Perubahan Mutu Yoghurt Simbiotik Selama Penyimpanan .1 Total Asam Tertitrasi

27 4.2 Perubahan Mutu Yoghurt Simbiotik Selama Penyimpanan 4.2.1 Total Asam Tertitrasi Total asam tertitrasi merupakan pengukuran semua asam, baik asam yang terdisosiasi maupun tidak terdisosiasi Frazier dan Westhoff, 1979. Dalam yoghurt, nilai tersebut sebanding dengan jumlah asam laktat. Hal tersebut disebabkan selama proses fermentasi yoghurt dengan menggunakan BAL dihasilkan asam laktat sebagai produk utamanya. Asam laktat yang dihasilkan ini menyebabkan penurunan pH susu atau meningkatkan keasaman susu. Kasein merupakan protein utama dalam susu yang terpengaruh oleh perubahan pH atau keasaman ini. Jika pH susu menjadi sekitar 4,6 atau lebih rendah, maka kasein tidak stabil dan terkoagulasi menggumpal dan membentuk gel yoghurt. Gel yoghurt ini berbentuk semi solid setengah padat dan menentukan tekstur yoghurt. Selain berperan dalam pembentukan gel yoghurt, asam laktat juga memberikan ketajaman rasa, rasa asam dan menimbulkan aroma khas pada yoghurt Koswara, 1995. Perubahan TAT pada penyimpanan suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Histogram perubahan TAT yoghurt simbioik pada penyimpanan suhu ruang. Hasil pengamatan total asam tertitrasi yoghurt simbiotik sebelum penyimpanan H-0 adalah 1,27 untuk semua sampel karena belum ada perlakuan jenis kemasan dan suhu penyimpanan. Penyimpanan yoghurt akan berpengaruh terhadap jumlah asam laktat yang dihasilkan. Setelah penyimpanan pada suhu ruang, terjadi peningkatan rata-rata nilai TAT sampai hari terakhir penyimpanan baik pada kemasan botol HDPE, PET, maupun gelas. Pada hari terakhir penyimpanan yaitu hari ke-3, nilai TAT yoghurt simbiotik pada kemasan gelas paling tinggi yaitu mencapai 2,012. Uji TAT yoghurt simbiotik pada suhu ruang dilakukan selama 3 hari penyimpanan karena nilai TAT terukur pada hari tersebut sudah melewati batas standar SNI yoghurt yaitu maksimal 2. Sedangkan pada kemasan HDPE dan PET, nilai TAT masih di bawah standar SNI tetapi hampir mencapai 2, yaitu masing-masing senilai 1,890 dan 1,994. Nilai TAT yoghurt simbiotik pada kemasan HDPE adalah yang paling rendah di akhir penyimpanan. Penyimpanan pada suhu ruang menyebabkan terjadinya peningkatan nilai TAT yang sangat cepat. Dalam tiga hari penyimpanan, nilai TAT yoghurt simbiotik hampir mencapai dan ada yang melewati batas maksimal standar SNI yoghurt untuk TAT yaitu 2. Hal ini terjadi karena suhu ruang ±28°C mendekati suhu optimal bagi pertumbuhan mikroba dalam susu. Menurut Winarno dan Ivone 2007, Lactobacillus bulgaricus tumbuh optimal pada suhu 45-47°C, Streptococcus thermophilus 28 pada suhu 37-42°C, Bifidobacterium longum pada suhu 37-41°C, dan Lactobacillus acidophilus pada suhu 35-38°C. Dengan penyimpanan pada suhu ruang yang paling mendekati suhu optimum pertumbuhannya, maka aktivitas kultur campuran Steptococcus thermophilus, Lactobacillus bulgaricus, Bifidobacterium longum dan Lactobacillus acidophilus tidak terhambat sehingga jumlah asam laktat yang dihasilkan juga meningkat dengan cepat sampai beberapa waktu tertentu. Dengan