UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Kelompok IV : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus yang diberi
suspensi ekstrak biji jarak pagar Jatropha curcas L. dengan dosis tinggi yaitu 50 mgkg BB, serta makan dan minum.
3.4. Kegiatan Penelitian
3.4.1. Pemeriksaan Simplisia Determinasi
Sebelum dilakukan penelitian, biji jarak pagar terlebih dahulu di determinasi di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor untuk
memastikan kebenaran simplisia.
3.4.2. Penyiapan Simplisia
Biji jarak pagar yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 7-9 diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Malang. Sebanyak 4 kg
biji jarak pagar yang telah dikeringkan kemudian dirajang dan diblender. Kemudian dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan mesh 40 sehingga dihasilkan
serbuk simplisia sebanyak 1.100 gram. Serbuk simplisia disimpan dalam wadah yang kering, tertutup rapat dan terlindung dari cahaya.
3.4.3. Pembuatan Ekstrak
Pada pembuatan ekstrak biji jarak pagar digunakan metode ekstraksi cara dingin dengan maserasi dan menggunakan etil asetat sebagai pelarut.
Serbuk simplisia sebanyak 1.100 gram ditimbang kemudian dimaserasi dengan pelarut etil asetat hingga sampel terendam. Jumlah pelarut etil asetat yang
digunakan sebanyak 11.500 mL. Sebelum dimaserasi dengan pelarut etil asetat, serbuk simplia biji jarak pagar dimaserasi terlebih dahulu dengan n-heksana. Hasil
maserasi disaring sehingga diperoleh filtrat. Proses maserasi ini diulang setiap harinya hingga dihasilkan maserat yang berwarna pucat lebih bening daripada
maserat awal. Total maserat yang diperoleh yaitu sebanyak 9.500 mL, kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebanyak 60,6284 gram. Ekstrak yang dihasilkan selanjutnya disimpan dan digunakan untuk perlakuan.
3.4.4. Penapisan Fitokimia
Pada penapisan fitokimia dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan golongan senyawa kimia dari simplisia dan fraksi etil asetat biji jarak pagar seperti
alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan polifenol, dan steroidterpenoid.
3.4.4.1. Identifikasi Golongan Alkaloid
Metoda Culvernor-Fitzgerald 2-4 g yang serbuk simplisia dimasukan kedalam mortar dan ditambahkan
kloroform secukupnya dan pasir bersih, kemudian digerus. Tambahkan 10 mL kloroform amoniakal diaduk rata. Campuran disaring kedalam tabung reaksi dengan
cara memerasnya pakai kain kasa untuk memindahkan ekstrak. Kemudian tambahkan 0.5 mL 1M asam sulfat dan kocok baik-baik, biarkan beberapa saat. Pipet lapisan
atas yang jemih kedalam 2 tabung reaksi kecil. Salah satunya diberikan pereaksi Dragendorff dan tabung lainnya pereaksi Mayer 2-3 tetes. Reaksi positif apabila
menunjukkan endapan kuning jingga orange dengan pereaksi Drogendorff dan endapan putih dengan pereaksi Mayer. Catatan hail sebagai berikut:
+ sedikit keruh
++ sangat keruh
+++ terjadi endapan Chairul, 2003.
3.4.4.2 Identifikasi Golongan Flavonoid
Ekstrak lebih kurang 10 g ditambahkan dengan etanol 80 , saring dan keringkan diatas penangas air. Kemudian lemaknya dihilangkan dengan pencucian
heksana beberapa kali sehingga warna pigmen hilang atau larutan heksana tidak berwarna lagi. Panaskan residu yang bebas lemak diatas penangas air untuk
memindah sisa heksana.Tambahkan residu dengan 20 mL etanol dan pindahkan masing-masing 10 mL kedalam 2 tabung reaksi. Masing-masing tabung reaksi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan 0,5 mL asam klorida pekat dan dilakukan uji dengan pereaksi Wilstatter Chairul, 2003.
Salah satu tabung reaksi yang telah berisikan asam klorida pekat ditambahkan 3-4 butir logam magnesium Mg. Amati perubahan warna yang terjadi dalam 10
menit. Apabila terbentuk warna, diencerkan dengan air secukupnya dan tambahkan 1 mL oktil alkohol. Kocok kuat-kuat dan biarkan dan amati perubahan wama pada
masing-masing lapisan pelarut. Apabila terjadi pembentukan atau perubahan warna menunjukkan reaksi positif terhadap flavonoida Chairul, 2003.
