Tempat dan Waktu Penelitian 1 Rancangan Penelitian Analisis Data

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 . Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian I dan di Laboratorium Farmakologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian dilakukan terhitung mulai dari bulan April sampai September 2013.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Hewan Uji

Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang sehat berumur 9 minggu dengan berat 200-350 g dan fertil yang diperoleh dari Laboratorium Hewan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

3.2.2. Bahan Uji

Bahan uji yang akan digunakan adalah biji jarak pagar Jatropha curcas L. yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Malang. Sebelum dilakukan penelitian, tanaman di determinasi terlebih dahulu di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor.

3.2.3. Bahan Kimia

Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pakan tikus berupa pellet, aquades steril, larutan NaCl fisiologi, alkohol 70, 80, dan 96 , etanol 70 dan 95, ammoniak 1 dan 25 , larutan HCl, kloroform, pereaksi Dragendroff, pereaksi Mayer, serbuk Mg, amil alkohol, larutan NaOH, FeCl 3 , eter, petroleum eter, larutan Hematoksilin, larutan Bouin asam pikrat, formaldehid 4, asam asetat, larutan xilol, larutan Eosin, larutan George, paraffin. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.2.4. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : labu erlenmeyer, gelas ukur, ayakan mesh 40, timbangan analitik, mortir, tabung reaksi, cawan penguap, hot plate, corong, kertas Whatman, batang pengaduk, perangkat rotary evaporator vacuum Eyela, oven Memmert, botol sampel, kandang hewan, tempat makan dan minum tikus, timbangan hewan Ohauss, alat pencekok oral sonde, beaker glass, kaca glass, obyek glass, kertas saring, Hemositometer Improved Neubeur, pipet tetes, mikro pipet Eppendorf Research plus, seperangkat alat bedah, dan mikroskop optik Motic BA310.

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan eksperimen murni dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap RAL dengan beberapa kondisi perlakuan. Perlakuan di kelompokkan menjadi 4 kelompok dengan masing-masing terdiri dari 5 ekor tikus putih jantan strain Sprague Dawley WHO, 2000. Perlakuan yang digunakan adalah kontrol tanpa perlakuan dan tikus yang diberi ekstrak biji jarak pagar Jatropha curcas L. dengan 3 dosis yang berbeda.. Acuan dosis yang digunakan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahirwar et al.2010 dan Widya Dwi Arini 2012. Perlakuan yang digunakan terdiri dari: 1. Kelompok I : Kelompok kontrol tanpa perlakuan sebanyak 5 ekor tikus diberi pembawa Na CMC 1sebanyak 1 ml serta makan dan minum. 2. Kelompok II : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus yang diberi suspensi ekstrak biji jarak pagar Jatropha curcas L. dengan dosis rendah yaitu 5 mgkg BB, serta makan dan minum. 3. Kelompok III : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus yang diberi suspensi ekstrak biji jarak pagar Jatropha curcas L. dengan dosis sedang yaitu 25 mgkg BB, serta makan dan minum. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4. Kelompok IV : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus yang diberi suspensi ekstrak biji jarak pagar Jatropha curcas L. dengan dosis tinggi yaitu 50 mgkg BB, serta makan dan minum.

3.4. Kegiatan Penelitian

3.4.1. Pemeriksaan Simplisia Determinasi

Sebelum dilakukan penelitian, biji jarak pagar terlebih dahulu di determinasi di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor untuk memastikan kebenaran simplisia.

3.4.2. Penyiapan Simplisia

Biji jarak pagar yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 7-9 diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Malang. Sebanyak 4 kg biji jarak pagar yang telah dikeringkan kemudian dirajang dan diblender. Kemudian dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan mesh 40 sehingga dihasilkan serbuk simplisia sebanyak 1.100 gram. Serbuk simplisia disimpan dalam wadah yang kering, tertutup rapat dan terlindung dari cahaya.

