Biaya Variabel Biaya Investasi

surplus berharga tidak nol. Sebaliknya, bila dual berharga tidak nol, nilai slack atau surplus berharga nol. Sementara itu, hasil output LINDO juga menyediakan informasi yang digunakan untuk analisis sensitivitas atau what if analysis. Adapun output yang terdapat di dalam LINDO yaitu : Tabel 14 Nilai sensitivitas kombinasi scenario usaha dengan LINDO Variabel Koefisien Batas Peningkatan Batas Penurunan X 1 49.849998 0.000000 INFINITY X 2 69.800003 INFINITY 69.80003 X 3 57.090000 0.000000 INFINITY X 4 87.709999 0.000000 INFINITY X 5 130.92999 INFINITY 130.92999 Sensitivtas nilai RHS tersedia tiga bagian yaitu current RHS, allowable increase dan allowable decrease. Current RHS menjelaskan input yang tersedia dalam usaha pembenihan dan pembesaran lele dumbo. Allowable increase dan allowable decrease yaitu peningkatan atau penurunan kapasitas input yang dapat mempengaruhi keuntungan usaha pembenihan dan pembesaran lele dumbo. Nilai RHS menunjukan bila kapasitas dinaikan ataupun diturunkan berapa saja, tidak akan mengubah keuntungan. Hal ini dikarenakan kombinasi skenario 2 dan 5 sudah pada kondisi optimum dibandingkan dengan dua skenario lainnya. Sementara itu, untuk analisis sensitivitas objective coefficient ranges menjelaskan bahwa kombinasi 1 dan 4 atau 2 dan 4 atau 3 dan 4 dapat terpilih bila hasil NPV nya melebihi kombinasi 2 dan 5. Adapun pengujian seberapa besar skenario 2 dan 5 dapat tergantikan oleh kombinasi skenario yang lain dilakukan dengan menggunakan analisis switching value untuk melihat persentase volume output atau harga output dapat dinaikan serta biaya pakan dapat ditekan agar kombinasi skenario 2 dan 5 dapat tergantikan. Analisis Pascaoptimal Kombinasi optimal yang dipilih berdasarkan hasil zero-one integer yaitu kombinasi skenario 2 dan skenario 5 dimulai dari indukan sampai menghasilkan lele ukuran konsumsi. Namun, dari hasil uji sensitivitas objective coefficiect ranges yang terdapat pada software LINDO, skenario 1, 3 dan 4 sangat sensitive. Bila skenario 1, 3 dan 4 untuk volume output, harga output dinaikan ataupun biaya pakan dapat ditekan maka kombinasi skenario 2 dengan 5 dapat digantikan. Skenario 1 dan 3 dibandingkan dengan skenario 2, sementara skenario 4 dibandingkan dengan Skenario 5. Penentuan batas minimal volume output, harga output dan biaya pakan dapat diuji dengan menggunakan analisis switching value. Hasil analisis switching value dapat dilihat pada tabel 15. Tabel 15 Analisis Switching Value pada Skenario 1, 3 dan 4 No Parameter Skenario 1 Skenario 3 Skenario 4 1 Kenaikan Vol Output 8.02 7.54 8.73 2 Kenaikan Harga Output 8.02 7.54 8.73 3 Penurunan Biaya Pakan - - 28.12 Tabel 15 menjelaskan skenario 1 menunjukan volume output dapat ditingkatkan minimal sebesar 8.02 dengan cara menekan mortalitas minimal sebesar 1.54. Begitu pula dengan harga output, dapat dinaikan minimal sebesar 22.06 dari harga Rp 300 per ekor menjadi Rp 324.06 per ekor sehingga NPV nya sebesar Rp 69 806 199.24 yang lebih besar dari skenario 2 yang dapat dilihat pada lampiran 9. Sementara, untuk biaya pakan tidak sensitive terhadap perubahan NPV. Skenario 3 menunjukan volume output dapat ditingkatkan minimal sebesar 7.54 dengan cara menekan mortalitas secara keseluruhan minimal sebesar 6.38. Begitu pula dengan harga output, dapat dinaikan minimal sebesar 14.197 dari harga Rp 25 per ekor benih 1-2 cm menjadi Rp 26.89 per ekor benih 1-2 cm dan Rp 300 per ekor benih 12 cm