Penentuan Aktivitas dalam Fungsi Tujuan
4. Periode yang dibutuhkan dari penetasan benih hingga berukuran 12 cm yaitu 8
minggu, sementara periode yang dibutuhkan dari awal penetasan sampai dengan ukuran lele konsumsi yaitu 90 hari atau 3 bulan.
5. Luasan kolam dibedakan atas luasan kolam untuk indukan, luasan kolam untuk
pemijahan, luasan kolam untuk pendederan dan luasan kolam untuk pembudidayaan. Adapun luasan kolam untuk indukan biasanya 2x5 meter dengan kedalam 1.5 meter
yang dapat memuat 60 ekor indukan, untuk pemijahan 2x4 meter dengan kedalam 1 meter, untuk luas kolam pendederan pembenihan 2x4 meter dengan kedalaman 50
cm, dan untuk luasan kolam budidaya yaitu 4x5 meter dengan kedalaman 1 meter yang dapat menampung benih ukuran 12 cm sebanyak 5000 ekor untuk pembesaran.
6. Indukan lele dumbo memproduksi telur berkisar 20.000 sampai 30.000 butir telur per
kg dengan derajat penetasan telur lebih dari 80. 7.
Nilai Feeding Convertion Rate FCR lele dumbo yaitu 0.8 kg pakan artinya untuk menghasilkan 1 kg daging dibutuhkan 0.8 kg pakan.
8. Output berupa benih lele ukuran 12 cm dihitung berdasarkan ekor yang
dikonversikan ke dalam 1 an bobot Kg yaitu 1 Kg benih ukuran 12 cm sama dengan 16 ekor benih lele. Sementara untuk 1 Kg lele konsumsi sama dengan 8 ekor
9. Tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi
dalam satu musim tanam, baik yang berasal dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Dalam teknis perhitungan, digunakan konversi tenaga kerja dengan cara
membandingkan tenaga kerja pria sebagai ukuran baku. Tenaga kerja wanita dikonversi ke dalam HKP dengan angka konversi yang diperoleh dari hasil
pembagian antara rata
– rata upah tenaga kerja wanita dengan rata – rata upah tenaga kerja pria.
10. Produksi total adalah total produksi pada sebidang kolam dengan luas lahan tertentu dalam satu musim tanam, yang diukur dalam satuan kilogram lele.
11. Benih lele 12 cm dan lele konsumsi dijual dalam wujud hidup, artinya tidak ada proses pemtongan di Pokdakan Jumbo Lestari. Bobot akhir benih 12 cm dan lele
konsumsi saat penjualan dinyatakan dalam satuan kg bobot hidup. 12. Benih lele ukuran 12 cm yang dijual adalah 20-25 dari total produksi benih 12 cm,
sementara sisanya digunakan untuk budidaya lele konsumsi. 13. Penerimaan Pokdakan Jumbo Lestari dalam penelitian ini merupakan penerimaan
yang bersumber dari penjualan benih 12 cm dan lele konsumsi. Penerimaan ini merupakan hasil kali antara harga jual Rpkg bobot hidup dan total bobot akhir yang
dijual kg bobot hidup. Penerimaan yang bersumber selain dari penjualan benih 12 cm dan lele konsumsi tidak diperhitungkan dalam model yang dikembangkan dalam
penelitian ini.
14. Biaya produksi yang diperhitungkan dalam model yang dikembangkan pada penelitian ini merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian indukan,
pembayaran upah tenaga kerja dinyatakan dalam satuan rupiah per ekor dan pembelian pakan, pembelian pupuk kandang, pembelian obat
– obatan yang dinyatakan dalam rupiah per kg.
15. Model optimalisasi ini adalah model linear, sehingga keseluruhan koefisien yang digunakan dalam model memenuhi asumsi dasar program linear, yaitu linearitas,
proporsionalitas, additivitas, divisibilitas, dan deterministik.
