Umur Simpan TINJAUAN PUSTAKA

17 Gelas Gelas dan porselen merupakan kemasan yang paling tahan terhadap air, gas ataupun asam, atau memiliki sifat yang inert. Menurut Crosby 1981, botol gelas merupakan barrier yang baik untuk benda padat, cair, dan gas. Hal ini menyebabkan gelas menjadi bahan pelindung yang sangat baik dari kotaminasi bau dari luar sehingga citarasa produk dapat dipertahankan. Julianti dan Nurminah 2006 menyatakan bahwa sebagai bahan kemasan, gelas memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan kemasan gelas adalah : - Kedap terhadap air, gas, bau-bauan dan mikroorganisme. - Inert dan tidak dapat bereaksi atau bereaksi ke dalam bahan pangan. - Kecepatan pengisian hampir sama dengan kemasan kaleng. - Sesuai untuk produk yang mengalami pemanasan dan penutupan secara hermetis. - Dapat didaur ulang. - Dapat ditutup kembai setelah dibuka. - Transparan sehingga isinya dapat diperlihatkan dan dapat dihias. - Dapat dibentuk menjadi berbagai bentuk dan warna. - Memberikan nilai tambah bagi produk. - Rigid kaku, kuat dan dapat ditumpuk tanpa mengalami kerusakan. Kemasan gelas juga mempunyai kelemahan antara lain : - Berat sehingga biaya transportasi mahal. - Resistensi terhadap pecah dan mempunyai thermal shock yang rendah. - Dimensinya bervariasi. - Berpotensi menimbulkan bahaya yaitu dari pecahan kaca.

2.8 Umur Simpan

Menurut Institute of Food Science and Technology 1974, umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga konsumsi di mana produk berada dalam kondisi yang memuaskan berdasarkan karakteristik penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Sementara itu, Floros dan Gnanasekharan 1993 menyatakan bahwa umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam kondisi penyimpanan tertentu untuk dapat mencapai tingkatan degradasi mutu tertentu. Pada saat baru diproduksi, mutu produk dianggap dalam keadaan 100, dan akan menurun sejalan dengan lamanya penyimpanan atau distribusi. Selama penyimpanan dan distribusi tersebut, produk pangan akan mengalami kehilangan bobot, nilai pangan, mutu, nilai uang, daya tumbuh, dan kepercayaan Rahayu et al. 2003. Floros dan Gnanasekharan 1993 menyatakan bahwa terdapat enam faktor utama yang mengakibatkan terjadinya penurunan mutu atau kerusakan pada produk pangan, yaitu massa oksigen, uap air, cahaya, mikroba, kompresi atau bantingan, dan bahan kimia toksik atau off flavor. Faktor- faktor tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penurunan mutu lebih lanjut, seperti oksidasi lemak, kerusakan vitamin, kerusakan protein, perubahan bau, reaksi pencoklatan, perubahan unsur organoleptik, dan kemungkinan terbentuknya racun. Salah satu kendala yang sering dihadapi industri pangan dalam penentuan masa kadaluarsa produk adalah waktu. Pada prakteknya, ada lima pendekatan yang dapat digunakan untuk menduga masa kadaluarsa, yaitu: 1 nilai pustaka literature value, 2 distribution turn over, 3 distribution abuse test, 4 consumer complaints, dan 5 accelerated shelf-life testing ASLT Hariyadi 2004a. Nilai pustaka sering digunakan dalam penentuan awal atau sebagai pembanding dalam penentuan 18 produk pangan karena keterbatasan fasilitas yang dimiliki produsen pangan. Distribution turn over merupakan cara menentukan umur simpan produk pangan berdasarkan informasi produk sejenis yang terdapat di pasaran. Pendekatan ini dapat digunakan pada produk pangan yang proses pengolahannya, komposisi bahan yang digunakan, dan aspek lain sama dengan produk sejenis di pasaran dan telah ditentukan umur simpannya. Distribution abuse test merupakan cara penentuan umur simpan produk berdasarkan hasil analisis produk selama penyimpanan dan distribusi di lapangan, atau mempercepat proses penurunan mutu dengan penyimpanan pada kondisi ekstrim abuse test. Pada penentuan umur simpan berdasarkan komplain konsumen consumer complaints, produsen menghitung nilai umur simpan berdasarkan komplain atas produk yang didistribusikan. Untuk mempersingkat waktu, penentuan umur simpan dapat dilakukan dengan ASLT di laboratorium. Umur simpan produk susu fermentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bahan baku, formulasi produk, proses, pengisian, pengemasan, penyimpanan, distribusi, dan penanganan oleh konsumen. Man dan Jones, 1999. Syarief et al. 1989 menambahkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan makanan yang dikemas antara lain : 1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan O 2 dan kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan kimia internal dan fisik. 2. Ukuran kemasan dalam hubungan dengan volumenya. 3. Kondisi atmosfir terutama suhu dan kelembaban dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan. 4. Ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau, termasuk dari perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat.