menjadi Rp 322.62 per ekor benih 12 cm. sehingga NPV nya dapat melebihi skenario 2 yaitu sebesar Rp 69 815 796.56 yang dapat dilihat pada lampiran 10 . Sementara, untuk biaya pakan tidak sensitive terhadap perubahan NPV. Skenario 4 menunjukan volume output dapat ditingkatkan minimal sebesar 8.73 dengan cara menekan mortalitas minimal sebesar 8.73. Begitu pula dengan harga output, dapat dinaikan minimal sebesar 8.73 dari harga Rp 20 000kg menjadi Rp 21 746 per kg sehingga dapat menghasilkan NPV yang lebih besar dibandingkan dengan skenario 4 yaitu sebesar Rp 130 978 129.72 yang dapat dilihat pada lampiran 11. Sementara, untuk biaya pakan secara keseluruhan dapat ditekan menjadi 28.12 yang menyebabkan NPV pada skenario 4 lebih besar dibandingkan skenario 5 yaitu sebesar Rp 130 943 078.67 yang dapat dilihat pada lampiran 12. Tabel 15 menjelaskan bahwa kombinasi skenario 2 dan 5 sangat sensitive. Apabila skenario 1 dan 3 yang merupakan sector pembenihan meningkat harga outputnya Rp 25 sampai Rp 50 per ekornya saja untuk benih 12, sementara yang lain bersifat cateris paribus, maka skenario 1 dan 3 dapat menggantikan posisi skenario 2. Begitu juga dengan skenario 5 yang tambahan peningkatan harga outputnya Rp 1 000 sampai R 2 000 per kilogramnya saja dapat dengan mudah menggantikan skenario 4. Hal ini yang menyebabkan pemilihan kombinasi menjadi sensitive. Begitu pula dengan hasil volume output baik skenario 1 ataupun 3 yang tertera pada tabel 15, jika terdapat kenaikan volume output antara 8 sampai 10 persen saja, skenario 1 atau 3 dapat menggantikan pilihan untuk memilih skenario 2 di sector pembenihan. Volume output dapat ditingkatkan dengan cara menekan mortalitas tingkat kematian di sector pembenihan lele dumbo antara 2 sampai 7 persen. Penekanan mortalitas misalnya saja dengan pemberian pakan yang sesuai dengan SOP sehingga tidak terjadi kelebihan pemberian pakan yang dapat menimbulkan penyakit bagi lele dumbo dan tidak terjadi kekurangan pakan yang dapat menyebabkan kanibalisme pada ikan. Di samping itu, pengairan juga disesuaikan dengan kondisi kolam yaitu pengisian air ¾ dari tinggi kolam, agar persediaan oksigen di dalam air cukup untuk ikan bernafas Ramli 2009. Berbeda halnya dengan pengaruh biaya pakan pada sector pembenihan. Biaya pakan yang menurun pun tidak memberikan pengaruh besar bahkan tidak dapat mengubah pilihan untuk memilih skenario 2 dibandingkan skenario lainnya karena persentase biaya pakan yang tidak terdefinisi. Padahal biaya pakan menyumbang lebih dari 60 biaya operasional budidaya lele dumbo di sector pembenihan Amalia 2014. Kondisi ini menyebabkan biaya pakan tidak dapat dijadikan sebagai faktor berubahnya pilihan. Sementara itu, tidak hanya dilihat dari kapan skenario 1 atau 3 dapat menggantikan pilihan skenario 2 dan skenario 4 dapat menggantikan skenario 5, namun juga dianalisis juga dari sisi skenario 2 dan skenario 5. Kombinasi skenario 2 dan 5 dapat tergantikan oleh kombinasi yang lain dilihat dari penurunan harga atau volume output dan kenaikan biaya pakan. Skenario 5 dapat tergantikan oleh skenario lain yang bergerak di sektor pembesaran yaitu skenario 4 bila hasil NPV pada skenario 5 berada dibawah NPV skenario 4. Dari sisi volume dan harga output, skenario 5 dapat tergantikan bila volume atau harga output turun sebesar 7.73 yang dapat dilihat pada lampiran 13. Dari sisi biaya pakan, skenario 5 dapat tergantikan bila biaya pakan meningkat sebesar 23.94 dengan syarat skenario lain