UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.7. Pemberian Perlakuan
Pemberian perlakuan pada tikus dilakukan sebagai berikut. Penelitian ini menggunakan 20 ekor tikus putih jantan strain Sprague-Dawley yang diberikan 4
perlakuan yang berbeda. Masing-masing perlakuan terdiri atas 5 ekor tikus putih jantan. Ekstrak etil asetat biji jarak pagar yang diperoleh disuspensikan dalam
pembawa NaCMC 1 dengan dosis yang telah ditentukan, diberikan secara oral dengan menggunakan alat pencekok oral Ahirwar et al., 2010. Pemberian ekstrak
diberikan peroral satu hari sekali setiap pagi hari dan dilakukan selama 48 hari sesuai dengan siklus spermatogenesis Krinke, 2000.
3.4.8. Pembuatan preparat
Setelah 48 hari, masing-masing hewan coba dikorbankan untuk diambil organ testisnya. Tikus dibius dengan eter, kemudian dibedah. Diambil bagian kauda
epididimis dan dihitung jumlah spermatozoa kemudian bagian testis diambil untuk ditimbang dan dibuat preparat.
Pembuatan sediaan mikroanatomi testis di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pembuatan preparat dilakukan dengan
cara : testis yang telah diambil, difiksasi dalam larutan Bouin, kemudian didehidrasi dengan etanol seri bertingkat, dan pada akhirnya ditanamkan dalam paraffin wax.
Blok paraffin dipotong dengan ketebalan 5µm dan dilakukan pewarnaan dengan hematosiklin
– eosin Yotarlai et al., 2011.
3.4.9. Pengukuran Parameter Uji
3.4.9.1 Pengukuran Bobot Testis
Dilakukan dengan cara menimbang organ testis dengan menggunakan timbangan analitik. Kemudian hasil bobot testis tikus yang diberi perlakuan
dibandingkan dengan bobot testis tikus kontrol.
3.4.9.2 Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa
Pengukuran konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil spermatozoa pada kauda epididimis. Spermatozoa yang didapat diletakkan pada kaca
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
arloji yang berisi cairan NaCl fisiologis 0,9 sebanyak 50 0 μL. Spermatozoa
dimasukkan kedalam bilik hitung Neubauer Hemasitometer sampai kamar Neubauer terisi rata. Kemudian dihitung jumlah spermatozoa pada salah satu kamar
hitung Neubauer dan selanjutnya ditentukan pengenceran yang akan dilakukan dan jumlah kotak yang akan dihitung Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung
No. Jumlah spermatozoa dalam 1 kotak
Pengenceran Kotak yg dihitung 1
40 50 kali
5 2
15 – 40
20 kali 10
3 15
10 kali 25
Dari jumlah spermatozoa yang diketahui, maka dilakukan pengenceran spermatozoa berdasarkan jumlah spermatozoa yang terhitung Ilyas, 2007.
Tabel 3.2. Cara pengenceran
No Pengenceran
Pembuatan pengenceran 1
50 kali a.
980 μL larutan George + 20 μL spermatozoa b.
2.450 μL larutan George + 50 μL spermatozoa 2
20 kali 950 μL larutan George + 50 μL spermatozoa
3 10 kali
a. 900 μL larutan George + 100 μL spermatozoa
b. 450 μL larutan George + 50 μL spermatozoa
Poin a dan b menunjukan opsi perlakuan hanya salah satu yang dipilih. Setelah dilakukan pengenceran, dilakukan perhitungan spermatozoa dengan
jumlah kotak yang dihitung sesuai dengan jumlah spermatozoa dan cara pengenceran pada tabel diatas. Kemudian dilakukan pengukuran spermatozoa sesuai rumus di
bawah ini Ilyas, 2007.
Rumus konsentrasi spermatozoa = n x 10.000 x 25 x vNaCl
k
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan: n adalah jumlah spermatozoa yang terhitung. Angka 10.000 merupakan volume kamar hitung Neubauer. Fp merupakan faktor pengenceran yang
dilakukan. Angka 25 menunjukan total kotak kecil yang terdapat dalam kamar hitung Neubauer sedangkan k merupakan jumlah kotak kecil yang dihitung pada saat
pengamatan. vNaCl merupakan volume NaCl mL fisiologis yang digunakan untuk membantu mengeluarkan spermatozoa dari vas deferens. Perhitungan konsentrasi
spermatozoa JutamL dapat terlihat dari tabel 3.3 berikut :
Tabel 3.3 . Rumus Konsentrasi Spermatozoa
No Jumlah kotak yang dihitung
Rumus konsentrasi spermatozoa 1
5 n x 10.000 x 50 x 5 x 0,25
2 10
n x 10.000 x 20 x 2,5 x 0,25 3
25 n x 10.000 x 10 x 1 x 0,25
3.4.9.3 Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus