Analisis profil lulusan pendidikan nonformal dalam pemenuhan faktor tenaga kerja (studi kasus terhadap kelompok belajar kejuruan Ar-Rahman)

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

Novi Mela Yuliani NIM: 1110015000005

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

ANALISIS PROFIL LULUSAN PENDIDIKAN NONFORMAL DALAM PEMENUHAN FAKTOR TENAGA KERJA

DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN AR-RAHMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

Oleh: Novi Mela Yuliani NIM. 1110015000005

Dibawah Bimbingan

Pembimbing

Drs. H. Nurochim, MM NIP. 19590715 1984031003

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

(4)

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Novi Mela Yuliani NIM : 1110015000005

Jurusan : Pendidikan IPS/Ekonomi Angkatan Tahun : 2010

Alamat : Kp/Ds Eureunpalay RT 01 RW 02, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa Skripsi yang berjudul Analisis Profil Lulusan Pendidikan Nonformal Dalam Pemenuhan Faktor Tenaga Kerja (Studi Kasus Terhadap Kelompok Belajar Kejuruan Ar-Rahman) adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama : Drs. H. Nurochim, MM Dosen Jurusan : Pendidikan IPS

Demikian surat pertanyaan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 28 September 2014 Yang Menyatakan


(5)

i

Kejuruan Ar-Rahman)”. Skripsi. Program Studi Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,Universitas Islam Negeri Jakarta, 2014.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui profil para lulusan kelompok belajar kejuruan Ar-Rahman yang merupakan bagian dari pendidikan nonformal terkait dengan pemenuhan faktor tenaga kerja berdasarkan standar kompetensi kerja nasional Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Subjek dalam penelitian ini adalah 4 (empat) angkatan yang sudah mendapatkan pekerjaan sedangkan subjek penelitian yang diambil adalah 8 orang dari 69 siswa. Delapan orang tersebut merupakan perwakilan dari setiap angkatannya yaitu dua orang per angkatan dengan profesi pekerjaan yang berbeda. Instrumen penelitian yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi.

Berdasarkan hasil penelitian, para lulusan kelompok belajar kejuruan Ar-Rahman dalam menjalankan profesi pekerjaannya sudah memenuhi kriteria standar kompetensi kerja nasional Indonesia. Meskipun dalam kegiatan pembelajarannya memiliki sarana dan prasarana yang sangat terbatas, sehingga standar kompetensi lulusan yang ditetapkan oleh kelompok belajar kejuruan Ar-Rahman disesuaikan dengan kemampuan para siswanya. Banyak kegiatan pelengkap yang diberikan kelompok belajar kejuruan Ar-Rahman seperti public speaking, training motivasi, seminar dan penyuluhan narkoba serta kriminalitas.


(6)

ii ABSTRACT

Novi Mela Yuliani, 1110015000005. “An Analysis 0f Nonformal Education Graduate Profile Towards The Fulfillment of The Manpower Need in Ar-Rahman Vocational Group Study ”. Thesis. Social Science Education Department. Faculty of Tarbiya and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta, 2014.

The purpose of this research is to find out the profile of vocational Group Study graduates which is part of nonformal education related to national working competence in Indonesia.

The method of this research is descriptive qualitative method, and the approach used in this research is case study. The subject of this research is four graduate forces that have got jobs. Only two students of each forces that is are taken as a subject of the research. So that, total subject of this research is eight students from sixty nine students. Research instruments used are observation, interview, and documentations. According to the result of research, the graduates of the vocational Group Study have met the standard criterion of national working competence in Indonesia. As the school at which they learnt has a limited facilities, the standard competence that is applied in the Vocational Group Study is agreed with students’ competency itself. Furthermore, the Vocational Group Study also give additional activities to their students like public speaking, training motivation, conference or counseling about drugs and criminalitas. Keywords: Education, Nonformal, Group Study, Graduate Profile, Employment


(7)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah segala puji bagi Allah SWT penulis persembahkan sebagai ungkapam rasa syukur, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan bail. Skripsi ini berjudul “Analisi Profil Lulusan Pendidikan Nonformal Dlam Pemenuhan Faktor Tenaga Kerja di Sekolah Menengah Kejuruan

Ar-Rahman”.

Penulis dalam penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi dari keseluruhan kegiatan perkuliahan yang telah dicanangkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai bentuk pertanggung jawaban penulis menjadi Mahasiswa UIN Syrif Hidayatullah Jakarta serta untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar strata satu Sarjana Pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa keterbatasan kemampuan, kurangnya pengalaman, banyaknya hambatan serta kesulitan senantiasa penulis temui dalam penyusunan skripsi ini. Dengan terselesaikannya skripsi ini, tak lupa penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan, bimbingan serta dorongan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, yakni Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D.

2. Bapak Dr.Iwan Purwanto, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Bapak Syaripulloh, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

4. Bapak Drs. H, Nurochim, MM, selaku dosen pembimbing yang senantiasa membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis.


(8)

iv

5. Bapak Dr.Muhammad Arif, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing Akademik.

6. Seluruh Dosen, Staf dan Karyawan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pengetahuan, pemahaman dan pelayanan selama melaksanakan studi.

7. Bapak H. Rachman Husen, selaku Kepala Sekolah SMK Ar-Rahman yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.

8. Keluarga besar SMK Ar-Rahman yang telah membantu proses penelitian ini, khususnya kepada ka Anas Murtadho, Ka Anas Malik, Indri, Rio, Resma, Dimas, Rizki, Mega, Yuni dan Imas.

9. Kedua orang tuaku yang amat kucinta dan ku hormati, yakni Yaya Rodia dan Yayan Maryani yang telah membesarkan penulis serta senantiasa memberikan semangat, doa dan bimbingan. Semoga Allah SWT selalu mencurahkan rahmatNya kepada kalian.

10.Untuk Adikku tersayang (Pipih Ayu Damayanti) yang selalu memotivasi dan memberikan dukungan.

11.Kanda Wawan Solihin yang selalu memberikan bimbingan, bantuan serta doa. Dan juga selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil.

12.Sahabat-sahabatku Diah, Iyos, Mata, Rini, Sofi, Yeyen, Nadia, Titin, Dini dan Risa, yang selalu menyemangati dan memberikan keceriaan dalam menjalani kegiatan sehari-hari.

13.Teman-teman seperjuangan dan sejursan IPS ekonomi 2010 yang telah memberikan warna serta pengalaman dalam menjalani perkuliahan selama ini.

14.Teman-teman kosan Lubang Semut Iyos, Lia dan Nung yang sudah memberikan dukungannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini 15.Keluarga IRMAFA (Ikatan Remaja Masjid Fathullah) tercinta yang

telah memberikan berbagai ilmu, pengalaman dan rasa kekeluargaan sehingga penulis sekarang memiliki keluarga baru.


(9)

v

16.Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuannya.

Akhirnya tiada kata lain yang lebih berarti selain sebuah harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin

Jakarta, September 2014


(10)

vi DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... LEMBAR PENGESAHAN MUNAQASAH ... SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ...

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ……… ... ix

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR LAMPIRAN ……… ... xi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 10

C.Pembatasan Masalah ……… ... 11

D.Perumusan Masalah ………... 11

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……… ... 11

1. Manfaat Teoritis ………. ... 11

2. Manfaat Praktis ……….. ... 12

BAB II KAJIAN TEORI A.Hakikat Profil Lulusan 1. Pengertian Profil Lulusan...13

2. Standar Kompetensi Lulusan ... 14

B.Hakikat Penddidikan 1. Pengertian dan Peran Pendidikan ... 16

2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Nasional ... 17 3. Hak dan Kewajiban Warga Negara Dalam Pendidikan


(11)

vii C.Hakikat Pendidikan Nonformal

1. Pengertian Pendidikan Nonformal ... 22

2. Tugas Pokok Pendidikan Nonformal... 23

3. Fungsi Pendidikan Nonformal ... 24

4. Tujuan Pendidikan Nonformal ... 27

5. Jalur Pendidikan Nonformal... ... 28

6. Bentuk-Bentuk Pendidikan Nonformal ... 29

D.Hakikat Pendidikan Kejuruan 1. Pengertian Pendidikan Kejuruan ... 32

2. Fungsi Pokok Pendidikan Kejuruan ... 32

3. Bidang-Bidang Kegiatan Pendidikan Kejuruan ... 33

E. Tenaga Kerja 1. Pengertian Tenaga Kerja ... 34

2. Lapangan Pekerjaan... 38

3. Penarikan Pegawai ... 39

F. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia ... 42

G.Penelitian Yang Relevan ... 44

H.Kerangka Berpikir ... 46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 48

B.Metode Penelitian ... 48

C.Teknik Pengumpulan Data ... 49

D.Instrumen Penelitian ... 50

E. Teknik Analisis Data ... 54


(12)

viii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Gambaran Umum Sekolah

1. Sejarah Singkat SMK Ar-Rahman ... 56

2. Struktur Organisasi Sekolah ... 57

3. Visi dan Misi Sekolah ... 59

4. Jumlah Siswa ... 59

5. Sarana dan Prasarana ... 59

B.Deskripsi Hasil Penelitian 1. Pelaksanaan Pendidikan Nonformal di SMK Ar-Rahman ... 60

a. Karakteristik Sekolah ... 60

b. Kegiatan Pembelajaran ... 63

c. Kegiatan dan Sumber Belajar Penunjang Kompetensi Siswa .. 63

d. Kompetensi Pengajar ... 65

2. Profil Lulusan SMK Ar-Rahman... 66

3. Kompetensi Lulusan SMK Ar-Rahman Dalam Kaitannya Dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia ... 70

a. Strategi Sekolah Dalam Menyalurkan Lulusan Ke Dunia Kerja ... 70

b. Standar Kompetensi Kerja Yang Dimiliki Oleh Para Lulusan ... 72

C.Temuan Utama Penelitian ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA


(13)

ix Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Wawancara

Kepala Pelaksana Kelompok Belajar... 51

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Wawancara Lulusan... 52

Tabel 4.1 Data Guru... 58

Tabel 4.2 Jumlah Siswa... 59

Tabel 4.3 Sarana dan Prasarana... 59

Tabel 4.4 Kompetensi Lulusan... 69

Tabel 4.5 Daftar Nilai... 73


(14)

x

DAFTAR BAGAN


(15)

xi

Lampiran 2 Wawancara Lulusan (Indri)... 93

Lampiran 3 Wawancara Lulusan (Rio)... 97

Lampiran 4 Wawancara Lulusan (Imas)... 101

Lampiran 5 Wawancara Lulusan (Resma)... 105

Lampiran 6 Wawancara Lulusan (Dimas)... 108

Lampiran 7 Wawancara Lulusan (Rizki)... 112

Lampiran 8 Wawancara Lulusan (Yuniarti)... 116


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan pada hakikatnya adalah “Proses pematangan kualitas hidup, yaitu diharapkan melalui proses tersebut manusia dapat memahami arti dan hakikat hidup, serta untuk apa dan bagaimana menjalankan tugas hidup dan kehidupan secara benar”.1 Maka dari itu pendidikan memiliki peranan yang sangat penting bagi setiap manusia untuk menentukan bagaimana perilaku manusia dalam menjalankan tugasnya. Tanpa pendidikan, manusia sulit mengembangkan potensi, keterampilan dan karirnya. Jalaluddin menyatakan bahwa :

