Analisis Kinerja Keuangan KKT Lisung Kiwari

42 diwajibkan hadir dengan bukti tandatangan anggota. Kegiatan bersama Poktan dan Gapoktan Silih Asih yaitu budidaya padi sehat dan penangkaran benih padi, penggemukan domba, pembuatan dan pemasaran pupuk OFER Organic Fertillizer, pengolahan dan pemasaran beras SAE Beras Organik Bebas Residu Pestisida Kimia, teknologi pembuatan kompos jerami, penyimpanan beras di gudang, dan pengelolaan dana yang bersumber dari pemerintah maupun lembaga. Hampir 70 persen anggota Gapoktan Silih Asih terdaftar dalam koperasi. Anggota Gapoktan dapat melakukan simpan pinjam dikoperasi. Anggota Gapoktan Silih Asih dapat membeli sarana, prasarana produksi pertanian, sembako melalui koperasi dengan pembayaran setelah panenyarnen 7 .

6.2 Analisis Kinerja Keuangan KKT Lisung Kiwari

Koperasi diharapkan berkembang menjadi suatu organisasi swadaya koperasi yang kuat keuangannya, mandiri dan berorientasi pada anggota dan otonom. Oleh karena itu perlu mengetahui kinerja keuangan koperasi dan orientasinya. KKT Lisung kiwari merupakan koperasi yang didukung oleh pengelolaan dana dari pemerintah. Kinerja keuangan koperasi perlu diteliti lebih lanjut. Kinerja keuangan menjadi pendukung untuk melihat sejauh mana orientasi KKT Lisung Kiwari dalam pengelolaan modalnya. Analisis rasio merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui kinerja keuangan KKT Lisung Kiwari. Kondisi likuiditas, solvabilitas, profitabilitas dan efektifitas mewakili untuk mengetahui kinerja keuangan KKT Lisung Kiwari. Perbandingan setiap elemen- elemen laporan keuangan membantu untuk mengetahui bagian keuangan yang arus ditingkatkan maupun dipertahankan. KKT Lisung Kiwari melakukan rapat anggota setiap tahunnya. Laporan keuangan secara rutin dilaporkan kepada anggota. KKT Lisung Kiwari dapat mempergunakan laporan keuangan untuk mengetahui sejauh mana kinerja keuangan koperasi. Analisis rasio memudahkan untuk mengetahui dalam hal-hal apa saja KKT Lisung Kiwari mengalami masalah serius maupun kritis, sehingga dapat dilakukan perbaikan untuk mencegah semakin memburuknya kondisi kinerja keuangan. 7 Istilah masyarakat desa Ciburuy 43

6.2.1 Likuiditas

Likuiditas terdiri dari rasio lancar, rasio cair dan rasio kas. Laporan keuangan KKT Lisung Kiwari yang digunakan dalam menganalisis kondisi likuiditas yaitu laporan neraca per 31 Desember dari tahun 2005-2009. Perbandingan rasio yang telah dihitung dibandingkan dari tahun ke tahun. Nilai rasio yang dihasilkan likuiditas berfungsi untuk mengetahui kemampuan KKT Lisung Kiwari dalam menjamin kewajiban lancar yang harus segera dipenuhi pada saat ditagih. a. Rasio Lancar Current Ratio Rasio lancar yaitu perbandingan antara harta lancar atas kewajiban lancar. Harta lancar terdiri dari kas, piutang uang, piutang barang, ketersediaan barang, dan biaya yang harus dibayar dimuka. Kewajiban lancar terdiri dari hutang barang, simpanan mana suka, dana, biaya yang harus dibayar dan dana penyisihan. Nilai masing-masing harta lancar dan kewajiban lancar tahun 2005- 2009 dapat dilihat pada laporan keuangan neraca dalam Lampiran 1. Hasil rasio lancar dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Rasio Lancar KKT Lisung Kiwari periode 2005-2009 Tahun Harta Lancar Rp Kewajiban LancarRp Rasio 2005 32.436.430 20.050.500 1,62 2006 36.151.220 12.631.322 2,86 2007 161.066.040 12.631.322 12,75 2008 178.832.912 57.118.196 3,13 2009 242.353.900 68.071.300 3,56 Sumber: Laporan Keuangan KKT Lisung