Pembuatan Yoghurt Simbiotik HASIL DAN PEMBAHASAN

24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Yoghurt Simbiotik

Pembuatan yoghurt simbiotik dimulai dengan peremajaan kultur cair yang terdiri dari campuran keempat bakteri yaitu Streptococcus thermophilus, Lactobacillus bulgaricus, Bifidobacterium longum dan Lactobacillus acidophilus. Tahap ini merupakan suatu proses regenerasi bakteri sebelum diinokulasikan ke susu untuk pembuatan yoghurt. Media yang digunakan untuk peremajaan kultur adalah susu murni steril. Susu murni sebanyak 300 ml disterilkan terlebih dahulu dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 5 menit. Hal ini bertujuan untuk mematikan semua bakteri patogen dalam susu yang dapat mengganggu pertumbuhan BAL dan dapat mengkontaminasi yoghurt sebagai produk akhir. Menurut Rahman, dkk 1987, pada umumnya semakin tinggi pemanasan yang diberikan pada susu, pertumbuhan kultur akan semakin baik. Susu steril didinginkan hingga mencapai suhu 43-45°C . Susu kemudian diinokulasi dengan 5 vv kultur cair dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 15 jam, sehingga dihasilkan kultur kerja. Kultur kerja inilah yang akan digunakan sebagai starter dalam pembuatan yoghurt simbiotik. Pada dasarnya, pembuatan yoghurt meliputi empat tahapan penting, yaitu pemanasan susu, inokulasi, fermentasi, dan refrigerasi, tetapi banyak modifikasi terhadap keempat tahapan tersebut Helferich dan Westhoff, 1980. Pemanasan susu dilakukan pada suhu 80-90°C selama 15 menit bersamaan dengan kedelai bubuk instan sebanyak 0,75 vv yang berperan sebagai sumber prebiotik. Menurut Robinson dan Tamime 1991, pemanasan susu sangat penting untuk dilakukan dalam pembuatan yoghurt. Keuntungan dari pemanasan susu antara lain : a. Menginaktivasi mikroba awal yang tidak diinginkan yang dapat bersaing dengan bakteri yoghurt. b. Denaturasi “whey protein” albumin dan globulin agar yoghurt yang dihasilkan lebih kental. c. Mengurangi jumlah oksigen dalam susu, sehingga kultur starter yang secara normal bersifat mikroaerofilik dapat tumbuh dengan baik. d. Merusak protein susu dalam batas-batas tertentu agar dapat dimanfaatkan dengan mudah oleh kultur yoghurt untuk pertumbuhannya. Helferich dan Westhoff 1980 menambahkan bahwa pemanasan susu pada suhu 80-90°C selama 15 menit dapat menghasilkan rasa yang lebih disukai. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya reaksi pencoklatan sebagai akibat dari reaksi antara lisin dengan gula susu. Susu yang telah dipateurisasi didinginkan terlebih dahulu sampai 43°C. Menurut Helferich dan Westhoff 1980, pendinginan dilakukan sampai suhu inkubasi yang optimum yaitu 40°C – 45°C. Tujuan pendinginan susu sebelum dilakukan inokulasi adalah untuk menurunkan suhu susu setelah pemanasan sampai kondisi yang optimum bagi pertumbuhan kultur yoghurt. Jika susu terlalu panas, maka kultur yoghurt akan mati. Inokulasi kultur kerja sebanyak 3 dari volume susu dilakukan pada saat suhu susu telah mencapai suhu inkubasi optimum tersebut. Setelah inokulasi selesai, susu diinkubasi pada suhu ruang selama 16 jam yaitu sampai terbentuk gel dan pH turun sampai di bawah 4,5 saat menjadi yoghurt. Menurut Winarno et al. 2003 dasar fermentasi susu atau pembuatan yoghurt adalah proses fermentasi komponen gula yang ada di dalam susu, terutama laktosa menjadi asam laktat dan asam- asam lainnya. Asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi dapat meningkatkan citarasa dan meningkatkan keasaman atau menurunkan pH-nya. Semakin rendah pH atau derajat keasaman susu setelah fermentasi akan menyebabkan semakin sedikitnya mikroba yang mampu bertahan hidup dan 25 menghambat proses pertumbuhan mikroba patogen dan mikroba perusak susu, sehingga umur simpan susu dapat menjadi lebih lama. Proses terjadinya koagulasi pada yoghurt merupakan hasil dari aktivitas biologi dan fisik pada susu yang telah ditambah dengan kultur yoghurt. Mekanisme koagulasi susu oleh kultur yoghurt adalah sebagai berikut Tamime dan Robinson, 1991. 