Manusia adalah mahluk yang memiliki berbagai potensi bawaan. Oleh karena itu manusia disebut juga sebagai homo faber, karena manusia memiliki kemampuan untuk membuat beragam barang atau peralatan. Manusia juga disebut homo sacins atau homo saciale abima, karena manusia adalah mahluk bermasyarakat. Di lain pihak manusia juga memiliki kemampuan merasai, mengerti, membeda-bedakan, kearifan, kebijaksanaan serta pengetahuan dan ilmu pengetahuan. 2

Adapun potensi alamiah manusia tersebut, jika diiringi dengan keikutsertaan dalam proses pendidikan maka tentunya kualitas sumber daya manusia akan semakin meningkat. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak negara di dunia lebih memprioritaskan sektor pendidikan dibandingkan sektor lainnya.

Pendidikan pada negara-negara maju tentunya telah banyak menghasilkan para lulusan-lulusan yang berkualitas. Berbeda halnya dengan pelaksanaan pendidikan yang berada di negara berkembang yang masih banyak mengalami persoalan-persoalan sehingga para lulusannya pun masih banyak yang kurang berkualitas .

1 Dedy Mulyasana, “Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, (Jakarta : Rosdakarya, 2011), h.

2.

2Jalaludin dan Abdullah, “Filsafat Pendidikan


(17)

Menurut Nizam selaku Sekretaris Jenderal Dewan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional yang dikutip oleh Mohammad Rifai dalam buku Politik Pendidikan Nasional, mengakui bahwa “Kualitas sumber daya manusia masih menjadi persoalan utama dalam bidang pendidikan di Indonesia, baik di tingkat pendidikan tinggi maupun pendidikan dasar dan menengah”.3 Persoalan pendidikan yang masih dialami oleh bangsa Indonesia diantaranya kualitas tenaga pendidik, sarana dan prasarana, mutu pendidikan, kualitas para lulusan serta pungutan–pungutan yang dimintai oleh pihak-pihak sekolah yang pada akhirnya persoalan ini akan mempengaruhi kualitas lulusan. Jika persoalan pendidikan ini tidak diselesaikan, maka kualitas sumber daya manusia di Indonesia akan semakin menurun dan pada akhirnya negara ini bisa kembali dijajah oleh bangsa lain.

Sebagaimana dikatakan oleh Amri Sofan dan Ahmad Khoiru dalam buku Konstruksi Pengembangan Pembelajaran yang menyatakan:

Pendidikan di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, padahal dulu Malaysia berguru ke Indonesia. Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang terbaik. Tetapi mengapa kualitas sumber daya manusia Indonesia saat ini hanya berada pada peringkat ke 109 dari 174 negara di dunia? bahkan Indonesia sering mengalami krisis ekonomi. Indonesia sebagaimana negara berkembang lainnya memiliki permasalahan sosial yang tidak sederhana.4

Masalah yang paling sering dihadapi oleh negara Indonesia diantaranya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Salah satu penyebab rendahnya kualitas sumber daya manusia disebabkan oleh sistem pendidikan di Indonesia yang masih tidak jelas pelaksanaannya. Hal tersebut bisa kita lihat melalui peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 80 tahun 2013 BAB IV pasal 5 ayat 1 yang menyatakan bahwa “Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat sesuai kewenangannya memfasilitasi warga negara usia 16 (enam belas)

3

Mohammad Rifai, Politik Pendidikan Nasional, (Jogjakarta: Ar- Ruzz Media, 2011), h. 144

4

Amri Sofan dan Ahmadi Khoiru, Konstruksi Pengembangan Pembelajaran, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2010), h. 5


(18)

3

tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun untuk mengikuti pendidikan menengah”.5 Berdasarkan peraturan menteri tersebut maka pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah serta masyarakat umum, berkewajiban untuk memfasilitasi penduduknya dalam memperoleh pendidikan menengah, namun pada kenyataannya ternyata hanya sebagian masyarakat saja yang memperoleh pendidikan yang bermutu.

Pada BAB VII Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 80 Tahun 2013 pasal 9 ayat 3 juga dikatakan bahwa “Sumber dana penyelenggaraan PMU (Pendidikan Menengah Umum) bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), masyarakat dan/ atau sumber lain yang sah”.6 Hal tersebut, diwujudkan oleh Kementrian Pendidikan Nasional seperti yang dilansir oleh Kompas yang memastikan bahwa “Pada 2013 para siswa sekolah di pendidikan menengah tidak akan lagi dipungut biaya SPP. Pemerintah telah menyiapkan bantuan operasional sekolah (BOS) untuk SMA/SMK”.7 Hal ini pun dinyatakan oleh Direktur Pembinaan SMA seperti yang tertera dalam petunjuk teknis bantuan operasional Sekolah Menengah Atas yang menyatakan:

Sebagai wujud keberpihakkan terhadap siswa atas pengelolaan dana BOS SMA tersebut, sekolah diwajibkan untuk membebaskan (fee waive) dan/ atau membantu (discount fee) siswa miskin dari kewajiban membayar iuran sekolah dan biaya-biaya untuk kegiatan siswa. Jumlah siswa dan besaran dana iuran sekolah serta biaya ekstrakulikuler siswa yang dibebaskan atau mendapat keringanan biaya pendidikan menjadi kebijakan (diskresi) sekolah dengan mempertimbangkan faktor jumlah siswa miskin yang ada, dana yang diterima dan besarnya biaya sekolah.8

5Salinan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 80

Tahun 2013 Tentang Pendidikan Menengah Universal,. h., 3 6 Ibid., h,. 5

7Indra Akuntono, 2013,” SMA/SMK Gratis Biaya SPP”, Kompas Edukasi, Jakarta, 27 September 2011. (http://edukasi.kompas.com) . Artikel ini diakses pada tanggal 28 Februari 2014.

8

Direktorat Pembinaan SMA, Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Sekolah Menengah Atas, (Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014), h. iii


(19)

Meskipun pemerintah sudah mencanangkan sekolah gratis seperti yang sudah dijelaskan diatas, tetapi pada kenyataannya masih ada pungutan liar yang dilakukan oleh beberapa sekolah jenjang Menengah Atas, seperti yang terjadi di wilayah Duren Sawit Jakarta yang dilansir oleh Kompas.Com bahwa “SMA 61, Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur, masih memberlakukan pungutan kepada muridnya. Tercatat, orang tua murid memberikan uang lebih dari Rp. 14 juta pada pihak sekolah”.9

Hal ini menunjukkan, meskipun sudah dikeluarkannya peraturan pemerintah terkait pelaksanaan pendidikan di Sekolah Menengah Atas, namun pada pelaksanaanya masih saja ada beberapa sekolah yang melanggar peraturan tersebut dengan melaksanakannya pungutan-pungutan liar yang dikemas seolah-olah pungutan-pungutan tersebut merupakan kebutuhan siswa. Peristiwa ini tentunya akan memberatkan bagi siswa yang kurang mampu dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.

Menurut Darmaningtyas, “Pandangan umum yang kita yakini kebenarannya adalah bahwa kemiskinan merupakan rintangan besar bagi seseorang untuk memperoleh hak-hak pendidikan mereka. Padahal pendidikan diyakini sebagai mekanisme untuk melakukan mobilitas vertikal secara cepat”.10 Jika kemiskinan tidak menjadi penghalang bagi masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, maka perubahan positif pun akan tercapai dan bahkan bisa saja Indonesia menjadi negara yang maju. Pendidikan adalah hal mendasar yang wajib diberikan oleh sebuah negara kepada masyarakat tanpa mempersulitnya, karena semakin banyak angka putus sekolah maka akan semakin banyak masalah sosial yang terjadi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2013, rata-rata nasional angka putus sekolah usia 7-12 tahun mencapai 0,67% atau

9 Fabian Januarius Kuswado, “ Pungutan Belasan Juta dari Orang Tua Murid”, Kompas

Edukasi, Jakarta, 20 Februari 2013, (http://edukasi.kompas.com). Artikel ini diakses pada tanggal

5 juli 2013.

10

Darmaningtyas, Pendidikan Rusak-Rusakkan, (Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara, 2005), h.325


(20)

5

182.773 anak; usia 13-15 tahun sebanyak 2,21%, atau 209.976 anak; dan usia 16-18 tahun semakin tinggi hingga 3,14% atau 223.676 anak. 11 Dari data diatas bisa kita lihat bahwa angka putus sekolah di Indonesia pada tahun 2013 masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan, karena belum meratanya biaya pendidikan untuk sekolah gratis. Hambatan sekolah pun bersumber dari orang tua yang kurang mampu, dimana mereka lebih memilih anaknya untuk bekerja dibandingkan sekolah, dengan alasan anak tersebut bekerja untuk membantu perekonomian keluarga.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 dalam BAB IV pasal 5 ayat 1 dijelaskan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”.12 Sesuai dengan Undang-Undang tersebut, bisa kita katakan bahwa negara telah menjamin penduduknya untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu tanpa terkecuali. Usaha pemerataan pendidikan mulai diwujudkan oleh pemerintah Indonesia, salah satunya melalui Bantuan Operasional Sekolah, Beasiswa Miskin dan Berprestasi, Kartu Jakarta Pintar yang dilakukan oleh provinsi DKI Jakarta bagi para warganya.