Kiwari Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor 2006, 2008 dan 2009 Diolah Hasil perhitungan rasio lancar KKT Lisung Kiwari menunjukkan harta lancar koperasi besarnya 1,62 kali utang lancarnya pada tahun 2005. Nilai harta lancar koperasi masih dianggap mampu untuk membayar utang lancarnya. Tahun 2006 harta lancar 2,86 kali kewajiban lancarnya, tahun 2007 terjadi peningkatan yang sangat tinggi kemampuan KKT Lisung Kiwari untuk membayar kewajiban lancar atas harta lancarnya yaitu 12,75 kali dan tahun 2008 rasio lancar menurun menjadi 3,13 kali. Pada tahun 2009 harta lancar koperasi 3,56 kali utang 44 lancarnya masih lebih besar dibandingkan tahun 2005 dan 2006. Walaupun tidak ada standar tentang berapa angka yang paling ideal, rasio lancar yang semakin tinggi akan menunjukkan kondisi likuiditas yang semakin baik. Likuiditas Koperasi KKT Lisung Kiwari dengan rasio lancar masih memenuhi syarat 2:1 nilai rasio lancar dari tahun 2005-2009 nilai rasio lancar masih berada diatas dua. Syarat 2:1 menguatkan pernyataan bahwa likuiditas dalam keadaan baik atau harta lancar masih dianggap mampu membayar kewajiban lancar KKT Lisung Kiwari. b. Rasio Cair Harta lancar yang diperhitungkan tidak termasuk dalam persediaan dan pembayaran dimuka. Kewajiban lancar terdiri dari hutang barang, simpanan mana suka, dana, biaya yang harus dibayar dan dana penyisihan. Nilai masing-masing harta, persediaan, pembayaran dimuka dan kewajiban lancar tahun 2005-2009 dapat dilihat pada laporan keuangan neraca dalam lampiran 1. Hasil rasio cair dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Rasio Cair KKT Lisung Kiwari periode 2005-2009 Tahun Harta-persediaan + pembayaran dimuka Rp Kewajiban Lancar Rp Rasio 2005 27.704.100 20.050.500 1,38 2006 34.375.933 12.631.322 2,72 2007 145.655.763 12.631.322 11,53 2008 124.212.415 57.118.196 2,17 2009 163.524.900 68.071.300 2,40 Sumber: Laporan Keuangan KKT Lisung Kiwari Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor 2006, 2008 dan 2009 Diolah Rasio Cair yaitu harta lancar dikurangi persediaan dijumlah pembayaran dimuka dan hasil pengurangan tersebut dibagi kewajiban lancar. Kondisi likuiditas KKT Lisung Kiwari melalui rasio cair pada tahun 2005, 2006, 2007, 2008, 2009 berada pada kondisi likuiditas baik yaitu dengan kemampuan untuk membayar kewajiban lancar 1,38 kali, 2,72 kali, 11,53 kali, 2,17 kali, dan 2,40 kali. Rasio cair KKT Lisung Kiwari selama 5 tahun memenuhi syarat 1:1 sehingga kondisi likuiditas melalui rasio cair dalam keadaan baik. Rasio cair KKT Lisung Kiwari Tahun 2007 masih berada pada kondisi rasio cair yang sangat 45 tinggi. Hal ini disebabkan harta lancar walaupun telah mengalami pengurangan terhadap persediaan dan pembayaran dimuka namun masih sangat tinggi sehingga menghasilkan rasio cair yang sangat tinggi dibanding tahun lainnya. c. Rasio Kas Rasio kas yaitu perbandingan antara kas dijumlah bank dan hasil penjumlahan tesebut dibagi kewajiban lancar. Harta lancar yang digunakan untuk perbandingan hanyalah uang kas, baik yang ada dalam koperasi maupun di bank. Uang kas dan bank adalah harta yang paling cair yang dimiliki perusahaan karena uang kas dan bank dapat segera dicairkan tanpa harus melalui proses untuk menghasilkan pendapatan atau penjualan terlebih dahulu. Kewajiban lancar terdiri dari hutang barang, simpanan mana suka, dana, biaya yang harus dibayar dan dana penyisihan. Nilai masing-masing kas dan kewajiban lancar tahun 2005-2009 dapat dilihat