengatasi kenakalan remaja sebagaimana yang dikemukakan oleh seorang kriminologi, Soerdjono Dirjo Siswono, S.H., yang dikutip Soedarsono dalam bukunya “Kenakalan Remaja”, mengemukakan bahwa asas umum dalam pengulangan kejahatan yang banyak dipakai oleh Negara-negara maju, yaitu:

a. Cara moralitas, dilaksanakan dengan penyebaran ajaran agama dan moral, perundang-undangan yang baik dan sarana-sarana yang dapat menekan nafsu untuk berbuat kejahatan.

46


(42)

b. Cara abolisionalistis, berusaha memberantas mengulangi kejahatan dengan sebab musababnya, umpamanya diketahui bahwa faktor tekanan ekonomi (kemelaratan) merupakan salah satu penyebab kejahatan, maka usaha untuk mencapai tujuan dalam mengurangi kejahatan yang disebabkan oleh faktor ekonomi, merupakan cara abolisiolistis.47

Perioritas utama di dalam mengatasi kenakalan remaja adalah mencegah dengan cara memadai dan imprehensif. Adapun cara mencegah kenakalan remaja dengan cara preventif, kuratif, dan rehabilitas. Sedangkan pendekatan preventif terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Usaha dari rumah tangga

Menciptakan rumah tangga atau keluarga yang beragama, kemudian menciptakan keluarga yang harmonis adanya kesamaan norma-norma yang dipegang antara bapak atau ibu dan keluarga lainnya di keluarga dalam hal mendidik anak, memberikan kasih sayang secara wajar kepada anak, memberikan perhatian yang cukup terhadap pergaulan anak remaja di lingkungan masyarakat setempat, dan mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan ‘krisis keluarga’ secara positif dan konstruktif.

2. Usaha dari sekolah

Sarana dan prasarana sekolah memadai, kuantitas dan kualitas guru yang memadai, mengembalikan wibawa guru, kesejahteraan guru ( kondisi sosial ekonomi guru) perlu diperbaiki, tugas rangkap guru antar sekolah sebaiknya dihindari, kurikulum sekolah yang terlalu padat/banyak dan kurang relevan hendaknya ditinjau kembali, lokasi sekolah hendaknya berada diluar daerah rawan, jauh dari pembelanjaan pusat hiburan/keramaian.

3. Di lingkungan masyarakat

47

Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT Bina Aksara, 1989), Cet. I, h. 93


(43)

Mengenai lingkungan masyarakat sangat tergantung pada usaha yang dilakukan orang dewasa yang ada di lingkungan tersebut memberikan perhatian dan membina para remajanya untuk berkreasi secara bebas dan terarah, selain itu dengan memberikan kepercayaan kepada para remaja untuk ikut serta dalam suatu tugas kemasyarakatan sehingga akan terbentuk rasa tanggung jawab pada diri mereka akan hak dan kewajibannya sebagai bagian dari masyarakat. Mengarahkan dan memberi contoh yang baik kepada para remaja akan menghasilkan suatu generasi penerus harapan semua anggota masyarakat.48

Menurut Prof. DR. dr. H. Dadang Hawari, dibutuhkan langkah-langkah konkret oleh masyarakat yaitu mampu menciptakan kondisi lingkungan hidup yang bebas dari rasa takut, aman, dan tentram, bebas dari segala bentuk kerawanan sebagaimana yang tertera pada pengaruh lingkungan masyarakat terhadap timbulnya kenakalan remaja.49

Bagi remaja yang sedang dalam masa perkembangan membutuhkan lingkungan yang dapat menerimanya, menghargai setiap prilakunya serta memberikan bimbingan yang menuntunnya menjalani kehidupan yang luhur, beradab dan menghargai hidup, mengetahui cara mengisinya dengan hal-hal yang positif serta bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.

