Unsur-Unsur Yang Membentuk Hubungan Patron-Klien Dalam

55 b, kerjasama saling tolong-menolong dalam merapikan atau membersihkan lapak. Sebagaimana penuturan dari salah seorang anggota kelompok lapak I Ibu NT: “Kadang kerjabakti kalau minggu, kalau lagi disuruh sama suaminya Mba Wat, lagi males nyari, terus dalam lapak berantakan banget, kita-kita yang pada beresin dan adain kerjabakti bersama. Suami-suami pada bersihin halaman luar lapak, tempat yang naruh-naruh gerobak, cabutin tanaman- tanaman, bakarin sampah-sampahnya yang gak laku di jual. Kalau Istri- istrinya yang gak punya anak kecil, masakin buat entar kalau udah selesai kerja baktinya dan ibu-ibunya yang punya anak kecil bantuin nyapu- nyapuin dalam lapak Wawancara Pribadi dengan Ibu NT, 23 Tahun, 23 Agustus 2013.” Sebagaimana pula, kerjasama yang dilakukan oleh kelompok lapak II ini dalam merapikan barang-barang pulungan yang dilakukan bersama-sama. Seperti pengungkapan ketua kelompok lapak II Pak AN: “Ya ada, kalau lagi banyak barang-barang yang udah ditimbang terus dibersihin dan gak bisa saya pegang kerjaan itu. Paling-paling saya nyuruh 3 anak buahlah yang ngerjain itu semua, baik itu nyortir gelas-gelas dan botol-botol, bukain tutup botol-botol, dikarungin itu semuanya terus rapiin dan kardus-kardus diikat pakai tali rapiah yang rapi. Semuanya ngerjain. Wawancara Pribadi dengan Pak AN, 43 Tahun, 28 Agustus 2013.” Selain kerjasama dalam lapak, adapun kerjasama yang terjadi di luar lapak kelompok I, seperti; a, menjual barang-barang hasil pulungan anak buah. Seperti yang diungkapkan oleh Pak KS: “…. menjual barang-barang hasil pulungan anak buah yang sudah dibersihin, ditimbang, disusun kedalam karung dan diikat tali rapiah dengan rapi itu diangkatin ke mobil terus di jual ke pabrik-pabrik. Ada yang jual ke pabrik daerah Duren Sawit kaya kardus-kardus, botol-botol, gelas-gelas Aqua dan ember-ember plastik. Kabel-kabel, kawat-kawat, sandal-sendal yang udah pada rusak jual di kawasan industri. Kalau besi- besi di daerah Kampung Sumur dan membeli barang-barang pulungan dari lapak-lapak lain dengan mobil sewaan dan modal seadanya yang dikasih Istri saya Wawancara Pribadi dengan Pak KS, 31 Tahun, 24 Agustus 2013.” b, kerjasama di luar lapak dalam bentuk arisan. Arisan merupakan kerjasama yang diadakan di luar lapak oleh sebagian orang ibu-ibu pada 56 umumnya dari kelompok lapak I dan kelompok lapak II,. Kerjasama ini bertujuan untuk membentuk ikatan kelompok dan memperkokoh ikatan tersebut, baik antar anggota kelompok, ketua dengan anggota kelompok maupun antar ketua kelompok, di samping itu arisan juga dapat membantu kebutuhan mereka seperti membeli peralatan sekolah, membiayai biaya persalinan, pulang kampung. Menurut hasil yang diperoleh wawancara, arisan ini diadakan setiap 2 minggu sekali, Rp 150.000. Jumlah orang yang ikut arisan tersebut 20 orang, 5 orang dari kelompok lapak II dan 15 orang dari kelompok lapak I. Dengan aturan; arisan ini kocok diawal pertemuan arisan agar diketahui siapa saja yang mendapatkan arisan sesuai tanggal-tanggalnya, bagi yang mendapatkan arisan diharapkan memberikan imbalan uang sebesar Rp 100.000 kepada pemegang arisan Ibu WT, Istri Pak KS. Pernyataan tersebut senada dari Wawancara dengan Ibu DS salah satu anggota kelompok lapak II yang ikut arisan: “… kumpul arisan anggota kelompok sini sama kelompoknya Mama Intan Istri Pak KS di belakang pasar Pulo Jahe itu. Ngumpulin uangnya setiap hari minggu pagi, paling lambat dan entar Mamanya Intan ke lapak iningambil uangnya dan langsung ngasih uangnya yang dapat hari itu. Ngocoknyakan udah ketahuan, tinggal bayar tiap 2 minggu sekali Rp 150.000, dapatnya Rp 3.000.000 