3.4.3. Pembuatan Ekstrak

Pada pembuatan ekstrak biji jarak pagar digunakan metode ekstraksi cara dingin dengan maserasi dan menggunakan etil asetat sebagai pelarut. Serbuk simplisia sebanyak 1.100 gram ditimbang kemudian dimaserasi dengan pelarut etil asetat hingga sampel terendam. Jumlah pelarut etil asetat yang digunakan sebanyak 11.500 mL. Sebelum dimaserasi dengan pelarut etil asetat, serbuk simplia biji jarak pagar dimaserasi terlebih dahulu dengan n-heksana. Hasil maserasi disaring sehingga diperoleh filtrat. Proses maserasi ini diulang setiap harinya hingga dihasilkan maserat yang berwarna pucat lebih bening daripada maserat awal. Total maserat yang diperoleh yaitu sebanyak 9.500 mL, kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebanyak 60,6284 gram. Ekstrak yang dihasilkan selanjutnya disimpan dan digunakan untuk perlakuan.

3.4.4. Penapisan Fitokimia

Pada penapisan fitokimia dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan golongan senyawa kimia dari simplisia dan fraksi etil asetat biji jarak pagar seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan polifenol, dan steroidterpenoid.

3.4.4.1. Identifikasi Golongan Alkaloid

Metoda Culvernor-Fitzgerald 2-4 g yang serbuk simplisia dimasukan kedalam mortar dan ditambahkan kloroform secukupnya dan pasir bersih, kemudian digerus. Tambahkan 10 mL kloroform amoniakal diaduk rata. Campuran disaring kedalam tabung reaksi dengan cara memerasnya pakai kain kasa untuk memindahkan ekstrak. Kemudian tambahkan 0.5 mL 1M asam sulfat dan kocok baik-baik, biarkan beberapa saat. Pipet lapisan atas yang jemih kedalam 2 tabung reaksi kecil. Salah satunya diberikan pereaksi Dragendorff dan tabung lainnya pereaksi Mayer 2-3 tetes. Reaksi positif apabila menunjukkan endapan kuning jingga orange dengan pereaksi Drogendorff dan endapan putih dengan pereaksi Mayer. Catatan hail sebagai berikut: + sedikit keruh ++ sangat keruh +++ terjadi endapan Chairul, 2003.

3.4.4.2 Identifikasi Golongan Flavonoid

Ekstrak lebih kurang 10 g ditambahkan dengan etanol 80 , saring dan keringkan diatas penangas air. Kemudian lemaknya dihilangkan dengan pencucian heksana beberapa kali sehingga warna pigmen hilang atau larutan heksana tidak berwarna lagi. Panaskan residu yang bebas lemak diatas penangas air untuk memindah sisa heksana.Tambahkan residu dengan 20 mL etanol dan pindahkan masing-masing 10 mL kedalam 2 tabung reaksi. Masing-masing tabung reaksi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ditambahkan 0,5 mL asam klorida pekat dan dilakukan uji dengan pereaksi Wilstatter Chairul, 2003. Salah satu tabung reaksi yang telah berisikan asam klorida pekat ditambahkan 3-4 butir logam magnesium Mg. Amati perubahan warna yang terjadi dalam 10 menit. Apabila terbentuk warna, diencerkan dengan air secukupnya dan tambahkan 1 mL oktil alkohol. Kocok kuat-kuat dan biarkan dan amati perubahan wama pada masing-masing lapisan pelarut. Apabila terjadi pembentukan atau perubahan warna menunjukkan reaksi positif terhadap flavonoida Chairul, 2003.

3.4.4.3 Identifikasi Golongan Saponin

Buat 10 mL ekstrak etanol 80 dari ekstrak atau simplisia lebih kurang 2 g dan masukkan kedalam tabung reaksi yang mempunyai ukuran. Masing-masing tabung tambahkan 10 mL air, tutup dan kocok kuat-kuat selama 30 detik dan biarkan selama 30 menit. Apabila busa buih yang terjadi lebih besar 3 cm dari permukaan larutan setelah 30 menit, berarti ekstrak atau simplisia mengandung positif saponin. Untuk ekstrak atau simplisia yang menghasilkan sedikit busabuih, tambahkan sedikit larutan Na 2 CO 3 . Kondisi busabuih tetap stabil dan keras menunjukkan adanya asam- asam lemak bebas Chairul, 2003.

