Mekanisme Pertahanan Tanaman dari Serangan Patogen

Cendawan nekrotrof akan menyebabkan kematian inangnya ketika cendawan mengkolonisasi sel inang. Cendawan biotrof merupakan cendawan yang memanfaatkan nutrisi dari sel tanaman yang masih hidup, sehingga perlu untuk menjaga kelangsungan hidup sel tanaman dalam periode waktu yang lama. Pada cendawan biotrof, j aringan terinfeksi sering menjadi „sink‟ metabolit yang mengubah arah pergerakan fotosintat dari bagian lain ke jaringan terinfeksi. Mendgen Deising 1993. Sedangkan cendawan biotrof yang dapat ditumbuhkan pada media sintetik termasuk kedalam kelompok hemibiotrof Mendgen Deising 1993; Cooke 1978. Proses kolonisasi bisa hanya terjadi pada daerah antara kutikula dan epidermis kolonisasi subkutikula, terdapat pada permukaan tanaman tapi mengirim haustoria ke dalam semua jaringan tanaman yang diinfeksinya, atau berkembang diantara sel tanaman dengan miselium interseluler. Sedangkan pada Fusarium sp. yang menyebabkan vascular wilt, cendawan menyerang jaringan pembuluh xilem secara sistemik menembus pori yang terdapat dalam jaringan xilem, kemudian berkembang ke jaringan parenkima. Mikrokonidia akan terbentuk dalam jaringan tersebut Groenewald 2005.

2.3.2 Mekanisme Pertahanan Tanaman dari Serangan Patogen

Secara umum tumbuhan akan memberikan respon terhadap serangan patogen dan respon tersebut akan bertanggung jawab terhadap resistensi tanaman terhadap patogen. Tanaman akan mempertahankan diri dengan dua cara, pertama dengan adanya sifat-sifat struktural pada tanaman yang berfungsi sebagai penghalang fisik dan akan menghambat patogen untuk masuk dan menyebar di dalam sel tanaman. Kedua respon biokimia berupa reaksi-reaksi kimia yang terjadi di dalam sel dan jaringan tanaman sehingga patogen dapat mati atau terhambat pertumbuhannya Groenewald 2005. Permukaan tanaman merupakan penghalang struktural pertama patogen. Patogen harus bisa menembus penghalang tersebut sebelum menyebabkan infeksi. Struktur-struktur seperti lapisan lilin dan bulu-bulu halus mencegah terbentuknya lapisan air dan mencegah patogen berkecambah dan memperbanyak diri. Kutikula yang menutupi sel epidermis menghalangi terjadinya penetrasi secara langsung. Dinding sel tersusun atas selulosa yang berikatan kuat dengan hemiselulosa dan lignin menghambat proses infeksi Perez et al. 2002. Kematian sel atau jaringan yang terserang oleh patogen dapat melindungi tanaman dari serangan selanjutnya. Kejadian tersebut disebut nekrotik atau reaksi pertahanan hipersensitif hypersensitive defense reaction. Sel dan jaringan inang akan bereaksi terhadap kerusakan, baik yang disebabkan oleh patogen atau karena mekanik dan kimia melalui serangkaian reaksi biokimia untuk mengisolasi gangguan dan menyembuhkan luka Mert-Turk 2002. Ketahanan biokimia dapat disebabkan oleh senyawa penghambat patogen yang memang telah dibentuk dalam metabolisme tanaman walaupun tidak terjadi serangan patogen atau senyawa penghambat patogen yang terbentuk ketika adanya serangan patogen yang disebut fitoaleksin Mert-Turk 2002. Senyawa fitoaleksin adalah senyawa antimikrob dengan berat molekul rendah yang dihasilkan tanaman setelah terjadi gangguan Mert-Turk 2002. Setiap tanaman menghasilkan fitoaleksin yang berbeda. Fitoaleksin dihasilkan oleh sel sehat yang berdekatan dengan sel-sel rusak dan nekrotik untuk mencegah patogen berkembang. Fitoaleksin yang terbentuk bisa berupa senyawa fenolik, alkaloid, atau terpenoid Zwenger Basu 2008. Akumulasi fitoaleksin dipicu oleh molekul abiotik atau biotik yang disebut elisitor Mert-Turk 2002. Pada cendawan, elisitor bisa berupa struktur polisakarida dinding sel cendawan. Inokulasi cendawan pada tanaman gaharu dapat menginduksi terbentuknya senyawa pertahanan berupa seskuiterpenoid yang merupakan kelompok terpenoid Ishihara et al. 1991; Qi 1995; Michiho 2005; Bhuiyan et al. 2009; Okudera Ito 2009. Serangan dan infeksi cendawan dapat mengganggu proses fisiologis dan morfologi tanaman Nieamann visintini 2005; Lee Bostock 2006. Berdasar kan perluasan gejala yang terjadi dikenal gejala lokal dan gejala sistimetik Christiansen et al. 1999. Gejala lokal adalah gejala yang hanya terdapat di daerah inokulasi primer. Sedangkan gejala sistemik adalah gejala yang terjadi jauh dari derah inokulasi.

2.4 Studi Sitologi Patogenesis

Dokumen yang terkait

Pengelompokan Isolat Fusarium oxysporum f.sp.cubense Dari Beberapa Jenis Pisang (Musa spp.) Serta Uji Antagonisme Fusarium oxyspomm Non Patogenik Dan Trichoderma koningii Di Laboratorium

0 30 85

Potensi Cendawan Endofit Dalam Mengendalikan Fusarium Oxysporum F.SP. Cubense Dan Nematoda Radopholus Similis COBB. Pada Tanaman Pisang Barangan (Musa Paradisiaca) Di Rumah Kaca

0 42 58

Teknik PHT Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysforum f. sp capsici Schlecht) Pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum armuum L.) di Dataran Rendah.

0 27 138

Uji Antagonis Trichoderma spp. Terhadap Penyakit Layu (Fusarium oxysforum f.sp.capsici) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L) Di Lapangan

3 52 84

Uji Sinergisme F.oxysporum f.sp cubense Dan Nematoda Parasit Tumbuhan Meioidogyne spp. Terhadap Tingkat Keparahan Penyakit Layu Panama Pada Pisang Barangan (Musa sp.) di Rumah Kassa

0 39 72

Karakterisasi interaksi antara tanaman aquilaria microcarpa baill dengan fusarium solani dalam pembentukan gaharu

3 11 84

Efektivit As Dan Interaksi Ant Ara Acremonium Sp. Dan Fusarium Sp. Dalam Pembentukan Gubal Gaharu P Ada Aquilaria microcarpa Baill

1 7 15

Karakterisasi interaksi antara tanaman aquilaria microcarpa baill dengan fusarium solani dalam pembentukan gaharu

1 7 155

Interaksi Antara Biak Suspensi Sel Gaharu (Aquilaria Malaccensis Lam.) Dan Fusarium Sp. Dalam Menghasilkan Senyawa Seskuiterpena

4 13 77

PENGARUH INOKULUM JAMUR (Fusarium sp, Trikoderma sp) DAN STRESSING AGENT TERHADAP PEMBENTUKAN GUBAL GAHARU (Aquilaria malacensis).

0 4 6