PENELITIAN PENDAHULUAN HASIL DAN PEMBAHASAN

17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan mengetahui kondisi bahan baku yang akan digunakan pada penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri atas proses pengujian proksimat terhadap biji bintaro basah, biji bintaro kering, pengepresan minyak, dan karakterisasi minyak kasar yang dihasilkan. Berdasarkan pengujian proksimat yang dilakukan terhadap biji bintaro basah dan biji bintaro kering pada penelitian pendahuluan diperoleh hasil seperti pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil uji proksimat biji bintaro Parameter Kandungan db Kadar air 1.56 Kadar abu 2.59 Kadar protein 12.85 Kadar lemak 59.65 Kadar serat 18.77 Kadar karbohidrat by difference 6.24 Biji bintaro kering merupakan biji bintaro basah yang telah mengalami proses pengeringan menggunakan oven selama kurang lebih dua hari pada suhu 55 – 60°C. Biji bintaro yang awalnya berwarna putih mengalami perubahan warna menjadi hitam setelah dikeringkan. Hasil pengujian proksimat menunjukkan bahwa biji bintaro kering memiliki kandungan lemak yang tinggi 59.65. Hal ini menunjukkan bahwa biji bintaro berpotensi menjadi sumber minyak nabati. Hasil analisa ini juga menunjukkan bahwa kandungan lemak biji bintaro lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan lemak biji jarak menurut Kirk 1964 yaitu 48.6. Tinggi rendahnya kandungan minyak dalam biji – bijian sangat tergantung pada varietas tanaman, keadaan tanah, iklim dan kematangan buah sewaktu dipanen Murniasih 2009. Berdasarkan hasil analisa proksimat pada Tabel 4,biji bintaro kering memiliki kandungan air sebesar 1.44. Menurut Rindengan 2011 kadar air yang optimum untuk biji – bijian yang akan diekstraksi adalah sebesar 6 – 7. Kandungan air yang tinggi dalam jaringan akan menyebabkan terjadinya hidrolisis lemak yang akan menghasilkan asam lemak bebas. Oleh karena itu, proses pengeringan sebelum ekstraksi sangat penting. Kadar protein hasil proksimat biji bintaro adalah 12.85. Pada proses ekstraksi minyak, komponen – komponen bukan minyak seperti protein, enzim, dam mikroorganisme dalam jumlah tertentu ikut terekstrak. Adanya komponen – komponen tersebut akan menurunkan mutu minyak yang dihasilkan. Oleh karena itu, komponen – komponen tersebut harus diusahakan seminimum mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan memanaskan biji. Pemanasan ini dapat menyebabkan menggumpalnya protein pada biji serta pecahnya emulsi minyak, sehingga minyak akan lebih mudah keluar pada waktu proses ekstraksi dan protein akan tertinggal pada bungkil. 18 Dengan demikian, protein yang ikut terekstraksi menjadi minimum, sedangkan rendemen minyak menjadi lebih besar. Akan tetapi, penggunaan panas yang tidak tepat pada proses ekstraksi dapat menyebabkan terjadinya degradasi protein yang akan menghasilkan senyawa – senyawa yang larut dalam minyak dan bersifat mengotori minyak. Kondisi ini akan menyebabkan warna gelap pada minyak yang dihasilkan, disamping juga dapat mengganggu proses pemurnian Sudarmadji et al . 1989 Kadar karbohidrat yang diperoleh dari hasil analisa proksimat biji bintaro adalah 6.24. Menurut Ketaren 1986 karbohidrat dapat menyebabkan pengotoran pada minyak hasil pengempaan. Pengotoran ini terjadi karena karbohidrat akan berada dalam bentuk suspensi koloid, sehingga juga dapat mengganggu proses pemurnian. Berdasarkan hasil analisa proksimat kadar serat biji bintaro adalah 18.77. Kadar serat ini lebih tinggi dibandingkan dengan kadar serat biji jarak menurut Kirk 1964 yaitu 12.2. Kadar serat dipengaruhi oleh tingkat kematangan bahan baku, varietas tanaman, keadaan tanah dan juga iklim. Sedangkan kadar abu merupakan residu yang diperoleh setelah pembakaran bahan organik dari