Peran Bimbingan dan Konseling dalam Upaya Mengatasi

Kenakalan Siswa

Peranan Bimbingan dan Konseling dalam upaya mengatasi kenakalan siswa tidak lepas dari sifat Bimbingan dan Konseling itu sendiri yang terdiri dari empat, yaitu pemahaman, pencegahan, perbaikan, pemeliharaan dan

48

Dadang Hawari, Al-qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), Cet. Ke-3, h. 200

49


(44)

pengembangan. Dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling pada umumnya mengedepankan dua fungsi, yaitu:

Fungsi pemahaman

Dalam hal ini Bimbingan dan Konseling berfungsi memberikan pelayanan yang berguna untuk memahami keadaan siswa dan lingkungannya, serta memberikan pemahaman siswa terhadap informasi yang mereka perlukan.

Fungsi pencegahan (Preventif)

Pelayanan Bimbingan dan Konseling bersifat mencegah atau menghindarkan siswa dari mengalami masalah yang mungkin mengganggu, menghambat, atau menimbulkan kesulitan dalam proses perkembangan siswa. House dan Walker menambahkan bahwa salah satu cara untuk mencegah seseorang agar tidak terlibat ke dalam permasalah yang lebih besar adalah dengan menunjukkan bahaya atau penderitaan yang akan timbul apabila sesuatu dilakukan.50

Dapat disimpulkan disini bahwa bimbingan dan konseling berfungsi memberikan pelayanan dalam memahami keadaan siswa dan lingkungannya, juga menghindarkan siswa dari masalah yang mungkin dapat mengganggunya. Selain itu, Bimbingan dan Konseling berfungsi dalam membantu memecahkan masalah siswa dan menumbuhkan kembangkan potensi yang dimiliki siswa agar dapat menempatkan diri sesuai dengan kondisi yang dihadapinya.

Layanan Bimbingan dan Konseling dalam hal ini dapat pula menggunakan istilah pengendalian sosial. Dimana kenakalan remaja itu merupakan penyimpangan dari nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Sedangkan arti dari pengendalian sosial itu menurut Joseph S. Roucek dan Associates adalah: “pengawasan oleh masyarakat

50


(45)

terhadap jalannya pemerintahan atau dalam arti luasnya pengawasan terhadap segala proses, baik yang direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang berlaku.”51

Pengendalian sosial ini dilaksanakan agar mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat atau suatu sistem pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai kedamaian melalui keserasian antara kepastian dengan keadilan atau keseimbangan.

Dari sudut sifatnya dapatlah dikatakan bahwa pengendalian sosial dapat bersifat preventif atau represif, atau bahkan kedua-duanya. “Usaha-usaha preventif, misalnya dijalankan melalui proses sosialisasi, pendidikan formal dan informal. Sedangkan represif berwujud penjatuhan sanksi terhadap para warga masyarakat yang melanggar atau menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku atau pengendalian sosial itu dapat dilakukan melalui sosialisasi, tekanan sosial dan melalui kekuatan.”52

51

Joseph S. Roucek dan Associates,

52

Soerjono Soekanto, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. Ke-20, h. 227


(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2008. adapun lokasi yang dijadikan tempat untuk melakukan kegiatan penelitian yakni di salah satu sekolah negeri yang berada di wilayah kecamatan Grogol yaitu MAN I Jakarta, tepatnya di jalan Rawa Bahagia Jakarta Barat.

B.

Metode Penelitian dan Variabel Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini adalah “Deskriprif Analisis” yaitu metode yang meneliti dan menemukan informasi yang seluas-luasnya tentang variabel yang bersangkutan dan tidak bermaksud mengidentifikasikan hubungan antara variabel.1

Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta tahun 2007. Untuk memudahkan data, fakta, dan informasi yang mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan.

a). Jenis penelitian lapangan ini dimaksudkan agar dapat diperoleh fakta, data dan informasi yang lebih obyektif dan akurat mengenai pelaksanaan bimbingan konseling dalam mengatasi kenakalan siswa di MAN I Jakarta.

