IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Proses Kolonisasi Fusarium sp. IPBCC. 08.569
Fusarium sp. IPBCC. 08.569 tidak membentuk apresorium di permukaan kulit kayu Aquilaria sp utuh. Konidia membentuk tabung kecambah pada jam ke-
6 Gambar 2a dan terus memanjang membentuk hifa pada jam ke-8 Gambar 2b. Pengamatan pada jam ke-24 memperlihatkan adanya kumpulan miselium di
permukaan kulit kayu Gambar 2c. Kulit kayu Aquilaria sp. tidak memiliki lentisel dan hifa tidak ditemukan menembus permukaan kulit kayu.
Gambar 2 Perkecambahan konidia Fusarium sp. IPBCC. 08.569 di permukaan kulit kayu Aquilaria sp utuh. Konidia berkecambah kb. a 6 jam, b
8 jam, dan c 24 jam. Pada uji perkecambahan konidia secara in vitro di atas gelas objek, konidia
belum berkecambah pada jam ke-0. Konidia baru mulai menunjukkan adanya perkecambahan pada jam ke-4, dan tabung kecambah terus memanjang
membentuk hifa pada jam ke-6 dan ke-8. Jumlah konidia yang berkecambah sebesar 2.92 pada jam ke-4. Sampai pengamatan jam ke-8 persentase
perkecambahan konidia meningkat, namun hanya mencapai 5.42 Gambar 3. Sama halnya dengan pengamatan perkecambahan konidia pada permukaan kulit
kayu, apresorium juga tidak terbentuk di atas gelas objek.
Gambar 3 Persentase perkecambahan konidia Fusarium sp. IPBCC. 08.569 5 µm
5 µm 5 µm
Miselium kb
hifa
a b
c
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan Fusarium sp. IPBCC. 08.569 tidak memiliki kemampuan menembus kulit kayu sebagai penghalang fisik
penetrasi serta persentase perkecambahan yang juga rendah, maka pada studi kolonisasi inokulasi dilakukan pada batang yang telah dilukai. Batang dilukai
dengan jalan membuang kulit kayu dan jaringan floem. Inokulan yang diberikan berupa biomasa Fusarium sp. IPBCC. 08.569. Sama halnya dengan pengamatan
pembentukan apresorium di permukaan kulit kayu yang utuh dan di atas gelas objek apresorium juga tidak terbentuk pada permukaan kayu yang dilukai tempat
kontak langsung dengan inokulan. Setelah hifa dan konidia melekat di permukaan kayu yang dilukai Gambar
4a, konidia berkecambah Gambar 4b, selanjutnya membentuk hifa penetrasi Gambar 4c. Hifa penetrasi tersebut masuk ke sel-sel xilem yang terluka Gambar
4c. Pada jaringan parenkima jejari yang terluka, hifa berkembang ke sel tetangga melalui pori-pori sel Gambar 4d.
Gambar 4 Perkecambahan konidia dan hifa penetrasi Fusarium sp. IPBCC. 08.569 di permukaan kayu Aquilaria sp. yang dilukai pada 7 hsi. a
hifa dan konidia k, b konidia berkecambah kb, c hifa penetrasi hp masuk melalui jaringan terluka, dan d hifa penetrasi hp di
dalam parenkima jejari terluka menembus sel berikutnya melalui pori. Perbesaran 2000x.