5 GAMBARAN UMUM
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Ciseeng terletak di posisi utara wilayah Kabupaten Bogor dengan luas wilayah sekitar 4 147 Ha dengan batas
– batasnya meliputi: Sebelah utara
: Kecamatan Gunung Sindur Sebelah selatan
: Kecamatan Kemang dan Rancabungur Sebelah barat
: Kecamatan Rumpin Sebelah timur
: Kecamatan Parung Kecamatan Ciseeng memiliki hamparan permukaan wilayah berbentuk bidang
pendataran mencapai 59 dan bidang bergelombang berbentuk perbukita tumpul diperkirakan mencapai 41. Dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar 34
– 117 meter, serta memiliki kemiringan lereng berkisar antara 0
– 5. Iklim wilayah Kecamatan Ciseeng seperti keadaan umum wilayah Kabupaten Bogor yang beriklim tropis, terdiri dari
dua musim hujan dan kemarau. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk ke dalam tipe A sangat basah dan tipe B basah. Temperature udara harian rata
– rata berkisar antara 18
– 34 C, dan jumlah curah hujan rata
– rata pertahun berkisar 2 500 – 5 000 mm. hal ini menyebabkan Kecamatan Ciseeng memiliki deposit air yang banyak baik
di permukaan tanah maupun bawah tanah. Salah satu daerah yang berpotensi dalam pengembangan kawasan minapolitan
khususnya pembenihan lele yang berada di Kecamatan Ciseeng yaitu Desa Babakan. Desa Babakan memiliki potensi sumber daya alam yang cukup potensial untuk pengembangan
usaha budidaya perikanan. Lokasi pembenihan memiliki topografi sebagian datar dan sedikit bergelombang dengan kemiringan 5-8, ketinggian tempat 125 m dari permukaan
laut. Curah hujan selama lima tahun terakhir rataan 296.9 mmtahun, dimana curah hujan tertinggi terjadi pada Januari dan terendah pada September. Kondisi demikian sesuai
dengan persyaratan pengembangan budidaya lele. Jenis tanah termasuk dalam tanah latosal coklat kemerahan, pH tanah pada lahan sawah 5-6.5 dan lahan darat 5-6. Dengan jumlah
penduduk Desa Babakan 14 074 orang, kurang lebih 70 bermata pencaharian bidang perikanan. Desa Babakan memiliki potensi wilayah perikanan seluas 131 Ha, dengan
jumlah pembenih 875 orang yang diantaranya merupakan 173 pembenih lele dumbo.
Luas wilayah Desa Babakan yaitu 456 442 Ha dengan batas wilayah adalah sebagai berikut:
Sebelah utara : Desa Parigi Mekar dan Desa Ciseeng
Sebelah Selatan : Desa Tegal Kec. Kemang dan Desa Cibeuteung Udik
Sebelah Barat : Desa Putat Nutug dan Desa Cibeuteung Muara
Sebelah Timur : Desa Iwul Kec. Parung dan Desa Jampang Kec. Kemang
Letak Desa Babakan berada pada ketinggian 100 m dari permukaan laut. Peruntukan luas wilayah Desa Babakan tertera pada tabel 3
Tabel 3 Komposisi peruntukan luas wilayah Desa Babakan No
Peruntukan Luas Ha
Presentase 1
Jalan 2 470
0.54 2
Sawah dan ladang 109 270
23.93 3
Empang 167 000
36.58 4
Pemukiman 160 760
35.22 5
Perkuburan 6 180
1.35 6
Lain – lain
10 762 2.41
Jumlah 456 662
100.00
Sumber : Monografi Desa Babakan 2013
Peruntukan empang memiliki presentase paling besar yaitu 36,58 yang digunakan untuk budidaya pembenihan lele yang menyebabkan Desa Babakan sebagai kawasan
minaplitan. Namun, peruntukan sawah dan lading akan diali fungsikan sebagai kolam dan tambak. Hal ini disebabkan karena pertimbangan seperti :
1. Rencana pengembangan kawasan minapolitan di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor
2. Lahan sawah dan ladang dianggap kurang produktif oleh masyarakatnya 3. Belum optimalnya peran kelembagaan tani
4. Belum optimalnya penanganan pasca panen dan peamsaran 5. Rendahnya kualitas dan ketersediaan infrasturkur serta sarana pertanian
Kondisi Desa Babakan memiliki karakteristik lahan yang sangat cocok untuk budidaya perikanan khususnya pembenihan lele. Bentang wilayah yang terdiri dari
dataran rendah, aliran sungai dan bantaran sungai menyebabkan penyediaan air terjamin. Letak kawasan yang dekat dengan pasar ikan, pertokoan dan lainnya. Jarak dari pusat
pemerintahan desa ke pemerintahan kecamatan adalah 3 km dan jarak ke ibukota kabupaten adalah 30 km menyebabkan kondisi tersebut dapat memberikan pengaruh besar
pada perkembangan potensi perikanan di Desa Babakan.