dan kalau dapat uang arisan tiap orang dipotong Rp 100.000 untuk ngasih yang megang arisan Ibu WT, Istri Pak KS. Biar kalau suatu saat dia pergi atau kabur maupun lagi gak punya uang bisa dibayarin dulu Wawancara Pribadi dengan Ibu DS, 35 Tahun, 03 September 2013.” Sebagaimana yang diungkapkan oleh dua orang anggota dari kelompok lapak I dan kelompok lapak II. Anggota kelompok lapak I Pak WN mengenai kegunaan perkumpulan arisan itu: “…… ada arisan yang diadain di lapak ini. Kemarin sebelum puasa tahun lalu istri saya dapat arisan Rp 3.000.000 buat nambahin beli laptop untuk belajar anak saya. 57 Selanjutnya penuturan dari anggota kelompok II Ibu IT mengenai tujuan perkumpulan yang diadain didalam kedua lapak tersebut yang berbentuk arisan: “Biar tambah teman dan saudara. Saya kan di kampung gak pernah keluar rumah. Jadi gak tahu mana aja saudaranya. Saya ikut pindah ke Jakarta sama ibu saya, jadi tahu dan kenal saudara-saudara saya Wawancara Pribadi dengan Ibu IT, 20 Tahun, 29 Agustus 2013.” Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas sesuai dengan pengutipan dari Bernard Raho: “Ikatan-ikatan awal telah terbentuk, maka imbalan keuntungan yang mereka berikan kepada satu sama lain memiliki tujuan untuk mempertahankan atau menguatkan ikatan tersebut 2007:177.” Unsur kedua yang membentuk hubungan patron dengan klien adalah kepercayaan trust diantara kedua pihak didalam jarigan yang terbangun. Kepercayaan tersebut sifatnya saling menguntungkan keduanya, baik itu patron maupun klien. Dari hasil wawancara dan pengamatan yang sudah dilakukan oleh peneliti bahwa baik pada kelompok lapak pemulung I maupun kelompok lapak pemulung II di Kelurahan Jatinegara ini terjadi suatu kepercayaan yang baik antaraketua kelompok dan anggotanya, hal ini terjadi dengan adanya pemberian pinjaman uang casbon, para ketua kelompok dalam kedua lapak ini percaya terhadap anggota-anggota ini karena adanya suatu kejujuran yang diberikan oleh ketua, agar mereka tidak lari dari kelompok lain atau mencari kelompok baru. Hal tersebut sebagaimana yang dituturkan oleh Pak SN: “….kalau saya lagi gak punya uang lagi sakit, kalau semua kebutuhan saya lagi habis dan saya gak ada uang, dibolehin minjam. Kalau saya gak keluar dari gubuk saya pun diketok, dia takut saya kenapa-kenapa. Di gubuk itu kadang saya tinggal sendiri kadang juga sama bujangan-bujangan Wawanca ra Pribadi dengan Pak SN, 49 Tahun, 24 Agustus 2013.” Unsur ketiga yang membentuk dan memperkuat terbentuknya hubungan patron klien adalah norma yang merupakan aturan dan kebiasaan informal yang 58 terbentuk didalam jaringan dan rasa saling percaya. Norma ini merupakan suatu kebiasaan yang didalamnya terdapat hak dan kewajiban yang mengikat hubungan kedua pihak tersebut. Hak dan kewajiban ini dilakukan oleh kedua pihak tersebut, baik patron maupun klien. Menurut kamus bahasa Indonesia hak merupakan sesuatu yang benar dalam mempergunakan atau memiliki wewenang 2008:211. Didalam penelitian ini hak seorang patron diantaranya; mendapatkan hasil barang-barang pulungan yang diperoleh dari anggota kelompok tiap masing-masing lapak, memberikan perintah maupun suruhan kepada klien untuk tidak memasang banyak stop kontak, tidak memakai air, lampu dan listrik secara berlebihan, mengatur pembagian kerja dan lain sebagainya, seperti yang diutarakan oleh salah satu suami ketua kelompok lapak II Pak AN mengenai salah satu haknya ketua kelompok dalam suatu lapak: “Hak saya, ya merekakan makan tidur di lapak saya, jadi barang hasil yang mereka cari ya di jual ke saya, jangan cuma numpang makan tidur doang Wawancara Pribadi dengan Pak AN, 43 Tahun, 28 Agustus 2013.” Berdasarkan temuan di lapangan, hak