Sesuai dengan tuntutan zaman yang semakin maju, yang sedikit demi sedikit mulai menggeser perekonomian Indonesia dari ekonomi agraris menjadi ekonomi industri. Perubahan perekonomian ini, lama kelamaan mengharuskan Indonesia untuk memulai menyiapkan para tenaga kerja yang memiliki keterampilan di bidang industri karena jika tidak mampu bersaing dengan negara lain, maka indonesia akan menjadi negara tertinggal. Untuk memperoleh keterampilan ini maka dibutuhkan keterampilan yang lebih unggul dibandingkan ketika Indonesia masih dalam sektor agraris, dan keterampilan ini salah satunya diperoleh melalui pendidikan.

11 M. Latief, “Si Miskin Tidak Dilarang Sekolah”, Kompas, Jakarta, 16 Oktober 2013. (http://edukasi.kompas.com). Artikel ini diakses pada tanggal 3 Maret 2014.

12

Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan , Edisi Revisi. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), h., 308


(21)

Menurut hasil kajian Sukmadinata dalam buku Masalah Sosial Anak, “Faktor utama penyebab anak putus sekolah adalah kesulitan atau karena orang tua tidak mampu menyediakan biaya bagi sekolah anak-anaknya”.13

Faktor tersebut bukanlah hal mendasar yang menjadikan anak-anak tersebut tidak bisa sekolah, semua anak-anak-anak-anak memiliki hak yang sama dalam meperoleh pendidikan tanpa melihat kemampuan ekonominya. Pendidikan bersifat universal, jika anak-anak banyak yang putus sekolah justru negara akan dirugikan karena tidak terjadi perputaran kegiatan ekonomi. Sebagaimana yang dikatakan oleh Soelaiman Yoesof bahwa “Hubungan antara sekolah dan masyarakat memang cukup erat oleh karena sistem pendidikan pada gilirannya bermuara pada persiapan orang-orang untuk bekerja”.14

Oleh karena itu, pendidikan merupakan sebuah proses untuk melatih masyarakat agar siap menghadapi dunia kerja.

Masyarakat menganggap bahwa pendidikan itu merupakan sebuah keharusan. Pendidikan tidak hanya melalui pendidikan formal, akan tetapi bisa juga dilaksanakan melalui pendidikan nonformal karena keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menciptakan manusia yang unggul. Oleh karena itu, seiring dengan terjadinya pungutan-pungutan liar yang dilakukan oleh pihak sekolah yang tentunya memberatkan masyarakat yang kurang mampu, sehingga sebagian masyarakat lebih memilih menyekolahkan anaknya melaui pendidikan nonformal.

Menurut Sismanto “Pendidikan nonformal merupakan usaha sadar yang dilakukan untuk membentuk perkembangan kepribadian serta kemampuan anak di luar sekolah atau tepatnya di luar sistem persekolahan sebagaimana yang kita kenal”.15 Pada dasarnya, pendidikan nonformal ini mampu memberikan budi pekerti maupun kompetensi yang tidak bisa mereka peroleh di pendidikan formal.

13

Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta : Prenada Media Group, 2003), h. 342

14

Soelaiman Yoseof, Konsep–Konsep Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h.6

15

Sismanto, Pendidikan Luar Sekolah Dalam Upaya Mencerdaskan Bangsa, (Jakarta: CV Era Swasta, 1984), h. 7


(22)

7

Menurut Soegimin “Pendidikan nonformal lebih banyak berbicara dan berbuat dari segi realitas hidup dan kehidupan masyarakat, perhatiannya lebih terpusat pada usaha-usaha untuk membantu terwujudnya proses pembelajaran di masyarakat”.16

Berdasarkan hal tersebut, maka pendidikan nonformal merupakan salah satu cara dalam menyetarakan kesempatan pendidikan bagi semua warga negara yang memiliki keterbatasan dalam memperoleh pendidikan formal. Adapun melalui pendidikan nonformal ini, masyarakat dibekali pengetahuan untuk mengatur dan memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupannya sebagaimana sifat dari pendidikan nonformal yang bersifat luas dan berbuat dari segi realitas hidup .

Meskipun pada kenyataanya, pelaksanaan pendidikan nonformal itu jauh dari kelengkapan seperti pendidikan formal yaitu memiliki keterbatasan dalam keenam komponen yang pada hakikatnya harus ada dalam kegiatan belajar. Komponen belajar tersebut sebagaimana dikatakan Aminuddin Rasyad yaitu peserta didik, guru, tujuan, isi pelajaran, metode, media dan evaluasi.17 Namun meskipun memiliki keterbatasan dalam kegiatan pembelajaran, ternyata pendidikan nonformal mampu menghasilkan para lulusan yang kompeten.

Berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 BAB V Pasal 26 ayat 6 menyatakan bahwa “Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan”.18 Namun, tidak semua lembaga pendidikan nonformal dilakukan penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk pemerintah atau pemerintah daerah. Pengakreditasian sekolah oleh Kementrian Pendidikan

16Sogimin, Gitoasmoro, “Peran Pendidikan Non Formal Dalam Realisasi Wajib Belajar

Pendidikan Dasar”, Jurnal Pendiidkan Dasar, Vol. 6, No. 1, 2005, h. 41

17

Aminuddin Rasyad. Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Uhamka Press, 2003), h. 124

18

Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang SISDIKNAS, (Jakarta : Departemen Agama Direktirat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003), h, 46.


(23)

membutuhakan biaya besar, persyaratan yang panjang dan pendanaan. Hal tersebut tidak dimiliki oleh sekolah-sekolah nonformal yang memang memiliki keterbatasan dalam hal pendanaan.

Berdasarkan sifat terbuka dari pendidikan nonformal itu sendiri, maka mulailah muncul kelompok belajar kejuruan yang bersifat nonformal yang merupakan bagian dari pelaksanaan pendidikan nonformal, sebagai salah satu langkah dalam menyelesaikan permasalahan pendidikan di negara ini. Kelompok belajar tersebut berbasis pendidikan kejuruan, yang bersifat gratis dan bebas biaya tambahan, yang tujuannya untuk memberikan keterampilan kepada siswanya agar mampu memasuki dunia kerja. Kelompok belajar tersebut diperuntukkan bagi anak-anak yang berasal dari kalangan ekonomi lemah, agar nantinya mampu menekan angka putus sekolah dan mencegah timbulnya masalah sosial.

Menurut Ali Muhson dalam Jurnal Economia mengatakan bahwa “Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan sumber daya manusia”.19 Melalui kelompok belajar kejuruan, masyarakat diberikan pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Meskipun ditengah keterbatasan dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihannya, banyak para lulusan kelompok belajar tersebut yang tidak kalah unggulnya dengan para lulusan pendidikan formal. Melalui sertifikat yang diberikan, para lulusan kelompok belajar tersebut mampu bekerja di berbagai perusahaan dan ada pula yang melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Pada saat ini berbagai jenis pendidikan memang dituntut untuk memberikan ijazah ataupun sertifikat bagi setiap lulusannya, begitupun dengan pendidikan nonformal. Ijazah merupakan prasyarat bagi para peserta didik untuk melamar pekerjaan di berbagai instansi ketika mereka sudah lulus dari berbagai jenis pendidikan. Ijjazah tersebut diperlukan sebagai gambaran terkait kompetensi yang dimiliki oleh para lulusan, yang nantinya

19 Ali Muhson dkk, “Analisis Relevansi Lulusan Perguruan Tinggi Dengan Dunia Kerja“,


(24)

9

bermanfaat dalam melamar pekerjaan ataupun melanjutkan ke perguruan tinggi.

Menurut Uwe Schipper dan Djadjang Madya mengatakan “Pendidikan kejuruan merupakan investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, yang merupakan syarat utama untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesempatan dan perubahan sosial”.20

Karakter dari Kelompok Belajar Kejuruan ini yang lebih menekankan praktek dibandingkan teori, sehingga anak-anak dibekali keterampilan-keterampilan untuk langsung masuk ke dunia kerja.

Berdasarkan karakter dari Kelompok Belajar Kejuruan tersebut serta dengan adanya biaya yang gratis dan tanpa biaya tambahan, tentunya sangat tepat dilaksanakan di tengah-tengah banyaknya angka putus sekolah. Hal ini disebabkan karena semakin banyak masyarakat yang mampu menghasilkan barang dan jasa maka laju pertumbuhan ekonomi akan semakin cepat dan masalah-masalah sosial akan berkurang, dan hal itu akan terwujud melalui pendidikan.

Pada saat ini, dunia kerja menuntut agar para karyawannya memiliki keterampilan yang lebih tinggi agar mampu menghadapi tuntutan global. Persaingan dalam dunia kerja pun sangat ketat, sehingga tidak sembarangan orang mampu untuk memasuki dunia kerja. Oleh karena itu, setiap para lulusan harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar mampu memasuki dunia kerja..