1

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Rajawali Press, 1995), Cet. Ke-10, h. 19


(47)

b). Penelitian kepustakaan penulis lakukan dengan mempelajari atau menelaah dan mengkaji buku yang erat kaitannya dengan masalah yang akan dibahas yaitu pelaksanaan bimbingan konseling dalam mengatasi kenakalan siswa di MAN I Jakarta.

2. Variabel Penelitian

Adapun variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Independent Variable ( Variabel Bebas), yaitu pelaksanaan Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan di MAN I Jakarta.

2. Dependent Variable (Variabel Terikat), yaitu kenakalan siswa di MAN I Jakarta dalam proses belajar mengajar.

Tabel 1 Matriks Variabel No. Vari abel (X) Dimensi Indikator Pela ksan aan Bim bing an dan Kon selin g Bidang layanan Bimbinga n dan Konseling • Pengembangan Kehidupan Pribadi • Pengembangan Kehidupan Sosial

• Membantu memahami, menilai, mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat, minat, serta kondisi sesuai dengan

karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya.

• Membantu memahami, menilai, mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya,


(48)

• Pengembangan Kemampuan belajar

• Pengembangan Karir

anggota keluarga dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.

• Membantu mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah.

• Membantu memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.

No. Vari abel

(Y)

Dimensi Indikator

Ken akal an sisw a

• Kenakalan yang bersifat a-moral dan a-sosial

• Kenakalan yang bersifat

kriminologi

• Kenakalan yang tergolong pelanggaran terhadap norma-norma yang berlaku dalam masyarakat maupun sekolah.

• Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dan penyelesaiannya dengan hukum yang berlaku.

C. Unit Analisis


(49)

Yang dimaksud dengan populasi yaitu keseluruhan subjek penelitian.2 Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MAN I Jakarta yang berjumlah 112 siswa laki-laki dan 81 perempuan. Dari populasi target tersebut, yang menjadi populasi terjangkau adalah siswa kelas X-XI yang berjumlah 193 orang.3

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.Untuk mempermudah penulis dalam melakukan penelitian ini, maka penulis mengambil teknik sampling, dengan mengacu kepada pendapat Suharsimi Arikunto, yaitu: “Apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya lebih besar dapat diambil 10-15%, atau 20-25%, atau lebih”.4

Dalam penelitian ini, penulis hanya mengambil 30 % saja dari jumlah populasi terjangkau yang tersebut diatas yaitu sebanyak 60 siswa yang penentuannya dilakukan secara acak (random sampling). Dalam teknik

random sampling ini semua individu dalam populasi diberi kesempatan

yang sama untuk dipilih sebagai responden dalam memberikan pandangan tentang pelaksanaan bimbingan konseling dalam mengatasi kenakalan siswa, yang merupakan pembahasan dalam penelitian ini. Karena semua anggota populasi mempunyai hak yang sama untuk terpilih menjadi sampel.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen Penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih

2

Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), Cet. Ke-2, h. 118

3

Sumber: Wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah; Ibu Nurlaela

4

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), Cet. Ke-12, h. 115


(50)

baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.5

Instrumen penelitian yang digunakan untuk memperoleh data mengenai Pelaksanaan bimbingan konseling dalam mengatasi kenakalan siswa adalah dalam bentuk quesioner yang diperuntukan kepada siswa, dan wawancara untuk mendapatkan informasi mengenai Pelaksanaan bimbingan konseling dalam mengatasi kenakalan siswa.

E.

Teknik Pengumpulan Data

Pada umumnya seseorang yang ingin memperoleh data, menggunakan teknik pengumpulan data yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas. Maka dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik, yaitu:

Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan tentang data dan informasi yang dibutuhkan dari objek penelitian. Adapun dalam observasi ini penulis mengadakan pengamatan langsung dalam rangka memperoleh data tentang gambaran ecara umum di MAN I Jakarta.