seorang patron dalam pembagian kerja di tiap masing-masing itu berbeda. Di lapak I penimbangan sekaligus pembayaran upah dari hasil barang-barang pulungan anggota itu dilakukan pada sore hari. Sedangkan dilapak II waktu penimbangan dan pembayaran upah dilakukan kapan saja. Namun didalam upah selain mencari pulungan, ada pula upah dalam menyortir, mengantar barang maupun merapikan barang-barang pulungan itu sama-sama di hargai Rp 40.000hari. Uraian-uraian tersebut dijelaskan sesuai dengan yang diungkapkan oleh kedua suami ketua kelompok lapak tersebut. Penuturan Pak KS mengenai upah para anggota kelompok yang mengerjakan pekerjaan suruhan bos di dalam lapak seperti menyortir gelas-gelas 59 maupun botol-botol minuman, merapikan kardus-kardus, mengantar barang ke pabriknya dan lain-lain: “Di lapak ini kalau nimbang-nimbang barang-barangnya sore. Semua karung dinamain sesuai dengan nama yang nyari pulungannya siapa dan sesudah pulang dari mulung. Terus kalau sore, yang udah siap mau ditimbang, ya di timbang. Langsung istri saya bayar…. Anggota saya tiap hari nyari dan nimbangnya. Kadang mereka nimbang barangnya udah bersih, kadang juga masih campuuran kotor. Kalau lagi banyak barang yang belum dibersihin, ya dibersihin dulu. Disortir sama kakak ipar saya Ibu Mastari, Istri Pak WN Rp 40.000 seharian. Kalau soal ikat-mengikat dan rapiin kardus adiknya adik ipar saya, saya upahin Rp 40.000 seharian. Yang bantuin angkat-angkatin barang ya semua suami-suami di lapk ini yang lagi pada istrirahat maupun lagi nyari barang-barang bekas Wawancara Pribadi dengan Pak KS, 31 Tahun, 24082013.” Adapula penuturan ketua kelompok lapak II, sewaktu saya menanyakan bagaimana pembagian kerja di dalam lapak II serta pembagian upah, bila si anggota kelompok ini diberikan kerjaan tambahan di dalam lapaknya seperti; menyortir gelas-gelas dan botol-botol aqua, merapikan kardus-kardus serta mengirim barang-barang pulungan yang telah dibersihkan ke pabrik-pabrik langganannya: “Mereka kapanpun nimbangnya, ya saya langsung bayar. Kalau mereka punya utang ya saya potong uang dari hasil barang-barang yang mereka timbang. Kalau mereka nimbang barang-barangnya masih kotor belum dibersihin perlu disortir, kalau saya ada waktu sortir sendiri, kalau gak ada ya nyuruh mereka. Sortir saya kasih mereka Rp 40.000hari, nganter barang pake mobil juga saya kasih Rp 40.000hari. Lumayan bisa mereka buat makan, rokok sama jajan anak istrinya Wawancara Pak AN, 43 Tahun, 28 Agustus 2013. ” Sedangkan hak seorang klien diantaranya; mendapatkan bantuan dari patron, berupa pinjeman materil, perlindungan terhadap orang luar, menerima bayaran sesuai dengan barang-barang pulungan yang didapatnya maupun lain- lainnya. Seperti yang diutarakan oleh salah satu anggota kelompok lapak I Ibu MR: 60 “… mereka sering ngasih bantuan ke saya apalagi ke anak saya Ibu ID yang gak punya suami itu. Kadang-kadang anak yang pertamanya diajakin sarapan bareng dengan anak perempuannya yang udah kelas 3 SD itu. Kadang juga kalau anak saya yang ketiga itu lagi nyari, saya juga lagi nyari dan kadang cucu saya yang kecil itu nangis, dia gendongin. Dia mandiin, pokoknya kaya dia ngerawat anaknya sendiri. Makanya saya gak takut ninggalain cucu saya kalau saya lagi mulung. Sering dipinjemin uang juga sama si Wat Istri Pak KS, kalau saya lagi benar-benar gak punya uang Wawancara Pribadi dengan Ibu MR, 48 Tahun, 25 Agustus 2013.” Selain hak ada pula kewajibannya, baik itu dari patron maupun klien. Kewajiban seorang patron yaitu; memberikan bayaran kepada klien sesuai pendapatan barang-barang pulungan yang diperolehnya, memberitahukan peraturan yang ada didalam lapak masing-masing kepada