Fasilitas dan Utilitas Deskripsi Umum Proyek Penataan Kawasan

4.2 Kondisi Fisik dan Biofisik

Kondisi fisik meliputi keadaan dan jenis tanah, topografi kawasan, iklim dan curah hujan serta hidrologi, sedangkan kondisi biofisik meliputi vegetasi dan satwa eksisting pada kawasan SCR.

4.2.1 Tanah

Pekerjaan softscape membutuhkan informasi akan karakteristik tanah yang berguna dalam penyusunan metode pelaksanaan pekerjaan, perhitungan dalam penentuan jenis dan jumlah pupuk, serta perlakuan yang harus diberikan agar tanaman mencapai pertumbuhan yang ideal. Untuk mengetahui jenis tanah Kawasan SCR, dilakukan pengujian sampel tanah di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. Aspek yang diteliti meliputi: penetapan kadar air tanah, tekstur tanah, konsistensi, warna, dan analisis kimia tanah. Hasil uji laboratorium sampel tanah Kawasan SCR tertera pada Lampiran 1. Hasil uji laboratorium menyatakan Kawasan SCR didominasi oleh jenis tanah Inceptisol. Menurut Soepardi 1983, Inceptisol berasal dari bahasa latin inceptum yang artinya permulaan, adalah tanah yang memperlihatkan dimulainya suatu perkembangan profil. Berdasarkan penilaian sifat-sifat kimia tanah mengacu kepada Hardjowigeno 1995, tanah pada kawasan SCR memiliki karakteristik masam pH 4.5-5.5, kandungan P-tersedia dan Nitrogen total sangat rendah 10 dan 0.10, dan basa-basa yang dapat dipertukarkan bernilai rendah, sedangkan Kandungan C-organik rendah sampai sedang di lapisan atas dan sangat rendah di lapisan bawah. Dari hasil interpretasi data hasil uji laboratorium, disimpulkan bahwa tanah pada kawasan SCR memiliki status kesuburan yang tergolong rendah. Namun sampel tanah yang digunakan tergolong sebagai tanah tidak utuh disturbed soil sampel, hal ini dapat mempengaruhi keakuratannya. Sifat fisik tanah dapat direpresentasikan dari tekstur tanah yang tergolong kasar dan ringan karena 76.90 mengandung pasir sand, 16.43 mengandung debu loam, dan 6.67 mengandung liat clay. Dari segi warna, lapisan teratas setebal 8 cm berwarna kelabu Gambar 9.a menyiratkan keadaan drainase yang buruk dan sering tergenang air, sedangkan tanah lapisan bawah tanah struktur berwarna terang kemerahan Gambar 9.b. a Timbunan top soil b Profil tanah SCR Gambar 9. Tanah pada kawasan Sport Center Rumbai

4.2.2 Topografi Kawasan

Kawasan SCR memiliki kemiringan lahan 0-2 datar, serta kemiringan lahan 3-14 agak landaiagak curam dengan ketinggian rata-rata 10 meter di atas permukaan laut. Secara umum, topografi Kawasan SCR merupakan daerah dataran rendah dan agak bergelombang.

4.2.3 Iklim dan Curah Hujan

Berdasarkan data dari Stasiun Meteorologi Pekanbaru, Daerah Riau dinyatakan beriklim tropis basah yang dipengaruhi oleh musim hujan dan musim kemarau, dengan rata-rata curah hujan antara 2.500-3.000 mm setiap tahun. Suhu udara beragam antara 21°C-31°C. Kota Pekanbaru merupakan daerah yang sering ditimpa hujan setiap tahunnya berkisar 209 hari. Menurut catatan Stasiun Meteorologi Simpang Tiga, suhu udara rata-rata Kota Pekanbaru tahun 2006 menunjukkan 27.2°C dengan suhu maksimum 34.5 °C dan suhu minimum 21.8 °C. Kejadian kabut tercatat 5 kali dan kelembaban udara di Kota Pekanbaru berkisar antara 77-86. Menurut data dari BMKG Pekanbaru pada tahun 2011 terjadi peningkatan suhu yang ekstrem setiap bulannya. Pada Januari suhu tertinggi mencapai 33,5°C normal, bulan Februari mencapai 35,5°C ekstrem, bulan Maret mencapai 34,6°C mendekati ekstrem, bulan April mencapai 35,4°C ekstrem dan puncaknya terjadi pada bulan Mei melebihi batas wajar yaitu 36,5 °C. Di Riau, suhu yang dianggap ekstrem adalah di atas 35°C, sedangkan suhu normal berkisar antara 32-33°C. Kondisi angin kencang, rata-rata 10-20 knot yang menyulitkan pembentukan awan hujan .

4.2.4 Hidrologi

Kawasan SCR dilengkapi dengan sistem drainase terbuka dan drainase tertutup. Drainase buatan bermuara pada parit eksisting, selebihnya pada area lainnya belum terbangun sistem drainase buatan. Sistem drainase ini belum cukup mengakomodasi limpasan air hujan pada keseluruhan area SCR sehingga sering terjadi genangan air pada area-area tertentu.

4.2.5 Vegetasi

Vegetasi eksisting yang dominan pada kawasan SCR, yaitu Akasia. Akasia merupakan tanaman dikotil, berakar tunggang, batang berkambium dan bercabang banyak simpodial, berkulit kasar dan kadang berduri. Daun majemuk menyirip, bentuk lonjong, tepi rata. Di kawasan SCR terdapat tiga spesies dari genus Acacia, yaitu Acacia auriculiformis, Acacia longifolia, dan Acacia mangium. Sepintas, ketiga jenis tanaman Akasia ini memiliki morfologi yang sama, namun jika diperhatikan secara seksama, terdapat perbedaan yang jelas pada bentuk percabangan, tajuk, bentuk daun dan warna bunga. Acacia auriculiformis memiliki tinggi 30-40 m dengan diameter batang 80-100 cm. Berbatang lurus dan keras. Warna kayu bervariasi dari cokelat sampai merah gelap. Pohon ini memiliki bunga yang berwarna kuning terang, beraroma wangi, dan berdiameter 8 cm Gambar 10. Gambar 10. Acacia auriculiformis Sumber: Kawasan SCR, mengacu pada Lestari, 2008 Acacia longifolia memiliki percabangan yang lebih rendah daripada Acacia auriculiformis dan berdaun lebih rimbun. Tinggi mencapai 15-25 m. Bunga berwarna putih kekuningan, berbentuk bulir dan bertangkai pendek Gambar 11.