1. Kultur starter yoghurt memanfaatkan laktosa di dalam susu untuk persediaan energi dan menghasilkan asam laktat. 2. Asam laktat yang dihasilkan secara berangsur-angsur akan mengawali ketidakstabilan misel kasein, atau kompleks protein whey terdenaturasi oleh larutan fosfat atau stirat kasein. 3. Sejumlah kasein misel dan atau masing-masing kelompok kasein misel secara bersama atau sebagian bergabung setelah mencapai titik isoelektrik yaitu pada pH 4,6-4,7. 4. Interaksi antara α-Laβ-Lg dengan к-kasein diikat oleh jembatan –SH dan –SS sebagian melindungi misel kasein ini untuk melawan ketidakstabilan dan menghasilkan jaringan sel atau matriks dari struktur reguler yang terperangkap di dalamnya. Pada awal inkubasi, Streptococcus thermophilus akan tumbuh lebih cepat dan mendominasi proses fermentasi menghasilkan sejumlah asam laktat, asam asetat, asetaldehid, diasetil, dan asam format. Ketersediaan asam format dan perubahan pada potensial oksidasi-reduksi pada medium susu akan menstimulasi pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus. Sementara itu, aktivitas proteolitik dari Lactobacillus bulgaricus menghasilkan peptida dan asam amino yang digunakan oleh Streptococcus thermophilus untuk tumbuh Oberman, 1985. Jay 1978 menambahkan bahwa Streptococcus thermophilus berperan besar dalam menghasilkan citarasa asam, sementara Lactobacillus bulgaricus bertanggungjawab dalam menghasilkan aroma melalui produksi asam laktat dan asetaldehida. Pada proses pembentukan asam laktat, laktosa mula-mula dihidrolisis oleh starter menjadi glukosa dan galaktosa atau galaktosa-6-fosfat oleh enzim beta-D-galaktosidase dan beta-D- fosfogalaktosidase yang dihasilkan oleh S. thermophilus dan L. bulgaricus. Pada proses metabolisme, glukosa diubah menjadi asam laktat melalui jalur glikolisis, sedangkan galaktosa diakumulasikan. Asam asetat, asetaldehida, aseton, asetoin, dan diasetil merupakan hasil dari proses fermentasi. Flavor yang dihasilkan disebabkan oleh pembentukan asam laktat dan asetaldehida. L. bulgaricus memproduksi asetaldehida dari piruvat Helferich dan Westhoff, 1980. Susu tersebut nantinya akan terkoagulasi menjadi kental karena adanya penggumpalan protein susu. Kasein merupakan protein terbesar yang terdapat di dalam susu dan kasein ini sangat dipengaruhi oleh perubahan keasaman pH. Susu mempunyai pH 6,6-6,8, jika pH susu kurang dari 4,6 maka kasein menjadi tidak stabil dan terkoagulasi menjadi gel yoghurt Helferich dan Westhoff, 1980. Yoghurt yang sudah terbentuk ditambahkan dengan fruktosa sebanyak 8 vv. Hyvonen dan Slotte 1983 yang disitasi oleh Suarni 1990 menyatakan bahwa penambahan sukrosa sebagai pemanis yoghurt dapat dilakukan sebelum atau sesudah proses fermentasi. Pada penelitian ini, pemanis fruktosa ditambahkan setelah proses fermentasi. Fruktosa dipilih sebagai pengganti sukrosa karena memiliki tingkat kemanisan yang lebih tinggi. Yoghurt simbiotik kemudian dikemas dalam tiga jenis kemasan yaitu botol HDPE, PET, dan gelas dengan volume 120 ml. Proses pengemasan dilakukan secara manual di atas uap panas yang berasal dari air yang dididihkan. Setelah pengemasan selesai, yoghurt simbiotik disimpan pada 3 suhu penyimpanan, yaitu suhu ruang ±28°C, suhu 2-4°C, dan suhu 