klien, memberikan pinjeman dalam bentuk materi maupun bantuan dalam bentuk non-materi. Hal itu sesuai dengan yang diungkapkan oleh suami ketua kelompok lapak I Pak KS: “Ya, saya memberi perlindunganlah Mba, tapi bukan membela mereka dari kebohongan yang mereka sampaikan. Saya hanya menjadi penengah bila mereka ada masalah sama orang lain Wawancara Pribadi dengan Pak KS, 31 Tahun, 24 Agustus 2013.” Kemudian kewajiban klien yaitu mematuhi peraturan yang ada di dalam lapak tersebut, mematuhi perintah patron ketua kelompok serta mendengarkan apa perkataannya, menjual barang-barang pulungan yang diperoleh klien kepada masing-masing patron di tiap lapak tersebut. Sebagaimana yang dituturkan oleh Ibu KP anggota kelompok lapak I: “Ya harus, walaupun saya cuma penyewa tempat tinggalnya saya tetap harus matuhin perintah maupun peraturannya. Kan dia udah baik sama saya, pernah dipinjemin uang, pernah ngasih waktu kesempatan saya, waktu saya belum bisa bayar gubuknya ini. Kalau saya gak nurut sama Yayuk Wat, berarti saya gak tahu terima kasih sama mereka yang udah baik sama saya Wawancara Pribadi dengan Ibu KP, 25 Tahun, 23 Agustus 2013.” Sehingga secara teoritis menjelaskan bahwasanya hubungan patron-klien ini mengharuskan anggota kelompok klien patuh kepada ketua kelompok 61 patron, karena mereka ingin mendapatkan ganjaran-ganjaran ekstrinsik seperti, uang, barang-barang atau jasa dan berupaya menghindari hukuma-hukuman tertentu Yusron 2009:47 dari ketua kelompok. Menurut Peter M. Blau dalam teori pertukarannya bahwa dimensi resiprositas dan keuntungan ekstrinsik itu dapat disempurnakan dalam realitas, yang menghasilkan hubungan-hubungan yang biasa saja, yang bersifat unilateral berdasarkan kekuasaan atau ganjaran intrinsik seperti cinta, kasih sayang dan lain sebagainya Margaret M. Poloma 1986:94. Penjelasan tersebut sama hal dengan yang dituturkan oleh 2dua orang anggota tiap masing-masing lapak. Ibu ID sewaktu ditanya keuntungan apa yang anda harapkan selain upah: “Keuntungan yang saya harapkan semoga tahun besok, kalau saya masih disini dah THR yang dikasih lebih dari baju baru untuk saya dan anak saya Wawancara Pribadi dengan Ibu ID, 25 Tahun, 23 Agustus 2013.” Serta penuturan dari Pak TA, ketika ditanya apa keuntungan yang diharapkan Anda selain upah: “Harapan saya sih, dapet pinjaman uang berapapun dan kapanpun, terus bayarnya boleh kapanpun kalau lagi punya uang Wawancara Pribadi dengan Pak TA, 28 Tahun, 31 Agustus 2013.” Dengan demikian, hubungan patron-klien dalam kelompok pemulung di kedua lapak tersebut merupakan hubungan yang tidak seimbang timpang. Ketimpangan tersebut ditandai dengan adanya rasa ketergantungan atau banyaknya harapan yang diinginkan anggota kelompok klien di kedua kelompok dari seorang ketua kelompok patron tersebut. Meskipun di dalam hubungan kedua pihak ini terdapat unsure ketimpangan, yang mengharuskan mereka mendapatkan barang pulungan, tanpa kenal waktu, di haruskan menjualnya ke lapak tersebut, tanpa penolakan harga barang pulungan yang diberikan oleh ketua patron terhadap kliennya dan tanpa adanya upah hasil tenaga mereka dalam 62 mencari barang-barang pulungan. Hal ini dikarenakan para anggota kelompok pemulung di kedua lapak tersebut tidak mengingkan terkena hukuman-hukuman berupa pengeluaran atau pemberhentian dari lapak tersebut secara tegas oleh ketua patron, maupun teguran halus dari ketua kelompok. Meskipun ketimpangan yang terjadi dalam kedua kelompok lapak ini, selalu menanamkan rasa kekeluargaan diantara satu sama lain. Selanjutnya, setiap harapan maupun keuntungan yang diperoleh dari ketua kelompok patron maupun anggota kelompok klien ini diimbangi dengan adanya sikap kekeluargaan, yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan yang ada di dalam kedua pihak tersebut. Jadi hubungan patron-klien dalam kelompok pemulung di kedua lapak ini merupakan gambaran yang sebenarnya dari keadaan hubungan atasan dan bawahan antara masyarakat kalangan atas dengan kalangan bawah yang masih menggunakan sikap kekeluargaan didalamnya. 