Mekanisme Penetrasi dan Infeksi Patogen

et al. 2010 berhasil mengisolasi Cunninghamella, Curvularia, Fusarium dan Trichoderma dari bekas patahan tanaman Aquilaria malaccensis. Diantara banyak cendawan yang berhasil diisolasi dari gubal gaharu, Fusarium sp. merupakan cendawan yang paling dominan Isnaini et al. 2009.

2.2 Fusarium sp.

Fusarium sp. termasuk ke dalam kelompok cendawan bermitospora. Bentuk spora aseksual konidia merupakan ciri utama dari cendawan ini. Fusarium sp. memiliki 2 jenis konidia yaitu mikrokonidia memiliki 0-1 septat sederhana yang terdiri atas satu atau dua sel atau makrokonidia yang terdiri atas beberapa sel 2-10 sel yang berbentuk seperti bulan sabit. Konidia dibentuk di atas monopialid. Selain membentuk makro dan mikro konidia, Fusarium sp. juga membentuk klamidospora ketika kondisi lingkungan dan bahan makan kurang menguntungkan Groenewald 2005. Selain dapat menginduksi terbentuknya gaharu, Fusarium sp. merupakan cendawan patogen tanaman yang sering menyebabkan berbagai penyakit pada tanaman seperti busuk pangkal batang, tumor akar root crown, penyakit pembuluh xilem, dan penyakit pasca panen Wang Jeffer 2000; Ploetz 2005.

2.3 Patogenesis

Patogenesis merupakan proses perkembangan penyakit mulai infeksi sampai menghasilkan gejala penyakit Groenewald 2005.