Wawancara (Interview)

Wawancara diartikan sebagai percakapan dengan maksud tertentu.53 Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data penunjang mengenai pelaksanaan bimbingan konseling dalam mengatasi kenakalan siswa di MAN I Jakarta. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara disusun pedoman wawancara yang memuat sejumlah pertanyaan.

Angket atau kuesioner

Angket adalah daftar pertanyaan mengenai suatu masalah atau bidang yang diteliti untuk dilengkapi dengan jawaban oleh responden.54 Daftar

5

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian…, h. 136

53

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 1993), Cet. Ke-4, h. 135


(51)

atau kumpulan pertanyaan yang dipersiapkan penulis disebarkan kepada siswa untuk mendapatkan jawaban secara langsung. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi dari responden tentang pendapat atau pribadinya, atau hal-hal yang diketahuinya tentnag pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa.

Angket yang digunakan penulis adalah angket tertutup. Jumlah items dalam angket penelitian ini adalah 40 items yang masing-masing memiliki 4 (empat pilihan jawaban).

Angket diberikan kepada 60 orang siswa/i kelas I - II MAN I Jakarta yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, digunakan untuk memperoleh data tentang pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa di MAN I Jakarta. Untuk lebih jelasnya perhatikan kisi-kisi soal berikut ini:

Tabel 2

Kisi-Kisi Instrument Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling

Variabel Indikator Butir Soal Jumlah

1.Pelaksanaan Bimbingan Konseling

• Membantu memahami, menilai, mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat, minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya.

• Membantu memahami, menilai, mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman

1, 2, 3, 4, 5, 6, 19

14, 15, 16, 17, 18, 20

7

6

54


(52)

sebaya, anggota keluarga dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.

• Membantu mengembangkan

kemampuan belajar dalam rangka mengikuti

pendidikan sekolah.

• Membantu memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.

8, 9, 10, 12, 13

7, 11

5

2

Tabel 3

Kisi-Kisi Instrument Kenakalan Siswa

Variabel Indikator Butir Soal Jumlah

2.Kenakalan Siswa

• Kenakalan yang tergolong pelanggaran terhadap norma-norma yang berlaku dalam masyarakat maupun sekolah.

• Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dan penyelesaiannya sesuai dengan hukum yang berlaku.

21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 29, 33, 34, 35, 38,

39

28, 30, 31, 32, 36, 37, 40

13


(53)

F.

Teknik Analisis Data

Dalam teknis pelaksanaan atau analisanya, yaitu dengan memeriksa jawaban-jawaban dari tiap responden atau siswa, lalu dijumlahkan dan menghasilkan skor total, diklasifikasikan dan ditabulasikan (dibuat tabel), data yang didapat dari setiap item pertanyaan akan dibuat satu tabel masing-masing. Adapun jenis distribusi frekuensi yang digunakan adalah jenis distribusi frekuensi prosentase, yaitu:

P = ×100%

N F

Keterangan:

F : Frekuensi yang sedang dicari prosentasenya.

N : Number Of Cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu) P : Angka prosentase.55

55

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), Cet. Ke-15, h. 43


(54)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A.

Temuan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengambil data dengan populasi terjangkau yaitu siswa kelas X-1, X-2, X-3, XI-Ipa, XI-Bahasa, XI-Sains yang berjumlah 193 orang, dan yang dijadikan responden atau sampel dalam penelitian ini berjumlah 60 orang, disebarkan dengan tujuan untuk mendapatkan data tentang Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa di Madrasah Aliyah Negeri I Jakarta. Angket ini berisi 30 pertanyaan dengan 4 alternatif pilihan jawaban.

Untuk mendapatkan informasi yang lebih lanjut tentang Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa, maka dilakukan wawancara kepada guru bidang studi Bimbingan Konseling dengan maksud untuk memperjelas informasi dari siswa yang didapat dari angket.