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di Kelompok Belajar Kejuruan Ar-Rahman yang bersifat nonformal dan bebas biaya. Hal tersebut menunjukan bahwa ditengah keterbatasan pelaksanaan pendidikan di Kelompok Belajar tersebut, tetapi mampu menghasilkan para lulusan yang unggul yang mampu bersaing dengan para lulusan dari sekolah formal yang lebih lengkap fasilitasnya. Diantara lulusan tersebut, sebagian besar mereka diterima di dunia kerja dan adapula yang

20

Uwe Schippers dan Djadjang Madya, Pendidikan Kejuruan di Indonesia, (Bandung : Angkasa, 1994), h. 82


(25)

melanjutkan ke perguruan tinggi swasta. Hal ini menunjukan bahwa ada kesenjangan antara pelaksanaan pendidikan nonformal dan profil lulusan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diadakan penelitian tentang “Analisis Profil Lulusan Pendidikan Nonformal dalam Pemenuhan Faktor Tenaga Kerja (Studi Kasus Terhadap Kelompok Belajar Kejuruan Ar-Rahman)”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan, maka kondisi yang ada pada saat ini adalah:

1. Pendidikan di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara lainnya seperti Malaysia dan Singapura.

2. Meskipun pemerintah sudah memprogramkan sekolah gratis pada tingkat Sekolah Menengah Atas ternyata masih banyak sekolah yang belum melaksanakan sepenuhnya.

3. Angka putus sekolah terutama pada jenjang Sekolah Menengah Atas disebabkan oleh faktor ekonomi yaitu adanya anggapan bahwa anak lebih baik bekerja untuk membantu perekonomian keluarga serta masih adanya biaya-biaya tambahan bagi siswa kurang mampu di beberapa sekolah.

4. Rendahnya kualitas sumber daya manusia menyebabkan masalah sosial ekonomi.

5. Terbatasnya sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan pendidikan nonformal.

6. Pada zaman modern ini, kualifikasi tenaga kerja yang tinggi berbanding terbalik dengan kualitas pendidikan yang masih rendah. 7. Banyaknya kompetensi para lulusan yang tidak memenuhi kualifikasi


(26)

11

C. Batasan Masalah

Pada penelitian ini yang akan dibahas meliputi :

1. Pelaksanaan pendidikan di Kelompok Belajar Kejuruan Ar-Rahman. 2. Profil Lulusan Kelompok Belajar Kejuruan Ar-Rahman.

3. Kompetensi Lulusan Kelompok Belajar Kejuruan Ar- Rahman dalam kaitannya dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan pendidikan di Kelompok Belajar Kejuruan Ar-Rahman?

2. Bagaimana profil lulusan Kelompok Belajar Kejuruan Ar-Rahman? 3. Bagaimana kompetensi yang dimiliki para lulusan Kelompok Belajar

Kejuruan Ar-Rahman dalam memenuhi Kriteria Kompetensi Kerja Nasional Indonesia dalam pemenuhan faktor tenaga kerja?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: a. Pelaksanaan pendidikan di Kelompok Belajar Kejuruan Ar-Rahman b. Profil para lulusan Kelompok Belajar Kejuruan Ar-Rahman

c. Kompetensi yang dimiliki para lulusan Kelompok Belajar Kejuruan Ar-Rahman dalam memenuhi Kriteria Kompetensi Kerja Nasional Indonesia dalam pemenuhan faktor tenaga kerja.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini merupakan bagian dari konsep pendidikan nonformal dalam pelaksanaan layanan pendidikan di Indonesia.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendukung penyelenggaraan pendidikan nonformal dalam rangka memberikan layanan pendidikan yang bermutu bagi seluruh masyarakat.


(27)

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti

1) Sebagai salah satu wahana dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh, selama belajar di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan kenyataan yang ada di lapangan. 2) Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan, pengalaman dan

wawasan yang berguna di masa yang akan datang.

3) Tujuan lain merupakan tujuan khusus untuk memenuhi salah satu syarat dalam meraih gelar sarjana pendidikan, dari program studi pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.

b. Bagi pengambil keputusan di Sekolah Menengah Kejuruan Ar-Rahman.

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan yang berhubungan dengan profil lulusan dalam memenui faktor tenaga kerja

c. Bagi Stake Holder Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta).

Penelitian ini dapat dijadikan koleksi perpustakaan dan sumber referensi bagi penelitian sejenis.


(28)

13 BAB II KAJIAN TEORI

A. Hakikat Profil Lulusan 1. Pengertian Profil Lulusan

Setiap manusia memiliki ciri khas yang membedakannya dengan yang lain begitupun para peserta didik, maka dari itu kompetensi yang mereka miliki pun akan dipengaruhi oleh profil pribadinya secara tidak langsung dan kompetensi yang mereka miliki ini akan dijadikan standar dalam menjalani kehidupannya di masyarakat. Kata profil menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah grafik atau ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal khusus.1 Sedangkan lulusan adalah yang sudah lulus ujian;tamatan.2 Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa profil lulusan adalah gambaran terkait dengan hal-hal khusus dari seorang lulusan atau tamatan.

Menurut Ibnu Syamsi dalam jurnalnya yang berjudul Pendidikan Luar Sekolah Sebagai Pemberdaya Masyarakat mengatakan bahwa:

Komponen keluaran (output) dimaknai sebagai kuantitas lulusan yang disertai dengan kualitas perubahan tingkah laku yang didapat melalui kegiatan belajar pembelajaran. Perubahan tingkah laku ini mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang sesuai dengan kebutuhan belajar yang mereka perlukan. Dalam pandangan ini, mencakup hasil lulusan yang dapat bekerja dengan baik dalam masyarakat, akan tetapi kebutuhan yang diinginkan masyarakat adalah perubahan kehidupan. Oleh karena itu, penguasaan keterampilan untuk penguasaan pekerjaan sangat diutamakan.3

Maka itu, hal utama dari sebuah lulusan adalah bagaimana seorang lulusan itu dengan keterampilan yang dia miliki yang telah dia

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa:Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 1.104

2

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 2001)., h.688

3Ibnu Syamsi, “Pendidikan Luar Sekolah Sebagai Pemberdaya Masyarakat”, Jurnal


(29)

peroleh dari hasil belajar mampu dia aplikasikan dalam kehidupan masyarakat maupun profesinya dalam bekerja sehingga pada akhirnya lulusan tersebut bisa membawa perubahan yang lebih baik di masyarakat.

2. Standar Kompetensi Lulusan

Menurut Oemar Hamalik “Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks”.4 Kompetensi merupakan gambaran, terkait dengan bagaimana siswa mampu melakukan sesuatu dalam berbagai hal yang akan dia hadapi dalam kehidupan masyarakat yang nantinya kompetensi ini akan menjadi modal siswa ketika hidup di masyarakat. Hall dan Jones menyatakan bahwa:

Kompetensi merupakan gambaran utuh dari perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang diamati dan diukur, seperti dinyatakan sebagai berikut :

a. Kompetensi lulusan berisikan seperangkat kompetensi yang harus dikuasai lulusan, yang menggambarkan profil lulusan secara utuh.

b. Kompetensi lulusan menggambarkan berbagai aspek kompetensi yang harus dapat dikuasai, yang mencakup aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.

c. Kompetensi lulusan berdasarkan visi dan misi lembaga penyelenggara pendidikan, tuntutan masyarakat, perkembangan IPTEK, masukan dari kalangan profesi, hasil analisis tugas dan prediksi tantangan mendatang.5

Berdasarkan hal tersebut, dapat kita ketahui bahwa kompetensi merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dikuasai oleh setiap lulusan yang mencakup aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. Kompetensi tersebut disesuaikan dengan visi misi sekolah, tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman.

4

Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011)., h. 135

5


(30)

15

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2003 menyatakan bahwa standar kompetensi Lulusan adalah “Kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan”.6 Sedangkan Menurut Oemar Hamalik standar kompetensi lulusan merupakan ”Pengetahuan keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak, setelah siswa menyelesaikan suatu jenjang tertentu”.7

Oleh karena itu, Standar kompetensi lulusan merupakan kualifikasi para lulusan berupa pengetahuan dan keterampilan yang tercermin dalam cara bersikap dan berpikir. Standar kompetensi lulusan ini dijadikan kriteria bagi sekolah sebagai dasar pertimbangan kelulusan para peserta didiknya. Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum dan kejuruan juga bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan agar peserta didik dapat hidup mandiri mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Menurut Dedy Mulyasana “Standar kompetensi lulusan pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan nonformal dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan ditetapkan dengan peraturan menteri”.8 Hal ini menunjukkan bahwa setiap siswa yang telah menyelesaikan proses pendidikannya di lembaga sekolah manapun harus memiliki standar kompetensi yang telah ditetapkan oleh masing-masing lembaga pendidikannya karena standar kompetensi itu menjadi salah satu syarat kelulusan dan menjadi bekal bagi para peserta didik dalam menjalankan kehidupannya di masyarakat baik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya maupun untuk memasuki dunia kerja.

6

Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2003 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah.

7

Oemar Hamalik, op.cit, h. 134.

8


(31)

B. Hakikat Pendidikan

1. Pengertian dan Peran Pendidikan

Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan umumnya berarti “Daya upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter, kekuatan batin), pikiran (intellect), dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya”.9

Sedangkan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan nasional tahun Nomor 20 Tahun 2003, pada Bab 1 pasal 1 Ayat 1 menjelaskan bahwa :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.10

Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha yang terencana untuk meningkatkan kemampuan berpikir, keterampilan, kepribadian sehingga bisa menjadi manusia yang berkualitas dan mampu mewujudkan tujuan-tujuan dalam hidupnya serta mampu menjalankan tugasnya dalam masyarakat.

Pendidikan tidak hanya dilakukan tanpa peranan yang jelas. Tentunya pendidikan dilaksanakan karena adanya peranan yang begitu penting dari pendidikan itu sendiri untuk masyarakat. Menurut Andi Makkulau peranan pendidikan adalah “Untuk mengembangkan sumber daya insaniyah agar manusia menyadari dan mampu melaksanakan fungsi kekhalifahannya, maka sasaran pengembangan adalah meningkatkan daya pikir, daya fisik, dan daya pertimbangan

9

Dedy Mulyasana, op.cit., h. 3

10


(32)

17

nilai. Ketiga daya tersebut perlu dikembangkan secara optimal, serasi dan sedini mungkin”.11

Berdasarkan pernyataan diatas, dapat dijelaskan bahwa pendidikan itu memiliki peranan untuk meningkatkan daya fikir, daya fisik dan daya pertimbangan manusia, agar manusia itu mampu melaksakan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi, yang tentunya pengembangan itu harus dilaksanakan secara serasi dan sedini mungkin. Jika pendidikan itu tidak dilakukan secara serasi dan sedini mungkin maka daya pikir, daya fisik dan daya pertimbangan manusia tidak bisa berjalan secara optimal.