2.3.1 Mekanisme Penetrasi dan Infeksi Patogen

Perkembangan penyakit secara umum diawali dengan tahapan pra infeksi yang mencakup melekatnya spora dan hifa ke permukaan inang, perkecambahan spora, dan pembentukan struktur penetrasi seperti apresorium. Kemudian dilanjutkan dengan tahapan infeksi dan kolonisasi Prins et al. 2000; Lee Bostock 2006. Proses pelekatan inokulan merupakan tahapan awal cendawan melakukan kontak dengan permukaan inang yang akan menentukan keberhasilan proses infeksi Mendgen Deising 1993. Proses pelekatan dipengaruhi oleh bahan ekstraseluler dan struktur kimia yang dihasilkan cendawan. Penyusun bahan untuk pelekatan cendawan diperkirakan berupa protein serta glukoprotein yang dapat melindungi spora dari metabolit sekunder yang dihasilkan inangnya. Spora yang telah stabil akan berkecambah dengan membentuk tabung kecambah. Prins et al. 2000; Li et al. 2005; Lee Bostock 2006. Spora membutuhkan kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembapan yang optimum untuk bisa berkecambah Prins et al. 2000. Gula dan asam amino yang diekresikan oleh inang dapat mempercepat terjadinya proses perkecambahan Mendgen Deising 1993; Prins et al. 2000. Kebanyakan spora bisa langsung berkecambah setelah spora matang dan lepas dari sel pembentukannya, namun beberapa spora lainnya membutuhkan periode dormansi untuk beberapa saat sebelum berkecambah dengan membentuk klamidospora ketika kondisi lingkungan kurang menguntungkan Groenewald 2005. Proses penetrasi dapat dibagi dua yaitu penetrasi secara aktif dan penetrasi pasif melalui jaringan yang terluka atau terbuka Prins et al. 2000. Mekanisme penetrasi yang dilakukan oleh cendawan mencakup aktivitas penetrasi secara fisik, enzimatik, dan toksisitas. Mekanisme patogenesis secara fisik terjadi dengan kemungkinan terbentuknya struktur khusus penetrasi seperti apresorium. Apresorium dibentuk pada ujung tabung kecambah sebagai penyangga hifa penetrasi. Terbentuknya apresorium dan hifa penetrasi tergantung pada faktor lingkungan, struktur fisika hidropobisitas dan topografi permukaan kayu, dan bahan kimia yang dihasilkan tanaman seperti monomer kutin, etilen, dan lilin Mendgen Deising 1993; Dean et al. 1995; Lee Bostock 2006. Sebagian cendawan akan membentuk apresorium sebelum menembus jaringan inang, namun pada sebagian cendawan tidak membentuk apresorium. Secara umum Fusarium sp. tidak membentuk apresorium Kang Buchenenauer 2002 Lagopodi et al. 2002; Kikot et al. 2009. Fusarium oxysporum tidak membentuk apresorium dan tidak mampu menembus permukaan luar tanaman gandum yang masih utuh Kang Buchenauer 2002. Ketika cendawan patogen tidak membentuk apresorium, enzim pendegradasi dinding sel diduga berperan dalam proses patogenesis Mendgen Deising 1993. Enzim oksidatif dan hidrolitik yang dikeluarkan cendawan berfungsi untuk mengurai dinding sel tanaman menjadi sederhana. Enzim oksidatif merupakan enzim non spesifik yang bekerja melalui mediator bukan protein yang berperan dalam degradasi lignin, sedangkan enzim hidrolitik untuk mendegradasi selulosa dan hemiselulosa yang bekerja pada substrat spesifik Perez et al. 2002. Enzim perombak lignin tergolong dalam kelompok enzim peroksidase yang mampu mengoksidase gugus non fenolik dalam lignin serta kelompok enzim fenol oksidase yang mampu men goksidasi gugus δ-dan p-fenol serta gugus aromatik amina menjadi quinon Hatakka 2001; Lankinen 2004. Contoh enzim peroksidase adalah mangan peroksidase MnP mengoksidasi Mn +2 menjadi Mn +3 yang kemudian mengoksidasi unit non fenol menjadi radikal fenoksi. Lignin peroksidase LiP yang mengoksidasi unit fenol dan non fenolik lignin melalui pelepasan satu elektron menghasilkan kation dan fenoksi Hatakka 2001; Lankinen 2004. Sedangkan enzim fenol oksidase dibagi menjadi dua. Kelompok pertama terdiri dari enzim polifenol oksidase, tirosinase, dan katekol oksidase, kelompok kedua adalah enzim lakase Ogel et al. 2006. Enzim selulase dibagi dalam tiga kelompok yang pertama endoglukanase atau endo-ß-1,4-glukanase disebut juga Cx, CMC Carboxymethyl Cellulose-ase atau 1,4- ß-D-glukan-4-glukanohidrolase, kedua eksoglukanase atau ekso-ß-1,4- glukanase, dan yang ketiga 1,4-glukosidase Lymar et al. 1995; Perez et al. 2002. Enzim endoglukanase menghidrolisis molekul selulosa secara acak dan menyerang disembarang lokasi dan menghasilkan oligosakarida dengan fragmen yang berbeda membentuk ujung rantai baru Lynd et al. 2002. Enzim eksoglukanase bekerja terhadap lokasi khusus dekat ujung yang tidak tereduksi dan menghasilkan fragmen dengan bobot molekul yang rendah, melepaskan unit- unit selobiosa atau glukosa dari ujung selulosa yang tidak tereduksi seperti ß-1,4- glukan selobiohidrolase. Endo dan eksoglukanase berperan dalam perombakan selulosa pertama karena menyukai selulosa dengan bobot tinggi, yang akan menghasilkan molekul selobiosa. Hidrolisis selulosa secara efektif memerlukan enzim 1,4-glukosidase Perez et al. 2002. Fusarium spp. dapat menghasilkan berbagai jenis enzim lignoselulase. Diantaranya Fusarium oxysporum dapat menghasilkan enzim fenol oksidase, lignin peroksidase dan selulase Tamuli et al. 2008; Ramanathan et al. 2010. Cendawan kadang menghasilkan senyawa toksin yang disekresikan saat penetrasi jaringan inang untuk merubah fisiologi tanaman dan mengganggu permeabilitas dinding sel tanaman Bushnell 1995. Terganggunya permeabilitas sel tanaman akibat ikatan toksin pada membran sel menyebabkan kerusakan struktur membran Bushnell 1995. Kebanyakan toksin merupakan senyawa sekunder berbobot molekul rendah yang dikeluarkan secara ekstraseluler oleh cendawan Prins et al. 2000. Beberapa jenis toksin yang dihasilkan Fusarium spp. diantaranya enniatin, fumonisin, sambutoksin, dan trikotesen Kim et al. 1995; Hermann et al. 1996; Seo et al. 1996; Kang Buchenenauer 2002; Langevin et al. 2004. Cendawan juga bisa menghasilkan zat pengatur tumbuh ZPT yang bisa mengganggu perkembangan tanaman seperti asam absisat ABA, etilen, dan auksin Prins et al. 2000; Groenewald 2005. ZPT dalam konsentrasi tinggi bisa menyebabkan pertumbuhan abnormal inang yang menguntungkan pertumbuhan patogen, seperti ABA yang dihasilkan cendawan patogen pada umbi kentang dapat menghambat akumulasi fitoaleksin risitin dan albumin Prins et al. 2000. Struktur polisakarida dinding sel cendawan juga bisa mengganggu permeabiltas sel tanaman dan menginduksi terbentuknya fitoaleksin pada tanaman inang. Infeksi merupakan tahapan cendawan yang berada pada kondisi stabil dan menetap di dalam sel atau jaringan inang dan memperoleh nutrisi dari inangnya. Cendawan membentuk hifa infeksi setelah cendawan masuk ke dalam sel inang. Hifa infeksi merupakan perpanjangan hifa penetrasi. Pada beberapa cendawan setelah terbentuk hifa penetrasi terbentuk vesikel dan selanjutnya membentuk hifa infeksi. Terakhir cendawan akan menghasilkan haustorium agar dapat memanfaatkan nutrisi sel inang Mendgen Deising 1993. Secara umum Fusarium spp. tidak membentuk struktur seperti haustorium Kikot et al. 2009. Setelah proses infeksi, cendawan melakukan kolonisasi dengan berkembang atau memperbanyak diri, atau dua-duanya dalam jaringan tanaman Prins et al. 2000; Lee Bostock 2006. Berdasarkan sifat patogenesis dan interaksinya dengan sel inang, cendawan dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu cendawan nekrotof dan biotrof. Cendawan nekrotrof akan menyebabkan kematian inangnya ketika cendawan mengkolonisasi sel inang. Cendawan biotrof merupakan cendawan yang memanfaatkan nutrisi dari sel tanaman yang masih hidup, sehingga perlu untuk menjaga kelangsungan hidup sel tanaman dalam periode waktu yang lama. Pada cendawan biotrof, j aringan terinfeksi sering menjadi „sink‟ metabolit yang mengubah arah pergerakan fotosintat dari bagian lain ke jaringan terinfeksi. Mendgen Deising 1993. Sedangkan cendawan biotrof yang dapat ditumbuhkan pada media sintetik termasuk kedalam kelompok hemibiotrof Mendgen Deising 1993; Cooke 1978. Proses kolonisasi bisa hanya terjadi pada daerah antara kutikula dan epidermis kolonisasi subkutikula, terdapat pada permukaan tanaman tapi mengirim haustoria ke dalam semua jaringan tanaman yang diinfeksinya, atau berkembang diantara sel tanaman dengan miselium interseluler. Sedangkan pada Fusarium sp. yang menyebabkan vascular wilt, cendawan menyerang jaringan pembuluh xilem secara sistemik menembus pori yang terdapat dalam jaringan xilem, kemudian berkembang ke jaringan parenkima. Mikrokonidia akan terbentuk dalam jaringan tersebut Groenewald 2005.

