Pernyataan Masalah Hubungan patron-klien dalam kelompok pemulung (studi kasus kelompok pemulung kelurahan Jatinegara,kecamatan Cakung,Jakarta Timur
2 tanggal
13 Juli
2013 http:bps.go.idfileupload
publikasi2013_07_08_08_02_51.pdf:
Tabel I.A.1 Penduduk DKI Jakarta Dari Tahun 2010-2013
Uraian Satuan
2010 1 2011
2 2012
2 2013 2
1. Jumlah Penduduk
Ribu orang
9.607,8 9.891,9
9.991,8 10.090,3
a. Laki-laki
Ribu orang
4.870,9 4.998,9
5.042,9 5.087,1
b. Perempuan
Ribu orang
4.736,8 4.893,0
4.948,9 5.003,2
2. Laju Pertumbuhan
Penduduk Persen
1,42 1,08
1,01 0,99
3. Rasio
Jenis Kelamin
Sex Ratio
Laki-laki per100
wanita 102,8
102,2 101,9
101,7 4.
Kepadatan Penduduk
Penduduk Km
2
14.506 14.935
15.085 15.234
Sumber: 1= Sensus Penduduk 2013 2= Angka Proyeksi Penduduk 2013
Peningkatan ini salah satunya disebabkan oleh urbanisasi yaitu bertambahnya perpindahan penduduk dari di desa ke kota atau Jakarta. Ada
beberapa faktor yang mendorong orang desa pindah ke kota seperti; pertama, cara pandang bahwa kota Jakarta sebagai tempat tinggal masyarakat yang heterogen
akan latar budaya dan aktivitas yang beragam Taufiqurrahman Dhohuri 2002:72. Kedua, sebagai pusat kemajuan dan pembangunan. Dari kedua macam daya tarik
kota tersebut memotivasi orang di daerah pedesaaan untuk berdatangan ke daerah perkotaan.
Selain itu, urbanisasi yang terjadi diperkotaan didorong oleh beberapa alasan yaitu; Pertama, kesempatan mendapatkan pekerjaan dan pendidikan yang
lebih baik. Di banding pedesaan, kota lebih memberikan peluang untuk orang mendapatkan pekerjaaan dengan upah yang menarik danmemiliki kemungkinan
kesempatan mendapatkan pendidikan di sekolah atau kursus keterampilan dibidang teknik maupun administrasi Rahmat Bintarto 1984:33. Kedua, dalam
3 bidang pembangunan daerah perkotaan tidak sekedar sebagai tempat pemukiman
para penduduk, pusat kegiatan sosial, ekonomi, politik, namun sebagai pusat penyediaan berbagai sarana fasilitas yang memajukan kehidupan manusia dalam
bidang industri, perdagangan, modal, tenaga kerja dan lain sebagainya. Ketiga, dalam bidang ekonomi. Masyarakat yang berurbanisasi ke kota
karena faktor ekonomi memiliki pandangan bahwa di perkotaan itu tempat yang mudah untuk mendapatkan uang, dapat mengubah nasib kehidupan mereka
menjadi lebih baik dibanding mereka bekerja di kampung Hans-Dieter Evers 1982:58 dan pada umumnya masyarakat yang berurbanisasi ke Jakarta ini
merupakan masyarakat kalangan bawah atau masyarakat miskin baik harta, ilmu, moral maupun skill yang tidak memiliki kedudukan yang tinggi di desanya.
Sebagaimana dengan penjelasan Gunawan Sumodiningrat dalam bukunya Owin Jamasy 2004: 31 mengenai empat bentuk kemiskinan yakni:
“Kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang
didasarkan pada tingkatan pendapatan di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang pendapatannya berada pada
posisi di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah dari pendapatan masyarakat sekitarnya. Kemiskinan struktural yakni kemiskinan yang
disebabkan oleh kondisi miskin akibat pengaruh pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakatnya, sehingga hal tersebut menyebabkan
ketimpangan pada pendapatan. Serta kemiskinan kultural ini mengacu kepada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh
faktor budaya, seperti tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan, malas, boros, tidak kreatif meskipun ada usaha dari pihak luar
untuk membantunya Gunawan Sumodiningrat 1996:17-18.