demikian, nilai TAT kadar asam laktat terukur juga meningkat dengan cepat. Histogram perubahan TAT yoghurt simbiotik selama penyimpanan pada suhu 2-4°C terlihat pada Gambar 8. Gambar 8. Histogram perubahan TAT yoghurt simbiotik pada suhu penyimpanan 2-4°C. Berdasarkan Gambar 8, dapat dilihat bahwa ketiga jenis kemasan menunjukkan kecenderungan nilai TAT yang meningkat selama penyimpanan dengan pola yang sama, namun lebih rendah dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu ruang. Pada hari terakhir penyimpanan, nilai TAT tertinggi adalah pada kemasan PET sebesar 1,445 sedangkan nilai TAT terendahnya pada kemasan gelas yaitu sebesar 1,429. Nilai TAT tertinggi selama penyimpanan suhu ini masih di bawah 1,5, yaitu yoghurt simbiotik dalam kemasan HDPE pada penyimpanan hari ke-7 dengan nilai TAT sebesar 1,454. Kisaran peningkatan nilai TAT yoghurt simbiotik pada suhu penyimpanan ini tidak terlalu besar, terutama pada kemasan PET dan gelas. Histogram perubahan TAT yoghurt simbiotik selama penyimpanan pada suhu 7-9°C terlihat pada Gambar 9. Gambar 9. Histogram perubahan TAT yoghurt simbiotik pada suhu penyimpanan 7-9 ᵒC. 29 Hasil pengamatan TAT yoghurt simbiotik sebelum penyimpanan H-0 adalah 1,27. Secara umum grafik nilai TAT cenderung meningkat dari awal sampai akhir penyimpanan, namun nilainya lebih tinggi daripada penyimpanan pada suhu 2-4°C tetapi lebih rendah dibandingkan penyimpanan pada suhu ruang ±28°C. Nilai TAT di hari terakhir penyimpanan pada suhu 7-9 ᵒC lebih dari 1,5 yaitu mencapai 1,782 pada yoghurt simbiotik dalam kemasan PET. Nilai TAT terendah pada akhir penyimpanan yaitu yoghurt dalam kemasan gelas sebesar 1,580. Laju peningkatan nilai TAT yoghurt simbiotik pada suhu 7-9°C lebih cepat daripada yang disimpan pada suhu 2-4°C, karena semakin rendah suhu penyimpanan, aktivitas bakteri asam laktat semakin terhambat dalam menghasilkan asam laktat sehingga berpengaruh terhadap nilai total asam tertitrasi. Secara keseluruhan, TAT tertinggi pada akhir penyimpanan dicapai oleh yoghurt simbiotik yang dikemas dengan botol gelas dan disimpan pada suhu ruang. Nilai TAT tersebut melebihi batas standar SNI yoghurt untuk TAT yaitu mencapai 2,012. Dari empat bakteri asam laktat yang digunakan, tiga diantaranya yaitu Streptococcus thermophilus, Lactobacillus bulgaricus, dan Lactobacillus acidophilus bersifat anaerob fakultatif hidup dengan sedikit oksigen atau tanpa oksigen sama sekali dan Bifidobacterium longum bersifat anaerob obligat hidup tanpa adanya oksigen. Pada bakteri yang bersifat anaerob fakultatif, adanya oksigen akan memacu metabolisme ke arah respiratif membentuk biomassa, sedangkan tanpa adanya oksigen, akan memacu metabolisme ke arah fermentatif untuk menghasilkan asam laktat. Oleh karena itu, dengan jumlah oksigen minimal, pertumbuhan BAL lebih optimal dan total asam laktat yang dihasilkan juga semakin banyak. Dari ketiga jenis kemasan yang digunakan, kemasan gelas memiliki permeabilitas terhadap oksigen yang paling rendah diikuti oleh PET kemudian HDPE. Oleh karena itu, dari setiap suhu penyimpanan, yoghurt simbiotik dalam kemasan