BAHAN DAN ALAT RANCANGAN PERCOBAAN

13

III. METODOLOGI

3.1 BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati hasil pengepresan biji tanaman bintaro Cerbera manghas L yang disebut minyak biji bintaro. Bahan kimia yang digunakan adalah asam fosfat 20 sebanyak 0.2; 0.3; 0.5 vb, alkohol netral 95, akuades, larutan NaOH 0.1N; 0.3N; 0.5N, larutan KOH 0.1N, KOH alkohol 0.5N, larutan HCl 0.5N, pereaksi Hanus, chloroform, asam asetat glasial, natrium tiosulfat 0.1N, KI jenuh, KI 15, indikator phenolpthlaein, dan indikator pati 0.1N. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat hot press, oven, neraca analitik, labu pemisah, tanur, termometer, cawan porselin, desikator, penangas air, kertas saring, pH meter, aluminium foil, pendingin balik, magnetic stirrer, spektrofotometer, refraktometer, dan peralatan gelas untuk analisa.

3.2 METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan dibagi menjadi dua, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan yang dilakukan pada penelitian ini meliputi proses pengujian proksimat terhadap biji bintaro kering, proses ekstraksi minyak bintaro, dan karakterisasi minyak bintaro kasar yang dihasilkan dari proses pengepresan. Penelitian utama yaitu proses pemurnian terhadap minyak biji bintaro yang meliputi proses de-gumming, netralisasi dan bleaching.

3.2.1 Penelitian Pendahuluan

Proses pertama yaitu pengujian proksimat terhadap biji bintaro hasil pengeringan meliputi kadar air, kadar lemak, kadar abu, kadar protein dan kadar karbohidrat. Metode yang dilakukan untuk mengekstrak minyak dari biji bintaro adalah dengan metode pengepresan. Biji bintaro awalnya dikupas terlebih dahulu dari kulitnya, kemudian dilakukan pengeringan selama dua hari menggunakan oven pada suhu 55 – 60°C untuk mengurangi kandungan air sebelum dipres. Biji bintaro yang telah kering dipres menggunakan mesin hot pres hidrolik. Setelah minyak didapatkan, tahap selanjutnya adalah menganalisis sifat fisiko kimia minyak bintaro meliputi kadar air, viskositas, densitas, bilangan asam dan asam lemak bebas, bilangan penyabunan, bilangan iod, bilangan peroksida, kejernihan dan kenampakan minyak secara visual.