2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Nasional

Berdasarkan Tap MPR Nomor IV/MPR/1973 menjelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah:

Membentuk manusia pembangunan ber-Pancasila dan membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945.12 Sedangkan fungsi pendidikan nasional menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, pada Bab II, Pasal 3,yaitu :

Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha, berahlak

11

Andi Makkulau, Strategi Pengembangan Potensi Sumber Daya Insaniyah: Konsep Ideal, Alumni Jurnal Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni,Vol. 1 No 1, 1991,. h 22.

12


(33)

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.13

Tujuan dan fungsi dari pendidikan nasional hampir sama, yang intinya untuk membentuk manusia yang cerdas yang tetap mempertahankan identitasnya sebagai bangsa Indonesia serta selalu bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

3. Hak dan Kewajiban Warga Negara Dalam Pendidikan Nasional Undang-Undang Repulik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

a. Pasal 6

(1) Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.

(2) Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.

b. Pasal 5 ayat (1) yang berbunyi setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Ini berarti bahwa semua anak Indonesia bukan hanya wajib mengikuti pendidikan yang dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah, melainkan juga berhak memperoleh pendidikan yang bermutu.

Dengan PP No. 19 tahun 2005, pengertian bermutu menjadi jelas, yaitu memenuhi standar sebagai berikut :

1. Standar isi 2. Standar proses 3. Standar lulusan

4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan 5. Standar sarana dan prasarana

6. Standar pengelolaan 7. Standar pembiayaan 8. Standar penilaian

9. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Nasional.14

13

Ibid., h. 14 14


(34)

19

Hal ini menunjukan bahwa setiap warga negara Indonesia tanpa terkecuali berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu dan setiap masyarakat ikut bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan sehingga tidak adanya lagi angka putus sekolah dan kesenjangan pendidikan.

4. Jalur Pendidikan

Berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang dikutip oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama bahwa “Jalur Pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya”.15

Menurut combs dan Ahmad pendidikan formal, nonformal dan informal adalah:

a. Pendidikan Formal adalah sistem pendidikan yang terstruktur, hierarkis, dilaksanakan dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, studi akademik, beragam program spesialis dan beragam institusi, full time, berupa latihan teknis maupun profesional. b. Pendidikan informal adalah proses pendidikan sepanjang hayat,

dimana setiap individu memperoleh sikap, nilai keterampilan dan pengetahuan, dari pengalaman sehari-hari, dan dari pengaruh pendidikan dan sumber-sumber lingkungannya seperti dari keluarga, tetangga, pekerjaan dan ketika bermain, dari pasar dan jalan raya, dari perpustakaan dan media massa. c. Pendidikan nonformal adalah setiap kegiatan pendidikan yang

terorganisasi di luar sistem sekolah formal, apakah dilaksanakan tersendiri ataukah merupakan bagian dari kegiatan yang lebih besar, yang dimaksudkan untuk melayani sasaran didik tertentu dan tujuan belajar.16

5. Tujuan Pendidikan dan Pengajaran

Pelaksanaan pendidikan dan pengajaran tentunya memiliki tujuan, tanpa tujuan maka pelaksanaan pendidikan dan pengajaran tidak akan menghasilkan para lulusan yang kompeten.Tujuan pendidikan dan

15

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Undang – Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, 2006., h. 13

16

Saleh Marzuki, Pendidikan Nonformal: Dimensi dalam Keaksaraan Fungsional, Pelatihan,


(35)

pengajaran menurut Ngalim Purwanto dapat dibedakan menjadi “Tujuan Umum, Tujuan Institusional, Tujuan Kurikuler, dan Tujuan Instruksional”.17

Keempat tujuan pendidikan dan pengajaran tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Tujuan umum

Tujuan umum ialah tujuan pendidikan yang berlaku untuk seluruh lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu negara. Tujuan umum yang berlaku di Indonesia disebut tujuan pendidikan nasional.

b. Tujuan Institusional ialah tujuan pendidikan yang akan dicapai menurut jenis dan tingkatan sekolah atau lembaga pendidikan masing-masing. Tujuan ini tercantum di dalam kurikulum sekola/lembaga pendidikan yang menggambarkan yang harus dicapai setelah selesai belajar di sekolah itu.

c. Tujuan Kurikuler ialah tujuan kurikulum sekolah yang telah diperinci menurut bidang studi atau mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran.

d. Tujuan Instruksional

Tujuan pokok bahasan atau subpokok bahasan (topik-topik atau subtopik) yang akan diajarkan oleh guru. Tujuan ini dibedakan menjadi tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK).

Keempat tujuan tersebut, dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran sehingga proses pendidikan dan pengajaran tersebut lebih sistematis dan terararah berdasarkan penjabaran dari setiap tujuan tersebut.

17

Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 40


(36)

21

6. Proses Pendidikan

a. Proses belajar mengajar

Anak manusia yang berhakikat kemerdekaan manusia menuntut proses pemanusiaan yang menghormati kemerdekaan manusia. Proses belajar berupa indoktrinasi, menghafal dari buku, mengikuti sistem bank, sangat bertentangan dengan kemampuan berpikir peserta didik. Sudah tentu di dalam mengembangkan kemampuan belajar mandiri serta kreatif diperlukan penguasaan alat-alat berpikir elementer yang perlu dihafalkan penguasaan bahasa, abjad, matrikulasi dasar, membaca lancar.

b. Kurikulum

Kurikulum merupakan keseluruhan pengalaman yang akan dihayati oleh peserta didik di dalam lingkungan pendidikan. Kurikulum bukanlah untuk mempersiapkan penguasaan keterampilan untuk hidup tetapi dasar-dasar keterampilan untuk menghadapi dunia yang terbuka.

c. Sarana Penunjang

Kurikulum pendidikan formal perlu ditunjang oleh berbagai sarana modern untuk terjadinya proses pendidikan yang optimal. Di dalam kemajuan teknologi informasi yang serba cepat dewasa ini lembaga pendidikan perlu menyiapkan komputer, perpustakaan sekolah atau perpustakaan publik yang akan menjadi penunjang di dalam kemerdekaan berpikir peserta didik.

d. Evaluasi pendidikan

Proses pendidikan merupakan suatu proses yang bertujuan. Meskipun tujuannya bukan merupakan tujuan yang tertutup tetapi yang terus menerus terarah kepada pemerdekaan manusia, namun proses pendidikan mempunyai tonggak-tonggak yang digunakan untuk mengevaluasi jalannya prosesi itu sendiri. Keterarahan proses pendidikan meminta evaluasi terhadap perjalanan perkembangannya.


(37)

C. Hakikat Pendidikan Nonformal 1. Pengertian Pendidikan Nonformal

Menurut M. Sudomo, pendidikan nonformal adalah “Setiap kegiatan pendidikan yang diorganisir di luar sistem pendidikan formil, baik dilakukan sebagai kegiatan yang lebih luas untuk memenuhi kebutuhan pelajar (clientele) dan mencapai tujuan-tujuan belajar”.18

Menurut Soelaiman Joesoef pendidikan nonformal adalah “Pendidikan yang teratur dengan sadar dilakukan tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat”.19

Menurut Combs dalam buku Penelitian Tindakan Dalam Pendidikan Nonformal menyatakan bahwa “Pendidikan nonformal (nonformal education) adalah setiap kegiatan pendidikan yang diorganisasikan diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara sengaja untuk melayani peserta didik tertentu guna mencapai tujuan belajarnya”.20

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang”.21

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat dismpulkan bahwa pendidikan nonformal adalah suatu proses pendidikan yang dilaksanakan secara terbuka, terstruktur dan berjenjang yang tidak memiliki aturan-aturan yang baku serta dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan pendidikan bagi masyarakat tertentu.

18

Sismanto, Pendidikan Luar Sekolah Dalam Upaya Mencerdaskan Bangsa, (Jakarta: CV Era Swasta, 1984), h.7.

19

Soelaiman Joesof, op.cit, h. 79

20

Ishak Abdulhak dan Ugi Suprayogi, Penelitian Tindakan Dalam Pendidikan Nonformal, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h. 19

21

Moh.Alifuddin, Kebijakan Pendidikan Nonformal:Teori, Aplikasi dan Implikasi, (Jakarta: Magna Script Publishing, 2011), h. 19


(38)

23

2. Tugas Pokok Pendidikan Nonformal

Menurut Saleh Marzuki “Kesalingtergantungan antara pendidikan formal dan nonformal semakin nyata ketika berbagai negara merasa perlu mengembangkan pendidikan nonformal bagi warga negaranya. Keperluan itu memang berbeda anatara negara maju dan negara berkembang”.22 Adapun tugas pokok negara maju dan berkembang sebagai berikut :

a. Tugas Pendidikan Nonformal di Negara Maju

Negara industri mewajibkan semua anak sebelum usia 15 tahun untuk mengikuti sekolah, maka pendidikan nonformal memiliki tugas sebagai berikut:

1) Pendidikan nonformal (PNF) membantu menyiapkan anak-anak prasekolah untuk memasuki sekolah melalui play group, pusat pengasuhan (day care), program pendidikan melalui TV, dan sebagainya.

2) PNF bertugas melengkapi atau complements sekolah dengan memberi pengalaman belajar melalui ekstrakulikuler seperti olahraga, kegiatan seni dan budaya, organisasi remaja dan pemuda.

