BAB III PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL
DALAM MENGATASI PHOBIA KUCING
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Data Klien dan Lingkungan Keluarga Klien
Klien bernama Putri, seorang anak perempuan berusia 12 tahun masa akhir anak-anak, lahir di kota Bandung pada tanggal 8 Oktober 1994. ia adalah
anak pertama dari seorang ayah yang berpendidikan SLTA dengan pekerjaan swasta dan ibu yang berpendidikan SLTA dengan bekerja sebagai ibu rumah
tangga. Pada saat ini, klien telah masuk pendidikan SLTP. Awal pertama kali Putri terkenal phobia kucing dari usia kurang lebih 2
tahun. Ia mengalami peristiwa traumatik di usia tersebut ketika seekor kucing melompati wajahnya. Pada saat phobia menerpa, ciri-ciri fisik yang timbul dari
Putri adalah takut dan langsung lari jika bertemu dengan kucing walau dalam jarak yang cukup jauh. Phobia juga tidak hanya dialami Putri, tetapi kedua
orang tuanya juga mengalaminya. Ayahnya Putri terkena phobia terhadap tikus sedangkan ibunya terkena phobia terhadap cacing, bahkan sampai saat ini.
Phobia Putri terhadap kucing tidak pada keseluruhan dari tubuh kucing itu, melainkan hanya pada bagian-bagian tertentu saja, yaitu bulu dan kuku. Jika
dilihat dari peristiwa traumatik pada Putri di usia kurang lebih 2 tahun yang menimbulkan phobia terhadap kucing sampai usia 12 tahun atau telah
berlangsung kurang lebih 10 tahun dan belum adanya tanda-tanda menghilang sebelum dilakukan konseling, maka peneliti dapat mendiagnosis bahwa klien
Putri mengalami phobia yang sudah masuk kategori phobia kronis yag signifikan secara klinis. Karena itu, untuk memberikan konseling kepadanya
perlu diketahui terlebih dahulu kondisi psikologi anak seusianya. Pada kasus Putri, pada masa bayinya ia telah mengalami peristiwa yang
telah membentuk pola perilaku, minat, dan sikapnya terhadap kucing dengan menjadikannya sebagai hewan yang menakutkan dan ini berlangsung sampai
sebelum konseling dilakukan. Terlebih kini, Putri memasuki masa akhir anak- anak dan sebentar lagi akan memasuki masa puber. Pada masa akhir anak-anak
ini terdapat beberapa bahaya psikologis, yaitu bahaya dalam berbicara, bahaya emosi, bahaya sosial, bahaya bermain, bahaya dalam konsep diri, bahaya moral,
bahaya menyangkut minat, dan bahaya dalam penggolongan seks.
42
Sehingga, jika phobia kucing pada masa ini tidak tertangani, maka phobia ini akan sulit
sekali untuk disembuhkan karena pada masa akhir anak-anak sangat menentukan kesehatan psikologisnya di masa remaja, dewasa, dan masa tuanya.
42
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan
terj. Jakarta: Erlangga, 2004, cet. ke-II, h. 78.
Adapun dari bahaya-bahaya psikologis tersebut yang terkait dari usaha peneliti untuk membebaskan klien dari phobia terhadap kucing adalah bahaya
emosi dan konsep diri. Dengan konseling ini, peneliti berupaya mencegah timbulnya emosi yang meledak-ledak dari diri klien karena klien dianggap tidak
matang kepribadiannya oleh teman-teman sebaya maupun orang dewasa karena phobia kucing yang dideritanya sehingga kurang disenangi oleh orang-orang
lain. Juga untuk menjaga agar klien merasa puas dengan dirinya sendiri.
2. Data Peneliti