Kondisi Demografis Lokasi Penelitian Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin
Komposisi penduduk Desa Babakan menurut jenis kelamin pada tahun 2013 dapat digambarkan sebagai berikut, jumlah penduduk laki
– laki sebanyak 6 834 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 6 292 jiwa. Dengan demikian berdasarkan gender dapat
dikatakan jumlah pendudukan laki – laki lebih besar yaitu 52.06 dibandingkan jumlah
penduduk perempuan sebesar 47.94. Komposisi Penduduk Berdasarkan Struktur Usia
Komposisi penduduk Desa Babakan berdasarkan usia pada tahun 2013 sangat bervariasi. Data tersebut juga memperlihatkan bahwa jumlah penduduk terbanyak berada
pada usia 19 – 50 tahun. Jumlah penduduk usia produktif yaitu pada usia 19 – 50 tahun
sebesar 6 608 jiwa atau sekitar 50.34 persen. Jumlah penduduk berdasarkan usia dilihat pada tabel 4
Tabel 4 Jumlah penduduk Desa Babakan berdasarkan usia No Golongan Usia tahun
Jumlah jiwa Persentase
1 – 6
1 681 12.81
2 7
– 12 1 218
9.28 3
13 – 18
2 347 17.88
4 19
– 50 6 608
50.34 5
51 – 79
771 5.87
6 80
501 3.82
Jumlah 13 126
100.00
Sumber : Monografi Desa Babakan 2013
Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencahariaan Pada tahun 2013, jumlah penduduk bekerja berdasarkan lapangan usaha sebanyak
4 130 orang. Jumlah tersebut sebesar 1 032 orang atau sekitar 9.69 bekerja sebagai pedagang, 1 045 jiwa atau sekitar 25.30 yang keduanya merupakan mata pencaharian
yang paling diminati di Desa Babakan. Mata pencaharian utama di Desa Babakan yang mempunyai kontribusi paling besar dan menjadi landasan untuk menyambung hidup
masyarakat yang dapat dilihat pada tabel 5
Tabel 5 Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok No
Bidang Usaha Jumlah jiwa Presentase
1 Pembudidaya
1 045 25.30
2 Pengusaha
74 1.79
3 Pengrajin
233 5.64
4 Buruh Bangunan
223 5.39
5 Buruh Industri
1 032 24.99
6 Pedagang
126 29.99
7 Pengemudi jasa
32 0.77
8 Pegawai Negeri Sipil
191 4.62
9 TNIPOLRI
6 0.15
10 Pensiunan
67 1.62
11 Lain
– lain 1
0.02 Jumlah
4 130 100.00
Sumber : Monografi Desa Babakann 2013
Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Kondisi sosial pendidikan masyarakat cenderung masih sangat rendah, sebagaimana ditunjukan antara lain sebagian besar tamatan SD sebesar 46, buta huruf
11.04, tidak tamat SD 20.08, tamatan SLTP 37, tamatan SMA 16 dan tamatan perguruan tinggi masih sangat sedikit yaitu 1. Desa Babakan ditinjau dari sisi pendidikan
jauh lebih maju dibandingkan dengan desa lainnya yang dibuktikan dengan banyaknya penduduk yang mengembang pendidikan yang tertera pada tabel 6
Tabel 6 Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Babakan 2013 No
Tingkat Pendidikan Jumlah orang
Presentase 1
Buta huruf 18
0.14 2
Belum sekolah 1 452
11.06 3
Tidak tamat sekolah 2 431
18.52 4
Tamat SD 3 585
27.31 5
Tamat SMP 2 990
22.78 6
Tamat SMA 2 435
18.55 7
Tamat Diploma 119
0.91 8
Tamat Sarjana 88
0.67 9
Tamat Master 8
0.06 Jumlah
13 126 100.00
Sumber : Monograf Desa Babakan, 2013
Tabel 6 menunjukan komposisi penduduk dengan tingkat pendidikan di Desa Babakan dengan presentase pendidikan tertinggi berada pada tamat SD. Pendidikan
berpengaruh terhadap kemampuan sumber daya manusianya dalam menyerap teknologi baru. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menyerap teknologi baru.
Gambaran Umum Usaha Lele Dumbo
Keragaan Usaha Lele Dumbo di Pokdakan Jumbo Lestari Pokdakan UPR Unit Pembenihan Rakyat Jumbo Lestari merupakan sebuah
kelompok pembudidaya ikan yang bergerak di bidang pembenihan ikan lele dumbo, yang terletak di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Pokdakan ini didirikan
pada tahun 2005, dan memperoleh Surat Keputusan SK yang dikeluarkan secara resmi oleh kelurahan dan kecamatan setempat serta tercatat di Dinas Perikanan Kabupaten Bogor
pada tahun 2010, dengan nomor SK 52009KptsHuk2010. Pendirian Pokdakan ini dilatarbelakangi oleh ketidakpastian harga jual benih lele dumbo dan sulitnya akses
terhadap bantuan dari pemerintah.