3.2.2 Penelitian Utama

Proses pemurnian minyak diawali dengan proses de-gumming. Pada tahap ini, minyak hasil ekstraksi ditimbang, kemudian minyak dipanaskan hingga suhu mencapai 70 – 75°C. Setelah itu, ditambahkan asam fosfat 20 sebanyak 0.2; 0.3; 0.5 vb dari berat minyak. Kemudian dilakukan pengadukan selama 10 menit dengan suhu yang dipertahankan. Setelah pengadukan selesai, minyak dimasukan ke dalam corong pemisah untuk memisahkan minyak dengan gum. Minyak dicuci dengan air suhu 60°C hingga pH air buangan menjadi netral. Setelah proses de-gumming selesai, minyak diuji kadar asam lemak bebasnya. Kadar 14 asam lemak bebas minyak hasil degumming ini merupakan dasar perhitungan kebutuhan NaOH yang akan digunakan pada proses netralisasi. Tahap pemurnian yang kedua yaitu proses netralisasi terhadap minyak hasil degumming. Proses de-gumming perlu dilakukan sebelum tahapan netralisasi dengan alasan sabun yang terbentuk dari hasil reaksi antara asam lemak bebas dengan keustik soda pada proses netralisasi akan menyerap gum getah dan lendir sehingga menghambat proses pemisahan sabun soap stock dari minyak. Selain itu, netralisasi minyak yang masih mengandung gum akan menambah partikel emulsi dalam minyak, sehingga mengurangi rendemen trigliserida. Minyak hasil degumming diukur kandungan asam lemak bebasnya untuk dijadikan acuan perhitungan larutan NaOH yang dibutuhkan pada proses netralisasi. Pada tahap netralisasi, larutan alkali yang digunakan adalah kaustik soda. Langkah pertama yaitu proses pemanasan minyak pada suhu 70-75°C. Kemudian ditambahkan larutan NaOH konsentrasi 0.1 N ; 0.3N ; 0.5 N. Minyak diaduk selama 15 menit. Setelah itu dilakukan pencucian seperti pada tahap de-gumming dengan menggunakan air suhu 60°C hingga pH air buangan netral. Pengujian sifat fisiko kimia minyak dilakukan terhadap minyak murni yang dihasilkan meliputi rendemen, kadar air, bilangan asam dan asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan iod, bilangan penyabunan, kadar abu, viskositas, densitas dan persen transmisi. Kemudian dilakukan pengolahan data menggunakan statistik untuk mendapatkan proses pemurnian terbaik. Terhadap minyak dengan perlakuan terbaik dilakukan proses bleaching yang bertujuan untuk menghilangkan warna yang tidak diinginkan pada minyak. Sehingga meningkatkan kualitas minyak secara visual. Minyak dipanaskan hingga mencapai suhu 70°C kemudian ditambahkan bentonit sebanyak 0.3 bb dan dilakukan pengadukan selama 15 menit menggunakan magnetic stirrer. Setelah proses pengadukan selesai, dilakukan penyaringan terhadap minyak menggunakan kertas saring. Selain itu, minyak dengan perlakuan terbaik diuji kandungan asam lemak penyusunnya menggunakan metode Gas Chromatoghraphy Mass Spectrometry GCMS. Diagram alir proses penelitian pemurnian minyak bintaro dapat dilihat pada Gambar 6. 15 Minyak Bintaro kasar Larutan asam fosfat 20: 0.2 ; 0.3 ; 0.5 vb air Degumming 70°C, 15 menit. Pengendapan gum dan pencucian hingga air buangan netral Netralisasi 70°C, 15 menit Pencucian dengan air panas Hingga pH air buangan netral Pemanasan 80°C Minyak hasil netralisasi Fosfolipid, gum, logam Air 60 C Perhitungan bilangan asam Larutan NaOH 0.1N; 0.3N; 0.5N Gum, Asam lemak bebas, pigmen Air 60°C Sabun karakterisasi Karakterisasi 1. Bilangan asam lemak bebas 2. Kadar abu 3. Viskositas 4. Bilangan iod 5. Bilangan penyabunan 6. Bilangan peroksida 7. Densitas 8. Persen transmisi 9. Rendemen Minyak hasil pemurnian terpilih Bleaching 70°C, 15 menit Bentonit 0.3 bb Pigmen Pengujian GCMS Gambar 6. Diagram alir proses penelitian pemurnian minyak bintaro 16