gelas cenderung memiliki nilai TAT yang lebih tinggi diikuti oleh PET kemudian HDPE. Dari setiap jenis kemasan, penyimpanan yoghurt simbiotik pada suhu ruang paling tinggi diikuti oleh suhu 7-9°C kemudian 2-4°C. Dengan demikian, semakin tinggi suhu penyimpanan nilai TAT juga semakin cepat peningkatannya. Hal ini terjadi karena pada penyimpanan suhu ruang yang paling mendekati suhu optimal pertumbuhan, bakteri asam laktat dapat beraktivitas mengubah laktosa menjadi asam laktat dengan baik sehingga total asam laktat meningkat dengan cepat dan nilai TAT juga cepat peningkatannya. Sedangkan semakin rendah suhu penyimpanan, aktivitas bakteri untuk mengubah laktosa menjadi asam laktat terhambat sehingga peningkatan total asam laktat berjalan lambat dan nilai TAT juga lambat peningkatannya. Total asam akan meningkat selama penyimpanan Utami, 1995. Peningkatan total asam terjadi sebagai akibat aktivitas bakteri yang memecah laktosa yang ada dalam susu menjadi asam-asam organik, terutama asam laktat. Menurut Fardiaz 1992, bakteri asam laktat yang tergolong homofermentatif dapat mengubah lebih dari 85 glukosa atau heksosa lainnya menjadi asam laktat.

4.2.2 Total Koliform

Bakteri koliform tergolong ke dalam famili Enterobacteriaceae bersifat gram negatif, berbentuk batang, memfermentasi laktosa, fakultatif anaerob dan suhu optimumnya 37°C Buckle,et al.,1997. Menurut Jawetz dkk.1980, koliform terdiri dari Escherichia coli E. coli, Klebsiella, Enterobacter dan Citrobacter. Di dalam grup koliform ini Citrobacter memiliki sifat paling lambat memfermentasi laktosa, sehingga memerlukan waktu inkubasi lebih dari 24 jam bahkan sampai dua kali 24 jam. Koliform merupakan mikroba komensal atau sebagai flora normal yang terdapat dalam saluran pencernaan hewan dan manusia. Bakteri ini dipakai sampai sekarang dipakai sebagai indikator tingkat 30 sanitasi suatu produk bahan makanan maupun minuman yang dikonsumsi oleh hewan maupun manusia Suarjana, 2009. Uji keberadaan koliform dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya bakteri koliform dalam yoghurt simbiotik. Keberadaan koliform dapat dijadikan indikasi tingkat higienitas suatu produk pangan. Kelompok koliform mencakup bakteri yang bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif, batang gram negatif, dan tidak membentuk spora. Koliform memfermentasikan laktosa dengan pembentukan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35°C Lay, 1994. Untuk menduga jumlah koliform dalam sampel, digunakan metoda angka paling mungkin APM. Media yang digunakan dalam uji ini yaitu Lactose Broth. Dalam uji ini, setiap tabung yang menghasilkan gas dalam masa inkubasi diduga mengandung bakteri koliform. Uji dinyatakan positif bila terlihat gas dalam tabung Durham. Kemudian, tabung-tabung yang positif atau menghasilkan gas akan menunjukkan angka indeks, angka ini disesuaikan dengan Tabel APM untuk menentukan jumlah koliform dalam sampel Lay, 1994. Hasil pengujian total koliform pada suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Histogram perubahan total koliform selama penyimpanan suhu ruang Yoghurt simbiotik yang disimpan pada suhu ruang diuji keberadaan koliformnya mulai hari ke- 0 sampai hari ke-2 penyimpanan. Pengujian total koliform hanya dilakukan sampai hari ke-2 penyimpanan karena pada hari tersebut, total koliform untuk keseluruhan sampel sudah melebihi standar SNI yoghurt untuk total koliform yaitu 10 APMg SNI 2981, 2009. Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa pada H-0 penyimpanan, jumlah koliform pada sampel sebanyak 7 APMg. Seiring dengan lamanya penyimpanan, jumlah koliform semakin meningkat. Setelah penyimpanan satu hari pada suhu ruang, jumlah koliform pada kemasan HDPE sudah mencapai 15 APMg sehingga tidak dilakukan pengujian lagi pada hari ke-2, sedangkan pada kemasan PET dan gelas menurun. Penurunan koliform pada hari ke-2 dapat terjadi karena sampel tidak diambil dari satu botol kemasan yang sama, tetapi botol berbeda dengan jenis kemasan yang sama sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan kontaminasi koliform. Pada penyimpanan hari ke-2, jumlah bakteri koliform meningkat cepat hingga melebihi standar SNI yoghurt untuk koliform yaitu pada kemasan PET mencapai 27 APMg, sedangkan pada kemasan gelas mencapai 150 APMg yang merupakan jumlah koliform terbanyak dari 0 hari 1 hari 2 hari 31 ke tiga sampel selama penyimpanan. Hasil pengujian koliform selama penyimpanan suhu 2-4°C dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Histogram perubahan total koliform selama penyimpanan suhu 2-4°C. Uji koliform dilakukan setiap satu minggu sekali mulai dari hari ke-0 sampai hari ke-28 penyimpanan untuk yoghurt yang disimpan pada suhu dingin yaitu 2-4°C dan 7-9°C. Jumlah koliform sampel sebelum penyimpanan hari ke-0 adalah 7 APMg. Setelah penyimpanan pada suhu 2-4°C, terjadi perubahan nilai koliform yang bervariasi untuk kemasan yang berbeda. Yoghurt simbiotik dalam kemasan HDPE jumlah koliformnya masih memenuhi standar SNI sampai akhir penyimpanan yaitu sebanyak 3 APMg pada penyimpanan hari ke-28. Untuk kemasan PET dan gelas, jumlah koliformnya melebihi standar SNI pada hari ke-21 penyimpanan yaitu 11 APMg untuk kemasan PET dan 43 APMg untuk kemasan gelas. Oleh karena itu, yoghurt dalam kedua kemasan ini tidak dilakukan uji koliform lagi pada hari ke-28. Hasil pengujian koliform selama penyimpanan suhu 7- 9°C dapat dilihat pada Gambar 12. 0 hari 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari 32 Jumlah koliform sampel sebelum penyimpanan hari ke-0 adalah 7 APMg. Setelah Setelah penyimpanan pada suhu 7-9°C, secara umum total koliform mengalami peningkatan pada pengujian hari ke-21 penyimpanan meskipun pada dua pengujian sebelumnya total koliform mengalami penurunan. Hal ini dapat terjadi karena pengambilan sampel dilakukan pada botol yang berbeda dari pengujian awal sehingga memungkinkan adanya perbedaan jumlah kontaminasi koliform. Pada hari ke-21 penyimpanan, total koliform pada semua jenis kemasan mengalami peningkatan yaitu 15 APMg untuk kemasan HDPE, 28 APMg pada yoghurt simbiotik dalam kemasan PET, dan 36 APMg pada yoghurt simbiotik dalam kemasan gelas. Nilai ini sudah melebihi standar SNI yoghurt