Ketidakpastian harga jual benih lele yang dihadapi pembudidaya dikarenakan pembudidaya memasarkan benih lele secara sendiri
– sendiri, sehingga mereka tidak memiliki posisi tawar yang kuat terhadap pembeli. Berdasarkan permasalahan yang
dihadapi, beberapa orang pembudidaya berinisiatif membentuk kelompok pembudidaya ikan yang diberi nama Kelompok Pembudidaya Ikan Pokdakan Unit Pembenihan Rakyat
UPR Jumbo Lestari. Tujuan dari pendirian Pokdakan ini adalah sebagai wahana untuk memasarkan benih lele dumbo secara bersama, agar memiliki posisi tawar yang kuat,
sehingga mendapat kepastian harga, selain itu, juga memfasilitasi akses bantuan-bantuan yang berasal dari pemerintah.
Pokdakan UPR Jumbo Lestari pada awal pendiriannya beranggotakan sepuluh orang, seiring dengan berjalannya waktu dan meningkatnya permintaan lele menyebabkan
pokdakan ini terus mengalami penambahan jumlah anggota menjadi 15 orang. Skenario pembenihan lele dumbo yang dijalankan masih bersifat tradisional, yaitu dilakukan pada
ruang terbuka dan menggunakan media pemeliharaan berupa kolam tanah atau yang sering disebut sebagai empang. Waktu yang diperlukan untuk memproduksi benih dalam satu
siklus yang dimulai dari pemberian pupuk, obat
– obatan, pemijahan, penetasan,
pendederan sampai dengan panen ukuran 12 cm sekitar 80 – 90 hari. Pemasaran hasil
biasanya dilakukan secara berkelompok, yaitu kepada produsen pembesaran lele dumbo wilayah Cogrek, Parung, dan Gunung Sindur.
Benih ikan lele yang dijual dengan harga yang bervariasi antara Rp 150 – 300ekor.
Benih yang biasanya dijual ke sektor pembesaran umumnya berukuran 12 cm dengan harga Rp 300ekor. Harga ditetapkan berdasarkan dengan mekanisme pasar, yaitu kesepakatan
antara penjual dan pembeli, dengan mengacu pada harga pasar. Sistem pembayaran yang diterapkan ada yang secara tunai dan ada juga yang dengan tempo selama tiga hari.
Peningkatan permintaan lele konsumsi di sekitar lingkungan UPR Jumbo Lestari membuat kebutuhan akan benih juga mengalami peningkatan. Adanya peluang akan lele konsumsi
ini, membuat pembudidaya banyak yang beralih ke sektor pembesaran karena dianggap lebih menguntungkan dibandingkan dengan sektor pembenihan. Di samping itu, risiko
yang dialami pembenihan juga lebih besar yaitu lebih dari 50 sementara untuk pembesaran mencapai 35 yang lebih kecil risikonya. Adanya peralihan ini, menyebabkan
usaha pembenihan lele dumbo mengurangi intensitas penjualan benih dan lebih memilih untuk membesarkan benih tersebut sampai pada ukuran lele konsumsi.
Ketika pembudidaya lele dumbo di Desa Babakan telah beralih ke sektor pembesaran, pembudidaya tersebut mengalami kendala pula dalam hal pasokan benih
untuk menutupi kebutuhan permintaan lele konsumsi. Kekurangan pasokan benih juga dialami oleh wilayah Cogrek, Parung, dan Gunung Sindur yang merupakan konsumen bagi
sektor pembenihan Desa Babakan. Hal ini menyebabkan ketiga wilayah tersebut mengalami kendala pasokan dan harus mencari sumber pasokan baru yang ternyata
menimbulkan biaya lebih tinggi. Padahal, benih merupakan kebutuhan utama bagi sektor pembesaran.
Disisi lain, pembenih yang beralih ke sektor pembesaran tidak selalu mengalami keuntungan dikarenakan pembenih tersebut juga dihadapkan pada pesaing baru di sektor
pembesaran dan biaya transportasi untuk memasarkan lele ukuran konsumsi juga menjadi lebih besar dibandingkan dengan pembudidaya yang hanya pada sektor pembenihan.