3.4.4.4. Identifikasi Golongan Tanin dan Polifenol

Ekstrak lebih kurang 10 g material tumbuhan dengan etanol 80 , saring dan keringkan diatas penangas air. Residu ekstrak larutkan dengan 20 mL air panas, tambahkan ekstrak 5 tetes larutan NaCl. Bagi ekstrak kedalam 2 tabung reaksi, satu tabung digunakan sebagai kontrol dan lainnya untuk uji ferri klorida FeC1 3 Chairul, 2003. Tabung reaksi lainnya ditambahkan 3 tetes pereaksi ferri klorida FeC1 3 , dimana tanin terhidrolisa memberikan wama biru atau biru-hitam, sedangkan kondensasi tanin menberikan warna biru-hijau dan bandingkan dengan kontrol Chairul, 2003. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.4.5 Identifikasi Golongan Steroid dan Triterpenoid

Sampel diekstrak dengan etanol dan ditambah 2 mL asam sulfat pekat dan 2 mL asam asetat anhidrat Liebermann-Buchard. Perubahan warna dari ungu ke biru atau hijau memunjukkan adanya steroid Nurliani, 2007.

3.4.5 Parameter Spesifik dan Non Spesifik Depkes RI, 2000

3.4.5.1 Identitas Ekstrak

Deskripsi tata nama : 1. Nama ekstrak 2. Nama latin tumbuhan sistematika botani 3. Bagian tumbuhan yang digunakan 4. Nama Indonesia tumbuhan

3.4.5.2 Organoleptik

Penggunaan panca indera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa sebagai berikut : 1. Bentuk : padat, serbuk-kering, kental, cair 2. Warna : kuning, coklat, dll. 3. Bau : aromatik, tidak berbau, dll. 4. Rasa : pahit, manis, kelat, dll.

3.4.5.3 Susut Pengeringan

Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 g sampai 2 g dan dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105°C selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm. Jika ekstrak yang diuji berupa esktrak kental, ratakan dengan batang pengaduk. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu 105 ° C hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam desikator hingga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta suhu kamar. Jika ekstrak sulit kering dan mencair pada pemanasan, ditambahkan 1 g silica pengering yang telah ditimbang secara seksama setelah dikeringkan dan disimpan dalam eksikator pada suhu kamar. Campurkan silica tersebut secara rata dengan esktrak pada saat panas, kemudian keringkan kembali pada suhu penetapan hingga bobot tetap Depkes RI, 2000.

3.4.5.4 Kadar Abu

Lebih kurang 2 g sampai 3 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang secara seksama dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara Depkes RI, 2000.

3.4.6. Persiapan Hewan Uji

Sebelum percobaan, dilakukan uji fertilitas pada tikus putih jantan dengan cara mengawinkan seluruh tikus putih jantan umur 9 minggu umur siap dikawinkan yang akan digunakan dalam penelitian ini secara alami dengan tikus betina. Kemudian di amati apakah terjadi kehamilan pada tikus betina. Jika terjadi kehamilan maka menunjukkan bahwa tikus jantan yang akan digunakan sebagai hewan uji adalah tikus yang fertil. Disiapkan tempat pemeliharaan hewan coba yang meliputi kandang, sekam, tempat makan dan minum tikus. Tikus diaklimatisasi selama 7 hari pada kondisi laboratorium, agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru. Selama proses adaptasi, diberi makan dan minum standar ad libitum, dilakukan pengamatan kondisi umum serta ditimbang berat badannya. Tikus yang digunakan adalah tikus yang sehat yakni berat badan selama aklimatisasi tidak mengalami perubahan lebih dari 10 dan secara visual menunjukkan perilaku yang normal. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.7. Pemberian Perlakuan

Pemberian perlakuan pada tikus dilakukan sebagai berikut. Penelitian ini menggunakan 20 ekor tikus putih jantan strain Sprague-Dawley yang diberikan 4 perlakuan yang berbeda. Masing-masing perlakuan terdiri atas 5 ekor tikus putih jantan. Ekstrak etil asetat biji jarak pagar yang diperoleh disuspensikan dalam pembawa NaCMC 1 dengan dosis yang telah ditentukan, diberikan secara oral dengan menggunakan alat pencekok oral Ahirwar et al., 2010. Pemberian ekstrak diberikan peroral satu hari sekali setiap pagi hari dan dilakukan selama 48 hari sesuai dengan siklus spermatogenesis Krinke, 2000.