ceteris paribus yang dapat dilihat pada lampiran 14. Bila kondisi ini terjadi, pilihan kombinasinya adalah kombinasi skenario 2 dengan 4 yaitu dimulai dari indukan yang menghasilkan benih 1-2 cm dan 12 cm yang kemudian benih 12 cm digunakan untuk pembesaran lele konsumsi sementara benih 1-2 cm dijual ke konsumen pembesaran. Di samping itu, untuk skenario 2 dapat tergantikan oleh skenario lain yang bergerak di sektor pembenihan yaitu skenario 1 dan 3 bila hasil NPV pada skenario 2 berada dibawah NPV skenario 3. Dari sisi volume dan harga output, skenario 2 dapat tergantikan oleh skenario 3 bila volume atau harga output turun sebesar 3.36 yang dapat dilihat pada lampiran 15. Dari sisi biaya pakan, skenario 2 dapat tergantikan bila biaya pakan meningkat sebesar 20.72 dengan syarat skenario lain ceteris paribus yang dapat dilihat pada lampiran 16. Bila kondisi ini terjadi, pilihan kombinasinya adalah kombinasi skenario 3 dengan 5 yaitu dimulai dari pembelian benih 1-2 cm yang menghasilkan benih 12 cm yang kemudian benih 12 cm tersebut digunakan untuk pembesaran lele konsumsi sementara benih 1-2 cm dijual ke konsumen pembesaran. Namun, apabila kombinasi ini terjadi, Pokdakan Jumbo Lestari tidak sepenuhnya mandiri karena masih tergantung dengan pemasok benih 1-2 cm yang berada di daerah Cogrek, Kecamatan Ciseeng, Bogor.

7. RENCANA PENGEMBANGAN BISNIS

Pengembangan bisnis budidaya lele yang dimulai dari indukan sampai menghasilkan lele konsumsi yang kemudian kembali dibudidayakan untuk menghasilkan indukan memerlukan kelembagaan yang kuat, yang bisa memperkuat kelembagaan ekonomi pertanian di pedesaan. Untuk itu diperlukan pendekatan yang efektif agar para pembudidaya dapat memanfaatkan program pembangunan yang ada secara berkelanjutan, melalui penumbuhan rasa memiliki, partisipasi, dan pengembangan kreativitas, yang disertai dukungan masyarakat lainnya sehingga dapat berkembang dan dikembangkan oleh seluruh masyarakat di pedesaan. Rancangan pengembangan bisnis budidaya lele dumbo dilihat; 1 Aspek manajemen dan penguatan kelompok pembudidaya ikan; 2 Aspek teknis mencakup penggunaan input – input, layout produksi yang baik; 3 Aspek pasar mencakup produk, harga, promosi dan tempat; dan 4 Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan. Perencanaan Aspek Manajemen dan Penguatan Kelompok Pembudidaya Ikan Pengkajian aspek manajemen pada budidaya lele dumbo yang telah terintegrasi secara keseluruhan hampir sama dengan sebelum integrasi, hanya saja terdapat pengaturan dan pembagian kerja tambahan yaitu tmeliputi struktur organisasi dan pembagian kerja, pengelolaan dalam penguatan kelompok pembudidaya ikan. Struktur organisasi pada pengembangan bisnis lele dumbo yang telah terintegrasi berbeda dengan struktur yang telah ada. Khususnya pada bagian seksi – seksi aktivitas bisnis. Seksi produksi kini terbagi menjadi dua bagian yaitu produksi di sektor benih dan pembesaran. Hal ini bertujuan agar aktivitas bisnis yang dilakukan tersistematis. Jumlah total anggota dalam Pokdakan Jumbo Lestari terdiri dari 28 orang. 