pada laporan keuangan neraca dalam lampiran 1. Hasil rasio kas dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Rasio Kas KKT Lisung Kiwari periode 2005-2009 Tahun Kas + Bank Rp Kewajiban Lancar Rp Rasio 2005 6.804.450 20.050.500 0,34 2006 2.093.000 12.631.322 0,16 2007 24.751.380 12.631.322 1,96 2008 24.259.068 57.118.196 0,42 2009 35.187.150 68.071.300 0,52 Sumber: Laporan Keuangan KKT Lisung Kiwari Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor 2006, 2008 dan 2009 Diolah Rasio kas dapat dikatakan rasio tunai. Pada tahun 2005, 2006, 2007, 2008, 2009 menunjukkan bahwa uang kas dan bank yang dimiliki perusahaan besarnya masing-masing 0,34 kali, 0,16 kali, 1,96 kali, 0,42 kali, 0,52 kali utang lancarnya. Kondisi likuiditas melalui rasio kas kondisinya adalah tidak baik, dimana kemampuan KKT lisung Kiwari membayar kewajiban lancarnya dengan menggunakan kas sangat rendah. Perbandingan jumlah kas yang sangat rendah dibandingkan kewajiban lancar menunjukkan ketidakmampuan KKT Lisung Kiwari membayar kewajiban lancar dengan hanya mengandalkan kas saja. 46 Rasio lancar, rasio cair KKT Lisung Kiwari 2005-2009 dalam kondisi baik sedangkan rasio kas berada pada kondisi tidak baik karena kemampuan membayar kewajiban lancarnya atas kas sangat rendah. Peningkatan rasio lancar pada tahun 2007 yang sangat tinggi dipengaruhi oleh dana bantuan pemerintah yang digunakan mengembangkan usaha mengakibatkan piutang barang maupun piutang uang meningkat, sehingga pertambahan jumlah harta lancar sangat memenuhi kemampuan membayar kewajiban lancar. Dana bergulir yang diberikan pemerintah dimanfaatkan pengurus dalam pengembangan unit usaha sehingga harta lancar sangat tinggi disebabkan oleh piutang barang dan uang yang meningkat. Rasio lancar dengan adanya pengurangan dengan tingginya jumlah harta lancar terhadap persediaan dan pembayaran dimuka tidak berpengaruh nyata karena nilai rasio cair yang dihasilkan masih dalam keadaan yang sangat tinggi. KKT Lisung Kiwari meminjamkan harta kepada anggota melalui unit usaha simpan pinjam sehingga sebagian besar harta berada pada piutang. Hal tersebut mengakibatkan kemampuan KKT Lisung Kiwari dalam rasio kas tidak mampu khususnya pada tahun 2005, 2006, 2008, 2009, sedangkan yang berada pada kondisi likuiditas baik melalui rasio kas hanya pada tahun 2007 yaitu kas yang dimiliki KKT Lisung Kiwari dengan 1,96 kali kewajiban lancarnya tetapi kemampuan rasio kas tersebut tidak bertahan baik pada tahun selanjutnya 2008, dan 2009 bahkan menurun. Hal ini menjadi peringatan bagi KKT Lisung Kiwari untuk tetap meningkatkan kas agar tetap menjaga kemampuan membayar kewajiban lancar atas kas yang tersedia, agar dengan kondisi tidak baik, koperasi masih dapat membayar kewajiban lancarnya. Rasio lancar, rasio cair berada pada posisi masih mampu melunasi kewajiban lancarnya bila kewajiban tersebut telah jatuh tempo. Sedangkan rasio kas tidak mampu membayar kewajiban lancar jika hanya mengandalkan kas. Kondisi likuiditas KKT Lisung Kiwari belum dapat dikatakan baik dimana kemampuan membayar kewajiban lancar hanya didukung oleh piutang uang dan piutang barang. Jika terjadi ketidakmampuan anggota dalam mengembalikan piutang yang diakibatkan resiko yang tidak dapat dihindari, hal ini sangat mengakibatkan keadaan keuangan KKT Lisung Kiwari yang sangat buruk. Posisi 47 likuiditas dari rasio lancar, rasio cair dan rasio kas yang tinggi pada tahun 2007 saja dan kembali turun drastis pada tahun 2008-2009 dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 9. Grafik Rasio Likuiditas tahun 2005-2009

