Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Artinya Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. QS. 4:9 Setiap orang tua menginginkan anaknya terlahir dengan sempurna, baik fisik maupun kejiwaannya. Namun keinginan tersebut tak selamanya didapatkan. Allah Maha Tahu atas segala yang terbaik baik makhluknya. Orang tua yang memiliki anak yang mengalami masalah kejiwaan, buka berarti Allah tidak sayang kepada hambanya, tapi itu merupakan suatu ujian bagi orang tua agar sabar dengan apa-apa yang Allah berikan kepadanya. Sabar dalam arti yang sebenarnya bukan berarti pasrah tanpa berbuat apa pun terhadap apa yang menimpa kita. Sabar yang sebenarnya bersifat aktif, orang sakit bisa dikatakan sabar apabila ia telah berusaha untuk menyembuhkan penyakit tersebut, dan menyerahkan sepenuhnya kesembuhan penyakitnya kepada Allah. Begitu juga jika kita memiliki anak yang mengalami gangguan kejiwaan, perlu ada suatu tindakan agar gangguan kejiwaan tersebut dapat sembuh dari anak kita. Sehubungan dengan firman Allah SWT dalam surat An-Nisa tersebut, sebagai orang tua kita diingatkan agar kita merasa khawatir terhadap anak-anak yang lemah. Lemah dalam pengertian di sini bisa lemah iman, ilmu, kejiwaan ataupun materiharta benda. Kelemahan iman akan membuat seseorang mudah goyah akidahnya dan akan dengan mudah pindah ke agama lain. Lemah ilmu akan membuat seseorang menjadi bodoh, dan akan sulit dapat memperoleh kehidupan yang layak. Kemiskinan atau lemah harta akan membuat orang sengsara, bahkan Nabi pernah bersabda ”Kadang kefakiran mendekati kekufuran.” Dan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah kelemahan jiwa dalam bentuk ketakutan yang berlebihan. Kecemasan dan ketakutan yang wajar akan mampu diatasi oleh kemampuan mekanisme pertahanan diri dalam menghadapi konflik yang dialami, namun pada kenyataannya ada yang tidak mampu menghadapi konflik-konflik tersebut, sehingga mengakibatkan perilaku yang tidak wajar dan menderita gangguan mental. Sangat beragam bentuk-bentuk gangguan mental yang dapat diderita oleh semua orang sesuai dengan tingkat kesulitan, kondisi mental dan lingkungan orang tersebut, akibatnya makin banyak permasalahan psikologis yang menjadi beban pemikiran manusia untuk dicari jalan keluarnya. Salah satu bentuk gangguan mental adalah phobia memiliki arti sebagai ketakutan yang berlebihan dan irrasional terhadap ”something”. 1 ”Something” ini menjadikan phobia memiliki tambahan kata, misalnya sesuatu itu adalah hewan, maka disebut sebagai zoophobia ketakutan dan ketidaksukaan yang ekstrim dan tidak normal terhadap hewan. Bahkan penderita jenis ini memiliki spesifikasi khusus, misalnya phobia terhadap kecoa, ular, tikus, kucing atau kepada yang lainnya. Orang yang menderita phobia jika dirinya pada situasi menurut orang lain situasi tersebut dianggap wajar, sementara menurut dirinya itu adalah situasi sulit, penuh dengan ketegangan dan ketakutan sehingga panik dan gemetar, tentu akan menambah kekalutan dan problem tersendiri yang berakibat mereka menjadi rendah diri, malu dan tak mampu beraktivitas sebagaimana mestinya. Jelaslah pada situasi ketakutan yang berlebihan tersebut dapat menganggu aktivitas yang semestinya dijalankan. Hal ini tentulah tidak dapat dibiarkan dan perlu dicari jalan atau upaya untuk menyembuhkan phobia. Fahmi Musthofa menyatakan bahwa ”takut-takut tersebut dapat dianggap sebagai tanda tidak wajar, penderita tidak mengetahui sebabnya dan tidak dapt melepaskan diri daripadanya atau sanggup menguasainya, disamping itu ia merasa bahwa dalam berbagai situasi 1 AS Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, New York: Oxford University Press, 1995, Fifth Edition, p. 867. kelakuannya menimbulkan ketakutan dan kecemasan serta menyebabkan tertawaan orang”. 2 Ketidakwajaran perilaku yang dialami penderita phobia secara langsung telah banyak merugikan perkembangan kepribadian dan sosial dirinya, tentunya hal ini memerlukan penanganan yang lebih serius dan khusus lagi. Dapat dipahami jika para ahli psikologi mencari solusi yang tepat untuk menanggulagi dan meringankan beban terhadap permasalahan tersebut, ternyata kesembuhan penderita phobia juga memerlukan bantuan orang-orang disekitarnya, bukan hanya psikolog saja, yang dimaksudkan di sini adalah keluarga sang penderita phobia yang terdiri dari ayah, ibu, dan saudaranya seperti yang dikatakan David Lewis: ”Jenis dukungan yang tepat sangatlah bermanfaat bila anda menderita kesulitan yang sangat mengikat, Agoraphobia takut meninggalkan rumah terutama sangat bergantung pada orang lain, ketergantungan ini dapat dengan cepat menjadi kebiasaan baik bagi penderita phobia maupun rekan atau keluarganya”. 