sampel percobaan pada suhu tinggi, dan terdiri atas bahan organik atau mineral. Kadar abu biji bintaro yang diperoleh dari hasil analisa proksimat adalah 2.59. Tinggi rendahnya kandungan mineral biji – bijian akan dipengaruhi oleh tempat tumbuh, keadaan tanah dan pemberian unsur hara pada tanaman. Biji bintaro yang telah dikeringkan dipress menggunakan alat hot press hydrolic. Dari proses pengepresan diperoleh minyak dengan rendemen sebesar 38.89. Minyak bintaro kasar ini berwarna kuning kecoklatan dengan bau yang menyengat. Sebelum dilakukan proses pemurnian, minyak bintaro kasar mengalami proses pengujian karakterisasi yang meliputi rendemen, kadar asam lemak bebas, bilangan iod, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, viskositas, densitas, kejernihan, dan kadar abu. Hasil pengujian karakterisasi minyak bintaro kasar hasil pengepresan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil karakterisasi minyak biji bintaro kasar Parameter Uji Satuan Minyak Kasar Rendemen - Kadar Asam Lemak Bebas 3.1 Bilangan Iod gr I 2 100gr 60.31 Bilangan Peroksida mgO 2 gr 5.85 Bilangan Penyabunan mgKOHgr 199.76 Viskositas cP 63.25 Densitas grcm 3 0.90 Kejernihan T 38.35 Kadar Abu 0.08 Hasil pengujian karakterisasi minyak bintaro kasar dengan prosedur yang tertera pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa minyak tersebut memiliki nilai bilangan asam lemak bebas yang lebih tinggi dibandingkan dengan karakteristik minyak nyamplung murni yang diperoleh dari penelitian Fathiyah 2010 yaitu 0.63 ataupun mutu biji kapas terbaik yaitu sekitar 0.5 – 0.6 menurut Ketaren 1986. Bilangan asam lemak bebas minyak biji bintaro kasar inipun tidak memungkinkan proses pembuatan biodiesel dengan satu tahapan proses. Menurut Knothe 2004 19 minyak yang memiliki kandungan asam lemak bebas melebihi 2 maka harus melalui tahapan esterifikasi sebelum diproses dengan transesterifikasi. Kadar abu minyak juga melebihi standar kadar abu minyak diesel yang ditetapkan oleh American Society for Testing and Materials 1991 yaitu maksimum 0.01. Kadar abu menunjukkan adanya senyawa organologam Cu, Fe, Mg maupun mineral yang terdapat dalam bahan. Kandungan organologam atau mineral yang tinggi pada minyak dapat menyebabkan endapan dan karat pada mesin. Karakterisasi tersebut menunjukkan bahwa minyak memiliki mutu yang kurang baik. Hal ini bisa disebabkan oleh kondisi bahan baku yang digunakan, proses ekstraksi atau penyimpanan minyak yang kurang baik sehingga minyak mengandung kotoran dan mengalami kerusakan. Biji bintaro basah yang belum mengalami pengeringan mudah membusuk dan ditumbuhi jamur sehingga kandungan asam lemak bebasnya meningkat. Proses pengeringan biji yang terlalu lama menyebabkan bau gosong pada minyak yang dihasilkan. Selain itu, proses penyaringan yang kurang baik menyebabkan masih banyaknya getah maupun lendir serta partikel – partikel kotoran yang ikut terbawa ke dalam minyak hasil saringan. Nilai viskositas minyak bintaro kasar ini cukup tinggi dibandingkan dengan nilai viskositas minyak jarak menurut Achten et al. 2008 yaitu 37.00 – 54.80. Viskositas menjadi pertimbangan penting untuk minyak terutama minyak yang digunakan sebagai bahan bakar. Menurut Ketaren 1986 tingginya viskositas minyak dapat disebabkan oleh tingginya kandungan senyawa – senyawa polimer di dalam minyak. Senyawa ini terbentuk dari proses pemanasan pada suhu tinggi yang menyebabkan terjadinya polimerisasi termal, maupun polimerisasi oksidasi yang akan menghasilkan senyawa dengan bobot molekul yang tinggi dan cenderung memiliki viskositas yang tinggi. Viskositas yang tinggi juga disebabkan oleh tingginya zat – zat pengotor dalam minyak seperti getah atau lendir yang ikut larut dalam minyak.

4.2 PENELITIAN UTAMA