3) PNF menindaklanjuti sekolah dengan menyajikan berbagai program pendidikan berkelanjutan atau kesempatan pendidikan lanjut setelah keluar dari sekolah atau menyelesaikan sekolah b. Tugas Pendidikan Nonformal di Negara Berkembang

Di negara berkembang yang perkembangan ekonomi dan pendidikannya lebih tinggi, PNF memiliki peranan yang sama dengan negara industri. Di sebagian besar negara berkembang, peranan ini sangat berbeda oleh karena banyak anak, khususnya di pedesaan dan daerah terpencil, yang tidak dapat mengikuti atau menyelesaikan sekolah baik dasar maupun menengah. Ini

22


(39)

menghasilkan banyak sasaran didik remaja ataupun pemuda yang tidak pernah atau drop out sekolah. Adapun tugas PNF di negara berkembang sebagai berikut:

1) Sebagai persiapan memasuki dunia sekolah.

2) Sebagai suplemen atau tambahan pelajaran karena mata pelajaran yang disajikan di sekolah terbatas.

3) Sebagai komplemen atau pelengkap karena kecakapan tertentu memang tidak diajarkan di sekolah tetapi tetap dipandang perlu, sementara kurikulum sekolah tidak mampu menampungnya.

4) Sebagai pengganti (subtitusi) karena anak-anak yang tidak pernah sekolah harus memperoleh kecakapan sama atau setara dengan sekolah. Di Indonesia, ini dikenal dengan pendidikan kesetaraan Program Paket A, Paket B, dan Paket C.

.

3. Fungsi Pendidikan Nonformal

Fungsi pendidikan nonformal adalah membelajarkan individu atau kelompok agar mampu memberdayakan dan mengembangkan dirinya sehingga mampu beradaptasi terhadap perubahan/perkembangan zaman, berdasarkan fungsi tersebut pendidikan nonformal menurut Soegimin Gitoasmoro dapat melayani kebutuhan sebagai berikut: a. Pendidikan Suplemen

b. Pendidikan Komplemen

c. Pendidikan Kompensasi/Pengganti d. Pendidikan Substitusi

e. Pendidikan Alternatif

f. Pendidikan Pengayaan/Penguatan g. Pendidikan Pemutakhiran/Updating h. Pendidikan Pembentukan Keterampilan i. Pendidikan Penyesuaian

j. Pendidikan Pembibitan.23

Fungsi pendidikan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

23


(40)

25

a. Pendidikan suplemen: kesempatan untuk menambah/meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tertentu di luar pendidikan sekolah/formal.

b. Pendidikan komplemen: kesempatan untuk menambah/melengkapi pendidikan sekolah/formal.

c. Pendidikan kompensasi/pengganti: kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi yang tidak pernah mengalami pendidikan di sekolah.

d. Pendidikan substitusi: kesempatan untuk belajar pada jenjang pendidikan tertentu berhubung belum adanya pendidikan sekolah di sekitar tempat tinggal.

e. Pendidikan alternatif: kesempatan untuk memilih jalur pendidikan nonformal sehubungan dengan peluang atau waktu yang dimiliki. f. Pendidikan pengayaan/penguatan: kesempatan untuk

memperkaya/memperluas/ meningkatkan kemampuan yang diperoleh dari pendidikan sekolah/formal.

g. Pendidikan pemutakhiran/updating: kesempatan untuk memutakhirkan atau meremajakan pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki.

h. Pendidikan pembentukan keterampilan: kesempatan untuk memperoleh keterampilan baru di samping keterampilan yang telah dimiliki.

i. Pendidikan penyesuaian: kesempatan untuk memperoleh pendidikan penyesuaian diri sehubungan adanya mobilitas teritorial, pekerjaan, dan perubahan sosial.

j. Pendidikan pembibitan: kesempatan untuk memperoleh pendidikan atau latihan keterampilan tertentu melalui proses belajar bersama sambil mengadakan usaha bersama dalam kelompok belajar usaha bersama.


(41)

Selain itu Pendidikan nonformal berfungsi mengatasi berbagai kesenjangan yang ada di masyarakat. Menurut Hunter ada beberapa kesenjangan yang dapat diatasi melalui pendidikan nonformal yaitu : a. Kesenjangan Pekerjaan (the job gap)

b. Kesenjangan Efisiensi (the efficiency gap)

c. Kesenjangan Permintaan dan Penyediaan (the demand and supply gap)

d. Kesenjangan Populasi (population gap)

e. Kesenjangan bayaran sebagai pendapatan (the wage gap) f. Kesenjangan persamaan hak (the equity gap)

g. Kesenjangan beradaptasi (the adaptability gap) h. Kesenjangan evaluasi (evaluation gap)

i. Kesenjangan harapan (expectation gap).24

Kesenjangan-kesenjangan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kesenjangan pekerjaan (the job gap), yaitu adanya ketidaksesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan tenaga kerja atau keterampilan kerja yang dibutuhkan.

b. Kesenjangan efisiensi (the efficiency gap), yaitu kurangnya pemanfaatan secara tepat sumber daya manusia dan sumber finansial.

c. Kesenjangan permintaan dan penyediaan (the demand and supply gap), yaitu meningkatnya permintaan pendidikan dan konsekuensi rendahhnya mutu pendidikan.

d. Kesenjangan populasi (population gap), yaitu gagalnya sekolah untuk mengatasi pertumbuhan penduduk usia sekolah.

e. Kesenjangan bayaran sebagai pendapatan (the wage gap), yaitu tingginya bayaran di sektor perkotaan mengakibatkan migrasi dari desa ke kota.

f. Kesenjangan persamaan hak (the equity gap), yaitu ketidakmampuan sekolah memberikan kesempatan kepada semua orang; hanya bagi orang-orang yang punya kemampuan untuk membiayai karena semakin tinggi tingkatan pendidikannya semakin tinggi pula ongkosnya.

24


(42)

27

g. Kesenjangan beradaptasi (the adaptability gap), yaitu kekakuan atau ketidakluwesan sekolah yang menyebabkan sulitnya mereka merespons kebutuhan sosial dan ekonomi.

h. Kesenjangan evaluasi (evaluation gap), kesenjangan ini timbul karena sulitnya menilai kinerja individu dalam pekerjaan karena keterampilan pekerja lebih cepat daripada supervisornya.

i. Kesenjangan harapan (expectation gap) yang terlihat dari adanya migrasi dari desa ke kota dan mengejar pendidikan guna mencari kerja yang sering kali tidak tersedia.

Dari beberapa pernyataan yang telah dikemukakan di atas dapat kita simpulkan bahwa fungsi dari pendidikan nonformal adalah memberikan kebutuhan akan pendidikan bagi masyarakat luas baik itu sebagai pelengkap atau pengganti, sesuai dengan yang masyarakat butuhkan serta pendidikan nonformal berfungsi untuk menyelesaikan masalah-masalah kesenjangan di masyarakat baik itu kesenjangan pendidikan, sumber daya manusia atau kesenjangan lainnya.

4. Tujuan Pendidikan Nonformal

Pada dasarnya, pendidikan nonformal memiliki tujuan yang sama dengan pendidikan formal pada umumnya. Seperti yang dinyatakan oleh Soedirjato bahwa :

Pendidikan nonformal mempunyai tujuan nasional yang sama dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003, BAB II Pasal 3 yang menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.25

Berdasarkan hal tersebut, bisa kita lihat bahwa tujuan dari pendidikan nonformal sama dengan tujuan pendidikan nasional yang

25


(43)

pada intinya memberikan kecakapan dan pengetahuan bagi masyarakat agar menjadi warga negara yang bertanggungjawab.

Sedangkan secara operasional, pendidikan nonformal mempunyai tujuan institusional yang memungkinkan warga masyarakat memiliki:

a. Kesempatan mengembangkan kepribadian dan mengaktualisasikan diri;

b. Kemampuan menghadapi tantangan hidup baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungn masyarakat, c. Kemampuan membina keluarga sejahtera untuk memajukan

kesejahteraan umum;

d. Kemampuan wawasan yang luas tentang hak dan kewajiban sebagai warga segara;

e. Kemampuan kesadaran berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat dalam rangka pembangunan manusia dan masyarakat;

f. Kemampuan menciptakan atau membantu menciptakan lapangan kerja sesuai dengan keahlian yang dimiliki.26

5. Jalur Pendidikan Nonformal

Pelaksanaan pendidikan nonformal, teridiri dari berbagai jenjang yang setiap jenjangnya diberikan keterampilan sesuai dengan karakter siswanya. I Made Candiasa dalam Temu Karya XIII Universitas/IKIP se Indonesia di Jakarta mengatakan bahwa :

Menurut Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Ditetapkan disana bahwa pendididikan nonformal teridiri atas pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Sementara itu untuk pendidikan nonformal ditetapkan bahwa pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. 27

26

Soegimin Gitoasmoro, loc.cit, h.,41

27I Made Candiasa, “ Sinergi Pendidikan Formal, Nonformal dan Informal Untuk Mendukung

Sertifikasi dan Akreditasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan”, Makalah disampaikan pada Temu Karya XIII/FT/FPTK/JPTK Universitas/IKIP Se-Indonesia Di Jakarta Tgl. 13-14 Februari 2004.h. 5


(44)

29

Berdasarkan hal tersebut, maka antara pendidikan formal, nonformal dan informal dapat saling bekerjasama dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pendidikan nonformal pun dapat dilaksanakan melalui pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Namun, pendidikan nonformal ini ditujukan kepada masyarakat yang memang memerlukan layanan pendidikan baik itu sebagai pengganti, pelengkap dalam rangka memberikan hak kepada masyarakat untuk memperoleh pendidikan sepanjang hayat.

6. Bentuk-Bentuk Pendidikan Nonformal

Pendidikan nonformal hampir selalu berurusan dengan bimbingan, pembinaan dan pengembangan warga masyarakat yang mengalami ketelantaran pendidikan. Menurut Tidar Dwi Septian bentuk-bentuk pendidikan nonformal, yaitu:

a. Community Development b. Learning Society

c. Deschooling Society d. Mass Education

e. Fundamental Education f. Community Education g. Adult Education h. Exention Education i. Life Long Education j. Recurent Education k. Permanent Education l. Indigenous Education.28

Bentuk-bentuk pendidikan nonformal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Community Development

Community development merupakan usaha dan kegiatan pembangunan masyarakat yang dipelopori oleh tokoh-tokoh masyarakat setempat untuk memecahkan masalah-masalah lokal

28Dwi, Tidar Septian, “Peranan Rumah Pintar Tresno Asih Dalam Peningkatan Akses Layanan

Program Pendidikan Non Formal Di Kelurahan Bojong Salaman Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang”, Skripsi pada Sekolah Strata Satu Universitas Negeri Semarang, Semarang, h. 25, dipublikasikan.