hifa konidia
kb
pori hp
hp
a b
c d
Meskipun Fusarium sp. IPBCC. 08.569 tidak mampu membentuk apresorium, cendawan ini dapat menghasilkan enzim lignoselulolitik. Uji
lignolitik Fusarium sp. IPBCC. 08.569 secara kualitatif di dalam media yang mengandung lignin membuktikan bahwa Fusarium sp. IPBCC. 08.569 mampu
merombak atau menggunakan lignin sebagai sumber karbon. Fusarium sp. IPBCC. 08.569 mampu menggunakan beberapa sumber karbon kompleks seperti
asam galat, asam tanat, naftol, dan p-kresol. Pada medium MEAG, Fusarium sp. IPBCC. 08.569 menyebabkan terjadinya perubahan warna medium menjadi
kuning kecoklatan di permukaan bawah koloni Gambar 5. Pada medium MEAT, Fusarium sp. IPBCC. 08.569 menyebabkan terjadi perubahan warna medium
menjadi kuning kecoklatan di permukaan bawah koloni dan terbentuk zona bening di sekeliling koloni Gambar 6. Terjadinya diskolorisasi pada media MEAG dan
MEAT menunjukkan reaksi Bavedamm positif yang menjadi indikasi terbentuknya enzim polifenol oksidase.
Gambar 5 Diskolorisasi medium MEAG akibat aktifitas polifenol oksidase kiri dan kontrol kanan setelah 7 hari inkubasi.
Gambar 6 Diskolorisasi medium MEAT dan terbentuknya zona bening di
sekeliling koloni akibat aktifitas polifenol oksidase kiri dan kontrol kanan setelah 7 hari inkubasi.
Fusarium sp. IPBCC. 08.569 juga menghasilkan lakase dan tirosinase. Lakase ditunjukkan oleh perubahan warna medium dan koloni menjadi ungu
setelah 1 jam penetesan 0,1M 1-naftol, warna ungu menjadi semakin pekat setelah
pengamatan pada jam ke-24 Gambar 7. Sedangkan tirosinase ditunjukkan oleh perubahan warna medium dan koloni menjadi kuning kemerahan setelah
pengamatan 1 jam penetesan 0,1M p-kresol dan menjadi merah setelah pengamatan jam ke-24 Gambar 7.
Gambar 7 Perubahan warna koloni Fusarium sp. IPBCC. 08.569 setelah
ditetesi 0,1 M naftol pk. 12.00 dan 0,1 M p-kresol pk. 6.00. Sebelum penetesan kiri dan setelah penetesan kanan. a satu jam
setelah penetesan, b 24 jam setelah penetesan.
Fusarium sp. IPBCC. 08.569 juga memiliki aktivitas enzim selulolitik. Galur ini memiliki indeks selulolitik Gambar 8 sebesar 0,039 dan aktivitas
enzim sebesar 0,01 Uml filtrat. Berdasarkan kemampuan cendawan dalam menggunakan CMC sebagai sumber karbon membuktikan Fusarium sp. IPBCC.
08.569 membentuk enzim CMC-ase.
Gambar 8 Zona jernih yang terbentuk pada medium CMC 1 sebelum divisualisasikan dengan merah kongo 1 kiri dan setelah
divisualisasikan dengan merah kongo kanan 4 hari inkubasi. Selain menghasilkan enzim lignoselulolitik, Fusarium sp. IPBCC. 08.569
juga menghasilkan toksin. Uji hipersensitifitas ekstrak kasar filtrat pada daun tembakau menyebabkan timbulnya gejala hipersensitifitas berupa nekrosis. Gejala
hipersensitifitas yang ditimbulkan sangat rendah dengan rataan skor sebesar 0,43. Gejala nekrosis muncul pada hari ke-3. Pada pengamatan hari ke-5 dan ke-7 tidak
terjadi penambahan gejala nekrosis Gambar 9a. Berbeda dengan daun yang dioles dengan ekstrak kasar filtrat, pada daun baik yang hanya diolesi dengan
a 1 jam b 2 jam
media cair dekstrosa kentang tanpa biakan isolat Gambar 9b maupun daun sehat Gambar 9c tidak terlihat adanya gejala nekrosis.
Gambar 9 Gejala hipersensitifitas daun tembakau a setelah dioles dengan ekstrak kasar toksin, b dioles media cair dekstrosa kentang tanpa
biakan isolat, dan c daun sehat pengamatan hari ke-5. Tanda panah menunjukkan bagian daun yang mengalami nekrosis.
Kolonisasi Fusarium sp. IPBCC. 08.569 yang teramati sampai akhir pengamatan terbatas pada jaringan hidup. Kolonisasi Fusarium sp. IPBCC.