Kondisi ini menyebabkan Penyuluh Perikanan Kecamatan Ciseeng dan Ketua Pokdakan Jumbo Lestari melakukan program integrasi antara pembenihan dan pembesaran lele
dumbo yang diharapkan dapat memberikan keuntungan di masing
– masing sektor. Sehingga, mulai Januari 2014, Pokdakan Jumbo Lestari melakukan integrasi antara usaha
pembenihan dan pembesaran dengan jumlah anggotanya bertambah menjadi 28 orang. Penambahan anggota ini yang berjumlah 13 orang berasal dari masyarakat Desa Babakan
yang beralih ke sektor pembesaran.
Integrasi antara pembenihan dan pembesaran yang dilakukan oleh Pokdakan Jumbo Lestari diharapkan dapat menstabilkan kondisi produksi di wilayah Babakan. Skenario
integrasi yang dilakukan oleh Pokdakan Jumbo Lestari yaitu tetap menghasilkan benih 12 cm dan lele konsumsi. Benih 12 cm ini nantinya akan dijual ke ketiga wilayah konsumen
benih yaitu Cogrek, Parung dan Gunung Sindur, sementara untuk lele konsumsi akan dijual di lingkungan Desa Babakan dan Pasar Ikan di Parung.
Karakteristik pembudidaya responden
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan usahatani yaitu faktor internal berupa karakteristik dari pembenih lele. Kinerja pembenih sebagai pengelola akan
mempengaruhi hasil usahatani. Pembenih lele yang dijadikan responden berjumlah 28 orang. Karakteristik pembenih meliputi usia, luas lahan, tingkat pendidikan dan tingkat
pengalaman. Usia Responden
Pembudidaya responden dalam penelitian ini memiliki usia yang beragam antara 30 sampai dengan 60 tahun. Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa presentase usia tertinggi
berada pada usia 41 sampai 45 tahun, dengan presentase sebesar 50. Presentase usia terendah berada pada rentang usia 51 sampai 55 tahun dengan presentase sebesar 3,57
dari total responden. Hal ini menunjukan bahwa tingginya minat penduduk yang berada pada usia produktif untuk memilih mata pencaharian sebagai pembudidaya lele. Usia
produktif dengan rentang usia 30 sampai 50 tahun merupakan usia yang paling tepat untuk menjalankan aktifitas
– aktifitas bekerja seperti membudidayakan lele karena secara fisik masih baik dan memiliki semangat yang tinggi, serta rentang usia tersebut pada umumnya
seseorang yang memiliki kewajiban untuk menghidupi keluarga. Tabel 7 Karakteristik pembudidaya responden di Pokdakan Jumbo Lestari berdasarkan usia
No Kelompok Usia
tahun Jumlah orang Presentase
1 30
– 35 4
14.29 2
36 – 40
7 25.00
3 41
– 45 14
50.00 4
46 – 50
- -
5 51
– 55 1
3.57 6
56 – 60
2 7.14
Total 28
100.00 Pembudidaya lele responden banyak tersebar di rentang usia 30 sampai 50 tahun.
Responden pada rentang usia ini sudah bekerja sebagai pembudidaya lele dumbo sejak masih remaja dan bertahan hingga saat ini. Pembudidaya dengan usia 51 sampai dengan 60
tahun umumnya memiliki anak laki – laki yang sudah cukup dewasa. Namun diduga para
pembudidaya tidak memberikan pengajarannya kepada anak – anaknya terkait budidaya
lele, sehingga jarang ditemui pembudidaya lele dumbo di bawah 30 tahun. Selain itu, hamper sebagian besar penduduk yang berusia di bawah 30 tahun lebih tertarik untuk
mencari pekerjaan di kota seperti Bogor atau Jakarta, dibandingkan harus bekerja sebagai pembudidaya lele.
Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan diasumsikan akan mempengaruhi pola pikir dan tingkat penyerapan teknologi. Pembudidaya dengan tingkat pendidikan yang tinggi dianggap akan
mampu mengaplikasikan ilmunya lebih banyak daripada pembudidaya yang hanya
mengenyam pendidikan sekolah dasar. Pembudidaya yang mengenyam pendidikan yang lebih tinggi juga diasumsikan akan lebih mudah dalam menerima suatu hal yang baru, yang
akan mempengaruhi cara pembudidaya dalam melakukan budidaya lele dumbo nya. Akan tetapi, terdapat beberapa kasus, pembudidaya dengan tingkat pendidikan rendah tetapi
memiliki pengalaman cukup lama, mampu bersaing dengan pembudidaya yang memiliki pendidikan tinggi namun hanya memiliki sedikit pengalaman.
