Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di

51

BAB VI PERSEPSI REMAJA TERHADAP UNSUR KEKERASAN

DALAM SINETRON DI TELEVISI

6.1. Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di

Televisi Remaja yang menjadi responden dalam penelitian sebagian besar merasa kurang senang dengan tayangan televisi yang mengandung unsur kekerasan 65. Tayangan yang mengandung unsur kekerasan di televisi merupakan tayangan yang tidak mendidik 80. Terutama sinetron yang menurut responden paling banyak mengandung unsur kekerasan 35, seperti adegan perkelahian 50, penyiksaan 63,5, dan ancaman terhadap orang yang tidak disukai 50. Pemeran dalam sinetron seringkali tidak menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar 55, sering menggunakan bahasa kasar ketika marah 37,5. Ekspresi kemarahan yang diluapkan oleh pemeran dalam sinetron sangat berlebihan 62,5, ditambah dengan cacian dan makian dalam percakapan 52,5. Pratomo 2003 dalam penelitian menyebutkan adegan-adegan anti- sosial di dalam sinetron seperti penganiayaan, kekerasan, dan ucapan kasar lebih sering muncul dibandingkan adegan pro-sosial seperti tolong-menolong, kasih sayang, toleransi, dan lain-lain. Adegan-adegan anti-sosial yang sering ditampilkan dalam sinetron akan mendorong remaja melakukan kekerasan dan mengucapkan kata-kata kasar terhadap orang lain. Seperti yang dikatakan oleh salah seorang responden: “Sinetron yang ditayangin di televisi sama sekali gak ngedidik. Banyak yang ngandung unsur-unsur kekerasan, contohnya banyak yang sering ngelakuin penyiksaan-penyiksaan. Ada yang dipukul, ada yang kadang disiram air panas, ada yang dikeroyok sampe berdarah- darah, kesannya sadis dan menderita banget itu si korbannya. Terus udah gitu banyak yang maki- maki pake kata “anjing”, “bangsat”, macem- macem deh modelnya.” IT, 19 tahun. 52 Cerita yang terkandung dalam sinetron tidak bagus dan tidak mendidik 55, dengan jalan cerita yang berbelit-belit 67,5, dan tidak dimengerti 37,5. Adegan dalam sinetron yang menampilkan perkelahian, pemukulan, dan pengrusakan cenderung tidak disensor 55. Kontak fisik yang berkaitan dengan kekerasan sering ditampilkan di dalam sinetron, seperti tamparan, pukulan, dorongan, dan lain sebagainya 55 ditambah efek-efek visualisasi yang mencerminkan unsur kekerasan sering timbul dalam sinetron, seperti letusan senjata, percikan darah, dan lain sebagainya 33,5. Seperti yang dikatakan salah satu responden: “Berantem-berantem di sinetron pada gak disensor, kalo mukul kaya yang mukul beneran, terus udah gitu darah yang muncratnya juga keliatan jelas banget, walopun sebenernya itu darah boongan. Tapi tetep aja di tiap sinetron pasti ada pukul-pukulan ato nggak kekerasan- kekerasan gitu.” IA, 23 tahun. Tabel 3. Persentase Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi No Persepsi Persentase Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju 1. Saya senang menonton sinetron di televisi. 27.5 25.0 25.0 17.5 5.0 2. Saya senang menonton tayangan televisi yang mengandung unsur kekerasan. 20.0 45.0 25.0 10.0 0.0 3. Saya lebih suka menonton tayangan televisi yang mengandung banyak adegan kekerasan. 25.0 35.0 27.5 10.0 2.5 4. Sinetron yang ditayangkan di televisi banyak mengandung unsur kekerasan. 2.5 12.5 50.0 25.0 10.0 5. Pemeran dalam sinetron sering melakukan suatu ancaman untuk mewujudkan keinginannya. 