Saat ini pasokan bahan baku minyak sawit cukup melimpah, karena perkebunan kelapa sawit sudah cukup lama diusahakan dalam skala besar
dan berkembang dengan baik. Pengembangan tetap perlu dilakukan karena selama ini minyak sawit banyak digunakan sebagai bahan baku industri,
baik industri pangan minyak goreng maupun non pangan oleokimia. Penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel tentunya
mempertegas hal tersebut. Harapannya, konsumsi minyak sawit untuk biodiesel tidak akan mengganggu ketersediaan minyak sawit untuk pangan
dan oleokimia pada masa yang akan datang.
2.2. Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar alternatif terbarukan yang dapat dihasilkan dari minyak nabati maupun lemak hewani Ma dan Hanna 2001.
Karakteristik minyak nabati tidak memungkinkan penggunaannya secara langsung sebagai bahan bakar sehingga diperlukan suatu proses untuk
mengubah minyak nabati menjadi bahan bakar Korus et al. 2000, dimana salah satu contohnya adalah biodiesel. Biodiesel memiliki sifat menyerupai
minyak diesel solar sebagaimana disajikan pada Tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2 Perbandingan sifat biodiesel dan solar
No Sifat Fisiko-kimia
Biodiesel Solar
1 Komposisi
Metil ester dari asam lemak
Hidrokarbon 2
Massa jenis mgml 0,8624
0,8750 3
Viskositas kinematik
pada 40
o
C, mm
2
s cSt 5,55
4,0 4
Titik kilat oC 172
98 5
Angka setana 62,4
53 6
Kadar air 0,1
0,3 7
Tenaga mesin
yang dihasilkan
128.000 BTU 130.000 BTU
8 Putaran mesin
Sama Sama
9 Pelumasan
Lebih tinggi Lebih rendah
10 Emisi CO,
jumlah hidrokarbon, SO2
dan nitro oksida CO,
jumlah hidrokarbon
dan SO2 lebih tinggi
Biodiesel
Lanjutan Tabel 2.2
No Sifat Fisiko-kimia
Biodiesel Solar
Lebih rendah 11 Handling
Kurang mudah
terbakar Lebih
mudah terbakar
12 Lingkungan Toksisitas rendah
Toksisitas 10 kali lebih tinggi
Sumber : Gafar 2001 dalam Mariana 2005.
Pada prinsipnya, proses pembuatan biodiesel sangat sederhana. Biodiesel dihasilkan melalui proses transesterifikasi minyak atau lemak
dengan alkohol. Alkohol akan menggantikan gugus alkohol pada struktur ester minyak dengan dibantu oleh katalis. NaOH dan KOH adalah katalis
yang umum digunakan. Minyaklemak + metanoletanol
metil esteretil ester + gliserin
Proses transesterifikasi bertujuan untuk menurunkan viskositas kekentalan minyak, sehingga mendekati nilai viskositas minyak diesel.
Nilai viskositas yang tinggi akan menyulitkan pemompaanpemasukan bahan bakar dari tangki ke ruang bahan bakar mesin dan menyebabkan
atomisasi lebih sulit terjadi, hal ini mengakibatkan pembakaran yang kurang sempurna dan akan menimbulkan endapan pada nosel. Proses atau reaksi
transesterifikasi ini bisa dilihat pada Gambar 2.6 sedangkan diagram alir proses pembuatan biodiesel satu tahap transesterifikasi bisa dilihat pada
Gambar 2.7.
Gambar 2.6 Reaksi Transesterifikasi
Gambar 2.7 Diagram alir proses pembuatan biodiesel satu tahap transesterifikasi Hambali et al. 2010
Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, lemak binatang, dan ganggang. Pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel
memiliki beberapa kelebihan, diantaranya sumber minyak nabati mudah diperoleh, proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati mudah dan cepat,
serta tingkat konversi minyak nabati menjadi biodiesel tinggi mencapai 95. Minyak nabati memiliki komposisi asam lemak berbeda-beda
tergantung dari jenis tanamannya. Zat-zat penyusun utama minyak-lemak nabati maupun hewani adalah trigliserida, yaitu trimester gliserol dengan
asam-asam lemak C8-C24. Komposisi asam lemak dalam minyak nabati
Recovery Metanol
Recovery Metanol Bahan baku
dengan kadar FFA 5
Pemanasan Transesterifikasi
KOH Metanol
Pencampuran
Separasi
Gliserol Crude Biodiesel
Kasar Sludge
Purifikasi Purifikasi
Biodiesel Refined Gliserol
akan menentukan sifat fisiko-kimia minyak. Sifat minyak-lemak nabati dari kelapa, sawit, kapas dan jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3 Sifat minyak-lemak nabati kelapa, sawit, kapas dan jarak pagar Minyak
Massa jenis,
20°C, KgLiter
Viskositas kinematika
20°C, cSt
DHc, MJKg
Angka Setana
Titik awan
kabut, °C
Titik tuang,
°C
Kelapa 0,915
30 37,10
40-42 28
23-26 Sawit
0,915 60
36,90 38-40
31 23-40
Kapas 0,921
73 36,80
35-50 -1
2 Jarak
pagar 0,920
77 38,00
23-41 2
-3
Sumber : Vaitilingom et al. 1997
Biodiesel juga merupakan salah satu sumber energi yang terbarukan, biodegradable,
serta mempunyai
beberapa keuntungan
apabila dibandingkan dengan petroleum diesel. Kandungan sulfur dan karbon pada
biodiesel relatif rendah sehingga penggunaan biodiesel dapat mengurangi karbonmonoksida dan sulfur pada emisinya. Artinya, biodiesel sawit yang
berasal dari bahan baku yang dapat diperbarui ini akan mereduksi efek gas rumah kaca dan pemanasan global sehingga lebih ramah terhadap
lingkungan. Biodiesel dapat digunakan langsung sebagai bahan bakar pada mesin
diesel tanpa adanya modifikasi mesin atau dalam bentuk campuran dengan petroleum diesel pada berbagai konsentrasi dari 5 persen sampai 50 persen.
Karena sifatnya yang biodegradable, biodiesel sangat cocok untuk digunakan di perairan sebagai bahan bakar kapal atau perahu, baik untuk
komersial maupun rekreasi. Aplikasi lainnya adalah bahan bakar bus dan kendaraan umum perkotaan.
Biodiesel dapat digunakan dalam bentuk murni atau dicampur dalam berbagai rasio dengan petrodiesel. Campuran paling umum adalah 20 bagian
biodiesel : 80 bagian petrodiesel atau sering disebut B20. Semakin banyak jumlah biodiesel dalam campuran, maka emisi gas buang yang dihasilkan
semakin baik. Penggunaan minyak sawit secara langsung untuk menggantikan solar tidak disarankan karena dapat menghasilkan senyawa
plastis semi padat dari gliserin yang bisa mengganggu kerja mesin. Selama pembakaran, minyak sawit akan terurai menjadi asam lemak dan gliserin
yang selanjutnya berubah menjadi senyawa plastis dan membentuk deposit yang bisa mengganggu kerja pompa injector. Guna menghilangkan
gangguan mesin ini, minyak sawit dikonversi terlebih dahulu menjadi metil ester atau biodiesel. Proses konversi bisa dilakukan lewat transesterifikasi
minyak sawit dengan metanol sehingga dihasilkan gliserin dan metil ester seperti yang sudah dijelaskan. Metil ester ini kemudian dipisahkan dan
dicuci untuk menjadi biodiesel yang siap digunakan. Produk samping dari proses ini, yaitu gliserin merupakan bahan baku industri yang sangat luas
penggunaannya, mulai dari bahan kosmetika, sabun hingga farmasi dan obat.
Menurut Kementerian Perindustrian, sampai tahun 2011 terdapat sekitar dua puluh perusahan yang memproduksi biodiesel. Diantara
produsen-produsen biodiesel tersebut yaitu PT Wilmar Bioenergi Indonesia PT WBI merupakan produsen terbesar di Indonesia. Kapasitas terpasang
PT WBI mencapai satu juta tontahun sedangkan kapasitas terpasang dari produsen terbesar kedua yaitu PT Cemerlang Energi Perkasa PT CEP
mencapai 400 ribu tontahun. Beberapa diantara produsen biodiesel yang memiliki kapasitas terbesar dapat dilihat pada Tabel 2.4. Menurut data dari
PT Pertamina dan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia APROBI, sampai dengan tahun 2011 kapasitas produksi biodiesel Indonesia mencapai 4,28
juta kiloliter sedangkan produksi aktualnya hanya sekitar 1,73 juta kiloliter. Dengan demikian rasio produksi aktual dibandingkan dengan potensinya
hanya 0,4 atau dengan kata lain produksi biodiesel Indonesia baru 40 dari kapasitas terpasangnya.
Tabel 2.4 Enam produsen biodiesel terbesar di Indonesia
No Nama Perusahaan
Lokasi Kapasitas
tonTahun 1
PT Wilmar Bio Energi Indonesia Dumai
1.050.000 2
PT Cemerlang Energi Perkasa Dumai, Riau
400.000 3
Musim Mas Group Kab Deli Serdang
70.000 Batam
350.000 4
PT Pelita Agung Agrindustri Bengkalis, Riau
200.000 5
PT Darmex Biofuel Bekasi
150.000 6
PT Petro Andalan Nusantara Dumai
150.000 Sumber: Industri Hilir Kelapa Sawit Indonesia, Kementerian Perindustrian.
Produksi biodiesel Indonesia mayoritas ternyata untuk pasar ekspor. Hal ini terlihat dari data yang ada dari PT Pertamina dan Kementerian
Energi dan Sumberdaya Mineral yang menunjukkan bahwa pada tahun 2011 pemanfaatan biodiesel dalam negeri hanya sekitar 350 ribu kiloliter
sedangkan ekspornya mencapai 1,3 juta kiloliter. Hal ini berarti biodiesel untuk ekspor mencapai hampir 80 dari total produksi biodiesel nasional.