” Sehingga kata kemiskinan ini diartikan sebagai suatu standar hidup yang
rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan seseorang yang rendah,
baik yang berpengaruh langsung dengan keadaan kesehatannya, kehidupan moral maupun harga dirinya secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat
4 keadaan kesehatan, kehidupan moral dan rasa harga diri mereka yang tergolong
sebagai orang miskin Supardi Suparlan 1995:21. Terjadinya kemiskinan tidak datang secara tiba-tiba, melainkan ada beberapa faktor penyebabnya. Beberapa
aktor penyebab kemiskinan di perkotaan menurut Owin Jamasy, yaitu; pertama, kemiskinan yang disebabkan oleh tidak adanya kesempatan kerja, sehingga
masyarakat miskin, baik miskin materi, skill maupun ilmu, sehingga dirinya tidak memperoleh penghasilan guna kehidupannya. Kedua, upah kerja yang minim,
produktivitas yang rendah dan lain-lainnya. Disamping itu pula, bahwa kemiskinan itu memiliki ciri-ciri identik, yaitu;
kemiskinan, fisik yang lemah, kerentaan, keterisolasian dan ketidakberdayaan ”
1994:23. Kemiskinan yang dimaksud oleh beliau adalah seseorang yang selalu kekurangan uang materi untuk membeli makanan pokok sehari-hari, termasuk
juga didalamnya kekurangan sandang, dan tidak memiliki rumah yang sah milik sendiri. Fisik yang lemah berarti orang yang miskin yang tidak memiliki daya
tahan terhadap penyakit, karena kurangnya gizi makanan. Kerentaan ialah orang miskin yang selalu mudah untuk mendapat masalah baik masalah penyakit
maupun masalah keuangan. Keterisolasian menurutnya ialah orang miskin yang terikat dengan kehidupan mereka yang miskin sehingga mereka tidak mampu
untuk mencoba sesuatu yang baru. Selain itu ketidakberdayaan berarti orang yang miskin yang tidak memiliki kemampuan untuk berkarya dan membela hak-haknya
H. S. Pulungan 1994:23-24. Oleh karena itulah dengan adanya urbanisasi ini, penduduk yang datang ke
kota tanpa di bekali oleh keahlian skill yang dibutuhkan ekonomi perkotaan, modal yang cukup, terpaksa mereka bekerja dengan mengandalkan fisiknya
seperti, kuli bangunan, kuli supir dan lain sebagiannya. Maka hal itu akan
5 mengakibatkan peningkatan pada angka jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta.
Sama halnya tabel dibawah ini “Beberapa Indikator Sosial Provinsi DKI Jakarta
.” 2012. Badan Pusat Statistik BPS Provinsi DKI Jakarta. Diunduh pada tanggal 13 Juli 2013
http:bps.go.idfileupload publikasi2013_07_08_08_02_51.pdf:
Tabel 1.A.2 Jumlah Penduduk Miskin, Presentase Penduduk Miskin Po, Garis Kemiskinan GK, Indeks Kedalaman Kemiskinan P1 dan Indeks
Keparahan Kemiskinan P2 di Provinsi DKI Jakarta, Maret 2009-2012
Sumber: Diolah dari data Susenas Tahun 2012
Menurut tabel jumlah persentase penduduk miskin di Provinsi DKI Jakarta dari bulan Maret 2009- September 2012 diatas, mengalami kenaikan setiap
tahunnya kecuali di bulan Maret 2010. Di bulan maret tahun selanjutnya 2011 mengalami kenaikan yang cukup tinggi dibanding dengan tahun yang selanjutnya
Maret 2010-Maret 2011, dari yang 3,48 persen hingga 3,75 persen. Meskipun mengalami sedikit penurunan bulan September 2011 yakni mencapai 3,64 persen,
tetapi pada tahun-tahun berikutnya jumlah penduduk miskin Jakarta terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan uraian-uraian mengenai kemiskinan, bahwasanya penduduk seperti uraian diatas, pada umumnya bekerja sebagai pemulung. Maksud
pemulung dalam hal ini merupak salah satu kegiatan sektor informal yang ada di perkotaan dengan cara mengumpulkan barang-barang bekas tanpa mendapatkan
upah bayaran dari orang-orang sekitar, namun kegiatan ini menghasilkan
Uraian Maret
2009 Maret
2010 Maret
2011 Septembe
r 2011 Maret
2012 September
2012
Jumlah Penduduk Miskin 000 323,17
312,18 363,42
355,20 363,20
366,77 Presentase Penduduk Miskin P
3,62 3,48
3,75 3,64
3,69 3,70
Garis Kemiskinan RpKapitaBulan
316.936 331.16
9 355.480
368.415 379.052
392.571 Indeks Kedalaman Kemiskinan P
1
0,571 0,450
0,599 0,459
0,499 0,557
Indeks Keparahan Kemiskinan P
2
0,136 0,109
0,147 0,103
0,129 0,151
6 pendapatan yang cukup lumayan bagi mereka yang tidak memiliki ijazah; modal;
dan lainnya demi menyambung hidupnya, meski pendapatan yang diperolehnya itu masih dibawah rata-rata pendapatan orang-orang yang bekerja lainnya.
