UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1
. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian I dan di Laboratorium Farmakologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penelitian dilakukan terhitung mulai dari bulan April sampai September 2013.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Hewan Uji
Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang sehat berumur 9 minggu dengan berat 200-350 g dan
fertil yang diperoleh dari Laboratorium Hewan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
3.2.2. Bahan Uji
Bahan uji yang akan digunakan adalah biji jarak pagar Jatropha curcas L. yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Malang. Sebelum
dilakukan penelitian, tanaman di determinasi terlebih dahulu di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor.
3.2.3. Bahan Kimia
Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pakan tikus berupa pellet, aquades steril, larutan NaCl fisiologi, alkohol 70, 80, dan 96 ,
etanol 70 dan 95, ammoniak 1 dan 25 , larutan HCl, kloroform, pereaksi Dragendroff, pereaksi Mayer, serbuk Mg, amil alkohol, larutan NaOH, FeCl
3
, eter, petroleum eter, larutan Hematoksilin, larutan Bouin asam pikrat, formaldehid 4,
asam asetat, larutan xilol, larutan Eosin, larutan George, paraffin.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.2.4. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : labu erlenmeyer, gelas ukur, ayakan mesh 40, timbangan analitik, mortir, tabung reaksi, cawan penguap, hot
plate, corong, kertas Whatman, batang pengaduk, perangkat rotary evaporator vacuum Eyela, oven Memmert, botol sampel, kandang hewan, tempat makan dan
minum tikus, timbangan hewan Ohauss, alat pencekok oral sonde, beaker glass, kaca glass, obyek glass, kertas saring, Hemositometer Improved Neubeur, pipet tetes,
mikro pipet Eppendorf Research plus, seperangkat alat bedah, dan mikroskop optik Motic BA310.
3.3. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan eksperimen murni dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap RAL dengan beberapa kondisi
perlakuan. Perlakuan di kelompokkan menjadi 4 kelompok dengan masing-masing terdiri
dari 5 ekor tikus putih jantan strain Sprague Dawley WHO, 2000. Perlakuan yang digunakan adalah kontrol tanpa perlakuan dan tikus yang diberi ekstrak biji jarak
pagar Jatropha curcas L. dengan 3 dosis yang berbeda.. Acuan dosis yang digunakan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahirwar et al.2010 dan
Widya Dwi Arini 2012. Perlakuan yang digunakan terdiri dari:
1. Kelompok I : Kelompok kontrol tanpa perlakuan sebanyak 5 ekor tikus diberi
pembawa Na CMC 1sebanyak 1 ml serta makan dan minum. 2.
Kelompok II : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus yang diberi suspensi ekstrak biji jarak pagar Jatropha curcas L. dengan dosis rendah
yaitu 5 mgkg BB, serta makan dan minum. 3.
Kelompok III : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus yang diberi suspensi ekstrak biji jarak pagar Jatropha curcas L. dengan dosis sedang
yaitu 25 mgkg BB, serta makan dan minum.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Kelompok IV : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus yang diberi
suspensi ekstrak biji jarak pagar Jatropha curcas L. dengan dosis tinggi yaitu 50 mgkg BB, serta makan dan minum.
3.4. Kegiatan Penelitian
3.4.1. Pemeriksaan Simplisia Determinasi
Sebelum dilakukan penelitian, biji jarak pagar terlebih dahulu di determinasi di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor untuk
memastikan kebenaran simplisia.
3.4.2. Penyiapan Simplisia
Biji jarak pagar yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 7-9 diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Malang. Sebanyak 4 kg
biji jarak pagar yang telah dikeringkan kemudian dirajang dan diblender. Kemudian dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan mesh 40 sehingga dihasilkan
serbuk simplisia sebanyak 1.100 gram. Serbuk simplisia disimpan dalam wadah yang kering, tertutup rapat dan terlindung dari cahaya.
3.4.3. Pembuatan Ekstrak
Pada pembuatan ekstrak biji jarak pagar digunakan metode ekstraksi cara dingin dengan maserasi dan menggunakan etil asetat sebagai pelarut.