Salah satu teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan angket yang disebarkan pada responden. Kemudian data yang diperoleh dari siswa dalam bentuk angket, diolah dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Adapun jenis distribusi frekuensi yang digunakan adalah jenis distribusi frekuensi prosentase, yaitu:

P = ×100%

N F

Keterangan:

F = Frekuensi yang sedang dicari prosentasenya


(1)

mengakibatkan siswa dikeluarkan dari sekolah tersebut apabila telah mencapai 100 point.

8. P: Apakah sekolah menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan bimbingan dan konseling?

J: Ruang BK, 1 set komputer, serta disediakan transportasi untuk keperluan layanan bimbingan dan konseling.

Interviewee Interviewef


(2)

Angket Penelitian Pelaksanaan Bimbingan Konseling Dalam Mengatasi Kenakalan Siswa

Nama : Kelas :

Petunjuk : Bacalah terlebih dahulu dengan teliti sebelum menjawab. Berilah tanda check list (√) pada setiap pertanyaan, dengan cara memilih salah satu jawaban yang paling sesuai menurut anda,

dengan alternatif jawaban sebagai berikut: SL : Selau

SR : Sering

KK : Kadang-kadang TP : Tidak Pernah

No Pertanyaan SL SR KK TP Alasan

1. Pernahkah guru BK memberikan layanan bimbingan belajar kepada siswa?

2. Apakah anda pernah membaca/meminjam buku di perpustakaan? 3. Pernahkah anda

meminta bantuan kepada guru BK untuk pemilihan jurusan?

4. Pernahkah teman anda menghibur pada saat anda sedang sedih? 5. Apakah anda pernah

membuat karya

ilmiah/kerajinan tangan di luar jam pelajaran?


(3)

6. Apakah anda pernah meminta bantuan kepada guru BK untuk mengatasi masalah yang sedang terjadi?

7. Apakah anda pernah curhat kepada guru BK?

8. Apakah anda pernah mengikuti penyuluhan di sekolah?

9. Apakah anda pernah mengikuti ceramah agama di lingkungan rumah anda?

10. Pernahkah anda mengadakan acara/pertemuan bersama guru-guru di luar jam pelajaran?

11. Apakah anda pernah mengikuti organisasi di sekolah ataupun di lingkungan masyarakat?

12. Apakah anda pernah mengadakan diskusi kelompok tentang bahaya narkoba?

13. Pernahkah di sekolah anda mengadakan bakti sosial?


(4)

14. Pernahkah anda mengikuti pelajaran tambahan di sekolah?

15. Pernahkah anda berbohong kepada orang tua, guru ataupun teman?

16. Apakah anda pernah membolos?

17. Apakah anda pernah kabur dari rumah?

18. Apakah anda pernah membawa/membaca buku-buku porno di sekolah?

19. Pernahkah anda menggunakan obat-obatan terlarang?

20. Apakah anda pernah bergaul dengan pemakai obat-obatan terlarang?

21. Apakah anda pernah terlibat dalam tawuran antar pelajar?

22. Apakah anda pernah melakukan sikap yang


(5)

tidak taat pada perintah orang tua?

23. Apakah anda pernah dimarahi kakak atau orang tua?

24. Apakah anda pernah melakukan sikap yang tidak taat pada perintah guru?

25. Apakah dalam pemecahan masalah siswa, guru BK bekerjasama dengan pihak orang tua? 26. Pernahkah guru BK

memberikan hukuman apabila ada yang melanggar tata tertib di sekolah?

27. Pernahkah petugas BK mengadakan razia terhadap benda-benda tajam, bacaan-bacaan porno, serta obat-obatan terlarang?

28. Pernahkah di

lingkungan rumah anda mengadakan ceramah agama?

29. Apakah anda pernah mendapatkan

peringatan/ teguran dari guru BK?


(6)

30. Pernahkah guru BK mengadakan pembinaan khusus pada siswa yang bermasalah?