Tingkat pendidikan pembuddidaya lele dumbo di UPR Jumbo Lestari sebagian besar adalah lulusan sekolah dasar. Sebagian besar pembudidaya leele dumbo dan
masyarakat di Desa Babakan hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar dan tidak melanjutkan ke jenjang selanjutnya karena berbagai alasan diantaranya adalah alasan
finansial. Umumnya setelah lulus sekolah dasar, masyarakat lebih memilih untuk membantu rang tua daripada harus melanjutkan pendidikannya. Hal tersebut merupakan
salah satu alasan sebagian besar responden di UPR Jumbo Lestari. Rendahnya tingkat pendidikan yang dienyam oleh responden mempengaruhi cara budidaya yang dilakukan.
Hal ini terlihat pada kondisi usahatani di lokasi penelitian, dimana pembudidaya lele pada umumnya melakukan skenario budidaya lele berdasarkan budaya turun
– temurun atau berdasarkan pengalaman dalam berusahatani. Hal ini menyebakan responden menjadi
cukup sulit untuk menerima panduan yang diberikan oleh penyuluh perikanan mengenai budidaya lele yang baik dan benar. Di samping itu pula, skenario budidaya lele dumbo
masih menggunakan cara tradisional, meskipun sudah banyak diberikannya mesin – mesin
perikanan dan prasarana lainnya. Pembudidaya lele dumbo diharapkan memiliki tingkat pendidikan yang cukup
tinggi. Namun, berdasarkan kondisi di lokasi penelitian, responden yang merupakan lulusan SMA hanya satu orang dari total pembudidaya lele dumbo di UPR Jumbo Lestari.
Sebaran tingkat pendidikan pembudidaya lele dumbo dapat dilihat pada tabel 8 Tabel 8 Sebaran umum tingkat pendidikan pembudidaya lele dumbo di Pokdakan Jumbo
Lestari
No Tingkat Pendidikan
Jumlah orang Presentase
1 Tamat SD
20 71.43
2 Tamat SMP
7 25.00
3 Tamat SMA
1 3.57
Total 28
100.00 Tingkat Pengalaman Responden
Pengalaman dalam membudidayakan lele dumbo dari responden diukur dalam satuan tahun, yang menggambarkan waktu yang telah digunakan oleh responden dalam
melaksanakan usahatani lele dumbo hingga saat ini. Pengalaman dalam membudidayakan lele diasumsikan akan mempengaruhi keterampilan dari seseorang pembudidaya.
Pembudidaya lele yang telah memiliki banyak pengalaman dianggap akan lebih unggul daripada yang belum memiliki pengalaman. Hal tersebut dapat terjadi karena pembudidaya
dengan pengalaman yang cukup lama diasumsikan memiliki waktu belajar yang cukup banyak, sehingga pembudidaya tersebut dapat belajar secara langsung dari setiap kejadian
yang terjadi selama melakukan budidaya. Pelajaran dari pengalaman sebelumnya akan
membuat pembudidaya mampu mengatasi masalah yang serupa yang mungkin akan terjadi dalam skenario budidaya selanjutnya. Sebaran pengalaman dalam membudidayakan lele di
UPR Jumbo Lestari dapat dilihat pada tabel 9
Tabel 9 Sebaran pengalaman membudidayakan lele dumbo di Pokdakan Jumbo Lestari No
Kelompok Usia tahun
Jumlah orang Presentase
1 10
– 20 8
28.57 2
21 – 30
18 64.29
3 31
– 40 2
7.14 Total
28 100.00
Budidaya lele dumbo sudah sejak lama dikenal oleh pembudidaya di Desa Babakan, sehingga pembudidaya pun sudah cukup lama dalam melakukan budidaya lele dumbo.
Banyak pembudidaya ikan lain yang mulai tertarik dengan budidaya ikan lele dumbo karena dianggap menguntungkan dan periode masa panenpun lebih cepat juga lebih mudah
untuk dibudidayakan. Minat untuk melakukan budidaya lele dumbo salah satunya dipengaruhi oleh keberhasilan dari pembudidaya yang sudah lebih dahulu melakukan
budidaya lele dumbo. Pengalaman dalam membudidayakan lele dumbo dari responden sebagian besar sekitar 21 sampai 30 tahun dengan persentase 64,29 dari total responden.