Serbuk simplisia sebanyak 1.100 gram ditimbang kemudian dimaserasi dengan pelarut etil asetat hingga sampel terendam. Jumlah pelarut etil asetat yang
digunakan sebanyak 11.500 mL. Sebelum dimaserasi dengan pelarut etil asetat, serbuk simplia biji jarak pagar dimaserasi terlebih dahulu dengan n-heksana. Hasil
maserasi disaring sehingga diperoleh filtrat. Proses maserasi ini diulang setiap harinya hingga dihasilkan maserat yang berwarna pucat lebih bening daripada
maserat awal. Total maserat yang diperoleh yaitu sebanyak 9.500 mL, kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebanyak 60,6284 gram. Ekstrak yang dihasilkan selanjutnya disimpan dan digunakan untuk perlakuan.
3.4.4. Penapisan Fitokimia
Pada penapisan fitokimia dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan golongan senyawa kimia dari simplisia dan fraksi etil asetat biji jarak pagar seperti
alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan polifenol, dan steroidterpenoid.
3.4.4.1. Identifikasi Golongan Alkaloid
Metoda Culvernor-Fitzgerald 2-4 g yang serbuk simplisia dimasukan kedalam mortar dan ditambahkan
kloroform secukupnya dan pasir bersih, kemudian digerus. Tambahkan 10 mL kloroform amoniakal diaduk rata. Campuran disaring kedalam tabung reaksi dengan
cara memerasnya pakai kain kasa untuk memindahkan ekstrak. Kemudian tambahkan 0.5 mL 1M asam sulfat dan kocok baik-baik, biarkan beberapa saat. Pipet lapisan
atas yang jemih kedalam 2 tabung reaksi kecil. Salah satunya diberikan pereaksi Dragendorff dan tabung lainnya pereaksi Mayer 2-3 tetes. Reaksi positif apabila
menunjukkan endapan kuning jingga orange dengan pereaksi Drogendorff dan endapan putih dengan pereaksi Mayer. Catatan hail sebagai berikut:
+ sedikit keruh
++ sangat keruh
+++ terjadi endapan Chairul, 2003.
3.4.4.2 Identifikasi Golongan Flavonoid
Ekstrak lebih kurang 10 g ditambahkan dengan etanol 80 , saring dan keringkan diatas penangas air. Kemudian lemaknya dihilangkan dengan pencucian
heksana beberapa kali sehingga warna pigmen hilang atau larutan heksana tidak berwarna lagi. Panaskan residu yang bebas lemak diatas penangas air untuk
memindah sisa heksana.Tambahkan residu dengan 20 mL etanol dan pindahkan masing-masing 10 mL kedalam 2 tabung reaksi. Masing-masing tabung reaksi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan 0,5 mL asam klorida pekat dan dilakukan uji dengan pereaksi Wilstatter Chairul, 2003.
Salah satu tabung reaksi yang telah berisikan asam klorida pekat ditambahkan 3-4 butir logam magnesium Mg. Amati perubahan warna yang terjadi dalam 10
menit. Apabila terbentuk warna, diencerkan dengan air secukupnya dan tambahkan 1 mL oktil alkohol. Kocok kuat-kuat dan biarkan dan amati perubahan wama pada
masing-masing lapisan pelarut. Apabila terjadi pembentukan atau perubahan warna menunjukkan reaksi positif terhadap flavonoida Chairul, 2003.
3.4.4.3 Identifikasi Golongan Saponin
Buat 10 mL ekstrak etanol 80 dari ekstrak atau simplisia lebih kurang 2 g dan masukkan kedalam tabung reaksi yang mempunyai ukuran. Masing-masing
tabung tambahkan 10 mL air, tutup dan kocok kuat-kuat selama 30 detik dan biarkan selama 30 menit. Apabila busa buih yang terjadi lebih besar 3 cm dari permukaan
larutan setelah 30 menit, berarti ekstrak atau simplisia mengandung positif saponin. Untuk ekstrak atau simplisia yang menghasilkan sedikit busabuih, tambahkan sedikit
larutan Na
2
CO
3
. Kondisi busabuih tetap stabil dan keras menunjukkan adanya asam- asam lemak bebas Chairul, 2003.