18 orang bertugas menangani sektor pembenihan dan 10 orang bertugas menangani sektor pembesaran. Jumlah pembenihan lebih banyak dibandingkan dengan sektor pembesaran dikarenakan penanganan di sektor pembenihan diperlukan kerja yang intensif agar risiko kegagalan dapat dikurangi. Seksi saprotan dan produksi tidak hanya bertanggung jawab pada sektor pembenihan saja, namun juga pembesaran lele dumbo. Seksi pemasaran kini terbagi menjadi dua bagian yaitu pemasaran untuk sector pembenihan yang nantinya akan dipasarkan ke Pasar Ciseeng, Parung dan Gunung Sindur. Sementara untuk sektor pembesaran dipasarkan ke restoran dan Pasar Parung. Sektor pemasaran dan humas bekerjasama dalam penyebaran informasi terkait dengan penggunaan media informasi berupa internet dan perbaikan tugu lele yang merupakan symbol sentra lele di Desa Babakan. Pokdakan Jumbo Lestari terbentuk atas investor aktif yang merupakan anggota dalam pokdakan tersebut. Adapun investor aktif yang menanamkan modal sekaligus mengelola Pokdakan Jumbo Lestari yaitu Pak Iwan selaku ketua, Jaka Arip Rahman selaku wakil ketua dan Arta Wijaya selaku Bendahara. Pokdakan Jumbo Lestari tidak hanya sebagai tempat singgah pembudidaya untuk memasarkan ikan saja, akan tetapi juga berfungsi sebagai penyedia dana dari dan untuk pembudidaya, wadah sebagai tempat pemberian bantuan indukan karena bantuan indukan dapat diperoleh oleh pembudidaya dengan syarat pembudidaya tersebut termasuk dalam suatu pokdakan yang aktif. Pengembangan bisnis lele dumbo juga memerlukan kemampuan pokdakan yang kuat. Pokdakan yang memiliki fungsi sebagai wadah kerjasama antar anggota dan dengan pihak lain, sebagai unit produksi, dengan berkelompok maka usaha yang dilakukan secara individu dapat mencapai skala ekonomi baik dari segi kuantitas, kualitas dan kontinuitasnya. Pokdakan juga merupakan tempat belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anggota. Oleh sebab itu, penguatan pokdakan kelompok pembudidaya ikan sangat diperlukan untuk membangun sinergi antar pembudidaya ikan dan antar pokdakan dalam rangka mencapai efisiensi usaha. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan kemampuan pokdakan dilakukan pembinaan dan pendampingan oleh penyuluh perikanan. Pengembangan pokdakan diarahkan pada penguatan pokdakan menjadi kelembagaan pembudidaya ikan yang kuat dan mandiri. Upaya penguatan pokdakan menjadi kelembagaan pembudidaya ikan yang kuat dan mandiri meliputi: a. Melaksanakan pertemuanrapat anggota, rapat pengurus yang diselenggarakan secara berkala dan berkesinambungan sebanyak 3 kali dalam sebulan; b. Disusunnya rencana kerja kelompok yang diselenggarakan oleh para pelaksana sesuai dengan kesepakatan bersama dan setiap akhir penyelenggaraan dilakukan evaluasi secara partisipatif; c. Memiliki aturannorma yang disepakati dan ditaati bersama; d. Memiliki pencatatanpengadministrasian organisasi yang rapih; e. Memfasilitasi kegiatan-kegiatan usaha bersama di sektor hulu sampai hilir; f. Memfasilitasi usaha tani secara komersial dan berorientasi pasar; g. Sebagai sumber pelayanan informasi dan teknologi untuk usaha para pembudidaya umumnya dan anggota pokdakan khususnya; h. Menumbuhkan jejaring kerjasama antara pokdakan dengan pihak lain dalam bentuk kemitraan; Upaya tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif bagi Pokdakan Jumbo Lestari baik berupa manfaat teknis, sosial dan ekonomi. Manfaat teknis yang didapat antara lain memudahkan pola pengaturan produksi, mempercepat proses alih teknologi, memudahkan penyediaan sarana produksi. Manfaat sosial yang didapat antara lain jaminan keamanan dalam berusaha mempercepat dan memperluas proses pembelajaran, meningkatkan peran dalam pembangunan perikanan, mempermudah pembinaan dan memperlancar proses pemberdayaan, meningkatkan rasa kebersamaan dan kemandirian, menumbuhkan jiwa kepemimpinan, dan meniadakan kecemburuan