6.2.2 Solvabilitas

Solvabilitas yaitu cara mengetahui kemampuan KKT Lisung Kiwari untuk membayar kewajiban jangka panjang. Solvabilitas terdiri dari rasio kewajiban jangka panjang atas harta, rasio kewajiban jangka panjang atas modal dan rasio kewajiban jangka panjang atas kapitalisasi. a. Rasio Kewajiban Jangka Panjang atas Harta Kewajiban jangka panjang yang diperoleh KKT Lisung Kiwari tahun 2005 dan 2006 berupa Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan DPM LUEP dan tahun 2007 KKT Lisung Kiwari memperoleh dana bergulir konvensional dari Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah bentuk Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro P3KUM. Nilai masing-masing kewajiban jangka panjang dan harta tahun 2005-2009 dapat dilihat pada laporan keuangan neraca dalam lampiran 1. Hasil rasio kewajiban jangka panjang atas harta dapat dilihat pada Tabel 16. 48 Tabel 16. Rasio Kewajiban Jangka Panjang atas Harta KKT Lisung Kiwari periode 2005-2009 Sumber: Laporan Keuangan KKT Lisung Kiwari Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor 2006, 2008 dan 2009 Diolah Rasio kewajiban jangka panjang atas harta tahun 2005 yaitu 59 persen total harta KKT Lisung Kiwari didanai dari kewajiban jangka panjang. Rasio kewajiban jangka panjang atas harta tahun 2006 yaitu 46 persen total harta KKT Lisung Kiwari didanai dari kewajiban jangka panjang. Rasio ini mengalami penurunan 13 persen jika dibanding dengan tahun 2005. Rasio kewajiban jangka panjang atas harta tahun 2007 yaitu 67 persen total harta KKT Lisung Kiwari didanai dari kewajiban jangka panjang. Rasio ini mengalami peningkatan 21 persen jika dibanding dengan tahun 2006. Rasio kewajiban jangka panjang atas harta tahun 2008 yaitu 52 persen total harta KKT Lisung Kiwari didanai dari kewajiban jangka panjang. Rasio tersebut mengalami penurunan 15 persen jika dibanding dengan tahun 2007. Rasio kewajiban jangka panjang atas harta tahun 2007 yaitu 35 persen total harta KKT Lisung Kiwari didanai dari kewajiban jangka panjang. Rasio ini mengalami penurunan 17 persen jika dibanding dengan tahun 2008. Penurunan angka rasio kewajiban jangka panjang atas harta yang semakin rendah mengidentifikasikan adanya perlindungan yang lebih banyak kepada kreditor jangka panjang, apabila terlalu banyak berutang salah satu masalah yang dihadapi adalah pembayaran angsuran utang beserta bunganya. Hasil rasio pada tahun 2007 menunjukkan kewajiban jangka panjang bertambah karena adanya bantuan dana bergulir dari Kementerian Koperasi namun pengembalian cicilan dilakukan setiap tahunnya sesuai kesepakatan dengan lembaga dana bergulir. Dipandang dari perusahaan biasa penurunan rasio menjadi suatu kondisi keuangan yang lebih nyaman. Namun jika dari KKT Lisung Kiwari sebagai koperasi tidak terlalu mempermasalahkan penurunan, karena Tahun Kewajiban Jangka Panjang Rp Harta Rp Persen Rasio 2005 20.050.000 34.036.430 59 2006 17.000.000 37.351.220 46 2007 109.000.000 161.866.040 67 2008 97.500.000 187.235.912 52 2009 90.000.000 256.274.900 35 49 kenaikan rasio ini juga dapat menjadi keuntungan. Pengurus KKT Lisung Kiwari membutuhkan kewajiban jangka panjang untuk mendukung usaha dan mensejahterakan anggota. Oleh karena itu Harta KKT Lisung Kiwari meningkat karena didanai dari kewajiban jangka panjang. b. Rasio Kewajiban Jangka Panjang atas Modal Kewajiban jangka panjang yang diperoleh KKT