7 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketahanan tongkol jagung
selama penyimpanan yaitu meliputi aktivitas air a
w
dan kadar air bahan, suhu, substrat komposisi nutrisi bahan, ketersediaan oksigen, nitrogen dan
karbon dioksida, kerusakan mekanis dan interaksi dengan serangga, jumlah spora yang menginfeksi dan lama waktu penyimpanan Miller dan Trenholm,
1994. Cara penyimpanan bahan sebelum dilakukan proses pengolahan lebih
lanjut dapat dilakukan dengan atau tanpa pengemasan. Penyimpanan tanpa pengemasan yaitu penyimpanan dimana bahan dibiarkan kontak langsung
dengan udara terbuka. Sementara penyimpanan dengan pengemasan yaitu penyimpanan yang dilakukan dengan terlebih dahulu mengemas bahan
menggunakan bahan kemasan, yang akan lebih baik jika disesuaikan dengan karakter bahan yang dikemas. Pada pengemasan bahan yang tidak
dimaksudkan untuk membuat atmosfer termodifikasi, hal yang diutamakan adalah menghindari kondisi beracun dan kondensasi uap air di dalam
kemasan Robertson, 1993. Pengemasan bahan selama masa penyimpanan ditujukan untuk
melindungi bahan dari perubahan kondisi lingkungan penyimpanan yaitu kelembaban dan suhu. Kemasan yang baik dapat menciptakan ekosistem
ruang penyimpanan yang baik, sehingga bahan bisa disimpan lebih lama. Penyimpanan bahan pada ruang penyimpanan terbuka akan menyebabkan
bahan cepat mengalami kemunduran atau daya simpannya menjadi lebih singkat karena pengaruh fluktuasi lingkungan seperti suhu dan kelembaban.
Selain itu dalam ruang penyimpanan terbuka, bahan berhubungan langsung dengan lingkungan luar yang mungkin dapat mencemari bahan, baik berupa
pencemar mikro seperti mikroba maupun pencemar makro seperti serangga Robi’in, 2007.
D. Aspergillus flavus
Selama masa tanam di kebun ataupun penyimpanan, jagung rentan terhadap serangan kapang dan hama. Mikroba yang sering dijumpai terdapat
pada tanaman jagung antara lain Aspergillus spp., Fusarium spp., dan
8 Penicillium spp. Infeksi awal terjadi pada fase penanaman di lapang,
kemudian terbawa oleh benih ke tempat-tempat penyimpanan Schutless et al., 2002. Mikroba patogen tersebut kemudian berkembang dan
memproduksi mikotoksin, sehingga bahan menjadi rusak dan bermutu rendah. Di daerah beriklim tropis, suhu, curah hujan dan kelembaban yang
tinggi serta media penyimpanan yang tidak memadai, sangat mendukung perkembangan mikroba tersebut. Secara umum, pengertian mikotoksin yang
dihasilkan oleh kapang seperti Aspergillus spp., Fusarium spp., dan Penicillium spp. adalah hasil metabolisme sekunder yang bersifat toksik. Bath
dan Miller 1991 melaporkan bahwa mikotoksin yang paling banyak dan sering ditemui pada jagung adalah A. flavus. Toksin yang dihasilkanpun
paling berbahaya dan banyak mencemari produk-produk pertanian di berbagai negara. Di Indonesia, aflatoksin juga merupakan mikotoksin yang
dominan mencemari produk pertanian, terutama jagung dan kacang tanah Bachri, 2001.