2.3.2 Mekanisme Pertahanan Tanaman dari Serangan Patogen

Dokumen yang terkait

Pengelompokan Isolat Fusarium oxysporum f.sp.cubense Dari Beberapa Jenis Pisang (Musa spp.) Serta Uji Antagonisme Fusarium oxyspomm Non Patogenik Dan Trichoderma koningii Di Laboratorium

0 30 85

Potensi Cendawan Endofit Dalam Mengendalikan Fusarium Oxysporum F.SP. Cubense Dan Nematoda Radopholus Similis COBB. Pada Tanaman Pisang Barangan (Musa Paradisiaca) Di Rumah Kaca

0 42 58

Teknik PHT Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysforum f. sp capsici Schlecht) Pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum armuum L.) di Dataran Rendah.

0 27 138

Uji Antagonis Trichoderma spp. Terhadap Penyakit Layu (Fusarium oxysforum f.sp.capsici) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L) Di Lapangan

3 52 84

Uji Sinergisme F.oxysporum f.sp cubense Dan Nematoda Parasit Tumbuhan Meioidogyne spp. Terhadap Tingkat Keparahan Penyakit Layu Panama Pada Pisang Barangan (Musa sp.) di Rumah Kassa

0 39 72

Karakterisasi interaksi antara tanaman aquilaria microcarpa baill dengan fusarium solani dalam pembentukan gaharu

3 11 84

Efektivit As Dan Interaksi Ant Ara Acremonium Sp. Dan Fusarium Sp. Dalam Pembentukan Gubal Gaharu P Ada Aquilaria microcarpa Baill

1 7 15

Karakterisasi interaksi antara tanaman aquilaria microcarpa baill dengan fusarium solani dalam pembentukan gaharu

1 7 155

Interaksi Antara Biak Suspensi Sel Gaharu (Aquilaria Malaccensis Lam.) Dan Fusarium Sp. Dalam Menghasilkan Senyawa Seskuiterpena

4 13 77

PENGARUH INOKULUM JAMUR (Fusarium sp, Trikoderma sp) DAN STRESSING AGENT TERHADAP PEMBENTUKAN GUBAL GAHARU (Aquilaria malacensis).

0 4 6