Lisung Kiwari tahun 2005 dan 2006 berupa Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan DPM LUEP dan tahun 2007 KKT Lisung Kiwari memperoleh dana bergulir konvensional dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah bentuk Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro P3KUM. Modal terdiri dari simpanan pokok, simpanan wajib, cadangan, donasi, modal sumbangan, modal penyertaan, SHU tidak dibagi dan SHU tahun berjalan. Nilai masing-masing kewajiban jangka panjang dan modal tahun 2005-2009 dapat dilihat pada laporan keuangan neraca dalam Lampiran 1. Hasil rasio kewajiban jangka panjang atas modal dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 . Rasio Kewajiban Jangka Panjang atas Modal KKT Lisung Kiwari periode 2005-2009 Tahun Kewajiban Jangka Panjang Rp Modal Rp Persen Rasio 2005 20.050.000 8.472.230 237 2006 17.000.000 7.719.898 220 2007 109.000.000 18.854.094 578 2008 97.500.000 32.617.617 299 2009 90.000.000 98.203.600 92 Sumber: Laporan Keuangan KKT Lisung Kiwari Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor 2006, 2008 dan 2009 Diolah Modal KKT Lisung Kiwari terdiri dari simpanan pokok, simpanan wajib, cadangan, donasi, modal sumbangan, modal penyertaan, SHU tahun berjalan, dan SHU yang tidak dibagi, jadi sangat berbeda dengan perusahaan pada umumnya yang sumber modal berasal dari saham. Rasio kewajiban jangka panjang atas modal pada tahun 2005, 2006, 2007,2008, dan 2009 masing-masing ialah 273 persen, 220 persen, 578 persen, 299 persen, 92 persen dari kewajiban jangka panjang yang dijamin dengan modal. Bila rasio lebih dari 100 persen maka 50 kemampuan modal untuk menjamin kewajiban jangka panjang semakin rendah. Tahun 2005, 2006, 2007, 2008, kondisi rasio berada diatas 100 persen menandakan kemampuan modal untuk menjamin kewajiban jangka panjang semakin rendah. Sebaliknya tahun 2009 rasio berada dibawah 100 persen maka kemampuan modal sendiri untuk menjamin kewajiban jangka panjang lebih besar, kemampuan ini menunjukkan solvabilitas baik pada rasio ini. Pada tahun-tahun berikutnya KKT Lisung Kiwari sebaiknya meningkatkan modal agar dapat menjamin kewajiban jangka panjang dan menjaga solvabilitas yang baik. c. Rasio Kewajiban Jangka Panjang atas Kapitalisasi Kewajiban jangka panjang yang diperoleh KKT Lisung Kiwari tahun 2005 dan 2006 berupa Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan DPM LUEP dan tahun 2007 KKT Lisung Kiwari memperoleh dana bergulir konvensional dari Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah bentuk Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro P3KUM. Kapitalisasi terdiri dari kewajiban jangka panjang dan modal. Nilai masing- masing kewajiban jangka panjang dan kapitalisasi tahun 2005-2009 dapat dilihat pada laporan keuangan neraca dalam lampiran 1. Hasil rasio kewajiban jangka panjang atas kapitalisasi dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Rasio Kewajiban Jangka Panjang atas Kapitalisasi KKT Lisung Kiwari periode 2005-2009 Tahun Kewajiban Jangka Panjang Rp Kapitalisasi Rp Persen Rasio 2005 20.050.000 48.522.230 41 2006 17.000.000 24.719.898 69 2007 109.000.000 127.854.094 85 2008 97.500.000 130.117.716 75 2009 90.000.000 188.203.600 48 Sumber: Laporan Keuangan KKT Lisung Kiwari Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor 2006, 2008 dan 2009 Diolah Kapitalisasi dalam rasio kewajiban jangka panjang atas kapitalisasi bersumber dari jumlah kewajiban jangka panjang ditambah dengan modal. Tahun 