untuk koliform. Oleh karena itu, tidak dilakukan pengujian lagi pada hari ke-28 penyimpanan. Berdasarkan jenis kemasan, secara umum kisaran total koliform dari yang tertinggi sampai yang terendah pada setiap suhu penyimpanan yaitu gelas, PET, kemudian HDPE. Yoghurt simbiotik dalam kemasan gelas selalu memiliki jumlah koliform yang paling banyak pada semua suhu penyimpanan, terutama saat yoghurt disimpan dalam suhu ruang yang kandungan koliformnya mencapai 150 APMg. Bakteri koliform ada yang bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif. Berdasarkan jenis kemasan, pada kemasan gelas yang mempunyai permeabilitas oksigen terendah, pertumbuhan koliformnya paling cepat diikuti oleh PET kemudian HDPE seiring dengan peningkatan permeabilitasnya. Dengan demikian, koliform yang mengkontaminasi yoghurt simbiotik kemungkinan bersifat anaerobik fakultatif karena tumbuh memfermentasi laktosa lebih cepat pada keadaan sedikit oksigen yaitu dalam kemasan gelas. Fermentasi laktosa oleh koliform menghasilkan asam dan gas CO 2 dan H 2 , sehingga dari segi TAT, kemasan gelas mempunyai nilai yang paling tinggi diikuti oleh PET dan HDPE karena ada sumbangsi asam yang dihasilkan oleh cemaran koliform. Pada ketiga suhu penyimpanan, secara umum pada awal penyimpanan terjadi peningkatan total koliform yang lambat. Semakin lama disimpan terjadi peningkatan total koliform dengan cepat. Hal ini kemungkinan terjadi karena pada awal penyimpanan, viabilitas BAL mengalami peningkatan dan semuanya aktif bekerja memproduksi zat anti bakteri sehingga peningkatan total koliform menjadi lambat. Semakin lama disimpan, viabilitas BAL menurun sehingga terjadi peningkatan total koliform yang cepat. 0 hari 7 hari 14 hari 21 hari Gambar 12. Histogram perubahan total koliform selama penyimpanan suhu 7-9°C. 33 Berdasarkan suhu penyimpanan, secara umum kisaran total koliform terendah adalah yoghurt simbiotik yang disimpan pada suhu 2-4°C dan yang paling tinggi adalah pada yoghurt simbiotik yang disimpan pada suhu ruang. Pertumbuhan koliform paling cepat pada suhu ruang ±28°C karena mendekati suhu optimal pertumbuhannya yaitu 37°C. Jadi semakin rendah suhu penyimpanan, kisaran jumlah rata-rata koliform juga semakin rendah. Kandungan koliform yang paling rendah diantara ketiga kemasan tersebut adalah yoghurt simbiotik kemasan HDPE dalam suhu 2-4°C yang kandungan koliformnya 3 APMg pada hari terakhir penyimpanan. Bakteri koliform adalah jenis bakteri yang umum digunakan sebagai indikator penentuan kualitas sanitasi makanan dan air Servais, 2007. Habitat koliform adalah usus atau nonintestinal tanah, air dan mungkin meliputi: Escherichia coli, Aeromonas hydrophila, Enterobacter cloacae, Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter spesies. Jenis bakteri ini memfermentasi laktosa dengan menghasilkan asam dan gas apabila diinkubasi pada 35-37°C. Oleh karena itu, yoghurt pada penyimpanan suhu ruang yang paling dekat dengan suhu optimal pertumbuhannya, bakteri koliform dapat tumbuh dan melakukan fermentasi laktosa lebih baik daripada pada yoghurt yang disimpan pada suhu rendah.