63 BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Kelompok pemulung di Kelurahan Jatinegara ini merupakan salah satu potret kemiskinan yang terjadi di perkotaan. Kelompok pemulung di Kelurahan Jatinegara, Cakung, Jakarta Timur ini merupakan masyarakat pendatang yang sebagian besarnya berasal dari Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan di daerah belakang Pasar Pulo Jahe, samping SDN Jatinegara dan belakang PIK Pulo Gadung Industri Kecil, Rawa Badung. Informan dalam penelitian ini yang berposisi sebagai anggota kelompok, tidak semuanya para anggota dalam kedua kelompok tersebut tinggal dan bekerja di lapak masing-masing. Ada pula yang hanya tinggal dan hanya kerja di lapak tersebut. Para anggota dalam kedua kelompok, baik yang hanya bekerja saja ataupun hanya tinggal saja, tanpa kerja di lapak itu maupun kerja sekaligus tinggal di tiap lapak tersebut, harus mengikuti peraturan yang ada didalam masing-masing kelompok, agar mereka tidak terkena hukuman dari ketua dalam tiap kelompok. Hubungan patron-klien dalam penelitian ini terjadi diantara kelompok lapak pemulung itu sendiri maupun diantara ketua kelompok lapak I pemilik lahan yang ditempati lapak II dengan ketua kelompok lapak II penyewa lahan yang ditempatinya. Namun di dalam penelitian ini hubungan patron-klien yang lebih sering terbentuk ini, terjadi di kelompok lapak pemulung itu sendiri, hal ini terlihat dari interaksi yang sering mereka lakukan menyapa, menegur ataupun mengadakan perkumpulan. Didalam hubungan tersebut terdapat sebuah ketimpangan dan pertukaran di dalamnya. Secara jelas di dalam hubungan diantara kedua belah pihak itu, ketua kelompok patron lebih wewenang atau 64 berpengaruh dalam segalanya, baik dalam hal usahanya maupun dalam hal kehidupan anggota kelompoknya. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa fenomena antara ketua kelompok dengan anggota kelompok dalam hubungan patron-klien terjadi sebagai berikut: Pertama, terbentuknya hubungan patron-klien dalam kedua kelompok ini terjadi karena ajakan si ketua kelompok patron kepada para anggota kelompok klien di kampung yang sedang mengganggur tidak bekerja melalui mulut ke mulut, dari saudara ke saudara, dari saudara ke teman maupun dari teman ke teman untuk ikut bekerja dengan dirinya. Kedua, unsur-unsur yang membentuk patron-klien ini terbagi menjadi tiga unsur yakni; jaringan, kepercayaan Trust dan norma. Unsur jaringan terbentuk karena adanya kerjasama dalam sebuah ikatan kelompok. Kerjasama ini terbagi menjadi dua yaitu; kerjasama dalam lapak seperti menjual dan membeli barang- barang pulungan barang-barang bekas yang di peroleh anggota maupun masyarakat sekitarnya serta kerjasama dalam hal saling tolong-menolong diantara mereka, selain itu kerjasama di luar lapak seperti, menjual hasi pulungan anggota dan kerjasama dalam bentuk arisan. Unsur kepercayaan ini berupa pemberian pinjaman uang yang dilakukan oleh para klien kepada patronnya Casbon, dan unsur norma yang berupa hak dan kewajiban bagi patron maupun klien.

B. Saran

Penelitian lapangan tentang hubungan patron-klien dalam kelompok lapak pemulung melahirkan beberapa saran sebagai berikut: Pertama, kepada patron yang berada di pihak luar seharusnya bisa belajar mengambil pelajaran atau manfaat dari kelompok pemulung di kedua lapak ini.