Luas Kolam Produksi Responden
Pembudidayaan lele dumbo yang dilakukan oleh pembudidaya responden dilakukan secara monokultur. Pada umumnya, alasan melakukan budidaya lele dumbo
dikarenakan ingin mendapatkan hasil panen yang maksimal dan kepemilikan lahan juga milik sendiri yang mayoritas diperoleh secara turun temurun. Total kepemilikan luas lahan
bervariasi antara satu pembudidaya dengan yang lain yang secara keseluruhan belum mencapai 1 hektar. Pembudidaya lele dumbo responden umumnya belum memiliki lahan
yang luas dalam melakukan budidaya lele. Adapun rata
– rata luasan kolam produksi pembudidaya lele dumbo selaku responden di Desa Babakan yaitu sebesar 932 m
2
Gambaran Umum Budidaya Lele Dumbo
Kegiatan yang dilakukan pembudidaya dalam proses budidaya pendederan sampai dengan pembesaran ikan lele ini meliputi tahap persiapan kolam, penebaran benih,
pemeliharaan kolam, pemberian pakan, pembesaran, panen dan pemasaran. Persiapan Kolam
Persiapan kolam yang dilakukan pembudidaya membutuhkan waktu sekitar lima hari yang meliputi kegiatan perbaikan kolam, perbaikan pematang, pemupukan dan
pengairan. Perbaikan kolam atau yang biasa disebut moles oleh para pembudidaya merupakan proses memperbaiki kondisi kolam sekaligus untuk membunuh penyakit dan
parasit yang ada di kolam. Proses perbaikan kolam biasanya dilanjutkan dengan perbaikan pematang dan membutuhkan waktu antara 5 sampai 8 jam per satu kolam. Kegiatan yang
dilakukan selama persiapan lahan lainnya yaitu pencangkulan dan pembalikan lahan.
Tujuan pembalikan tanah adalah membebaskan senyawa dan gas beracun sisa pemeliharaan sebelumnya, serta hasil dekomposisi bahan organik baik dari kotoran maupun
sisa pakan. Selain itu karena tanah menjadi gembur, aerasi akan berjalan dengan baik sehingga kesuburan lahan akan meningkat.
Pengapuran
Kegiatan pengapuran dilakukan dengan cara memberikan kapur yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas air terutama pH dan menghilangkan bibit penyakit. Kegiatan
pengapuran diawali dengan mengeringkan tanah selama dua hari sampai dengan kondisi tanah retak
– retak, kemudian kapur ditebarkan ke seluruh kolam yang sudah retak – retak tersebut. Untuk proses pengapuran, dosis yang diberikan oleh pembudidaya rata
– rata sekitar 0.02 Kg per m
2
. Setelah kurang lebih dua jam, tanah yang sudah diberi kapur, kemudian dibalikkan dengan tujuan menstabilkan pH tanah pada kondisi keasaman tujuh
sampai delapan. Tujuan pengapuran yaitu menghilangkan penimbunan dan pembusukan bahan organik selama pemeliharaan awal dan mencegah penurunan pH. Bakteri dan jamur
pembawa penyakit juga akan mati jika diberi kapur karena bakteri atau jamur sulit bertahan hidup pada pH tersebut. Kapur yang digunakan di lokasi penelitian yaitu kapur dolomite
dengan dosis 500 gramm
2
. Tujuan lain pengapuran yaitu memberantas hama, penyakit dan memperbaiki kualitas tanah. Jika kolam memiliki pH rendah, dapat diberikan kapur lebih
banyak, dan sebaliknya jika tanah sudah cukup baik maka pemberian kapur hanya bertujuan untuk memberantas hama penyakit. Akan tetapi di lokasi penelitian, pembudidaya jarang
melakukan kegiatan pengapuran. Pemupukan
Kegiatan pemupukan dilakukan agar plankton yang menjadi pakan alami benih ikan lele dapat tumbuh lebih subur. Pemupukan dilakukan menggunakan pupuk kandang yang
disebut sebagai postal dengan dosis rata – rata 0.36 kg per m
2
. Fungsi utama pemupukan untuk memberikan unsur hara bagi tanah, memperbaiki struktur tanah dan menghambar
peresapan air pada tanag yang tidak kedap air. Penggunakan pupuk untuk dasar kolam sangat tepat karena mengandung unsut
– unsur mineral penting dan asam – asam organik utama memberikan bahan
– bahan yang diperlukan untuk peningkatan kesuburan lahan dan pertumbuhan plankton.