2005, 2006, 2007 dengan kondisi rasio masing-masing 41 persen, 69 persen dan 85 persen dimana kinerja perusahaan yang berkaitan dengan pengelolaan total 51 sumber dana jangka panjang kurang baik. Sebaliknya tahun 2008, 2009 dengan rasio masing-masing 75 persen dan 48 persen. Penurunan rasio tersebut menunjukkan adanya perbaikan kinerja perusahaan manajemen yang berkaitan dengan pengelolaan total sumber dana jangka panjang. Solvabilitas dengan persen rasio yang meningkat dari 2005 sampai pada tahun 2006 menandakan solvabilitas yang kurang baik. Tahun 2007 hingga 2009 kondisi kinerja keuangan kembali mengalami penurunan persen rasio dari tahun ke tahunnya. Solvabilitas KKT Lisung Kiwari dengan rasio kewajiban jangka panjang atas kapitalisasi menunjukkan penurunan rasio yang berkaitan dengan pengelolaan total sumber dana jangka panjang yang baik. KKT Lisung Kiwari 2005-2009 sesuai angka rasio kewajiban jangka panjang atas harta, rasio kewajiban jangka panjang atas kapitalisasi berada kondisi baik sedangkan rasio kewajiban jangka panjang atas modal mengalami keadaan yang tidak baik karena kemampuan modal untuk menjamin kewajiban jangka panjang semakin rendah. Tahun 2005, 2006 dan 2007 kenaikan rasio yang pada umumnya menandakan tidak baik, bagi KKT Lisung Kiwari menganggap keadaan solvabilitas tersebut merupakan kondisi yang diharapkan karena melalui dana bergulir pemerintah dapat bermanfaat membiayai harta. Tahun 2007, 2008, 2009 penurunan rasio merupakan kondisi solvabilitas yang baik juga karena KKT Lisung Kiwari tidak selamanya bergantung kepada kewajiban jangka panjang untuk mendanai harta, sehingga koperasi diharapkan harus meningkatkan harta melalui pengembangan usaha. Harta yang semakin ditingkatkan dibanding dengan kewajiban jangka panjang tetap atau bahkan menurun menunjukkan keadaan keuangan yang semakin baik dan solvabilitas baik. Solvabilitas KKT Lisung Kiwari dengan rasio kewajiban jangka panjang atas harta berada dalam kondisi yang baik. Kewajiban jangka panjang berperan meningkatkan dan mendanai harta.

6.2.3 Profitabilitas

Rasio-rasio dalam profitabilitas terdiri dari rasio SHU atas penjualan, dan rasio SHU atas modal. Perusahaan menganggap profitabilitas yang tinggi menjadi ukuran dalam kondisi yang baik. Pembahasan profitabilitas koperasi tentunya berbeda dengan perusahaan, laba yang besar tidak cukup menggambarkan kinerja 52 keuangan dapat dikatakan baik. Perbandingan dengan elemen-elemen laporan rugi laba sebagai analisis mengetahui profitabilitas sebagai kinerja keuangan. a. Rasio Sisa Hasil Usaha SHU atas Penjualan Nilai masing-masing SHU dan penjualan tahun 2005-2009 dapat dilihat pada laporan perhitungan sisa hasil usaha dalam lampiran 2. Hasil rasio kewajiban jangka panjang atas kapitalisasi dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Rasio Sisa Hasil Usaha atas Penjualan KKT Lisung Kiwari periode 2005-2009 Tahun Sisa Hasil Usaha Rp Penjualan Rp Persen Rasio 2005 4.667.230 157.375.800 3 2006 1.493.006 139.465.900 1 2007 6.000.000 581.502.540 1 2008 8.550.000 1.010.465.897 1 2009 9.530.000 1.220.869.900 1 Sumber: Laporan Keuangan KKT Lisung Kiwari Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor 2005, 2006, 2007, 2008, 2009 Diolah Tahun 2005 rasio SHU atas Penjualan adalah 3 persen artinya setiap Rp 1,- penjualan mampu menghasilkan SHU sebesar Rp 0,03,- dimana margin laba bersih dari hasil penjualan hanya 3 persen selebihnya harga pokok dan penjualan dan biaya. Tahun 2006, 