5
BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Televisi
2.1.1.1 Sejarah dan Perkembangan Televisi
Sejarah perkembangan televisi diawali pada tahun 1884, seorang mahasiswa di Berlin menciptakan sebuah alat yang merupakan cikal-bakal
pesawat televisi. Namun prinsip televisi tidak dapat dilepaskan dari penemuan teknologi radio. Pada tahun itu pula penemuan Paul Nipkow itu dipatenkan.
Selanjutnya, nipkow bercita-cita ingin menciptakan prinsip-prinsip pembentukan gambar yang kemudian dikenal dengan nama jantra Nipkow. Dan pada tahun
1965 James Maxwell menemukan prinsip baru untuk mewujudkan gelombang elektromagnetis, yaitu gelombang yang digunakan televisi. Penemuan Maxwell
ini kemudian dikembangkan oleh Guglemo Marconi. Pada tahun 1875 George Carey di Boston mengembangkan gambar televisi. Namun penayangan elemen-
elemen gambar dengan cepat, garis demi garis, frame demi frame, ditampilkan oleh WE Sawyer dari Amerika dan Maurice Leblanc dari Perancis pada tahun
1880 Istanto, 1995. Sudibyo 2004 menyatakan bahwa siaran televisi pertama di Indonesia
ditayangkan pada tanggal 17 Agustus 1962, bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-17. Siaran tersebut berlangsung mulai pukul 07.30
sampai pukul 11.02 WIB untuk meliput upacara peringatan Hari Proklamasi di Istana Negara. Inilah momentum dimana Indonesia mengukuhkan diri sebagai
negara Asia keempat yang memiliki media penyiaran televisi setelah Jepang, Filipina, dan Thailand.
Liputan perdana TVRI adalah upacara pembukaan Asian Games ke IV di Stadion Utama Senayan Jakarta. Liputan pertama TVRI dikoordinir oleh
Organizing Committe Asian Games IV yang dibentuk khusus untuk event olahraga itu, dibawah naungan Biro Radio dan Televisi Departemen Penerangan.
Pada tanggal 12 November 1962, TVRI mengudara secara reguler setiap hari.
6 TVRI menayangkan iklan pada tanggal 1 Maret 1963, seiring ditetapkannya TVRI
sebagai televisi berbadan hukum yayasan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 215 tahun 1963. Saat ini siaran telah dapat menjangkau hampir semua provinsi di
seluruh Indonesia berkat pemanfaatan satelit Palapa, bahkan mampu menjangkau wilayah ASEAN. Munculnya TVRI kemudian disusul pula dengan munculnya
stasiun-stasiun televisi swasta lainnya Sudibyo, 2004. Menurut Mursito 1998 pertelevisian kita, khususnya televisi swasta
telah mengalami perkembangan pesat dan pada awalnya ingin didesain sebagai institusi media yang antara lain memiliki fungsi informatif-edukatif, membentuk
kepribadian bangsa, bertujuan menangkal pengaruh budaya asing, menjadi tuan rumah di negeri sendiri, juga memelihara dan melestarikan budaya adiluhung.
Selain itu, dengan adanya televisi kita hendak mendefinisikan kehidupan bangsa ke arah yang sesuai dengan desain besar kebudayaan, yang disebut kebudayaan
nasional. Namun, menurut Radikun 1995 saat ini tayangan televisi sangat
memprihatinkan karena sudah tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Tayangan televisi yang dimaksud adalah tayangan-tayangan berselera
rendah yang menampilkan hasrat tercela, sikap negatif, perbuatan merusak, hedonisme, pornografi, kekerasan, sadisme, dan egoisme.
Radikun 1995 menambahkan bahwa tayangan hedonisme adalah tayangan yang mempertontonkan pelampiasan memburu kesenangan, hidup
mewah berfoya-foya, hidup tanpa batas yang semuanya hanya demi kepuasan hawa nafsu, tanpa menghiraukan akibat buruk di belakang hari, dan tanpa
mengindahkan larangan agama. Adapun tayangan pornografi yaitu tayangan yang menampilkan adegan-adegan merangsang birahi dan mendorong pergaulan bebas
atau seks bebas. Jenis tayangan lain yang dikhawatirkan akan membawa pengaruh buruk
bagi generasi muda khususnya anak-anak dan remaja adalah tayangan yang menampilkan adegan kekerasan, sadisme, dan egoisme. Tayangan kekerasan
adalah tayangan yang menampilkan penyalahgunaan kekuatan dan keunggulan fisik serta senjata untuk memaksakan kehendak. Tidak jauh berbeda dengan
tayangan kekerasan, tayangan sadisme menampilkan kebengisan dan kekejaman,
7 dimana yang kuat menyiksa yang lemah. Sedangkan tayangan egoisme adalah
tayangan yang menampilkan sikap mementingkan diri sendiri, keserakahan, dan mengorbankan orang lain dengan menggunakan strategi yang licik Radikun,
1995. Mursito 1998 juga menambahkan pada saat ini, televisi kita telah
berkembang tidak sesuai dengan desain kebudayaan nasional dan hanya berkembang menjadi media hiburan, yang dapat dilihat dari dominasi hiburan
pada acara-acaranya. Hal tersebut terjadi berdasarkan asumsi bahwa saat ini acara yang digandrungi oleh khalayak adalah hiburan, maka siaran televisi dipenuhi
oleh acara-acara hiburan seperti sinetron, film, dan acara musik. Menurut Lubis 2001, televisi adalah jendela dunia rumah kita, dimana
pesan-pesan dan informasi baik hiburan maupun tidak berdatangan menghampiri kita sehingga model perilaku dan tokoh identifikasi diri. Televisi sendiri sebagai
salah satu bentuk media massa ternyata membawa perubahan pada gaya hidup. Salah satu contohnya adalah gaya berbahasa orang Jakarta telah tersebar ke
seluruh pelosok tanah air, mode pakaian dan gaya rambut artis menjadi trend di masyarakat.
Menurut Pannen dan Riyanti 2004 perkembangan televisi yang sarat pesan-pesan negatif mengharuskan pemirsa memiliki critical viewing skills, yaitu
keterampilan untuk memahami isi makna dan maksud pesan yang implisit disampaikan melalui penggunaan bahasa, visual maupun aural dalam suatu
program televisi, sehingga pemirsa dapat mengidentifikasi program televisi berdasarkan kelompok pemirsa yang dituju intended audiences, serta makna dari
pesan yang disampaikan intent of the message. Menurut keduanya, dengan memiliki critical viewing skills, pemirsa dapat memilih program televisi yang
memang “pantas” untuk ditonton berdasarkan norma-norma agama, sistem sosial
dan budaya, serta pengetahuan yang dimilikinya.
8
2.1.1.2 Pengertian Televisi