08.569 pada 7 hsi ditemukan pada jaringan parenkima jejari dan lapisan pertama included phloem dari permukaan tempat inokulasi. Pada 14 hsi, kolonisasi telah
mencapai setengah dari tebal jaringan xilem dan terdapat pada jaringan xilem yang sama dengan 7 hsi. Kolonisasi pada 21 hsi juga ditemukan pada jaringan
yang sama dengan pengamatan sebelumnya pada daerah xilem dan berkembang ke bagian empelur. Kolonisasi ke arah luar daerah inokulasi baru teramati 14 hsi,
± 100 um ke arah atas dan bawah dari daerah inokulasi di jaringan xilem yang sama hanya sebagian kecil dari daerah perubahan warna dan tidak terjadi
penambahan luas daerah kolonisasi pada pengamatan 21 hsi. Struktur cendawan yang dibentuk di dalam sel tanaman setelah hifa
penetrasi adalah vesikelgelembung Gambar 10a dan hifa infeksi Gambar 10b. Sedangkan struktur seperti haustorium tidak ditemukan. Hifa menembus sel
tetangga melalui pori-pori sel Gambar 10c dan masuk ke dalam sel-sel di included phloem Gambar 10d yang terletak di dekat sel parenkima jejari yang
terinfeksi. Infeksi cendawan menyebabkan jaringan included phloem mengalami kerusakan Gambar 10d. Pada pengamatan 14 hsi, klamidospora ditemukan di
permukaan batang yang diinokulasi Gambar 10e. a
b c
Gambar 10 Perkembangan hifa dan kolonisasi Fusarium sp. IPBCC. 08.569 di dalam sel-sel jaringan xilem Aquilaria sp. a vesikel v di dalam
parenkima jejari pada 7 hsi, b hifa infeksi hi di dalam parenkima jejari pada 14 hsi, c hifa menembus sel tetangga melalui pori sel
pada 14 hsi, d hifa di dalam included phloem pada 14 hsi, dan e struktur mirip klamidospora k pada 14 hsi. a,b,d, dan e merupakan
hasil foto mikroskop, sedangkan c merupakan hasil foto SEM perbesaran 1500x.
Pada 21 hsi, struktur hifa yang berfragmentasi menyerupai konidia ditemukan pada beberapa sel included phloem Gambar 11a dan parenkima jejari
Gambar 11b ±50 µm di bawah daerah yang diinokulasi. Sebagian dari fragmen tersebut berkecambah Gambar 11b. Pada 21 hsi hifa sudah mencapai sel-sel di
jaringan empelur Gambar 11c.
hifa
hifa
v
1 µm a
hi
1 µm b
c
e 5 µm
1 µm k
d
Gambar 11 Struktur hifa berfragmentasi hb menyerupai konidia pada 21 hsi di dalam included phloem a dan parenkima jejari b, serta hifa di
dalam sel-sel empelur c. Gambar a dan b merupakan hasil foto SEM perbesaran 2000 kali, sedangkan gambar c merupakan hasil
foto mikroskop cahaya.
Berbeda dengan tanaman yang diinokulasi, pada tanaman yang dilukai Gambar 12a 12b maupun tanaman yang sehat Gambar 12c tidak ditemukan
adanya strutur cendawan.
Gambar 12 Sayatan membujur a kayu Aquilaria sp. yang dilukai, serta sayatan melintang b dan membujur c kayu Aquilaria sp. sehat pada 14
hsi. Parenkima jejari pj, included phloem ip, dan unsur trakea xilem utx. Gambar a dan c merupakan hasil foto SEM perbesaran
750x, sedangkan b merupakan hasil foto mikroskop cahaya.
hb hb
hifa
5 µm
a b
c
5 µm ip
pj utx
pj
a b
c utx
pj
4.1.2 Respon Aquilaria sp. terhadap Inokulasi Fusarium sp. IPBCC. 08.569