3.3 RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor. Faktor-faktor yang divariasikan adalah konsentrasi larutan asam fosfat dan larutan NaOH. Faktor konsentrasi asam fosfat terdiri atas tiga taraf yaitu 0.2; 0.3; 0.5 vb dan faktor konsentrasi NaOH terdiri dari tiga taraf yaitu 0.1 N; 0.3N; 0.5N. Model matematika yang digunakan dapat dilihat pada persamaan 1.2. Y ijk = µ + A i + B j + AB ij + AB ij + ε ij dengan : Y ik = Nilai pengamatan µ = Rata-rata A i = Pengaruh faktor konsentrasi asam fosfat pada taraf ke-i 1,2,3 B j = Pengaruh faktor konsentrasi NaOH pada taraf ke-j1,2,3 AB ij = Pengaruh interaksi konsentrasi asam fosfat pada taraf ke-i dengan faktor konsentrasi NaOH pada taraf ke-j AB ij = Pengaruh interaksi faktor konsentrasi asam fosfat pada taraf ke-i, j dan faktor Asam Fosfat pada taraf ke-j έ ijk = Galat percobaan Uji Lanjut Duncan digunakan untuk menguji perbedaan diantara semua pasangan perlakuan yang mungkin tanpa memperhatikan jumlah perlakuan. Uji lanjut Duncan didasarkan pada sekumpulan nilai beda nyata yang ukurannya semakin besar, tergantung pada jarak di antara pangkat-pangkat dari dua nilai tengah yang dibandingkan. Langkah perhitungan uji Duncan terdiri atas : 1. Urutkan menaik nilai tengah perlakuan 2. Hitung wilayah nyata terpendek untuk wilayah dari berbagai nilai tengah dengan menggunakan formula : R ρ = r α,ρ,v √ 1.3 Keterangan : r α,ρ,v = nilai wilayah nyata Duncan KTG = Kuadrat Tengah Galat r = ulangan 3. Nilai mutlak selisih kedua rata – rata dibandingkan dengan nilai wilayah nyata terpendek Jika | | { ρ ρ 1.2 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan mengetahui kondisi bahan baku yang akan digunakan pada penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri atas proses pengujian proksimat terhadap biji bintaro basah, biji bintaro kering, pengepresan minyak, dan karakterisasi minyak kasar yang dihasilkan. Berdasarkan pengujian proksimat yang dilakukan terhadap biji bintaro basah dan biji bintaro kering pada penelitian pendahuluan diperoleh hasil seperti pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil uji proksimat biji bintaro Parameter Kandungan db Kadar air 1.56 Kadar abu 2.59 Kadar protein 12.85 Kadar lemak 59.65 Kadar serat 18.77 Kadar karbohidrat by difference 6.24 Biji bintaro kering merupakan biji bintaro basah yang telah mengalami proses pengeringan menggunakan oven selama kurang lebih dua hari pada suhu 55 – 60°C. Biji bintaro yang awalnya berwarna putih mengalami perubahan warna menjadi hitam setelah dikeringkan. Hasil pengujian proksimat menunjukkan bahwa biji bintaro kering memiliki kandungan lemak yang tinggi 59.65. Hal ini menunjukkan bahwa biji bintaro berpotensi menjadi sumber minyak nabati. Hasil analisa ini juga menunjukkan bahwa kandungan lemak biji bintaro lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan lemak biji jarak menurut Kirk 1964 yaitu 48.6. Tinggi rendahnya kandungan minyak dalam biji – bijian sangat tergantung pada varietas tanaman, keadaan tanah, iklim dan kematangan buah sewaktu dipanen Murniasih 2009. Berdasarkan hasil analisa proksimat pada Tabel 4,biji bintaro kering memiliki kandungan air sebesar 1.44. Menurut Rindengan 2011 kadar air yang optimum untuk biji – bijian yang akan diekstraksi adalah sebesar 6 – 7. Kandungan air yang tinggi dalam jaringan akan menyebabkan terjadinya hidrolisis lemak yang akan menghasilkan asam lemak bebas. Oleh karena itu, proses pengeringan sebelum ekstraksi sangat penting. Kadar protein hasil proksimat biji bintaro adalah 12.85. Pada proses ekstraksi minyak, komponen – komponen bukan minyak seperti protein, enzim, dam mikroorganisme dalam jumlah tertentu ikut terekstrak. Adanya komponen – komponen tersebut akan menurunkan mutu minyak yang dihasilkan. Oleh karena itu, komponen – komponen tersebut harus diusahakan seminimum mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan memanaskan biji. Pemanasan ini dapat menyebabkan menggumpalnya protein pada biji serta pecahnya emulsi minyak, sehingga minyak akan lebih mudah keluar pada waktu proses ekstraksi dan protein akan tertinggal pada bungkil.