5
B. TONGKOL JAGUNG
Tongkol jagung merupakan simpanan makanan untuk pertumbuhan biji jagung selama melekat pada tongkol. Panjang tongkol jagung bervariasi
antara 8-12 cm Effendi dan Sulistiati, 1991. Menurut Koswara 1991, jagung mengandung kurang lebih 30 tongkol jagung dan sisanya adalah biji
dan kulit. Menurut Maynard dan Loosli 1993, tongkol jagung terdiri dari serat kasar 35.5, protein 2.5, kalsium 0.12, fosfor 0.04 dan zat-zat
lain sisanya 38.16. Tongkol jagung dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan komposisi kimia tongkol jagung disajikan pada Tabel 2.
Gambar 2. Tongkol Jagung Tabel 2. Komposisi Kimia Tongkol Jagung
Komposisi a bk
b bk Karbohidrat
• Glukan
• Xilan
• Arabinan
• Galaktan
• Lignin
34.40 ± 0.40 31.30 ± 0.30
3.01 ± 0.07 -
18.80 ± 0.10 39.40
28.40 3.60
1.10 7.00
Abu 1.30 ± 0.03
1.70 Protein
4.30 ± 0.09 3.20
Lemak kasar -
0.70 Gugus asetil
3.08 ± 0.01 -
Bahan lain by different 0.46
- Asam Uronat
3.36 ± 0.09 -
a : Parajo et al. 2003 b : White dan Johnson 2003
Kandungan protein dan karbohidrat dalam bentuk monosakarida,
disakarida atau polisakarida yang terdapat pada tongkol jagung merupakan nutrisi yang cukup potensial untuk pertumbuhan A. flavus karena A. flavus
mampu tumbuh dengan baik pada substrat yang cukup mengandung sukrosa,
6 glukosa, ribosa, xilosa dan gliserol serta protein, baik organik maupun
anorganik Diener dan Davist, 1969.
C. PENYIMPANAN JAGUNG
Produk pertanian yang akan disimpan, terutama biji-bijian sebaiknya dikeringkan sampai dengan kadar air yang sesuai untuk penyimpanan. Di
negara-negara beriklim sedang, kadar air penyimpanan biji-bijian yang ideal adalah di bawah 13 untuk penyimpanan lebih dari 9 bulan, sedangkan untuk
penyimpanan yang singkat kadar air dapat mencapai 14. Sementara untuk negara-negara beriklim tropis dengan suhu dan kelembaban yang tinggi,
kadar air ideal untuk penyimpanan biji-bijian berkisar antara 7 - 9 terutama untuk komoditi yang disimpan lebih dari tiga bulan. Produk sebaiknya
disimpan di gudang penyimpanan dengan sirkulasi udara yang baik. Jika memungkinkan, suhu dan kelembaban diukur secara rutin selama periode
penyimpanan. Kenaikan suhu 2-3°C dapat menunjukkan adanya infeksi kapang atau serangga. Untuk produk yang dikemas, sebaiknya digunakan
kemasan yang memiliki pori-pori untuk sirkulasi udara dan diletakkan dengan menggunakan alas papan Maryam, 2006.
Laju respirasi setelah panen pada produk buah dan sayuran tergantung pada kelembaban, suhu dan tingkat kerusakan perlukaan saat panen
Watson dan Ramstad, 1994. Sebagai bahan yang kandungan karbohidratnya cukup tinggi, jagung sangat mudah terserang mikroba, sehingga setelah
dipanen jagung sebaiknya segera dikupas kulitnya dan dijemur sampai cukup kering. Setelah cukup kering, segera dipipil dan dipisahkan antara biji jagung
dan tongkolnya. Tongkol jagung kemudian dijemur lagi sampai kering konstan kadar air kurang lebih 12 agar dapat disimpan dalam jangka
waktu lama Suprapto, 1998.
Sampai saat ini sebagian besar pengeringan jagung dilakukan dengan cara penjemuran. Baik dengan kulit, tanpa kulit atau dalam bentuk pipilan.
Pengeringan tongkol jagung dengan memanfaatkan sinar matahari dilakukan kurang lebih 7-8 hari agar diperoleh kadar air 9-11 Prabowo, 2007.
7 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketahanan tongkol jagung
selama penyimpanan yaitu meliputi aktivitas air a
w
dan kadar air bahan, suhu, substrat komposisi nutrisi bahan, ketersediaan oksigen, nitrogen dan
karbon dioksida, kerusakan mekanis dan interaksi dengan serangga, jumlah spora yang menginfeksi dan lama waktu penyimpanan Miller dan Trenholm,
1994. Cara penyimpanan bahan sebelum dilakukan proses pengolahan lebih
lanjut dapat dilakukan dengan atau tanpa pengemasan. Penyimpanan tanpa pengemasan yaitu penyimpanan dimana bahan dibiarkan kontak langsung
dengan udara terbuka. Sementara penyimpanan dengan pengemasan yaitu penyimpanan yang dilakukan dengan terlebih dahulu mengemas bahan
menggunakan bahan kemasan, yang akan lebih baik jika disesuaikan dengan karakter bahan yang dikemas. Pada pengemasan bahan yang tidak
dimaksudkan untuk membuat atmosfer termodifikasi, hal yang diutamakan adalah menghindari kondisi beracun dan kondensasi uap air di dalam
kemasan Robertson, 1993. Pengemasan bahan selama masa penyimpanan ditujukan untuk
melindungi bahan dari perubahan kondisi lingkungan penyimpanan yaitu kelembaban dan suhu. Kemasan yang baik dapat menciptakan ekosistem
ruang penyimpanan yang baik, sehingga bahan bisa disimpan lebih lama. Penyimpanan bahan pada ruang penyimpanan terbuka akan menyebabkan
bahan cepat mengalami kemunduran atau daya simpannya menjadi lebih singkat karena pengaruh fluktuasi lingkungan seperti suhu dan kelembaban.
Selain itu dalam ruang penyimpanan terbuka, bahan berhubungan langsung dengan lingkungan luar yang mungkin dapat mencemari bahan, baik berupa
pencemar mikro seperti mikroba maupun pencemar makro seperti serangga Robi’in, 2007.
D. Aspergillus flavus