3.4.8. Pembuatan preparat

Setelah 48 hari, masing-masing hewan coba dikorbankan untuk diambil organ testisnya. Tikus dibius dengan eter, kemudian dibedah. Diambil bagian kauda epididimis dan dihitung jumlah spermatozoa kemudian bagian testis diambil untuk ditimbang dan dibuat preparat. Pembuatan sediaan mikroanatomi testis di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pembuatan preparat dilakukan dengan cara : testis yang telah diambil, difiksasi dalam larutan Bouin, kemudian didehidrasi dengan etanol seri bertingkat, dan pada akhirnya ditanamkan dalam paraffin wax. Blok paraffin dipotong dengan ketebalan 5µm dan dilakukan pewarnaan dengan hematosiklin – eosin Yotarlai et al., 2011.

3.4.9. Pengukuran Parameter Uji

3.4.9.1 Pengukuran Bobot Testis

Dilakukan dengan cara menimbang organ testis dengan menggunakan timbangan analitik. Kemudian hasil bobot testis tikus yang diberi perlakuan dibandingkan dengan bobot testis tikus kontrol.

3.4.9.2 Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa

Pengukuran konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil spermatozoa pada kauda epididimis. Spermatozoa yang didapat diletakkan pada kaca UIN Syarif Hidayatullah Jakarta arloji yang berisi cairan NaCl fisiologis 0,9 sebanyak 50 0 μL. Spermatozoa dimasukkan kedalam bilik hitung Neubauer Hemasitometer sampai kamar Neubauer terisi rata. Kemudian dihitung jumlah spermatozoa pada salah satu kamar hitung Neubauer dan selanjutnya ditentukan pengenceran yang akan dilakukan dan jumlah kotak yang akan dihitung Tabel 3.1. Tabel 3.1. Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung No. Jumlah spermatozoa dalam 1 kotak Pengenceran Kotak yg dihitung 1 40 50 kali 5 2 15 – 40 20 kali 10 3 15 10 kali 25 Dari jumlah spermatozoa yang diketahui, maka dilakukan pengenceran spermatozoa berdasarkan jumlah spermatozoa yang terhitung Ilyas, 2007. Tabel 3.2. Cara pengenceran No Pengenceran Pembuatan pengenceran 1 50 kali a. 980 μL larutan George + 20 μL spermatozoa b. 2.450 μL larutan George + 50 μL spermatozoa 2 20 kali 950 μL larutan George + 50 μL spermatozoa 3 10 kali a. 900 μL larutan George + 100 μL spermatozoa b. 450 μL larutan George + 50 μL spermatozoa Poin a dan b menunjukan opsi perlakuan hanya salah satu yang dipilih. Setelah dilakukan pengenceran, dilakukan perhitungan spermatozoa dengan jumlah kotak yang dihitung sesuai dengan jumlah spermatozoa dan cara pengenceran pada tabel diatas. Kemudian dilakukan pengukuran spermatozoa sesuai rumus di bawah ini Ilyas, 2007. Rumus konsentrasi spermatozoa = n x 10.000 x 25 x vNaCl k UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Keterangan: n adalah jumlah spermatozoa yang terhitung. Angka 10.000 merupakan volume kamar hitung Neubauer. Fp merupakan faktor pengenceran yang dilakukan. Angka 25 menunjukan total kotak kecil yang terdapat dalam kamar hitung Neubauer sedangkan k merupakan jumlah kotak kecil yang dihitung pada saat pengamatan. vNaCl merupakan volume NaCl mL fisiologis yang digunakan untuk membantu mengeluarkan spermatozoa dari vas deferens. Perhitungan konsentrasi spermatozoa JutamL dapat terlihat dari tabel 3.3 berikut : Tabel 3.3 . Rumus Konsentrasi Spermatozoa No Jumlah kotak yang dihitung Rumus konsentrasi spermatozoa 1 5 n x 10.000 x 50 x 5 x 0,25 2 10 n x 10.000 x 20 x 2,5 x 0,25 3 25 n x 10.000 x 10 x 1 x 0,25

3.4.9.3 Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus

Preparat histologi testis tikus diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali 10x10, kemudian difoto. Pengukuran diameter dilakukan pada 100 tubulus seminiferus yang dipotong bundar dan dipilih secara acak.