3.4.4.4. Identifikasi Golongan Tanin dan Polifenol
Ekstrak lebih kurang 10 g material tumbuhan dengan etanol 80 , saring dan keringkan diatas penangas air. Residu ekstrak larutkan dengan 20 mL air panas,
tambahkan ekstrak 5 tetes larutan NaCl. Bagi ekstrak kedalam 2 tabung reaksi, satu tabung digunakan sebagai kontrol dan lainnya untuk uji ferri klorida FeC1
3
Chairul, 2003. Tabung reaksi lainnya ditambahkan 3 tetes pereaksi ferri klorida FeC1
3
, dimana tanin terhidrolisa memberikan wama biru atau biru-hitam, sedangkan
kondensasi tanin menberikan warna biru-hijau dan bandingkan dengan kontrol Chairul, 2003.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.4.5 Identifikasi Golongan Steroid dan Triterpenoid
Sampel diekstrak dengan etanol dan ditambah 2 mL asam sulfat pekat dan 2 mL asam asetat anhidrat Liebermann-Buchard. Perubahan warna dari ungu ke biru
atau hijau memunjukkan adanya steroid Nurliani, 2007.
3.4.5 Parameter Spesifik dan Non Spesifik Depkes RI, 2000
3.4.5.1 Identitas Ekstrak
Deskripsi tata nama :
1. Nama ekstrak 2. Nama latin tumbuhan sistematika botani
3. Bagian tumbuhan yang digunakan 4. Nama Indonesia tumbuhan
3.4.5.2 Organoleptik
Penggunaan panca indera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa sebagai berikut :
1. Bentuk : padat, serbuk-kering, kental, cair
2. Warna : kuning, coklat, dll.
3. Bau : aromatik, tidak berbau, dll.
4. Rasa : pahit, manis, kelat, dll.
3.4.5.3 Susut Pengeringan
Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 g sampai 2 g dan dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada
suhu 105°C selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol hingga merupakan lapisan setebal
lebih kurang 5 mm sampai 10 mm. Jika ekstrak yang diuji berupa esktrak kental, ratakan dengan batang pengaduk. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering,
buka tutupnya, keringkan pada suhu 105
°
C hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam desikator hingga
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
suhu kamar. Jika ekstrak sulit kering dan mencair pada pemanasan, ditambahkan 1 g silica pengering yang telah ditimbang secara seksama setelah dikeringkan dan
disimpan dalam eksikator pada suhu kamar. Campurkan silica tersebut secara rata dengan esktrak pada saat panas, kemudian keringkan kembali pada suhu penetapan
hingga bobot tetap Depkes RI, 2000.
3.4.5.4 Kadar Abu
Lebih kurang 2 g sampai 3 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang secara seksama dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan.
Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu.
Pijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap
bahan yang telah dikeringkan di udara Depkes RI, 2000.
3.4.6. Persiapan Hewan Uji
Sebelum percobaan, dilakukan uji fertilitas pada tikus putih jantan dengan cara mengawinkan seluruh tikus putih jantan umur 9 minggu umur siap dikawinkan
yang akan digunakan dalam penelitian ini secara alami dengan tikus betina. Kemudian di amati apakah terjadi kehamilan pada tikus betina. Jika terjadi kehamilan
maka menunjukkan bahwa tikus jantan yang akan digunakan sebagai hewan uji adalah tikus yang fertil.
