kontak dengan kucing baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam gambar. Kondisi ini mengakibatkan klien suka ”diganggu” teman-temannya dengan
kucing, sehingga klien merasa malu ketika bermain dengan teman-temannya.
2. Tahap Konseling behavioral
Pada tahap ini, peneliti membaginya dalam lima tahap, yaitu: pertama, peneliti menyatakan kepedulian atau keprihatinan dan membentuk kebutuhan
akan bantuan. Kedua, peneliti membentuk hubungan dengan klien. Ketiga, peneliti menentukan tujuan dan mengeksplorasi pilihan konseling pada klien.
Keempat, peneliti menangani masalah klien dengan teknik mengubah perilaku behavioral modivication yang ada pada tahap ini dilakukan beberapa kali.
Kelima, peneliti menilai hasil dan mengakhiri konseling.
43
a. Konseling Tahap Pertama
Konseling tahap pertama, peneliti menyatakan kepedulian atau keprihatinan dan membentuk keutuhan akan bantuan, dilakukan pada akhir
bulan Januari 2006. Peneliti melakukan satu tindakan di luar kelaziman konseling karena klien masih anak-anak, yaitu mendatangi rumah klien dan
mengajaknya bermain agar terjadi interaksi serta membuka komunikasi dengan memintanya untuk bercerita tentang phobia kucing yang dialaminya.
43
Sugiharto, “Pendekatan Konseling Behavioral”, http:akhmadsudrajat.wordpress.com
, 23 Januari 2008, h. 3.
Dalam interaksi ini, peneliti menyatakan kepedulian bahwa peneliti merasa prihatin dan turut sedih dengan apa yang diderita klien. Kemudian peneliti
menawarkan kesediaan untuk membantunya keluar dari phobia terhadap kucing yang tawaran ini belum diresponnya secara penuh dan terlihat adanya
keraguan klien kepada peneliti dengan menyatakan, ”Mbak kita main aja yuk” sambil menundukkan kepalanya ke bawah.
b. Konseling Tahap Kedua
Pada tahap kedua ini, peneliti berupaya membentuk hubungan dengan klien yang dilaksanakan pada awal bulan Februari 2006 minggu pertama.
Selama tiga hari berturut-turut, peneliti berinteraksi dengan klien sepulangnya klien dari sekolah atau pada saat sore hari. Pada hari pertama
peneliti menawarkan diri untuk membantu klien menyelesaikan ”PR” sekolahnya sebagai bantuan yang bertujuan untuk membentuk hubungan
yang lebih erat, agar klien membuka diri dan bersedia ditangani. Tujuan kedua untuk mencapai tujuan tersebut, di kesempatan itu peneliti meminta
klien agar tidak memanggil peneliti dengan panggilan mbak tetapi dengan panggilan kakak. Pada hari kedua, hubungan peneliti dan klien mulai
terbentuk. Pada hari ketiga peneliti meminta klien untuk datang ke tempat peneliti. Pada hari ketiga inilah klien mulai membuka diri dengan
menceritakan kesulitan-kesulitan yang dialaminya kepada peneliti selama menderita phobia kucing.
c. Konseling Tahap Ketiga