(45)

yang dihadapinya, termasuk masalah pendidikan, dengan mempergunakan kekuatan sendiri.

b. Learning Society

Learning society menggambarkan keadaan suatu masyarakat dimana warga masyarakatnya suka dan gemar belajar, ingin selalu meningkatkan pengetahuan, pengalaman, dan keterampilannya dari sumber maupun tanpa dipaksa, melainkan atas kemauan dan kesadarannya sendiri.

c. Deschooling Society

Deschooling society merupakan kegiatan-kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat dalam usahanya untuk membantu mengurangi beban pendidikan di sekolah.

d. Mass Education

Mass education adalah kegiatan pendidikan untuk pemuda dan orang dewasa yang karena satu dan lain sebab tidak pernah mengikuti pendidikan di sekolah atau meninggalkan sekolah sebelum tamat, yang diselenggarakan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, termasuk disini kegiatan pendidikan pemberantasan buta aksara, buta bahasa, dan buta pengetahuan dasar.

e. Fundamental Education

Fundamental education mempunyai pengertian hampir sama dengan mass education, diselenggarakan terutama bagi para wanita, pemuda, dan orang dewasa dengan maksud agar mereka bisa menyesuaikan diri dengan masyarakat yang telah maju dan berkembang.

f. Community Education

Community education merupakan kegiatan pendidikan bagi kelompok-kelompok dalam masyarakat agar mereka dapat menolong diri mereka sendiri, dengan cara merubah sikap mental


(46)

31

dan pola berpikirnya, serta memiliki pandangan dan kebiasaan-kebiasaan baru.

g. Adult Education

Adult education merupakan kegiatan pendidikan yang diperuntukkan bagi para pemuda dan orang dewasa baik secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama, untuk berbagai macam kebutuhan yang bersifat fungsional karena dalam pendidikan ini lebih banyak diberikan latihan-latihan praktik dan hanya sedikit teori.

h. Exention Education

Exention education merupakan kegiatan penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerjasama dengan pihak yang terkait dalam upaya memajukan kehidupan bangsa.

i. Life Long Education

Life long education merupakan rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh tiap-tiap orang dimana dan kapan pun ia berada kegiatan itu dilakukan, karena proses belajar sesungguhnya tidak hanya terjadi di sekolah tetapi juga berlangsung di dalam keluarga dan masyarakat.

j. Recurent Education

Recurent education adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk memberikan pendidikan kembali kepada mereka yang karena satu dan lain sebab terpaksa meninggalkan sekolah sebelum tamat, namun mereka masih mempunyai keinginan dan semangat untuk melanjutkan pada waktu dan kesempatan lain.

k. Permanent Education

Permanent education merupakan upaya untuk mengusahakan bagaimana agar warga masyarakat tetap mempunyai minat dan semangat belajar disepanjang kehidupannya sekalipun mereka telah


(47)

menyelesaikan pendidikannya di sekolah, sehingga kegiatan belajar merupakan kebutuhan yang permanen.

l. Indigenous Education

Indigenous education adalah kegiatan-kegiatan pendidikan yang bersifat tradisional, yang mengutamakan programnya di atas sadar nilai-nilai budaya sendiri, meskipun tidak menutup kemungkinan dikembangkannya nilai-nilai budaya tersebut secara kreatif dan inovatif.

D. Hakikat Pendidikan Kejuruan 1. Pengertian Pendidikan Kejuruan

House Commitee on Education and Labour menyatakan bahwa: Pendidikan kejuruan adalah suatu bentuk pengembangan bakat, pendidikan dasar keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang mengarah pada dunia kerja yang dipandang sebagai latihan keterampilan. Program kejuruan merupakan program pengembangan, bukan program terminal, mempersiapkan siswa kepada pilihan maksimal untuk melanjutkan studi atau mendapatkan pekerjaan.29

Oleh karena itu, pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang memberikan keterampilan dalam rangka menyalurkan siswanya ke dalam dunia kerja. Pendidikan kejuruan merupakan program pengembangan yang tidak hanya menekankan teori saja akan tetapi mengembangngkan dari sebuah teori menjadi praktik, yang nantinya menghasilkan keterampilan tertentu.

2. Fungsi Pokok Pendidikan Kejuruan

Pendidikan kejuruan memiliki tiga fungsi pokok, yaitu :

a. Fungsi pengembangan bakat, yang berarti berusaha memberikan pelayanan secara luas bagi para peminat yang ingin mengembangkan bakat dan minatnya terkait dengan lapangan pekerjaan tertentu.

29


(48)

33

b. Fungsi pendidikan dasar keterampilan dan kebiasaan yang mengarah pada dunia kerja, yang berarti berusaha memberikan keterampilan-keterampilan dasar serta kebiasaan yang diperlukan, yang terarah pada dunia kerja yang ada di masyarakat.

c. Fungsi kepelatihan, yakni memberikan latihan keterampilan, baik bagi yang telah mulai berkembang bakatnya sesuai dengan pilihan berdasarkan minatnya masing-masing maupun bagi yang telah memperoleh pendidikan dasar keterampilan tertentu. Fungsi ketiga ini merupakan perpaduan antara fungsi pertama dan kedua, sehingga pendidikan kejuruan ini harus mampu memberikan pelayanan terhadap macam-macam kebutuhan untuk memperoleh pengalaman melalui pendidikan.

3. Bidang-Bidang Kegiatan Pendidikan Kejuruan

Sasaran utama pendidikan kejuruan adalah para remaja/pemuda yang putus sekolah, dalam arti mengalami kegagalan belajar, baik dari sekolah-sekolah kejuruan, sekolah-sekolah umum, maupun putus sekolah dari tingkat akademi dan perguruan tinggi.

Sehubungan dengan fungsi dan saran yang perlu mendapat pelayanan pendidikan kejuruan memang khusus, maka programnya perlu disusun dalam bidang-bidang kegiatan, sebagai berikut:

a. Penelitian dan latihan: Yang bertujuan melakukan penelitian terhadap pengalaman dan upaya-upaya pengembangan yang telah dilakukan sebelumnya, dan kemudian disusun suatu proyek percobaan/percontohan program latihan bagi para pemuda yang berasal dari golongan ekonomi lemah.

b. Program Ekstension: Yang bertujuan memberikan program pendidikan kejuruan bagi para siswa yang tidak mampu menyelesaikan studinya pada tingkat/jenjang pendidikan tertentu.


(49)

c. Pendidikan Kejuruan Daerah: Yang bertujuan menyediakan pendidikan kejuruan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat pedesaan.

d. Industri Rumah: Yang bertujuan menyediakan program pendidikan kejuruan bagi para pemuda yang berada di daerah-daerah di mana tingkat pengangguran lebih tinggi.

e. Program Kerjasama: Yang bertujuan memberikan latihanbagi para pemuda yang berasal dari daerah-daerah yang lebih tinggi tingkat putus sekolah dan tingkat penganggurannya.

f. Program Magang: Yang ditujukan bagi para pemuda yang ingin melanjutkan program pendidikan kejuruannya melalui kegiatan magang di perusahaan.

g. Latihan dan Pengembangan Personel: Yang ditujukan bagi tenaga kepemimpinan di bidang pendidikan kejuruan.

E. Tenaga Kerja

1. Pengertian Tenaga Kerja

Menurut Jusuf Enoch tenaga kerja adalah “Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”.30

Tenaga kerja yang dimuat dalam Undang-Undang Pokok Ketenagakerjaan No.14 tahun 1990, yaitu “Setiap orang yang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terdiri dari angkatan dan bukan angkatan kerja”.31 Sedangkan menurut Sedarmayanti tenaga kerja adalah :

Penduduk pada usia kerja (15 tahun ke atas) atau 15 -64 tahun, atau penduduk yang secara potensial dapat bekerja. Dengan

30

Jusuf Enoch Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h., 274

31

Sonny Sumarono, Teori dan Kebijakan Publik Ekonomi Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 7


(50)

35

perkataan lain tenaga kerja adalah jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.32

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja adalah penduduk yang berusia 15-64 tahun yang sudah mampu menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi permintaan kebutuhan barang atau jasa dari masyarakat.

Sebagaimana dikatakan Sedarmayanti, tenaga kerja itu terdiri dari:

a. Angkatan kerja: adalah penduduk yang bekerja dan yang tidak bekerja tetapi siap untuk mencari kerja

b. Bukan angkatan kerja adalah mereka yang masih sekolah, ibu rumah tangga, dan para penyandang cacat, serta lanjut usia.33 Ada empat hal yang berkaitan dengan tenaga kerja, yaitu:

a. Bekerja

Jumlah orang yang bekerja sering dipakai sebagai petunjuk tentang luasnya kesempatan kerja. Dalam pengkajian ketenagakerjaan kesempatan kerja sering dipicu sebagai permintaan tenaga kerja.

b. Pencari kerja

Penduduk yang menawarkan tenaga kerja tetapi belum berhasil memperoleh pekerjaan dianggap terus mencari pekerjaan. Maka dari itu mereka yang tidak bekerja tidak semata-mata dikelompokkan sebagai penganggur tetapi lebih tepat sebagai pencari kerja.

c. Tingkat partisipasi angkatan kerja

32

Sedarmayanti, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung: Aditama, 2007),h. 1

33 Ibid


(51)

Yaitu seberapa besar jumlah angkatan kerja yang mampu memproduksi suatu barang atau jasa.

d. Profil angkatan kerja Terdiri dari:

1) Umur

Angkatan kerja dengan umur muda biasanya sangat rendah, paling tinggi 30%. Mereka belum stabil dan keterkaitannya dengan pasar tenaga kerja belum erat. Sedangkan tenaga kerja dengan umur prima, pada umur ini seseorang harus bekerja karena tuntutan tanggung jawab keluarga atau karena sudah terlanjur menginvestasikannya waktunya pada perusahaan atas jabatan tertentu maka sebagian besar dari mereka harus aktif di pasar tenaga kerja. Umur 60 tahun ke atas bagi sementara orang merupakan masa pengunduran diri dari pasar tenaga kerja.