Disiapkan tempat pemeliharaan hewan coba yang meliputi kandang, sekam, tempat makan dan minum tikus. Tikus diaklimatisasi selama 7 hari pada kondisi
laboratorium, agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru. Selama proses adaptasi, diberi makan dan minum standar ad libitum, dilakukan pengamatan
kondisi umum serta ditimbang berat badannya. Tikus yang digunakan adalah tikus yang sehat yakni berat badan selama aklimatisasi tidak mengalami perubahan lebih
dari 10 dan secara visual menunjukkan perilaku yang normal.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.7. Pemberian Perlakuan
Pemberian perlakuan pada tikus dilakukan sebagai berikut. Penelitian ini menggunakan 20 ekor tikus putih jantan strain Sprague-Dawley yang diberikan 4
perlakuan yang berbeda. Masing-masing perlakuan terdiri atas 5 ekor tikus putih jantan. Ekstrak etil asetat biji jarak pagar yang diperoleh disuspensikan dalam
pembawa NaCMC 1 dengan dosis yang telah ditentukan, diberikan secara oral dengan menggunakan alat pencekok oral Ahirwar et al., 2010. Pemberian ekstrak
diberikan peroral satu hari sekali setiap pagi hari dan dilakukan selama 48 hari sesuai dengan siklus spermatogenesis Krinke, 2000.
3.4.8. Pembuatan preparat
Setelah 48 hari, masing-masing hewan coba dikorbankan untuk diambil organ testisnya. Tikus dibius dengan eter, kemudian dibedah. Diambil bagian kauda
epididimis dan dihitung jumlah spermatozoa kemudian bagian testis diambil untuk ditimbang dan dibuat preparat.
Pembuatan sediaan mikroanatomi testis di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pembuatan preparat dilakukan dengan
cara : testis yang telah diambil, difiksasi dalam larutan Bouin, kemudian didehidrasi dengan etanol seri bertingkat, dan pada akhirnya ditanamkan dalam paraffin wax.
Blok paraffin dipotong dengan ketebalan 5µm dan dilakukan pewarnaan dengan hematosiklin
– eosin Yotarlai et al., 2011.
3.4.9. Pengukuran Parameter Uji
3.4.9.1 Pengukuran Bobot Testis
Dilakukan dengan cara menimbang organ testis dengan menggunakan timbangan analitik. Kemudian hasil bobot testis tikus yang diberi perlakuan
dibandingkan dengan bobot testis tikus kontrol.
3.4.9.2 Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa
Pengukuran konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil spermatozoa pada kauda epididimis. Spermatozoa yang didapat diletakkan pada kaca
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
arloji yang berisi cairan NaCl fisiologis 0,9 sebanyak 50 0 μL. Spermatozoa
dimasukkan kedalam bilik hitung Neubauer Hemasitometer sampai kamar Neubauer terisi rata. Kemudian dihitung jumlah spermatozoa pada salah satu kamar
hitung Neubauer dan selanjutnya ditentukan pengenceran yang akan dilakukan dan jumlah kotak yang akan dihitung Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung
No. Jumlah spermatozoa dalam 1 kotak
Pengenceran Kotak yg dihitung 1
40 50 kali
5 2
15 – 40
20 kali 10
3 15
10 kali 25
Dari jumlah spermatozoa yang diketahui, maka dilakukan pengenceran spermatozoa berdasarkan jumlah spermatozoa yang terhitung Ilyas, 2007.
Tabel 3.2. Cara pengenceran
No Pengenceran
Pembuatan pengenceran 1
50 kali a.
980 μL larutan George + 20 μL spermatozoa b.
2.450 μL larutan George + 50 μL spermatozoa 2
20 kali 950 μL larutan George + 50 μL spermatozoa
3 10 kali
a. 900 μL larutan George + 100 μL spermatozoa
b. 450 μL larutan George + 50 μL spermatozoa
Poin a dan b menunjukan opsi perlakuan hanya salah satu yang dipilih. Setelah dilakukan pengenceran, dilakukan perhitungan spermatozoa dengan
jumlah kotak yang dihitung sesuai dengan jumlah spermatozoa dan cara pengenceran pada tabel diatas. Kemudian dilakukan pengukuran spermatozoa sesuai rumus di
bawah ini Ilyas, 2007.