2.5 15.0 32.5 35.0 15.0 6. Banyak terdapat adegan perkelahian di dalam sinetron. 0.0 17.5 32.5 42.5 7.5 7. Pemeran dalam sinetron seringkali tidak menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar. 2.5 12.5 30.0 45.0 10.0 8. Pemeran dalam sinetron seringkali melakukan penyiksaan terhadap orang yang tidak disukainya. 5.0 12.5 20.0 45.0 17.5 53 9. Tayangan yang mengandung unsur kekerasan di televisi merupakan tayangan yang mendidik. 50.0 30.0 12.5 5.0 2.5 10. Jalan cerita yang ditampilkan dalam sinetron terkesan berbelit-belit. 2.5 7.5 22.5 37.5 30.0 11. Cerita yang terkandung dalam sinetron bagus dan mendidik. 22.5 32.5 37.5 7.5 0.0 12. Cerita yang terkandung dalam sinetron mudah dimengerti. 10.0 27.5 37.5 17.5 7.5 13. Adegan dalam sinetron yang menampilkan perkelahian, pemukulan, dan pengrusakan tidak disensor. 5.0 17.5 22.5 40.0 15.0 14. Pemeran dalam sinetron seringkali berniat untuk mencelakai dan membunuh orang yang tidak disukainya. 10.0 12.5 17.5 45.0 15.0 15. Bahasa yang digunakan pemeran dalam sinetron tidak sesuai dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, patut ditiru. 35.0 35.0 17.5 7.5 5.0 15. Kontak fisik yang berkaitan dengan kekerasan sering ditampilkan di dalam sinetron, seperti tamparan, pukulan, dorongan, dan lain sebagainya. 5.0 17.5 22.5 35.0 20.0 16. Cacian dan makian biasa timbul dalam percakapan antar pemeran di dalam sinetron. 2.5 22.5 22.5 40.0 12.5 17. Ekspresi kemarahan yang diluapkan oleh pemeran dalam sinetron berlebihan. 0.0 15.0 22.5 32.5 30.0 18. Pemeran dalam sinetron sering menggunakan bahasa kasar apabila sedang marah. 5.0 17.5 40.0 27.5 10.0 19. Efek-efek visualisasi yang mencerminkan unsur kekerasan sering timbul dalam sinetron, seperti letusan senjata, percikan darah, dan lain sebagainya. 2.5 17.5 47.5 25.0 7.5 20. Judul sinetron tidak mencerminkan isi yang terkandung dalam cerita. 0.0 12.5 40.0 35.0 12.5 21. Saya senang menonton sinetron di televisi. 27.5 25.0 25.0 17.5 5.0 Kuswandi 1996 dalam penelitiannya menyatakan bahwa paket tayangan sinetron banyak diminati karena menyangkut tiga hal, yaitu: isi pesannya sesuai dengan realita sosial pemirsa, mengandung cerminan tradisi nilai luhur dan lebih banyak mengangkat permasalahan atau persoalan yang terjadi dalam kehidupan. Sinetron terutama yang kejar tayang biasanya sengaja membuat cerita yang berbelit-belit, sesuatu yang kurang penting terus ditonjolkan dalam tayangan, sesuatu yang kurang masuk akal dipaksa ada dalam cerita, sehingga isi 54 yang dikandungnya tidak berbobot. Sinetron biasanya menyorot kehidupan kalangan atas dengan jutaan derita, masalah, kebodohan, dan tangis padahal masyarakat kita tidak seperti demikian. Hal ini didukung dengan pernyataan seorang responden: “Sinetron yang ditayangin di TV sekarang mah gak ada yang bener, ceritanya gak jelas, episodenya gak abis-abis, terus udah gitu kalo berantem suka lebay. Gak asik banget deh pokoknya buat ditonton.. .” DB, 20 tahun. Kekuatan sinetron memang sering menciptakan imitasi di kalangan masyarakat, mulai dari anak-anak hingga dewasa, termasuk remaja. Perilaku para pemeran sinetron tidak jarang menjadi panutan para ibu dan remaja putri. Mereka mengubah model rambut dan dandanannya seperti pemain sinetron. Mereka berusaha mengubah gaya hidupnya seperti kehidupan yang diceritakan dalam suatu sinetron.

6.2. Pengaruh Orang Tua