2) Jenis kelamin

Faktor tradisi, kebudayaan dan fisik menyebabkan perbedaan tenaga kerja antara perempuan dan laki-laki. Laki-laki ditakdirkan lebih berat daripada wanita. Laki-laki ditempatkan pada posisi kepala rumah tangga dengan tanggung jawab menyertainya. Wanita dipandang tidak pantas untuk bekerja. Kebudayaan mengharuskan mereka untuk memeras tenaganya. 3) Wilayah Kota dan Pedesaan

Corak pemukinan penduduk dapat membawa dampak pada tingkat partisipasi angkatan kerja, tingkat partisipasi angkatan kerja di Pedesaan cenderung lebih tinggi daripada perkotaan. Di kota ragam alternatif penggunaan waktu seseorang individu lebih beragam daripada pedesaan. Menurut Sedarmayanti “Sekolah-sekolah sebagian besar menumpuk di kota-kota”.34 Di desa mau tidak mau mereka harus bekerja. Pilihan lain selain bekerja sangat terbatas.

34


(52)

37

4) Pendidikan

Menurut Jusuf Enoch dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Perencanaan Sekolah menyatakan bahwa “Pendidikan di Indonesia berlandaskan pancasila dan UUD 1945 ditujukan bagi pemuasan kebutuhan perseorangan dan bagi pemenuhan tuntutan masyarakat, bangsa dan tanah air”.35 Pada umumnya jenis dan tingkat pendidikan dianggap dapat mewakili kualitas tenaga kerja. Pendidikan adalah suatu proses yang bertujuan untuk memberikan keterampilan, pengetahuan dan meningkatkan kemandirian maupun pembentukan kepribadian seseorang individu. Hal-hal yang melekat pada diri orang tersebut merupakan modal dasar yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan. Menurut Soemarsono, “Makin tinggi nilai asset makin tinggi pula kemampuan mereka untuk bekerja. Produktivitas mereka ditunjang oleh pendidikan. Dengan demikian pendidikan dapat dipakai sebagai indikator mutu tenaga kerja”.36

Jusuf Enoch pun mengatakan bahwa “Proyeksi kebutuhan tenaga kerja dijadikan dasar bagi penyusunan perencanaan pendidikan di banyak negara dan bahkan sampai sekarang tetap memainkan peran penting”.37 Maka dari itu sudah sepantasnya setiap negara sudah mampu mempunyai sistem pendidikan yang bermutu dan terjangkau. Jusuf menambahkan pula bahwa “Dalam strategi pembangunan nasional suatu bangsa, pendidikan dan perencanaan pendidikan memegang peranan penting dalam pengadaan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi”.38

35

Jusuf, op.cit., h.249

36

Soemarsono,op.cit., h.7

37

Jusuf. loc.cit

38


(53)

Salah satu kebijakan pemerintah terkait hubungan antara pendidikan dengan tenaga kerja adalah salah satunya dengan menciptkan program Sekolah Menengah Kejuruan, yang salah satunya memiliki fungsi pendidikan dasar keterampilan dan kebiasaan yang mengarah pada dunia kerja yang berarti berusaha memberikan keterampilan-keterampilan dasar serta kebiasaan-kebiasaan yang diperlukan, yang terarah pada dunia kerja yang ada di masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa program pendidikan yang khusus memberikan pendidikan untuk mengarah langsung ke dunia kerja adalah melalui Sekolah Menengah Kejuruan.

Oleh karena itu, kita bisa mengetahui betapa pentingnya peranan pendidikan dalam kaitan memenuhi faktor tenaga kerja, karena pendidikan merupakan sebuah proses untuk mencari pengetahuan, pengalaman dan wawasan sehingga dengan proses pendidikan bisa menghasilkan para tenaga kerja yang memiliki kompetensi tinggi.

2. Lapangan Pekerjaan

Menurut Jusuf Enoch, “Lapangan kerja adalah kegiatan/pekerjaan yang dilakukan dengan maksud memperoleh penghasilan atau keuntungan dalam jangka waktu tertentu”.39 Penyediaan lapangan pekerjaan biasanya mengikuti perkembangan ekonomi yang terjadi. Kalau pada masa awal perkembangan ekonomi, lebih banyak penduduk yang bekerja di sektor pertanian maka sejalan dengan perkembangan ekonomi, terjadi transformasi lapangan pekerjaan menuju lapangan pekerjaan yang semakin kompleks yaitu industri dan akhirnya menuju tahap jasa.

39


(54)

39

3. Penarikan Pegawai

a. Pengertian Penarikan Pegawai

Menurut Andrew E.Sikula mengemukakan bahwa :

Recruitment is the act or process of an organization attempting to obtain additional manpower for operational purpose. Recruiting involves acquiring further human resources to serve as institutional input. Penarikan pegawai adalah tindakan atau proses dari suatu usaha organisasi untuk mendapatkan tambahan pegawai untuk tujuan operasional. Penarikan pegawai melibatkan sumber daya manusia yang mampu berfungsi sebagai input lembaga.40

Berdasarkan hal tersebut, maka penarikan pegawai merupakan kegiatan untuk menambah jumlah personil untuk menjalankan kegiatan operasional perusahaannya, yang tentunya penarikan pegawai itu didasarkan pada keahlian yang diperlukan oleh perusahaan.

b. Sumber-Sumber Penarikan Pegawai

Ada dua sumber dalam penarikan pegawai, yaitu sumber dari dalam perusahaan yang diupayakan melalui mutasi pegawai yang mencakup promosi jabatan, transfer dan demosi jabatan, kedua sumber dari luar perusahaan yang diupayakan melalui iklan media massa, lembaga pendidikan dan Depnaker.

1) Sumber dari dalam perusahaan

Upaya penarikan pegawai dapat dilakukan melalui proses memutasikan pegawai berdasarkan hasil evaluasi terhadap penilaian prestasi kerja dan kondite pegawai yang ada di perusahaan. Ada tiga bentuk mutasi pegawai yaitu :

a) Promosi jabatan, yaitu pemindahan pegawai dari satu jabatan tingkat ke jabatan yang lebih tinggi daripada jabatan sebelumnya.

40

Anwar Prabu, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, (Bandung: Rosdakarya, 2011), h., 33


(55)

b) Transfer atau rotasi pekerjaan adalah pemindahan bidang pekerjaan pegawai kepada bidang pekerjaan lainnya tanpa mengubah tingkat jabatannya

c) Demosi jabatan adalah penurunan jabatan pegawai dari satu jabatan ke tingkat jabatan yang lebih rendah atas dasar kondite dan prestasi kerjanya, atau akibat terjadinya penyederhanaan struktur organisasi.

2) Sumber dari luar perusahaan

Upaya penarikan pegawai ini meliputi : a) Iklan media massa

Dalam hal ini perusahaan dapat memanfaatkan media massa sebagai sumber penawaran formasi kerja kepada masyarakat luas. Dengan menggunakan media massa tersebut dimungkinkan banyak lamaran kerja yang masuk ke perusahaan. Dengan demikian, memungkinkan perusahaan dapat menyeleksi calon pegawai yang betul-betul memenuhi persyaratan kualifikasi sesuai yang dibutuhkan untuk mengisi formasi yang ada di perusahaan. b) Lembaga pendidikan

Perusahaan dapat memanfaatkan lembaga pendidikan sebagai sumber penarikan pegawai. Dengan melalui lembaga pendidikan, perusahaan dapat memanfaatkan referensi atau rekomendasi dari pemimpin lembaga pendidikan mengenai calon yang memenuhi kualifikasi yang tepat untuk mengisi formasi yang ada di perusahaan. Calon pegawai yang mendapat rekomendasi dari pemimpin lembaga pendidikan pada umumnya merupakan calon pegawai yang mempunyai prestasi akademik yang tinggi dan mempunyai kepribadian yang dinilai baik selama mereka menempuh pendidikan di lembaga pendidikan tersebut.


(56)

41

c) Depnaker

Perusahaan dapat memanfaatkan calon pegawai yang mendapat rekomendasi dari Departemen Tenaga Kerja. Dalam hal ini merupakan kewajiban perusahaan dalam rangka membantu program pemerintah dalam menyalurkan penduduk pencari kerja dan pengurangan pengangguran.

d) Lamaran Kerja Yang Sudah Masuk di Perusahaan

Lamaran kerja yang sudah masuk di perusahaan perlu dipertimbangkan sebagai sumber penarikan pegawai. Melalui lamaran kerja yang sudah masuk, perusahaan dapat langsung menyeleksi lamaran yang memenuhi kebutuhan untuk mengisi formasi yang ada di perusahaan.

c. Seleksi Calon Pegawai

Menurut Wayne Mondey seleksi adalah :

Proses memilih dari sekelompok pelamar, orang yang paling sesuai untuk menempati posisi tertentu dan untuk organisasi. Mencocokan secara tepat orang dengan pekerjaan dan organisasi adalah tujuan proses seleksi. Jika orang-orang melebihi persyaratan, kurang memenuhi persyaratan, atau karena satu hal tidak cocok dengan pekerjaan atau budaya organisasi, mereka akan menjadi tidak efektif dan mungkin meninggalkan perusahaan, baik secara sukarela maupun tidak.41

Sedangkan menurut Andrew E. Sikula penyeleksian adalah pemilihan. Menyeleksi merupakan suatu pengumpulan dari suatu pilihan. Proses seleksi melibatkan pilihan dari berbagai objek dengan mengutamakan beberapa objek saja yang dipilih. Teknik seleksi calon pegawai meliputi:

1) Tes Pengetahuan Akademik

Bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan materi pengetahuan akademik calon pegawai.

41


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)