4.2.3 Perubahan Mutu Organoleptik Selama Penyimpanan

Seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan, yoghurt simbiotik dapat mengalami penurunan mutu organoleptik. Mutu organoleptik yoghurt dalam SNI meliputi keadaan penampakan, bau, rasa, dan konsistensi. Keadaan yoghurt disebut normal ketika keadaan yoghurt seperti pada SNI 2981 tahun 2009 mengenai yoghurt yaitu penampakannya berupa cairan kental padat, baunya normalkhas yoghurt, rasanya asamkhas yoghurt, dan konsistensinya homogen. Jika yoghurt sudah tidak memenuhi kriteria tersebut, maka dikatakan tidak normal. Pengujian mutu organoleptik dilakukan sendiri tanpa menggunakan panelis. Hasil pengamatan mutu organoleptik selama penyimpanan suhu ruang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Pengamatan Mutu Organoleptik Selama Penyimpanan Suhu Ruang Suhu Hari Kemasan Penampakan Bau Rasa Konsistensi Ruang HDPE Normal Normal Normal Normal PET Normal Normal Normal Normal Gelas Normal Normal Normal Normal 1 HDPE Normal Tidak normal Tidak normal Tidak normal PET Normal Normal Normal Normal Gelas Normal Normal Normal Normal 2 HDPE Tidak normal Tidak normal Tidak normal Tidak normal PET Normal Tidak normal Tidak normal Normal Gelas Normal Tidak normal Tidak normal Normal 3 HDPE Tidak normal Tidak normal Tidak normal Tidak normal PET Tidak normal Tidak normal Tidak normal Tidak normal Gelas Normal Tidak normal Tidak normal Normal 34 Yoghurt simbiotik sebelum penyimpanan memiliki penampakan, bau, rasa, dan konsistensi yang normal. Setelah penyimpanan satu hari pada suhu ruang, yoghurt dalam kemasan HDPE sudah tidak normal dari segi bau, rasa, dan konsistensi sedangkan pada kemasan PET dan gelas semua kriteria masih dalam keadaan normal Tabel 9. Pada kedua kemasan ini, kondisi tidak normal mulai terjadi pada hari ke-2 penyimpanan yaitu dari segi bau dan rasa. Kondisi yang sama terjadi pada kemasan gelas pada hari ke-3 penyimpanan sedangkan pada kemasan PET semua kriteria sudah tidak normal seperti halnya dengan yoghurt dalam kemasan HDPE. Apabila salah satu kriteria telah ada yang tidak normal berarti sudah tidak memenuhi SNI yoghurt untuk keadaan organoleptik. Dengan demikian, yoghurt simbiotik yang paling cepat rusak adalah yang dikemas dalam plastik HDPE, kemudian PET dan gelas. Berdasarkan daya tembusnya, HDPE memiliki permeabilitas terhadap terhadap gas O 2 dan CO 2 dan uap air yang lebih tinggi dibandingkan PET dan gelas. Selain itu, dengan ditunjang oleh penyimpanan pada suhu ruang menyebabkan yoghurt dalam kemasan HDPE paling cepat mengalami kerusakan. Penyimpanan yoghurt dalam suhu ruang lebih banyak menimbulkan kerusakan mutu organoleptik dari segi bau dan rasa dibandingkan pada penampakan dan konsistensi. Hal ini disebabkan oleh aktivitas bakteri asam laktat dalam menghasilkan asam laktat pada suhu ruang yang lebih cepat dibandingkan saat disimpan pada suhu rendah sehingga mempengaruhi bau dan rasa yoghurt. Hasil pengamatan mutu organoleptik selama penyimpanan suhu 2-4°C dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil Pengamatan Mutu Organoleptik Selama Penyimpanan Suhu 2-4°C. Suhu Hari Kemasan Penampakan Bau Rasa Konsistensi 2-4°C HDPE Normal Normal Normal Normal PET Normal Normal Normal Normal Gelas Normal Normal Normal Normal 3 HDPE Normal Normal Normal Normal PET Normal Normal Normal Normal Gelas Normal Normal Normal Normal 7 HDPE Normal Normal Normal Normal PET Normal Normal Normal Normal Gelas Normal Normal Normal Normal 10 HDPE Normal Normal Normal Normal PET Normal Normal Normal Normal Gelas Normal Normal Normal Normal 14 HDPE Normal Normal Normal Normal PET Normal Normal Normal Normal Gelas Normal Normal Normal Tidak normal 21 HDPE