Pemulung ini identik dengan orang-orang miskin yang tinggal di tempat-tempat kumuh dan sebagainya, sebagaimana dengan ungkapan dari Pak Tariani, salah
satu anggota kelompok lapak II: “Mendapatkan uang dengan cara halal tapi dengan kerja yang gak terlalu
berat dan gak terlalu banyak peraturan. Yang bisa kerjanya dimana-mana, gak perlu pake ijazah sekolah yang tinggi-tinggi Wawancara Pribadi
dengan Pak Tariani,
31082013, 28 Tahun.” Aktivitas pemulung ini, pada umumnya banyak dilakukan oleh orang-
orang dalam berbagai usia, pendidikan, suku, agama, jenis kelamin, dan kegiatan memulung ini biasanya terjadi di berbagai tempat seperti, di pasar, sekolahan,
pemukiman penduduk, pertokoan, terminal-terminal dan lain-lainnya. Keberadaan pemulung di Jakarta ini akibat dari ketidak adanya lapangan pekerjaan bagi
masyarakat yang tidak memiliki ijazah, tidak memiliki modal yang cukup serta tidak memiliki keterampilan khusus skill dalam memasuki dunia kerja, sehingga
masyarakat tersebut bekerja sebagai pemungut dan pencari barang-barang bekas demi memenuhi kebutuhan keluarganya.
Dalam realitas adanya kalangan pemulung di perkotaan ini bukan hanya sebagai penyebab meningkatnya jumlah kemiskinan di DKI Jakarta, namun juga
sebagai pahlawan bangsa yang melakukan mengurangi volume timbunan sampah- sampah yang berserakan sekaligus menjadi pemandangan buruk bagi DKI Jakarta.
Timbunan-timbunan sampah tersebut mereka kalangan pemulung kelola sehingga menjadi barang komoditi Sutardji 1998:20. Namun tetap saja sebagian
masyarakat memandang pemulung sebagai pekerjaan yang menjijikan, terhina dan
7 lain sebagainya memandang sebelah mata. Berikut tabel timbunan sampah
dibawah ini:
Tabel I.A.3 Timbunan Sampah di Provinsi DKI Jakarta tahun 2005- 2010
Tahun 2005
20006 2007
2008 2009
2010 Jumlah sampah per hari
m³hari 26.264
26.444 27.966
29.217 28.286
24.773 Sumber: Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta
Kedudukan kalangan pemulung di dalam penelitian ini memiliki beragam kedudukan seperti, ada yang mengatur segala urusan di suatu perlapakan patron,
sehingga memberikan pengaruh besar dalam menjalankan usaha perlapakannya, baik dalam hal pemberian upah, membuat dan menetapkan peraturan-peraturan di
perlapakan tersebut dan lain-lain patron atau ketua kelompok. Dan adapun yang bertindak dalam menjalankan kegiatan memulung tersebut agar usaha
perlapakan tersebut dapat berjalan serta mentaati segala perintah orang yang atau berkuasa dalam mengatur usaha perlapakan klien atau anggota kelompok.
Dengan demikian hubungan patron-klien ini merupakan hubungan sosial yang terjadi antara ketua dengan anggota kelompoknya yang bersifat timbal balik,
saling menguntungkan, saling membutuhkan dan saling ketergantungan. Walaupun di dalam hubungan ini terdapat ketimpangan dalam hasil pendapatan
yang diperoleh dan rasa ketergantungan klien yang selalu mengharapkan bantuan dari patron, tetap saja mereka saling membuthkan antar satu sama lain.
Dengan demikian, dari pernyataan-pernyataan masalah diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
“Hubungan Patron Klien Dalam Kelompok Pemulung Studi kasus kelompok pemulung di
Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cak ung, Jakarta Timur.”
8