sosial. Manfaat ekonomi meliputi memperkuat posisi tawar dalam hal penentuan, fluktuasi dan kestabilan harga, meningkatkan efisiensi usaha dan pemasaran, membuka akses permodalan serta menciptakan skala ekonomi yang layak untuk pasar. Adanya integrasi yang dimulai dari indukan sampai dengan lele ukuran konsumsi dan kembali lagi menjadi indukan diharapkan dapat meningkatkan kemandirian pembudidaya ikan lele sehingga tidak lagi tergantung pada bantuan indukan yang diberikan oleh pemerintah, pasokan benih dari luar pokdakan, akan tetapi dapat menghasilkan indukan dan benih secara mandiri. Perencanan Aspek Teknis Pada aspek teknis ini akan membahas lokasi usaha, proses produksi, dan analisis aspek teknis. Secara keseluruhan, aspek teknis yang dilakukan hampir sama dengan aspek teknis pada pembenihan lele yang telah dijalankan selama ini oleh Pokdakan Jumbo Lestari. Perbedaannya dari sisi aspek teknis pada usaha lele yang telah terintegrasi yaitu pada penggunaan inputnya berupa pakan, proses produksi dan layout produksi usaha lele yang ditambah dengan penggunaan kolam untuk pembesaran dan untuk pemeliharaan indukan. Pada usaha pembesaran ikan lele, bahan baku berupa benih ikan lele ukuran 12 cm yang berasal dari usaha pembenihan ikan lele yang dijalankan oleh pokdakan itu sendiri. Bahan baku lain seperti pakan, Pokdakan Jumbo Lestari membelinya dari pedagang pakan ikan yang ada di Pasar Parung, Bogor. Pak Iwan selaku ketua pokdakan berlangganan membeli pakan benih ikan lele maupun ikan lele konsumsi di kios pakan Pak Erwin yang terletak di Pasar Parung. Jarak Pasar Parung tidak terlalu jauh karena hanya membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit. Frekuensi pembelian pakan ini dilakukan sebanyak 1 kali dalam seminggu. Pada segmen pembesaran ikan lele, pakan yang diperlukan oleh Pokdakan Jumbo Lestari untuk produksi ikan lele konsumsi adalah pellet apung Pelet L1, Pelet L2, Pelet L3 dan pellet tenggelam MG Pelet, dimana Pokdakan Jumbo Lestari memiliki 10 kolam pembesaran. Pelet apung merupakan pellet yang digunakan pada pemeliharaan ikan lele konsumsi, sedangkan pellet tenggelam merupakan pellet yang digunakan untuk masa pembobotoan ikan lele konsumsi. Pelet apung bersifat mengapung yang berfungsi untuk masa pertumbuhan ikan lele dari ukuran 12 cm menjadi lele konsumsi. Pelet apung terdiri atas Pelet L1, Pelet L2 dan Pelet L3. Pelet L1 merupakan pellet yang berdiameter 1 mm. Pelet L1 diberikan untuk benih ukuran 12 cm dengan umur 1 sampai 7 hari semenjak benih ikan lele dimasukan ke dalam kolam pembesaran. Pelet L2 merupakan pellet yang berdiameter 2 mm yang diberikan pada lele yang berumur 8 sampai 15 hari. Pelet L3 adalah pellet yang berdiameter 3 mm yang diberikan pada ikan lele berumur 16 sampai 22 hari dan untuk MG Pelet diberikan kepada ikan lele berumur setelah 22 hari. Adapun kebutuhan pakan ikan lele konsumsi yang dibutuhkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari untuk segmen pembesaran ikan lele konsumsi dalam 10 kolam selama 1 periode proses pembesaran dilihat pada tabel 16 Tabel 16 Kebutuhan rata – rata pakan pembesaran ikan lele konsumsi Satu Kali Proses Produksi 1 kolam No Jenis Pakan Jumlah Satuan Harga per satuan Rp Nilai Rp 1 Pelet L1 12.06 Kg 6 000 72 380.99 2 Pelet L2 20.64 Kg 7 000 144 463.27 3 Pelet L3 76.54 Kg 8 500 650 622.90 4 MG Pelet 249.14 Kg 5 000 1 245 685.06 Total 358.38 2 113 152.22 Di samping itu, perlengkapan yang ditambah setelah dilakukan integrasi usaha