Normal Normal Normal Tidak normal PET Normal Normal Normal Tidak normal Gelas Normal Normal Normal Tidak normal 28 HDPE Normal Normal Normal Tidak normal PET Normal Normal Normal Tidak normal Gelas Normal Normal Normal Tidak normal 35 Kondisi awal yoghurt sebelum penyimpanan adalah normal dari segi penampakan, bau, rasa, dan konsistensi. Berdasarkan hasil pengujian mutu organoleptik yang terlihat pada Tabel 10 di atas, yoghurt simbiotik dalam kemasan gelas mulai tidak normal pada hari ke-14 penyimpanan dari segi konsistensi. Kondisi ini terjadi pada yoghurt dalam kemasan HDPE dan PET mulai hari ke-21 penyimpanan. Kondisi yoghurt simbiotik yang disimpan pada suhu ini tidak normal pada segi konsistensi saja, sedangkan dari segi penampakan, bau dan rasa masih normal sampai hari terakhir penyimpanan yaitu H-28. Hal ini terjadi karena penyimpanan yoghurt pada suhu rendah dapat menghambat bakteri asam laktat dalam mengubah laktosa menjadi asam laktat. Hasil pengamatan mutu organoleptik selama penyimpanan suhu 7-9°C dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil Pengamatan Mutu Organoleptik Selama Penyimpanan Suhu 7-9°C. Kondisi awal yoghurt sebelum penyimpanan adalah normal dari segi penampakan, bau, rasa, dan konsistensi. Berdasarkan hasil pengujian mutu organoleptik yang terlihat pada Tabel 11 di atas, yoghurt simbiotik dalam kemasan HDPE mulai tidak normal pada hari ke-7 penyimpanan dari segi rasa dan konsistensi. Yoghurt dalam kemasan PET mulai menunjukkan kondisi tidak normal dari segi bau dan rasa pada hari ke-10 penyimpanan. Sedangkan yoghurt dalam kemasan gelas mulai tidak normal dari segi bau pada hari ke-21 penyimpanan. Penyimpanan yoghurt pada suhu ini juga lebih banyak menimbulkan perubahan mutu yoghurt dalam hal bau dan rasa seperti halnya dalam penyimpanan suhu ruang sehingga penyimpanan yoghurt pada suhu yang lebih rendah lebih disarankan. Suhu Hari Kemasan Penampakan Bau Rasa Konsistensi 7-9°C HDPE Normal Normal Normal Normal PET Normal Normal Normal Normal Gelas Normal Normal Normal Normal 3 HDPE Normal Normal Normal Normal PET Normal Normal Normal Normal Gelas Normal Normal Normal Normal 7 HDPE Normal Normal Tidak normal Tidak normal PET Normal Normal Normal Normal Gelas Normal Normal Normal Normal 10 HDPE Normal Tidak normal Tidak normal Tidak normal PET Normal Tidak normal Tidak normal Normal Gelas Normal Normal Normal Normal 14 HDPE Tidak normal Tidak normal Tidak normal Tidak normal PET Tidak normal Tidak normal Tidak normal Tidak normal Gelas Normal Normal Normal Normal 21 HDPE Tidak normal Tidak normal Tidak normal Tidak normal PET Tidak normal Tidak normal Tidak normal Tidak normal Gelas Normal Tidak normal Normal Normal 28 HDPE Tidak normal Tidak normal Tidak normal Tidak normal PET Tidak normal Tidak normal Tidak normal Tidak normal Gelas Normal Tidak normal Tidak normal Normal 36 Berdasarkan jenis kemasan, laju penurunan mutu organoleptik yang paling cepat adalah pada yoghurt simbiotik dalam kemasan HDPE pada penyimpanan suhu ruang dan 7-9°C, juga pada kemasan gelas saat disimpan pada suhu 2-4°C. Jika dilihat dari permeabilitanya, kemasan HDPE memliki permeabilitas terhadap gas dan uap air yang paling tinggi dibandingkan kemasan PET dan gelas sehingga lebih cepat mengalami kerusakan terutama pada suhu ruang dan 7-9°C. Sedangkan berdasarkan suhu penyimpanan, laju penurunan mutu yang paling cepat adalah yoghurt simbiotik yang disimpan pada suhu ruang. Laju penurunan mutu organoleptik semakin lambat saat suhu penyimpanan yoghurt simbiotik semakin rendah. Dengan demikian, suhu penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan mutu organoleptik.

4.3 Penentuan Umur Simpan Yoghurt Simbiotik