2007, 2008, 2009 rasio SHU atas penjualan adalah 1 persen artinya setiap Rp 1,- penjualan mampu menghasilkan SHU sebesar Rp 0,01,- dimana margin laba bersih dari hasil penjualan hanya 1 persen selebihnya harga pokok penjualan dan biaya. Penurunan rasio SHU atas penjualan dari tahun 2005-2009 menunjukkan kondisi profitabilitas yang semakin baik. Penjualan KKT Lisung Kiwari yang semakin meningkat walaupun tidak seimbang dengan peningkatan SHU menjadi suatu kondisi bahwa koperasi memberikan pelayanan kepada anggota. Hal ini diakibatkan koperasi yang lebih berorientasi kepada pelayanan service oriented. Penjualan yang semakin tinggi disebabkan oleh pelayanan yang diberikan kepada anggota tanpa memperoleh keuntungan yang tinggi seperti badan usahaperusahaan lainnya, hal ini yang menyebabkan peningkatan penjualan tidak seimbang dengan peningkatan SHU. Kondisi profitabilitas KKT Lisung Kiwari melalui rasio SHU atas penjualan dapat dikatakan baik namun untuk lebih baik lagi perlu peningkatan SHU melalui aspek 53 lain tanpa harus mengandalkan penjualan untuk peningkatan SHU yang diinginkan. b. Rasio Sisa Hasil Usaha SHU atas ModalReturn on Equity ROE Nilai masing-masing SHU dan modal tahun 2005-2009 dapat dilihat pada laporan perhitungan sisa hasil usaha dalam Lampiran 2. Hasil rasio SHU atas modal dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Rasio SHU atas ModalReturn on Equity ROE KKT Lisung Kiwari periode 2005-2009 Tahun Sisa Hasil Usaha Rp Modal Sendiri Rp Persen Rasio 2005 4.667.230 8.472.230 55 2006 1.493.006 7.719.898 19 2007 6.000.000 18.854.094 32 2008 8.550.000 32.617.617 26 2009 9.530.000 98.203.600 10 Sumber: Laporan Keuangan KKT Lisung Kiwari Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor 2005, 2006, 2007, 2008, 2009 Diolah Hasil perhitungan ROE KKT lisung Kiwari pada tahun 2005 senilai 55 persen. Artinya setiap Rp. 1,- modal sendiri KKT Lisung Kiwari mampu menghasilkan SHU sebesar Rp. 0,55,-. Sedangkan tahun 2006 mengalami penurunan ROE sehingga menjadi senilai 19 persen. Artinya setiap Rp. 1,- modal sendiri KKT Lisung Kiwari mampu menghasilkan SHU sebesar Rp. 0,19,-. Tahun 2007 ROE kembali meningkat sebanyak 13 persen menjadi 32 persen. Artinya setiap Rp. 1,- modal sendiri KKT Lisung Kiwari mampu menghasilkan SHU sebesar Rp. 0,32,-. ROE Lisung Kiwari Tahun 2008 kembali menurun senilai 26 persen. Artinya setiap Rp. 1,- modal sendiri KKT Lisung Kiwari mampu menghasilkan SHU sebesar Rp. 0,26,- dan tahun 2009 bahkan lebih menurun lagi yaitu senilai 10 persen. Artinya setiap Rp. 1,- modal sendiri KKT Lisung Kiwari mampu menghasilkan SHU sebesar Rp. 0,10,-. ROE menunjukkan kondisi profitabilitas koperasi semakin tidak baik dari tahun ke tahun. Koperasi merupakan kumpulan dari anggota yang menjadi pelanggan sekaligus pemilik. Sepatutnya koperasi dapat meningkatkan SHU untuk kesejahteraan anggota sebagai pelanggan, diikuti dengan peningkatan modal 54 sendiri sebagai pemilik. Profitabilitas dengan rasio SHU atas modal sendiri dikatakan baik apabila persen rasio dari tahun ke tahun meningkat. Tabel 20 menunjukkan bahwa terjadi penurunan persen rasio, sehingga kondisi profitabilitas KKT Lisung Kiwari dengan rasio SHU terhadap modal sendiri tidak baik, perlu peningkatan modal sendiri untuk meningkatkan SHU. Modal sendiri dapat berpengaruh besar terhadap SHU salah satunya dalam keberlangsungan usaha koperasi dan hal ini menjadi tujuan koperasi untuk melayani anggota sebagai pelanggan sekaligus pemilik.