3.4.4.3 Identifikasi Golongan Saponin
Buat 10 mL ekstrak etanol 80 dari ekstrak atau simplisia lebih kurang 2 g dan masukkan kedalam tabung reaksi yang mempunyai ukuran. Masing-masing
tabung tambahkan 10 mL air, tutup dan kocok kuat-kuat selama 30 detik dan biarkan selama 30 menit. Apabila busa buih yang terjadi lebih besar 3 cm dari permukaan
larutan setelah 30 menit, berarti ekstrak atau simplisia mengandung positif saponin. Untuk ekstrak atau simplisia yang menghasilkan sedikit busabuih, tambahkan sedikit
larutan Na
2
CO
3
. Kondisi busabuih tetap stabil dan keras menunjukkan adanya asam- asam lemak bebas Chairul, 2003.
3.4.4.4. Identifikasi Golongan Tanin dan Polifenol
Ekstrak lebih kurang 10 g material tumbuhan dengan etanol 80 , saring dan keringkan diatas penangas air. Residu ekstrak larutkan dengan 20 mL air panas,
tambahkan ekstrak 5 tetes larutan NaCl. Bagi ekstrak kedalam 2 tabung reaksi, satu tabung digunakan sebagai kontrol dan lainnya untuk uji ferri klorida FeC1
3
Chairul, 2003. Tabung reaksi lainnya ditambahkan 3 tetes pereaksi ferri klorida FeC1
3
, dimana tanin terhidrolisa memberikan wama biru atau biru-hitam, sedangkan
kondensasi tanin menberikan warna biru-hijau dan bandingkan dengan kontrol Chairul, 2003.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.4.5 Identifikasi Golongan Steroid dan Triterpenoid
Sampel diekstrak dengan etanol dan ditambah 2 mL asam sulfat pekat dan 2 mL asam asetat anhidrat Liebermann-Buchard. Perubahan warna dari ungu ke biru
atau hijau memunjukkan adanya steroid Nurliani, 2007.
3.4.5 Parameter Spesifik dan Non Spesifik Depkes RI, 2000
3.4.5.1 Identitas Ekstrak
Deskripsi tata nama :
1. Nama ekstrak 2. Nama latin tumbuhan sistematika botani
3. Bagian tumbuhan yang digunakan 4. Nama Indonesia tumbuhan
3.4.5.2 Organoleptik
Penggunaan panca indera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa sebagai berikut :
1. Bentuk : padat, serbuk-kering, kental, cair
2. Warna : kuning, coklat, dll.
3. Bau : aromatik, tidak berbau, dll.
4. Rasa : pahit, manis, kelat, dll.
3.4.5.3 Susut Pengeringan
Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 g sampai 2 g dan dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada
suhu 105°C selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol hingga merupakan lapisan setebal
lebih kurang 5 mm sampai 10 mm. Jika ekstrak yang diuji berupa esktrak kental, ratakan dengan batang pengaduk. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering,
buka tutupnya, keringkan pada suhu 105
°
C hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam desikator hingga
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
suhu kamar. Jika ekstrak sulit kering dan mencair pada pemanasan, ditambahkan 1 g silica pengering yang telah ditimbang secara seksama setelah dikeringkan dan
disimpan dalam eksikator pada suhu kamar. Campurkan silica tersebut secara rata dengan esktrak pada saat panas, kemudian keringkan kembali pada suhu penetapan
hingga bobot tetap Depkes RI, 2000.
3.4.5.4 Kadar Abu
Lebih kurang 2 g sampai 3 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang secara seksama dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan.
Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu.
Pijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap
bahan yang telah dikeringkan di udara Depkes RI, 2000.
3.4.6. Persiapan Hewan Uji
Sebelum percobaan, dilakukan uji fertilitas pada tikus putih jantan dengan cara mengawinkan seluruh tikus putih jantan umur 9 minggu umur siap dikawinkan
yang akan digunakan dalam penelitian ini secara alami dengan tikus betina. Kemudian di amati apakah terjadi kehamilan pada tikus betina. Jika terjadi kehamilan
maka menunjukkan bahwa tikus jantan yang akan digunakan sebagai hewan uji adalah tikus yang fertil.
Disiapkan tempat pemeliharaan hewan coba yang meliputi kandang, sekam, tempat makan dan minum tikus. Tikus diaklimatisasi selama 7 hari pada kondisi
laboratorium, agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru. Selama proses adaptasi, diberi makan dan minum standar ad libitum, dilakukan pengamatan
kondisi umum serta ditimbang berat badannya. Tikus yang digunakan adalah tikus yang sehat yakni berat badan selama aklimatisasi tidak mengalami perubahan lebih
dari 10 dan secara visual menunjukkan perilaku yang normal.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.7. Pemberian Perlakuan