7-9°C. Pada hari yang sama yaitu hari ke-0 penyimpanan dilakukan analisis awal terhadap yoghurt simbiotik sebagai acuan terhadap penurunan mutu yoghurt selama penyimpanan. Analisis dilakukan terhadap tiga parameter kritis penyimpanan yoghurt yaitu total asam tertitrasi TAT, total koliform, 26 dan penurunan mutu organoleptik sama seperti pengujian yang dilakukan selama penyimpanan. Kondisi yoghurt simbiotik selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan hasil analisis awal dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini. Tabel 8. Hasil Analisis Awal Yoghurt Simbiotik Parameter Satuan Nilai Total Asam Tertitrasi TAT 1,27 Total koliform APMg 7 Penurunan Mutu Organoleptik a. Penampakan - Berupa cairan kental padat b. Bau - Normalkhas yoghurt c. Rasa - Asamkhas yoghurt d. Konsistensi - Homogen Dari Tabel 8 diatas, dapat diketahui bahwa TAT awal yoghurt simbiotik mencapai 1,27 . Menurut Tamime dan Robinson 1989, yoghurt yang baik memiliki total asam laktat 0,85-0,95. Plain yoghurt memiliki karakteristik asam, berflavor green apple, dengan tingkat keasaman 0,9-1,2. Nilai TAT yang tinggi pada awal pengujian ini kemungkinan disebabkan oleh penambahan starter sebesar 3 vv. Jay 1978 menyatakan bahwa penambahan kultur starter yang baik adalah sekitar 2 dari volume susu. Semakin banyak jumlah starter yang ditambahkan, maka semakin banyak bakteri asam laktat yang bekerja mengubah laktosa menjadi asam laktat sehingga nilai TAT yoghurt meningkat dengan cepat. Hal ini didukung dengan lama inkubasi pada suhu ruang selama 14-16 jam, yang pada penelitian ini digunakan waktu maksimal inkubasi tersebut yaitu 16 jam. Semakin lama yoghurt berada pada suhu ruang, aktivitas bakteri asam laktat terus berjalan, sehingga nilai TAT juga meningkat dengan cepat selama penyimpanan Field, 1979. Pada pengukuran kadar total asam laktat, jumlah asam dihitung sebagai asam laktat yang terbentuk selama fermentasi karena asam laktat merupakan asam yang dominan dalam yoghurt. Peningkatan kadar total asam laktat selama penyimpanan disebabkan karena aktivitas enzimatis bakteri asam laktat yang terus memecah laktosa menjadi asam laktat. Menurut Helferich dan Westhoff 1980, asam laktat dibentuk dari hasil glikolisis glukosa dan galaktosa. Glukosa dan galaktosa berasal dari hasil hidrolisis laktosa oleh enzim yang dihasilkan oleh bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus yang merombak laktosa menjadi asam laktat melalui lintasan metabolisme. Hasil analisis awal terhadap koliform diperoleh hasil positif mengandung bakteri patogen koliform sebanyak 7 APMg. Analisis koliform biasanya digunakan sebagai standar kualitas air dan sebagai indikasi tingkat higienitas bahan pangan. Keberadaan koliform yang cukup tinggi pada saat analisis awal diperkirakan terjadi karena adanya kontaminasi silang pada saat proses pengemasan yang masih kurang steril. Kontaminasi silang dapat terjadi dari kemasan botol yang disterilkan dengan air panas yang kemungkinan masih mengandung bakteri koliform sehingga perlu dicari metode sterilisasi kemasan botol plastik dan gelas yang tepat tanpa menyisakan cemaran mikroba. Hasil analisis awal untuk parameter mutu organoleptik menunjukkan penampakan yoghurt simbiotik berupa cairan kental padat hasil dari penggumpalan kasein, bau normalkhas yoghurt dan rasa asamkhas yoghurt dihasilkan dari aktivitas bakteri asam laktat, dan konsistensi yoghurt yang homogen karena fermentasi mengubah bagian cair susu menjadi bentuk padatan mengental sehingga menjadi homogen. 27 4.2 Perubahan Mutu Yoghurt Simbiotik Selama Penyimpanan 4.2.1 Total Asam Tertitrasi