2.8.1 Penentuan Umur Simpan

Menurut Arpah 2001, secara umum penentuan umur simpan dari produk pangan dilakukan dengan salah satu cara diantara tiga kategori, yaitu : 1. Percobaan dirancang dengan cara menentukan umur simpan produk yang ada. 2. Percobaan dirancang dengan cara mempelajari pengaruh faktor spesifik dan kombinasi dari berbagai faktor seperti suhu penyimpanan, bahan pengemas, atau bahan tambahan makanan. 3. Percobaan dilakukan untuk menentukan umur simpan dari produk yang sedang dikembangkan. Secara garis besar umur simpan dapat ditentukan dengan menggunakan metode konvensional extended storage studies, ESS dan metode akselerasi kondisi penyimpanan ASS atau ASLT Syarief et al., 1989. Setelah umur simpan produk pangan dapat diduga, kemudian ditetapkan waktu kadaluarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan, yaitu ESS dan ASS atau ASLT Floros dan Gnanasekharan 1993. Extended Storage Studies ESS Penentuan umur simpan produk dengan ESS, yang juga sering disebut sebagai metode konvensional, adalah penentuan tanggal kadaluarsa dengan cara menyimpan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya usable quality hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun pada awal penemuan dan penggunaan metode ini dianggap memerlukan waktu yang panjang dan analisis 19 parameter mutu yang relatif banyak serta mahal. Metode ESS sering digunakan untuk produk yang mempunyai masa kadaluarsa kurang dari 3 bulan. Accelerated Storage Studies ASS atau ASLT Penentuan umur simpan produk dengan metode ASS atau sering disebut dengan ASLT dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang dapat mempercepat proses penurunan mutu usable quality produk pangan. Salah satu keuntungan metode ASS yaitu waktu pengujian relatif singkat 3-4 bulan, namun ketepatan dan akurasinya tinggi. Kesempurnaan model secara teoritis ditentukan oleh kedekatan hasil yang diperoleh dari metode ASS dengan nilai ESS. Hal ini diterjemahkan dengan menetapkan asumsi-asumsi yang mendukung model. Variasi hasil prediksi antara model yang satu dengan yang lain pada produk yang sama dapat terjadi akibat ketidaksempurnaan model dalam mendiskripsikan sistem, yang terdiri atas produk, bahan pengemas, dan lingkungan Arpah 2001. 20

III. METODOLOGI PENELITIAN

3. 1 Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan kultur starter dan untuk produksi yoghurt simbiotik adalah adalah kultur starter cair Steptococcus thermophilus, Lactobacillus bulgaricus, Bifidobacterium longum, dan Lactobacillus acidophilus, susu sapi segar, bubuk kedelai instan, dan fruktosa. Sedangkan, bahan yang digunakan untuk analisis antara lain indikator PP, NaOH 0,1 N, aquades, media Lactose Broth, NaCl, dan alkohol. Alat yang digunakan dalam produksi sampai penyimpanan yoghurt simbiotik antara lain labu erlenmeyer, kapas, aluminium foil, autoklaf, pembakar bunsen, korek api, inkubator, jam, kompor gas, takaran, panci, pengaduk, termometer, kemasan, dan chiller. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk analisis antara lain labu erlenmeyer, buret, pipet Mohr, gelas ukur, tabung Durham, autoklaf, clean bench, pembakar bunsen, korek api, alkohol, jarum Ose, inkubator, dan sendok.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dimulai pada tanggal 11 Februari sampai dengan 14 Maret 2012. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorim Bioindustri, Pengemasan dan Laboratorium Organoleptik Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Darmaga Bogor. Pelaporan hingga ujian berlangsung dalam waktu dua bulan dimulai pada bulan Maret-April 2012. 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Pembuatan Yoghurt Simbiotik