22 Gambar 8. Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH dan konsentrasi asam fosfat
terhadap kadar abu minyak bintaro murni. Dari hasil pengujian diketahui bahwa kadar abu terendah diperoleh dari hasil
pemurnian menggunakan asam fosfat 0.5 dan larutan NaOH 0.3N. Sedangkan kadar abu tertinggi dari seluruh perlakuan terdapat pada proses pemurnian menggunakan asam fosfat
0.2 dan larutan NaOH 0.3N. Hasil analisis keragaman Lampiran 4 menunjukkan bahwa konsentrasi asam fosfat berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar abu minyak, sedangkan
konsentrasi kaustik soda dan interaksi antara konsentrasi kaustik soda dengan konsentrasi asam fosfat tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar abu minyak murni yang
dihasilkan. Uji lanjut pengaruh konsentrasi asam fosfat menggunakan uji Duncan pada taraf uji 95 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kadar abu minyak yang
dimurnikan menggunakan larutan asam fosfat dengan konsentrasi 0.2, 0.3 dan 0.5. Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa nilai kadar abu minyak murni yang dihasilkan
semakin rendah seiring dengan peningkatan jumlah larutan asam fosfat yang digunakan. Asam fosfat bereaksi dengan ion logam yang terdapat pada minyak membentuk kompleks
organologam sehingga dapat terbuang saat proses pencucian. Kadar abu terendah terdapat pada minyak yang dimurnikan menggunakan asam fosfat dengan dosis 0.5 dengan
konsentrasi kaustik soda 0.3 N dan 0.5N.
4.2.3 Bilangan peroksida
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya
sehingga membentuk peroksida. Pembentukan senyawa peroksida biasanya merupakan awal proses oksidasi minyak. Kenaikan nilai bilangan peroksida merupakan indikator dan
peringatan bahwa minyak tidak lama lagi akan berbau tengik. Grafik hubungan antara konsentrasi larutan asam fosfat dan konsentrasi larutan NaOH yang digunakan pada proses
pemurnian terhadap nilai bilangan peroksida minyak murni yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9.
0,01 0,02
0,03 0,04
0,05 0,06
0,07
0.2 0.3
0.5
K a
da r
a bu
Konsentrasi larutan asam fosfat
NaOH 0.1 NaOH 0.3
NaOH 0.5
23 Gambar 9. Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH dan konsentrasi larutan asam
fosfat terhadap bilangan peroksida minyak bintaro murni. Dari Gambar 9 terlihat kisaran nilai bilangan peroksida minyak murni berada diantara
4.3 – 6.1 mg O
2
gr. Nilai terendah dimiliki oleh minyak yang dimurnikan menggunakan asam fosfat dengan dosis 0.5 dan konsentrasi kaustik soda 0.5N. Sedangkan nilai peroksida
tertinggi dimiliki oleh minyak yang mengalami proses pemurnian dengan dosis asam fosfat 0.3 dengan konsentrasi larutan kaustik soda 0.1N. Nilai rentang bilangan peroksida yang
dihasilkan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan bilangan peroksida minyak tengkawang hasil pemurnian Darsini 1998 yaitu antara 4.17
– 5.8 mg O
2
gr. Namun, jika dibandingkan dengan minyak nyamplung hasil pemurnian, maka bilangan peroksida ini memenuhi standar
minyak nyamplung murni yaitu sekitar 13.24 Fathiyah 2010. Hasil analisa keragaman pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa konsentrasi kaustik
soda berpengaruh nyata terhadap perubahan bilangan peroksida. Sedangkan konsentrasi larutan asam fosfat dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh secara nyata. Dari
Gambar 8 juga dapat dilihat adanya kecenderungan dengan semakin besar konsentrasi kaustik soda yang digunakan, bilangan peroksida akan semakin rendah. Hal itu dikarenakan NaOH
bereaksi dengan asam lemak bebas dan senyawa polimer peroksida, sehingga bilangan peroksida akan menurun.
Hasil uji lanjut Duncan pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa penggunaan konsentrasi 0.3N dengan 0.5N tidak menghasilkan nilai bilangan peroksida yang berbeda secara nyata.
Perbedaan yang nyata ditunjukkan antara perlakuan larutan kaustik soda 0.1N dengan 0.5N dan konsentrasi larutan kaustik soda 0.1N dengan 0.3N. Minyak yang akan digunakan
sebagai bahan bakar harus memiliki nilai bilangan peroksida yang rendah. Karena bilangan peroksida yang tinggi dalam minyak mengidentifikasikan telah terbentuknya polimer
– polimer dalam minyak yang dapat meningkatkan viskositas.
4.2.4 Viskositas