yaitu 4 kolam indukan, 1 kolam pemeliharaan benih yang digunakan untuk memproduksi benih kembali menjadi indukan, 7 kolam sortir dan 10 kolam pembesaran. Budidaya lele dumbo yang telah terintegrasi melewati beberapa tahapan yang dapat mendukung berjalannya proses produksi. Adapun tahapan alur proses produksi dimulai dari pemilihan indukan yang berkualitas dan sudah dalam kondisi matang gonad artinya telur sudah siap dibuahi. Setelah itu, dilakukan pemberokan dan pemijahan yang dimaksudkan untuk mengawinkan induk betina dan jantan. Proses selanjutnya adalah penetasan telur. Umunya telur yang telah ditetas sampai menjadi larva mortalitasnya mencapai 5 sampai dengan 10. Setelah itu, proses pemeliharaan benih yang membutuhkan waktu 45 sampai dengan 60 hari untuk sampai ukuran 12 cm. Setelah mencapai ukuran 12 cm, benih tersebut disortir untuk dipisahkan antara benih yang dijual dan benih yang dibudidayakan kembali. Benih yang dibudidayakan, kemudian dipindahkan ke kolam pembesaran. Setelah lele telah mencapai ukuran lele konsumsi, proses selanjutnya adalah pengemasan atau pengepakan untuk dijual ke konsumen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 1. Budidaya lele yang telah terintegrasi antara pembenihan dan pembesaran juga memerlukan perencanaan lokasi dalam aktivitas bisnisnya. Ketersediaan luas lahan untuk kolam sebesar 1500 m 2 . Sebelum terintegrasi lahan yang digunakan seluas 432 m 2 , sementara untuk integrasi memerlukan luasan kolam tambahan untuk pembesaran yaitu 788 m 2 . Adapun rancangan layout yang akan dibuat guna meningkatkan efisiensi dalam aktivitas bisnisnya dapat dilihat pada gambar 10 Keterangan gambar : A : Kantor Pokdakan G : Kolam pemijahan 5 buah B : Gudang penyimpanan peralatan H : Kolam pemeliharaan induk 3 buah C : Gudang penyimpanan pakan I : Sumursumber air D : Kolam pembesaran ikan lele 10 buah J : Dapur E : Kolam sortir 8 buah K : Saung F : Kolam penetasan 38 buah L : Kolam pemeliharaan calon induk Gambar 10 Layout produksi pembenihan dan pembesaran lele dumbo Gambar 10 memaparkan perencanaan lokasi yang dirancang untuk mendukung aktivitas bisnis lele. Kolam yang digunakan terdiri dari kolam pemijahan induk 5 buah, kolam kolam penetasan 38 buah, kolam sortir 8 buah, kolam pembesaran ikan lele 10 buah, dan kolam pemeliharaan induk 3 buah. Lokasi budidaya lele juga dirancang untuk dekat dengan sumber air seperti sumur ataupun sungai agar ketersediaan air tetap terjaga. Rancangan layout produksi yang tertera pada gambar 8 bertujuan untuk memudahkan aktivitas bisnis budidaya lele dumbo yang awalnya dimulai dari pencatatan input – input yang masuk, kemudian input tersebut diletakan di dalam gedung penyimpanan peralatan, kemudian input berupa pakan dipisahkan dan disimpan di gedung penyimpanan pakan. Sementara untuk kolam pemijahan indukan diletakkan di dekat kolam penetasan agar mudah dalam pengangkutan benih – benih yang diperoleh di kolam pemijahan. Setelah benih diperoleh, barulah dimasukkan ke dalam kolam penetasan, sampai berukuran 12 cm, setelah itu benih disortir di kolam sortir yang lokasinya dekat dengan kolam pembesaran. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pemindahan benih yang akan dibesarkan di kolam pembesaran. Kemudian benih yang diletakkan di kolam pembesaran nantinya juga akan disortir untuk dipilih mana yang akan dijual dan mana yang akan dijadikan calon indukan karena indukan betina hanya mampu digunakan maksimal 4 tahun. Dibuatnya kolam calon