3.4.9.4 Perhitungan Perbandingan Jumlah Spermatosit Pakiten Terhadap

Jumlah Sel Sertoli Preparat histologi testis tikus diamati mikroskop dengan perbesaran 400 kali 10x40. Perhitungan dilakukan pada 20 tubulus seminiferus secara acak Yotarlai et al., 2011. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung jumlah spermatosit pakiten, jumlah sel Sertoli dan jumlah spermatosit pakiten per jumlah sel Sertoli per tubulus. Perhitungan dilakukan hanya pada tubulus seminiferus yang mengalami spermatogenesis tahap II, VII, dan XII Vachrajani, 2005. Menurut Azrifitria 2012, ciri-ciri khas masing-masing dari tiap tahapan spermatogenesis sebagai berikut : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta - Tahapan I-VI : membran menuju lumen terdapat spermatogonium, fase transisi, pakiten dan spermatid fase golgi 1-3 dan cap 4-7 serta spermatid fase maturasi 15 dan 19. - Tahapan VII_VIII : spermatogonium, pakiten, spermatid round spermatid, cap 23dari inti sel dan spermatozoa dilepaskan ke lumen dengan ekor mengarah ke lumen. - Tahapan IX-XI : terdapat spermatogonium, pakiten, dan spermatid fase 9, 10, 11 dengan head cap dan nucleus mulai memanjang. - Tahapan XII-XIV : spermatogonium, pakiten dan diakinesis, spermatid fase akrosom 12-14 terlihat nucleus memanjang dan akrosom 23 dari sitoplasma.

3.5 Analisis Data

Hasil percobaan yang diperoleh diolah secara statistik dengan menggunakan program pengolah data statistik SPSS 16 yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas, uji parametrik one-way ANOVA, atau uji non parametrik Krukas Wallis. Jika hasil ANOVA maupun Krukas Wallis menunjukkan perbedaan yang signifikan p ≤ 0,005 maka analisis data dilanjutkan dengan menggunakan Uji Multiple Comparisons tipe LSD Least Significant Diffeent. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Ekstraksi

Sebanyak 1.100 gram serbuk biji jarak pagar Jatropha curcas L. dimaserasi dengan pelarut etil asetat sebanyak 11.500 mL sampai larutan memdekati tidak berwarna. Filtrat yang diperoleh sebanyak 9.500 mL kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator dan didapatkan ekstrak sejumlah 60,6284 gram. Rendemen yang didapatkan ialah 5,51.

4.1.2. Penapisan Fitokimia

Berdasarkan hasil penapisan fitokimia yang dilakukan terhadap ekstrak terdapat bebrapa golongan senyawa. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.1. : Tabel 4.1. Hasil penapisan fitokimia ektrak etil asetat biji jarak pagar Golongan Senyawa Hasil Penapisan Ekstrak Etil Asetat Biji Jarak Pagar Alkaloid + Flavonoid - Saponin + Tanin - SteroidTriterpenoid +

Dokumen yang terkait

Pengaruh Hormon Testosteron Undekanoat (TU) Dan Medroksiprogesteron Asetat (MPA) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa dan Histologi Spermatogenesis Tikus Jantan (Rattus Novergicus L) Galur Sprague Dawley

4 46 157

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) terhadap Diameter Tubulus Seminiferus, Motilitas, dan Spermisidal pada Tikus Jantan Strain Sprague-Dawley

0 10 95

Uji Efek Antifertilitas Serbuk Bawang Putih (Allium Sativum L.) Pada Tikus Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo Dan In Vitro

3 25 115

Uji Antifertillitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Secara In Vivo

4 11 134

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

Uji Antifertilitas ekstrak N-Heksana biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada tikus putih jantan (Rattus novergicus) galur Sprague Dawley secara IN VIVO

2 15 116

Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Jantan Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

0 4 121

Aktivitas antifertilitas ekstrak etanol 70% daun pacing (costus spiralis) pada tikus sprague-dawley jantan secara in vivo

1 32 0

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa, Morfologi Spermatozoa, Dan Diameter Tubulus Seminiferus Pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley

4 34 116

Uji Antifertilitas Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

0 15 116