Perkembangan produksi biodiesel Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.8 berikut.
Gambar 2.8 Produksi biodiesel Indonesia
500.000 1.000.000
1.500.000
2009 2010
2011
KL
Tahun
Produksi Biodiesel Indonesia
Dalam Negeri Ekspor
2.3. Minyak Goreng
Minyak goreng merupakan salah satu bahan makanan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, baik yang berada di
pedesaan maupun di perkotaan. Oleh karena itu, minyak goreng dapat pula dikategorikan sebagai komoditas yang cukup strategis, karena pengalaman
selama ini menunjukkan bahwa kelangkaan minyak goreng dapat menimbulkan dampak ekonomis dan politis yang cukup berarti bagi
perekonomian nasional. Minyak goreng yang dikonsumsi masyarakat, pada masa sebelum orde
baru dan sampai pada awal pembangunan jangka panjang PJP I, didominasi oleh jenis minyak goreng asal kelapa. Semenjak semakin
meningkatnya produksi kelapa sawit pada tahun 1970-an, minyak goreng yang berasal kelapa tergeser oleh minyak goreng yang berasal dari kelapa
sawit. Dibandingkan dengan minyak kelapa sawit, minyak kelapa mengandung lemak jenuh dalam jumlah yang relatif tinggi. Rendahnya
lemak jenuh dalam minyak sawit dikarenakan produksi minyak sawit yang melalui proses pemanasan dan pengepresan.
Pengembangan industri hilir perlu dilakukan agar nilai tambah kelapa sawit ini dapat dinikmati di dalam negeri. Salah satu industri hilir yang
menggunakan minyak kelapa sawit ini adalah industri minyak goreng. Industri minyak goreng merupakan konsumen terbesar dari minyak kelapa
sawit CPO nasional. Menurut data dari Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia
GIMNI, kapasitas terpasang industri minyak goreng Indonesia mencapai 15,4 juta ton. Di Indonesia, ada sekitar 31 pelaku usaha skala besar di
industri minyak goreng dan mayoritas berlokasi di daerah Sumatera Utara. Daftar pelaku usaha terbesar industri refineryminyak goreng di Indonesia
dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Pelaku usaha terbesar industri refineryminyak goreng di Indonesia
No Nama Perusahaan
Lokasi Kapasitas
Terpasang TonTahun
1 PT. Agrindo Indah Persada
Medan - Sumut 120.000
2 PT. Agro Makmur Raya
Medan - Sumut 300.000
3 PT. Berlian Eka Sakti
Tangguh Medan - Sumut
225.000 4
PT. Bintang Tenera Medan - Sumut
30.000 5
PT. Wilmar Nabati Indonesia Medan - Sumut 1.800.000
6 PT. Indah Pontjan
Medan - Sumut 90.000
7 PT. Indo Karya Internusa
Medan - Sumut 300.000
8 PT. Intibenua Perkasatama
Medan - Sumut 780.000
9 PT. Musim Mas
Medan - Sumut 750.000
10 PT. Nagamas Palmoil Lestari Medan - Sumut 780.000
11 PT. Nubika Jaya Medan - Sumut
300.000 12 PT. Pacific Palmindo
Industri Medan - Sumut
420.000 13 PT. Permata Hijau Sawit
Medan - Sumut 180.000
14 PT. Socfin Indonesia Medan - Sumut
99.000 15 PT. Smart Tbk
Medan - Sumut 120.000
16 PT. Mitra Perkasa Palm Oil Medan - Sumut
120.000 17 PT. Multimas Nabati Asahan Asahan - Sumut
750.000 18 PT. Sawit Asahan Tetap
Utuh Asahan - Sumut
15.000 19 PT. Pamina Adolina
Pebaungan – Sumut
90.000 20 PT. Incasi Raya
Padang - Sumbar 300.000
21 PT. Sari Dumai Sejati Dumai - Riau
450.000 22 PT. Sinar Alam Permai
Palembang - Sumsel 900.000
23 PT. Kurnia Tunggal Nugraha Jambi 90.000
24 PT. Asianagro Agung Jaya Marunda- Jakarta
1.000.000 25 PT. Smart Tbk
Marunda- Jakarta 300.000
26 PT. Mikie Oleo Nabati Industri
Bekasi - Jabar 300.000
27 PT. Royal Cikampek - Jabar
300.000 28 PT. Hasil Abadi
Surabaya - Jatim 300.000
29 PT. Megasurya Mas Sidoarjo - Jatim
450.000 30 PT. Multi Nabati Sulawesi
Bitung - Sulut 240.000
31 PT. Smart Tbk Kalimantan Barat
300.000 Lain-lain
3.201.000
Total 15.400.000
Sumber : GIMNI, 2011 Agribisnis minyak goreng secara umum berdasarkan definisi
Sumaryanto dan Rantetena 1996, merupakan keseluruhan rangkaian