Rumus konsentrasi spermatozoa = n x 10.000 x 25 x vNaCl
k
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan: n adalah jumlah spermatozoa yang terhitung. Angka 10.000 merupakan volume kamar hitung Neubauer. Fp merupakan faktor pengenceran yang
dilakukan. Angka 25 menunjukan total kotak kecil yang terdapat dalam kamar hitung Neubauer sedangkan k merupakan jumlah kotak kecil yang dihitung pada saat
pengamatan. vNaCl merupakan volume NaCl mL fisiologis yang digunakan untuk membantu mengeluarkan spermatozoa dari vas deferens. Perhitungan konsentrasi
spermatozoa JutamL dapat terlihat dari tabel 3.3 berikut :
Tabel 3.3 . Rumus Konsentrasi Spermatozoa
No Jumlah kotak yang dihitung
Rumus konsentrasi spermatozoa 1
5 n x 10.000 x 50 x 5 x 0,25
2 10
n x 10.000 x 20 x 2,5 x 0,25 3
25 n x 10.000 x 10 x 1 x 0,25
3.4.9.3 Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus
Preparat histologi testis tikus diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali 10x10, kemudian difoto. Pengukuran diameter dilakukan pada 100 tubulus
seminiferus yang dipotong bundar dan dipilih secara acak.
3.4.9.4 Perhitungan Perbandingan Jumlah Spermatosit Pakiten Terhadap
Jumlah Sel Sertoli
Preparat histologi testis tikus diamati mikroskop dengan perbesaran 400 kali 10x40. Perhitungan dilakukan pada 20 tubulus seminiferus secara acak Yotarlai et
al., 2011. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung jumlah spermatosit pakiten, jumlah sel Sertoli dan jumlah spermatosit pakiten per jumlah sel Sertoli per
tubulus. Perhitungan dilakukan hanya pada tubulus seminiferus yang mengalami spermatogenesis tahap II, VII, dan XII Vachrajani, 2005. Menurut Azrifitria 2012,
ciri-ciri khas masing-masing dari tiap tahapan spermatogenesis sebagai berikut :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Tahapan I-VI : membran menuju lumen terdapat spermatogonium, fase transisi, pakiten dan spermatid fase golgi 1-3 dan cap 4-7 serta spermatid
fase maturasi 15 dan 19. - Tahapan VII_VIII : spermatogonium, pakiten, spermatid round spermatid,
cap 23dari inti sel dan spermatozoa dilepaskan ke lumen dengan ekor mengarah ke lumen.
- Tahapan IX-XI : terdapat spermatogonium, pakiten, dan spermatid fase 9, 10, 11 dengan head cap dan nucleus mulai memanjang.
- Tahapan XII-XIV : spermatogonium, pakiten dan diakinesis, spermatid fase akrosom 12-14 terlihat nucleus memanjang dan akrosom 23 dari
sitoplasma.
3.5 Analisis Data
Hasil percobaan yang diperoleh diolah secara statistik dengan menggunakan program pengolah data statistik SPSS 16 yang meliputi uji normalitas, uji
homogenitas, uji parametrik one-way ANOVA, atau uji non parametrik Krukas Wallis. Jika hasil ANOVA maupun Krukas Wallis menunjukkan perbedaan yang
signifikan p ≤ 0,005 maka analisis data dilanjutkan dengan menggunakan Uji Multiple Comparisons tipe LSD Least Significant Diffeent.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Ekstraksi
Sebanyak 1.100 gram serbuk biji jarak pagar Jatropha curcas L. dimaserasi dengan pelarut etil asetat sebanyak 11.500 mL sampai larutan memdekati tidak
berwarna. Filtrat yang diperoleh sebanyak 9.500 mL kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator dan didapatkan ekstrak sejumlah 60,6284 gram. Rendemen
yang didapatkan ialah 5,51.
4.1.2. Penapisan Fitokimia
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia yang dilakukan terhadap ekstrak terdapat bebrapa golongan senyawa. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.1. :
Tabel 4.1. Hasil penapisan fitokimia ektrak etil asetat biji jarak pagar
Golongan Senyawa Hasil Penapisan
Ekstrak Etil Asetat Biji Jarak Pagar
Alkaloid +
Flavonoid -
Saponin +
Tanin -
SteroidTriterpenoid +