Pengelolaan Air
Lamanya proses pengairan tergantung dari luas kolam dan banyaknya air yang masuk ke kolam. Kedalaman air kolam pada usaha pendederan ikan lele ini biasanya
diawali dengan pengisian air ke dalam kolam dan tinggi berkisar antara 40 cm sampai 60 cm. Setelah proses pengairan selesai kolam biasanya didiamkan kembali selama 1 sampai
2 hari agar ditumbuhi plankton dan tumbuhan air yang akan menjadi pakan alami bagi benih ikan lele. Dalam pemeliharaan, pembenih biasanya mengalami kesulitan memperoleh
air tawar khususnya pada saat musim kemarau yaitu bulan April atau Mei. Cara penanggulannya dengan cara membuat sumur di dekat kolam sehingga pembudidaya tidak
kekurangan air tawar.
Penebaran Benih
Penebaran benih lele biasanya dilakukan setelah kondisi kolam telah banyak ditumbuhi plankton. Benih yang ditebar pada usaha pendederan ikan lele di Kecamatan
Ciseeng ini biasanya disesuaikan dengan keinginan pembudidaya. Suatu usaha disebut sebagai usaha pendederan apabila benih hasil panen bukan untuk konsumsi. Pembudidaya
lele di Kecamatan Ciseeng tidak memiliki patokan yang pasti untuk padat penebaran dan hanya mendasarkannya pada pengalaman. Padat penebaran untuk benih ikan lele ini
berkisar antara 10 000 sampai 15 000 ekor per 300 m
2
. Waktu penebaran benih biasanya dipilih pagi atau sore hari dengan alasan cuaca tidak terlalu panas dan menghindari stress
pada benih sehingga ketika esk harinya diberikan pakan, nafsu makan ikan akan meningkat. Sebelum ditebarkan ke kolam, benih di aklimatisasi dulu perlakuan penyesuaian suhu
dengan cara memasukan air kolam sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkut benih. Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari wadah angkut benih
menuju lingkungan yang baru yaitu kolam. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut dilakukan diatas permukaan air kolam dimana wadah benih mengapung diatas air.
Pemeliharaan
Proses pemeliharaan pada usaha pendederan ikan lele yang dilakukan di Kecamatan Ciseeng ini biasanya berlangsung selama 25 sampai dengna 30 hari. Selama masa
pemeliharaan, skenario utama yang dilakukan pembudidaya adalah pemberian pakan. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi hari dan sore hari. Proses
pemberian pakan tambahan harus dilakukan secara teratur sebab benih lele memiliki kecenderungan untuk bersifat kanibal bila kekurangan makanan.
Selama 15 sampai 20 hari pertama, benih lele biasanya diberi pakan tambahan yang terbuat dari kotoran ayam sekaligus berfungsi sebagai pupuk. Untuk selanjutnya, pakan
tambahan yang diberikan berupa kombinasi pakan dengan postal. Selain itu, selama masa pemeliharaan, pembudidaya juga melakukan skenario seperti pembersihan kolam dari
hama serta mengontrol ketinggian air. Ketinggian air ini perlu dijaga agar benih tidak perlu berenang terlalu jauh untuk mendapatkan makanan.
Dalam subsistem produksi, para pembudidaya pembenihan ikan lele dapat menggunakan system pembenihan ikan secara alami atau secara buatan dengan
penyuntikan. Lele sudah dapat dipijahkan secara alami. Namun demikian banyak orang yang lebih suka memijahkan dengan cara buatan karena penjadwalan produksi dapat
dilakukan dengan tepat. Pembesaran
Pembesaran ikan merupakan sesuatu kegiatan budidaya yang bertujuan untuk menghasilkan ikan lele konsumsi. Kegiatan pembesaran pada Pokdakan Jumbo Lestari
dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar akan ikan lele ukuran konsumsi. Tahapan kegiatan produksi pembesaran ikan meliputi persiapan kolam yang didalamnya terdapat
pengeringan air, pembersihan kolam dari rumput
– rumput, kemudian pemupukan kolam dan pengisian air. Setelah itu, dilakukanlah penebaran benih, pemeliharaan. Lama
pemeliharaan ikan ukuran konsumsi dari penetasan sampai ukuran konsumsi mencapai 80 sampai 90 hari. Kemudian, dilakukanlah proses pemanenan yang awalnya kolam tersebut
dikeringkan dengan menggunakan pompa air jika tidak bias dikeringkan secara manual sehingga ikan akan terkumpul di kenalir atau genangan. Ikan ditangkap menggunakan
jarring yang kemudian ditangkap di bak atau hapa yang arinya jernih, agar tubuh ikan bersih sesuai dengan perintaan pasar.