A. flavus merupakan salah satu spesies kapang atau fungi yang termasuk ke dalam divisi Tallophyta, sub-divisi Deuteromycotina, kelas fungi
Imperfecti, ordo Moniliales, famili Moniliaceae dan genus Aspergillus Frazier dan Westhoff, 1987. A. flavus merupakan kapang saprofit yang
umumnya mengkontaminasi berbagai jenis bahan makanan yang disimpan. Sifat morfologis A. flavus yaitu bersepta, miselia bercabang biasanya tidak
berwarna, konidiophor muncul dari kaki sel, sterigmata sederhana atau kompleks dan berwarna atau tidak berwarna, konidia berbentuk rantai
berwarna hijau, coklat atau hitam Smith dan Pateman, 1977. Menurut Bhatnagar et al. 2000 di dalam Robinson et al. 2002, A.
flavus memiliki hifa berseptum dan miselium bercabang, koloni kompak, konidiofor kasar dan relatif panjang. Kapang ini dikenal sebagai kapang
kuning kehijauan yang dapat tumbuh pada suhu 12-48
o
C dengan a
w
minimal 0.8, sedangkan suhu optimal untuk pertumbuhannya adalah 25-42
o
C. Pertumbuhan kapang dan perkecambahan konidia ideal pada a
w
lebih rendah dari 0.9 dan akan terhambat jika a
w
kurang dari 0.75.
9 A. flavus merupakan kapang yang hidup di tanah dan merupakan
kapang gudang,
sehingga apabila
kondisi lingkungannya
cukup menguntungkan, maka perkembangan dan pertumbuhannya akan sangat cepat
Betina, 1989. Cemaran A. flavus dapat terjadi saat jagung masih ditanam di kebun ataupun saat disimpan. Cemaran di kebun disebabkan karena kapang
A. flavus merupakan jenis kapang yang terdapat secara alami pada tanah. Kontaminasi serangga juga dapat mempercepat cemaran A. flavus dan
aflatoksin Sumner, 2003. Menurut Sauer 1986, A. flavus tidak akan tumbuh pada kelembaban
udara relatif di bawah 85 dan kadar air di bawah 16. A
w
minimum yang dibutuhkan A. flavus untuk tumbuh adalah 0.80 Richard et al., 1982.
Sedangkan menurut Christensen et al. 1974 di dalam Christensen 1980, A. flavus tumbuh optimal pada a
w
0.85. Nilai ini jika disetarakan dengan kadar air kesetimbangan optimum pada penyimpanan tongkol jagung adalah sekitar
18-18.5. Menurut Hesseltine 1976, A. flavus tumbuh pada kadar air 13-18,
sedangkan menurut Diener dan Davist 1969, kelembaban relatif yang aman untuk penyimpanan biji-bijian adalah 70, karena hanya sedikit kapang yang
dapat tumbuh. A. flavus adalah kapang mesofit yang membutuhkan RH minimal 80-90 untuk pertumbuhannya. RH minimum untuk pertumbuhan
dan germinasi spora adalah 80 dan RH minimal 85 untuk sporulasi. Sebagai kapang mesofilik, A. flavus mempunyai suhu pertumbuhan
minimum 6-8
o
C, optimum 36-38
o
C dan maksimum 44-46
o
C. Suhu pertumbuhan minimum dan maksimum ini dipengaruhi oleh faktor lain
seperti konsentrasi oksigen, kadar air, nutrien dan lain-lain Diener dan Davist, 1969.
Umumnya penurunan konsentrasi oksigen dapat menurunkan produksi aflatoksin karena A. flavus sebagai kapang penghasil aflatoksin bersifat
aerobik obligat, tetapi rendahnya kandungan oksigen tidak menyebabkan kematian pada miselia dan spora Hesseltine, 1976.
Pertumbuhan A. flavus selain dipengaruhi oleh lingkungan seperti kadar air, oksigen, unsur makro karbon, nitrogen, fosfor, kalium dan
10 magnesium dan unsur mikro besi, seng, tembaga, mangan dan
molibdenum, juga dipengaruhi oleh cahaya, temperatur, kelembaban dan keberadaan kapang lain. Temperatur yang optimal untuk pertumbuhan A.
flavus sekitar 30
o
C dan RH ≥ 95 Onions et al., 1981 di dalam Corry et al., 1986.
Menurut Sumner 2003, kadar air biji yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan A. flavus adalah 18 dengan interval
optimum antara 13-20. Cemaran A. flavus pada tongkol jagung dapat dilihat pada penampakan hifa dari kapang ini yang menunjukkan warna hijau abu-
abu atau hijau kekuningan.
E. AFLATOKSIN