6.2.4 Efektifitas

Rasio terdiri dari rasio harga pokok penjualan atas penjualan dan beban operasi atas penjualan. Efektifitas penggunaan dana diketahui dalam bentuk beban atau biaya yang dikeluarkan koperasi. a. Rasio HPP Harga Pokok Penjualan atas Penjualan Nilai masing-masing HPP Harga Pokok Penjualan dan penjualan tahun 2005-2009 dapat dilihat pada laporan perhitungan sisa hasil usaha dalam lampiran 2. Hasil rasio HPP atas penjualan dapat dilihat pada Tabel 21 sebagai berikut. Tabel 21 . Rasio HPP atas Penjualan KKT Lisung Kiwari periode 2005-2009 Tahun Harga Pokok Penjualan Rp Penjualan Rp Persen Rasio 2005 144.496.945 157.375.800 92 2006 131.243.944 139.465.900 94 2007 557.286.005 581.502.540 96 2008 951.942.177 1.010.465.897 94 2009 1.136.060.000 1.220.869.900 93 Sumber: Laporan Keuangan KKT Lisung Kiwari Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor 2005, 2006, 2007, 2008, 2009 Diolah KKT Lisung kiwari mengalami penjualan yang semakin meningkat setiap tahunnnya, begitu juga dengan HPP. Kondisinya adalah koperasi melakukan pengembangan usaha sebagai pelayanan anggota. Peningkatan Penjualan masih seimbang dan tidak terlalu jauh dengan dengan peningkatan HPP. Walaupun KKT Lisung kiwari tidak mengambil laba yang tinggi namun tetap menjaga pelayanan terhadap anggota. Tahun 2005 KKT Lisung Kiwari mengalami jumlah rasio 55 senilai 92 persen berarti besarnya HPP adalah 92 persen dari penjualan. Rasio HPP atas penjualan KKT Lisung Kiwari dari tahun 2005 sampai 2007 mengalami peningkatan persen rasio sebanyak 4 persen, dan dari tahun 2007 hingga 2009 mengalami penurunan kembali. Kondisi efektifitas dengan rasio HPP atas penjualan yang menurun tetapi tidak signifikan menunjukkan efektifitas KKT Lisung Kiwari dapat dikatakan baik. Peningkatan rasio HPP atas penjualan tidak terlalu mengganggu koperasi karena keistimewaan koperasi sendiri yang tidak profit oriented namun tetap menjaga service oriented. Koperasi bahkan tidak memprioritaskan harga yang jauh antara HPP dan Penjualan. Perbandingan antara HPP dan penjualan yang tidak terlalu jauh menghasilkan persen rasio yang tinggi namun masih berada pada jalur kondisi efektifitas KKT Lisung Kiwari dapat dikatakan baik. b. Rasio Harga Pokok Penjualan dan Beban Operasi atas Penjualan Nilai masing-masing HPP Harga Pokok Penjualan, beban operasi dan penjualan tahun 2005-2009 dapat dilihat pada laporan perhitungan sisa hasil usaha dalam Lampiran 2. Hasil rasio HPP dan beban operasi atas penjualan dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 . Rasio HPP dan Beban operasi atas Penjualan KKT Lisung Kiwari periode 2005-2009 Tahun HPP + Beban operasi Rp Penjualan Rp Persen Rasio 2005 154.690.570 157.375.800 98 2006 138.742.894 139.465.900 99 2007 590.533.155 581.502.540 101 2008 1.005.999.897 1.010.465.897 99 2009 1.212.825.900 1.220.869.900 99 Sumber: Laporan Keuangan KKT Lisung Kiwari Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor 2005, 2006, 2007, 2008, 2009 Diolah Tahun 2005 menghasilkan 98 persen rasio HPP ditambah beban operasi atas penjualan. Artinya besarnya HPP ditambah operasi hampir 98 persen dari penjualannya. Tahun 2006 menghasilkan 99 persen rasio HPP ditambah beban operasi atas penjualan. Artinya besarnya HPP ditambah beban operasi hampir 99 persen dari penjualannya. Tahun 2007 menghasilkan 101 persen rasio HPP 56 ditambah beban operasi atas penjualan. Artinya besarnya HPP ditambah beban operasi hampir 101 persen dari penjualannya dan tahun 2008, 2009 menghasilkan 99 persen rasio HPP ditambah beban operasi atas penjualan. Artinya besarnya HPP ditambah beban operasi hampir 99 persen dari penjualannya. Penurunan rasio HPP ditambah beban operasi atas penjualan dari tahun ke tahun walaupun dengan perubahan yang tidak signifikan dapat dikatakan kondisi efektifitas KKT Lisung Kiwari masih baik. Jumlah peningkatan HPP ditambah beban operasi demikian pula penjualan masih tetap seimbang. Hal ini menandakan koperasi tidak mengambil laba yang tinggi terhadap penjualan. Kondisi efektifitas dengan rasio HPP ditambah beban operasi atas penjualan diusahakan dengan nilai persen rasio yang tidak harus rendah. KKT Lisung Kiwari dapat meningkatkan maupun menurunkan rasio tetapi harus memperhatikan keseimbangan jumlah HPP ditambah beban operasi dan jumlah penjualan agar koperasi tidak beriorientasi terhadap laba sehingga tetap menjaga pelayanan kepada anggota.

6.3 Strategi Pengembangan KKT Lisung Kiwari Berdasarkan Kinerja