3 Phobia merupakan gejala yang sangat jarang timbul bagi kebanyakan orang, tak seorang pun tahu dengan tepat berapa orang yang menderita phobia. Witri Suarti menyatakan bahwa ”tidak sedikit orang yang sangat terkenal atau seorang bintang film Hollywood yang menderita phobia seperti Nicole Kidman yang ternyata phobia terhadap kupu-kupu, juga Orlando Bloom mengaku takut pada babi, sementara lalu Madonna yang takut mendengar suara gemuruh halilintar, Keanu Reeves yang takut gelap, dan Jennifer Aniston, Colin Farrel, Whoopi Goldberg, hingga Aretha Franklin yang takut akan ketinggian”. 4 Tentunya hal ini membuktikan bahwa phobia dapat diderita oleh siapa saja tidak mengenal strata sosial dan jenis kelamin. Apalagi sekarang ini dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan semakin bertambah pula jenis phobia 2 Fahmi Musthofa, terjemahan Zakiah Daradjat, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat , Jakarta: Erlangga, 1991, Jilid II, h. 87. 3 David Lewis, Taklukan Phobia Anda seri Psikologi Popular, Jakarta: Arcan, 1987, h. 49. 4 Witri Suarti, ”Phobia Bikin Susah”, Wanita Indonesia, Edisi 909 7 - 13 Mei 2007. yang ada, sehingga makin banyak pula penderita phobia yang perlu ditolong. Lalu muncullah beberapa fenomena yang mengiringi hal tersebut diantaranya bermunculan buku-buku terbaru mengenai teknik mengatasi phobia yang ditulis para ahli psikologi yang dapat dijalankan sendiri oleh penderitanya dan menjadi artikel yang tetap pada majalah kesehatan terbitan ibukota serta para penderita yang tidak malu-malu lagi mengungkapkan phobianya kepada orang sekitarnya. Phobia sudah menjadi masalah umum dan mungkin sering terjadi, kalau melihat fenomena yang timbul di sekitarnya. Di Indonesia diperkirakan terdapat 10 juta penderita kecemasan phobia, namun angka ini belum mencakup phobia ringan yang dapat diartikan sebagai suatu ketakutan yang tidak terlalu mengganggu kehidupan. 5 Phobia merupakan masalah yang cukup serius yang dapat diderita oleh orang-orang disekitarnya jika tidak ditangani dan diatasi dengan seksama dan sungguh-sungguh dapat menyebabkan perilaku yang menyimpang, timbulnya kecemasan secara berlebihan serta gejala yang mengiringi phobia seperti ketegangan otot, rasa panik, sakit kepala, jantung berdebar, sakit perut, gemetar, rasa lelah yang berlebihan dan ingin menangis. Perkembangan psikologis individu penderita phobia terganggu, merasa dirinya tidak berguna, bodoh dan pasif yang pada akhirnya menganggap dirinya gagal, akibat lain dari phobia yang tidak ditangani. Disinilah seseorang memerlukan kondisi yang wajar dan normal sebagai seorang yang sehat yang dapat mendorong 5 Anindhita Maharrani, “Phobia Aneh Para Selebritis”, Majalah Higina, No. 028, Januari 1994. dirinya agar tampil sebagaimana mestinya, sebagai layaknya orang disekitarnya bukan seorang yang mengalami perilaku yang menyimpang sebagai seorang penderita phobia. Penderita phobia, khususnya zoophobia, tidak dapat disembuhkan hanya dengan tindakan bimbingan guidance, tetapi harus dengan tindakan konseling. Hal ini dikarenakan, phobia merupakan penyakit psikologis yang dapat disembuhkan jika ada upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Sedangkan fungsi konselor hanya membantu saja, membantu agar penderita atau klien dapat mencapai perubahan sebagaimana yang diinginkan, dan ini merupakan ciri serta tujuan dari pada pskologi konseling. 6 Adapun pendekatan dari psikologi konseling yang digunakan adalah pendekatan behavioral. Pendekatan ini menekankan pada perilaku spesifik, yaitu perilaku yang memang berbenturan atau yang berlawanan dengan lingkungan dan diri klien sendiri. Pendekatan ini lebih bersifat suatu pelatihan terhadap perilaku klien, sehingga pendekatan ini menekankan pada teknik dan prosedur untuk memfasilitasi perubahan perilaku pada diri klien. Maka, pendekatan behavioral ini lebih mementingkan penggunaan teknik pengubah perilaku behavioral modivication. Peran konselor di sini sebagai model bagi klien daripada kualitas hubungan konseling. 7 6 Abu Bakar Baraja, Psikologi Konseling dan Teknik Konseling, Jakarta: Studia Press, 2004, h. 2. 7 Ibid., h. 22-23. Dari keterangan di atas penulis tertarik untuk menjadikan zoophobia ketakutan terhadap binatang sebagai objek penelitian untuk skripsi ini, dengan melakukan konseling terhadap klien yang menderita phobia kucing. Klien adalah seorang anak perempuan penderita phobia kucing berusia 12 tahun. Untuk itu penulis mengambil judul ”PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM MENGATASI PHOBIA KUCING SEORANG KLIEN DI RASAMALA 2 MENTENG DALAM TEBET JAKARTA SELATAN”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah