Analisis Integrasi Pasar Vertikal
40 Tengahsejauh 7 Km dan di daerah ini terdapat unit pengolahan kopi terbesar yang
ada di Kabupaten Aceh Tengah yaitu KBQ. Baburrayan. Kondisi ini memberikan kemudahan kepada petani dan pedagang dalam melakukan aktivitas pemasaran
kopi. Kecamatan Jagong Jeget memiliki luas 10 504 hektar atau menguasai sekitar 2.43 persen dari luas total Kabupaten Aceh Tengah dan sekitar 53.64 persen dari
luas areal yang ada di tanami kopi Arabika Gayo. Komoditas perkebunan lain yang diusahakan antara lain kemiri, kayu manis dan pinang. Secara geografis
kecamatan ini berada pada ketinggian 1 400 sampai 1 600 mdpl. Terdiri atas 10 desa dan beribukota di Jeget Ayu. Bila dilihat dari jarak desa ke Ibukota, maka
desa dengan jarak terjauh adalah Merah Said dengan 11 km. Sedangkan yang terdekat adalah Paya Tungel dengan jarak kurang dari 1 km. Jarak ibukota Jeget
Ayu ke ibukota Kabupaten Aceh Tengah, Takengon adalah 59 km atau sekitar 1 jam perjalanan darat.
Di Kabupaten Bener Meriah, Kecamatan Permata dan Bukit merupakan salah satu sentral perkebunan kopi di kabupaten ini. Luas wilayah Kecamatan
Permata mencapai 15 966 hektar atau sekitar 8.32 persen dari total luas Kabupaten Bener Meriah dengan ketinggian 1 000 sampai 1 400 m dpl. Dari total luas
wilayah, sekitar 53.52 persennya ditanami kopi Arabika Gayo. Kondisi geografis di daerah ini sangat mendukung untuk penanaman kopi, sehingga mayoritas
masyarakat 82.64 berusaha di sektor perkebunan seperti perkebunan kopi, tanaman buah-buahan dan sayuran. Bila dilihat dari jarak desa ke Ibukota, maka
desa dengan jarak terjauh adalah Weh Tenang Toa dengan 12 km. Sedangkan yang terdekat adalah Desa Rikit Musara dengan jarak kurang dari 1 km. Jarak
ibukota kecamatan ke ibukota Kabupaten adalah 25 km atau sekitar 30 menit perjalanan darat.
Kecamatan Bukit memiliki luas sebesar 11 095 hektar dengan ketinggian 1 450 m dpl dan sekitar 26.36 persen dari total wilayah ditanami kopi Arabika
Gayo. Kecamatan ini terdiri atas 40 Desa dan beribukota di Simpang Tiga Redelong yang juga merupakan ibukota dari Kabupaten Bener Meriah. Bila dilihat
dari jarak tempuh, jarak Desa ke ibukota Kecamatan berkisar antara 0.5 sampai 4 km. Hal ini memudahkan petani dan pedagang dalam melakukan aktivitas
pemasaran, seperti fasilitas terhadap unit pengolahan kopi, akses menuju koperasi, biaya transportasi dan lainnya. Sama halnya dengan Kecamatan Permata, sebagian
besar 71.11 berusaha di sektor perkebunan seperti perkebunan kopi, tanaman buah-buahan dan sayuran. Sisanya bekerja di sektor perdagangan 9.96,
Pegawai Negeri Sipil 7.08, sektor industri 2.96 dan di sektor kontruksi dan jasa 2.89.
Menurut ketinggian tempat, tanaman kopi arabika dibedakan antara tanaman di atas ketinggian 1 200 m dpl dan tanaman pada ketinggian antara 600 sampai 1
200 m dpl. Secara umum kopi yang di tanam di atas ketinggian 1 200 m dpl memiliki kualitas lebih baik dibandingkan kopi yang di tanam di bawah 1 200 m
dpl Fatma 2011. Hal ini terlihat dari rata-rata tingkat produktivitas kopi di Kabupaten Bener Meriah lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Aceh Tengah
dikarenakan Kabupaten Bener Meriah memiliki lahan kopi lebih tinggi 1 500 m dpl dibandingkan di Kabupaten Aceh Tengah 1 176 m dpl. Tanaman kopi di
Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah ditanam secara tumpang sari dengan tanaman lamtoro, jeruk dan alpukat sebagai tanaman peneduh dan pencegah erosi.
41 Secara umum, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produksi
dan mutu kopi arabika diantaranya adalah 1 bahan tanam varietas yang digunakan, 2 faktor alam termasuk didalamnya ketinggian lahan, kondisi iklim
curah hujan, kemiringan lahan dsb, 3 pengelolaan kebun, 4 cara panen dan 5 penanganan pascapanen ICRRI 2008. Pada Gambar 12 terlihat bahwa semakin
berlereng, jarak tanaman lamtoro semakin rapat ditanam, selain untuk mencegah erosi akar tanaman lamtoro juga membantu kesuburan tanah, semakin rapat
tanaman lamtoro maka tanah akan semakin subur, sehingga tanaman kopi yang ditanam pada lahan miring akan semakin produktif daripada tanaman kopi yang di
tanam pada lahan datar.
Tanaman kopi tumpang sari dengan tanaman lamtoro
Tanaman kopi di lahan datar Tanaman kopi di lahan miring
Gambar 12 Tanaman kopi Arabika Gayo Ketergantungan perekonomian masyarakat terhadap perkebunan kopi dapat
ditunjukkan dari jumlah rumah tangga petani yang terlibat dalam usaha perkebunan kopi. Di Kabupaten Aceh Tengah jumlah petani mencapai 34 913 KK
atau setara dengan 77 persen dari total rumah tangga sedangkan di Kabupaten Bener Meriah jumlah rumah tangga petani yang terlibat sebanyak 33 029 KK atau
dengan kata lain seluruh rumah tangga di Kabupaten Bener Meriah adalah petani. Pada penyebarannya hampir seluruh Kecamatan di Kabupaten Aceh Tengah dan
Bener Meriah memiliki lahan perkebunan kopi. Setiap Kecamatan memiliki tingkat produksi dan produktivitas yang berbeda-beda lihat Lampiran 1. Tabel 2
menunjukkan kondisi perkebunan kopi dan jumlah petani di kedua Kabupaten.
42 Tabel 2 Kondisi kebun dan jumlah petani kopi Arabika Gayo di Kabupaten Aceh
Tengah dan Bener Meriah, tahun 2011 Uraian
Satuan Kabupaten
Aceh Tengah Kabupaten
Bener Meriah Ketinggian tempat
m dpl 1 176
1 560 Produktivitas
Kg Ha 711
790 Jumlah petani
KK 34 913
33 029 Jumlah petani terlibat
program sertifikasi KK
24 439 13 212
Potensi pengembangan lahan
Hektar 107
434
Sumber: Aceh Tengah dalam Angka 2012; Bener Meriah dalam Angka 2012
Aktivitas Pengolahan dalam Pemasaran Kopi Arabika Gayo
Kopi arabika merupakan bahan penyegar yang cita rasanya digemari konsumen. Cita rasa kopi arabika dipengaruhi oleh faktor genetik jenis kopi,
lingkungan tempat tumbuh tanaman dan cara pengolahannya Fatma 2011. Di antara faktor tersebut, metode pengolahan dan ketinggian tempat tumbuh suhu
lingkungan paling menentukan karakter cita rasa kopi BPTP 2011. Pada aktivitas pemetikan, kopi yang seharusnya sudah dipanen namun tidak dapat
dipetik oleh petani. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan tenaga kerja sehingga buah kopi dibiarkan hingga terlalu masak, mati atau bahkan terkenan penyakit.
Pada Tabel 3 terlihat beberapa cacat citarasa yang termasuk cacat berat dapat terjadi karena cara pengolahan yang tidak tepat.
Tabel 3 Cacat fisik dan cita rasa kopi akibat kesalahan pengolahan
Cacat Fisik Penyebab
Pengaruhnya terhadap karakteristik cita rasa
Biji Hitam - Buah terlalu masakmatiterkena
penyakit Aroma dan rasa kopi
lemah Biji Coklat
- Pengeringan terlalu lama - Buah terlalu masak
Earthy , berbau tanah
Biji Muda Buah muda warna hijau
Rasa rumput yang kehijauan, rasa jerami
Biji berwarna pucat
- Penyimpanan terlalu lama - Penyimpanan pada kondisi yang
tidak baik Woody
Biji berwarna putih - Pemudaran warna disebabkan bakteri coccus selama penyimpanan
transportasi - Penyimpanan terlalu lama
Muncul variasi rasa seperti rasa fermentasi, gulma,
tanah, jerami dan rasa berjamur
Biji berjamur - Kondisi penyimpanan yang
memungkinkan pertumbuhan jamur Mouldy, musty
, kerusakan citarasa yang berat
Biji Stinker - Fermentasi secara basah, fermentasi
tak terkendali Over fermented Stinker
Sumber : Balai Penelitian Teknologi Pertanian BPTP Aceh, 2012
43 Pada proses pengolahan, petani maupun pedagang terkadang melakukan
pencampuran antara buah kopi yang sudah sempurna merahnya dengan buah kopi yang masih muda. Hal ini dilakukan dengan alasan untuk meningkatkan volume
kopi yang dihasilkan dengan harapan akan memperoleh keuntungan lebih besar. Di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, cacat fisik yang paling sering
terjadi adalah biji setengah hitam, biji setengah coklat dan biji muda. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal mulai dari proses pemetikan, pengolahan, hingga
proses penjemuran dan penyimpanan ICRRI 2008. Pada proses pengeringan, kondisi matahari sangat panas dan kondisi alas penjemuran yang tidak sesuai atau
tidak menggunakan alas menjadikan biji kopi berbau tanah. Pada proses penyimpanan, petani atau pedagang tidak menyimpan biji kopi diruangan khusus
untuk
penyimpanan. Melainkan
hanya meletakkan
di tempat
yang memungkinkan. Kadang diletakkan didekat minyak tanah, ruangan lembab dan
sebagainya yang akhirnya akan mempengaruhi kualitas kopi yang dihasilkan. Gambar 13 menunjukkan beberapa bentuk kopi Arabika Gayo setelah melalui
tahapan pengolahan.
Kopi Ceri Kopi HS k.a 40
Kopi Beras k.a 40
Roasting Coffee KopiBeras k.a 12
Green Bean Kopi Beras k.a 12
Green off grade
Gambar 13 Bentuk kopi Arabika Gayo dalam berbagai tahapan pengolahan Secara umum, terdapat tiga cara pengolahan kopi arabika di Indonesia, yaitu
cara pengolahan basah, pengolahan semi basah dan pengolahan kering. Dasar pengelompokan cara pengolahan tersebut adalah penggunaan air. Pengolahan
basah dilakukan dengan tahapan pengupasan buah menggunakan mesin pengupas kulit, fermentasi dan pengeringan. Pengolahan ini biasanya dilakukan oleh
perkebunan besar, utamanya pada Kopi Jawa. Pengolahan kering biasanya dilakukan untuk pengolahan buah kopi bermutu rendah dengan kualitas cita rasa
yang tidak baik earthy, mouldymusty maupun fermented.
Pada wilayah Sumatera khususnya Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah sebagian besar pengolahan kopi dilakukan dengan cara pengolahan semi
basah. Aktivitas pengolahan kopi di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah
44 telah memiliki 107 kilang pengupas kopi yang dikomersilkan dengan kapasitas
1 000 sampai 2 000 kgjam lihat lampiran 2. Setiap petani atau pedagang pengumpul akan membayar sebesar Rp200kg untuk kopi ceri yang akan diolah.
Namun, ada juga beberapa petani yang memiliki mesin pengupas kulit kopi pulper dengan kapasitas kecil 30-50 kgjam. Pada proses pengolahan, 1 kg
kopi ceri akan menghasilkan 0.465 kg kopi HS kering angin. Sedangkan 1 kg kopi HS kering angin akan menghasilkan 0.344 kg kopi beras dengan kadar air 11
sampai 12 persen. Kopi dengan kadar air 11 sampai 12 persen telah siap untuk diekspor setelah dilakukan sortasi berdasarkan gradestandar mutu kopi yang telah
ditetapkan. Secara ringkas, Gambar 14 menunjukkan tahapan pengolahan kopi Arabika Gayo melalui metode pengolahan semi basah yang dilakukan di
Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah.
PEMETIKAN BUAH KOPI KOPI CERI DILAKUKAN SORTASI
Untuk memisahkan buah hijau, kuning, kering, lewat masak sehingga yang tersisa 85 merah, kuning segar 5
PERAMBANGAN BUAH sortasi; buah mengapung,biji cacat dipisahkan
PENGELUPASAN KULIT MERAH menggunakan mesin pulper
FERMENTASI selama 12 jam atau 36 jam
PENCUCIAN dengan air bersih dan mengalir dan sortasi
PENJEMURAN KOPI HS HARD SKIN sampai kadar air relatif kering; k.a 40
PENYIMPANAN KOPI HS KERING
PENGGEREBUSAN menggunakan mesin huller
PENGERINGAN KOPI BERAS GREEN OFF-GRADE Kopi Beras; kadar air 11-12
SORTASI BIJI KOPI BERAS; GREEN BEAN SIAP EKSPOR
Gambar 14 Sistem pengolahan kopi di Dataran Tinggi Gayo
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Aceh 2013
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam proses pengolahan kopi Arabika Gayo adalah proses pemetikan buah. Disarankan buah yang dipetik adalah buah
yang telah bewarna merah. Namun, dalam pelaksanaannya sering kali buah yang
45 masih berwarna hijau dan kuning terikut juga saat dipetik. Sehingga, perlu
dilakukan sortasi buah untuk memisahkan antara buah merah dan selainnya agar cita rasa kopi dapat terjaga. Kopi merah yang baru dipanen disebut juga kopi ceri.
Setelah dipetik, kopi ceri harus segera dikupas pulper saat itu juga, jika tidak maka kopi ceri akan busuk. Kopi yang telah di kupas kulit luarnya disebut kopi
HS Hard Skin. Setelah dikupas, umumnya petani atau pedagang kopi di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah melakukan fermentasi kopi HS
selama 12 sampai 36 jam. Fermentasi ini bertujuan untuk meluruhkan lapisan lendir yang terdapat dipermukaan kulit tanduk kopi yang selanjutnya akan
dilakukan pencucian kopi hingga terasa kesat.
Kopi HS yang telah dicuci kemudian dijemur diatas para-para, semen, terpal atau tenda yang bersih. Proses pengeringan kopi HS sampai kadar air 35 sampai
40 persen dan setelah itu dilakukan pengupasan kulit tanduk hulling. Kopi yang telah dikupas kulit tanduknya disebut kopi beras wet bean. Tetapi kopi beras ini
masih mengandung kadar air tinggi dan masih perlu pengeringan lebih lanjut sampai kadar air antara 11 sampai 12 persen. Kopi beras yang belum di sortir dan
grading
disebut green off grade dan kopi beras yang telah di sortir dan grading disebut green bean selanjutnya kopi beras disimpan dalam penggudangan
sebelum dilakukan proses pengapalan dan pengiriman ke negara tujuan.
Program Sertifikasi Produk dalam Pemasaran Kopi Arabika Gayo
Program sertifikasi produk diterapkan pada jenis kopi organik yang telah menerapkan konsep produksi kopi berkelanjutan sustainable coffee production.
Pertanian berkelanjutan merupakan pengelolaan sumber daya yang berhasil dalam usaha pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia yang terus berubah dan
sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam. Konsepsi produksi kopi berkelanjutan secara
langsung maupun tidak langsung telah diadopsi dalam perdagangan kopi melalui sertifikasi Organic, Fairtrade, Utz Certified, Rainforest Alliance, C.A.F.E
Practice, 4C Common Code for Coffee Community
dan Indikasi Geografis. Secara umum, Fairtrade adalah pendekatan alternatif terhadap model
pemasaran konvensional yang bertujuan untuk meningkatkan kehidupan para produsen kecil dengan cara memajukan akses pasar, penguatan organisasi,
memberikan harga yang adil dan keberlanjutan dari usaha pemasaran yang ada. Fairtrade
kopi biasanya terjadi pembelian secara langsung kepada koperasi para produsen kecil, dengan garansi nilai minimum harga kontrak. Selain itu adalah
adanya hubungan perdagangan yang erat berdasarkan pada dialog dan transparansi. Konsep fairtrade adalah model mutualisme, dimana kedua belah
pihak mendapat keuntungan dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Rainforest Alliance RA melakukan sertifikasi untuk kopi dan tanaman
lainnya, salah satu tujuannya adalah untuk mengembangkan perkebunan kopi bagi kesejahteraan petani, pekerja dan kesehatan lingkungan. Di lain pihak, usaha yang
dilakukan adalah dengan mengadakan wisata ke kebun kopi, hal ini akan menambah usaha perkebunan petani. Pada saat melakukan sertifikasi, sama
dengan pihak lainnya, Rainforest Alliance juga memiliki standar. Sertifikasi dari RA biasanya juga dikenal dengan nama Eco-OK yang bisa dilakukan bukan saja
46 terhadap kopi, tetapi untuk tanaman lainnya. Sistem sertifikasi dari RA
menyangkut masalah ekosistem seperti adanya konservasi sumber air, penggunaan bahan kimia, hubungan dalam komunitas sekitar, pemberian harga yang adil bagi
pekerja perkebunan dan lainnya.
Sertifikasi dari Utz Certified dulu Utz Kapeh mendominasi sertifikasi kopi di negara maju. Hal ini karena sertifikasi ini lebih mudah dan lebih menuju ke
perdagangan. Utz Certified UC memberikan jaminan bahwa perkebunan kopi menggunakan bahan kimia secara proposional, pekerja dan keluarga bisa hidup
dengan layak, akses kepada kesehatan, adanya pelatihan dan sebagainya. Sebagai usaha membantu petani pihak UC mengembangkan tehnik pemasaran yang baik
bagi petani, akses terhadap pasar dan mengembangkan bisnis bersama para pembeli. Pada model sertifikasi ini, UC membantu petani untuk lebih profesional
dan kompetitif dalam menjalankan bisnisnya, termasuk efisien dalam pengelolaan kebun. UC memberikan akses bagi petani untuk berhubungan dalam jaringan
internasional, memberikan bantuan teknis. Tujuan utama sama dengan lembaga sertifikasi lainnya adalah untuk mengembangkan perkebunan kopi yang
berkelanjutan. Pada Tabel 4 menunjukkan beberapa perbedaan pada setiap jenis sertifikasi produk yang dihasilkan dalam hal misi, fokus pasar dan
mengkondisikan petani produsen.
Tabel 4 Beberapa perbedaan jenis sertifikasi produk kopi
Fair Trade Rainforest Alliance
Utz Certified Misi
Untuk memastikan perdagangan yang
adil bagi produsen Memajukan pertanian
berkelanjutan, melindungi kehidupan
liar dan meningkatkan kesejahteraan pekerja
Memudahkan produser dan pengenalan merek
yang menggambarkan
komitmen terhadap
keberlanjutan. Permintaan
bagi petani Mengorganisasi diri
dalam koperasi Konservasi, PHT dan
kesejahteraan pekerja Adaptasi kepada
standar EurepGap dalam hal keamanan
pangan, lingkungan dan kesejahteraan
pekerja
Fokus pasar dan promosi
Pasar khusus, konsumen khusus
“Specialty” dan merek utama, bisnis
ke bisnis Merek utama, bisnis ke
bisnis
Sumber : IIED 2005
Selain sertifikasi yang diperoleh dari luar, pada tanggal 28 April 2010 Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia telah menerbitkan Surat
Keputusan dengan No. ID.G.000000005 terkait Sertifikat Indikasi Geografis terhadap produk kopi dari dataran tinggi Gayo. Indikasi Geografis merupakan
salah satu bentuk perlindungan hukum atas Hak Kekayaan Intelektual HKI yang diberikan suatu negara kepada masyarakat yang mendiami suatu kawasan
geografis tertentu karena produk yang dihasilkan dari kawasan tersebut memiliki mutu yang berciri khas.
Proses sertifikasi produk kopi memiliki tiga unsur penting yaitu produsen kopi, lembaga penyedia panduan tindak code of product, dan lembaga
independen yang melakukan sertifikasi. Sertifikasi pertama yang diterapkan
47 terhadap produk kopi di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah adalah
sertifikasi organik. Sertifikasi ini diusulkan oleh P.D Genap Mupakat pada tahun 1992 dan hingga saat ini kopi arabika dari kedua Kabupaten ini sebagian besar
telah mendapatkan sertifikasi terhadap proses produksi melalalui beberapa koperasi yang ada seperti KBQ. Baburrayan, KSU. Permata Gayo dan Koperasi
Tunas Indah. Adapun jenis sertifikasi yang telah diperoleh adalah Organic, Fair Trade, Rainforest, C.A.F.E Practice dan UtzCertified
. Namun, ada juga produk kopi yang telah mendapatkan sertifikat lebih dari satu macam, misalnya Organic
dan Fairtrade.
Perkembangan Harga Kopi Arabika Gayo di Tingkat Petani
Pada Gambar 15 terlihat bahwa selama tahun 2003 sampai 2012 perkembangan ekspor kopi Arabika Gayo ke negara Amerika rata-rata mengalami
penurunan sebesar1.3 persen per tahun, begitu pula ke negara Jepang 0.32 per tahun. Walaupun di negara Eropa dan Asia lainnya perkembangan ekspor kopi
Arabika Gayo mengalami peningkatan sebesar 0.04 persen dan 0.09 persen per tahun. Namun, dampak penurunan volume ekspor kopi Arabika Gayo ke pasar
ekspor utama Amerika dan Jepang tetap mempengaruhi perkembangan harga kopi Arabika Gayo di pasar domestik.
Gambar 15 Perkembangan ekspor kopi Arabika Gayo ke negara tujuan utama, tahun 2003-2012
Sumber : AEKI Daerah Aceh 2013
Menurut Saputra 2012 penurunan harga kopi salah satunya disebabkan oleh penurunan permintaan kopi Arabika Gayo di pasar utama yaitu Amerika 57
persen, Eropa 40 persen dan Asia 3 persen. Hal sejalan diungkapkan oleh Kohs dan Uhl 2002 yang menyatakan bahwa dalam pemasaran komoditas
pertanian perubahan permintaan akan mempengaruhi perubahan harga. Pada Gambar 16 menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2012, harga kopi Arabika di
daerah produsen mengalami laju perubahan yang cenderung menurun. Rata-rata laju penurunan kopi HS mencapai 4.65 persen per bulan dan untuk kopi ceri
sebesar 5.85 persen per bulan.
- 1,000
2,000 3,000
4,000 5,000
6,000 7,000
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Vo
lu m
e E
k sp
o r
to n
Tahun Amerika
Jepang Eropa
Asia Lainnya
48
Gambar 16 Perkembangan harga kopi Arabika Gayo di tingkat petani, tahun 2012
Sumber : Disbun Provinsi Aceh 2013
Di sisi lain, perbedaan bentuk kopi yang dipasarkan akan mempengaruhi perbedaan harga jual. Petani di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah
menjual kopi dalam bentuk kopi HS dan kopi ceri. Menurut Dinas Perkebunan Aceh 2013, selama tahun 2012 rata-rata harga jual kopi ceri di tingkat petani
sebesar Rp8 974 kg, sedangkan rata-rata harga jual kopi HS mencapai Rp20 220 kg. Tingginya harga kopi HS dikarenakan petani melakukan proses pengupasan
kulit kopi dan proses penjemuran. Selain itu, aktivitas pensortiran kopi ceri yang telah sempurna merahnya merupakan salah satu aktivitas penting dalam menjaga
konsistensi kualitas kopi yang dihasilkan ICRRI 2008.
Kondisi Infrastruktur dan Akses Permodalan 1.
Sarana Transportasi
Keterbatasan akses transportasi menjadi kendala utama dalam pemasaran kopi Arabika Gayo. Jalan merupakan infrastuktur yang sangat penting khususnya
untuk transportasi darat. Kondisi jalan antar Kabupaten masih buruk, beberapa jalan utama belum diaspal dan berlubang. Saat ini pemerintah daerah Aceh
berupaya melakukan renovasi pelebaran jalan antar Kabupaten ini yaitu Kabupaten Bireun, Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah. Hal ini
bertujuan untuk mempermudah akses perdagangan antar daerah. Secara internal, pemerintah Kabupaten Aceh Tengah telah membangun jalan sepanjang 694 97
km. Panjang jalan tersebut sebagian besar sudah diaspal 41 515 km dan sisanya masih berupa jalan kerikil 11 414 km dan tanah 165 68 km. Selama tahun
2010 sampai 2011, kondisi jalan yang baik meningkat sebesar 2.65 km. Namun, jalan yang rusak dan rusak berat malah meningkat sebesar 19.02 km rusak dan
17 km rusak berat. Hal ini disebabkan, kondisi jalan yang kurang baik dan banyaknya kendaraan besar yang melewati jalan ini. Pada Tabel 5 terlihat
perkembangan statistik transportasi yang terdapat di Kabupaten Aceh Tengah selama tahun 2010 sampai 2011.
- 5,000.00
10,000.00 15,000.00
20,000.00 25,000.00
30,000.00
Jan -12
Feb- 12
Mar -12
A pr
-12 May
-12 Jun
-12 Jul
-12 A
ug -12
Sep -12
O ct
-12 N
ov -12
D ec
-12 H
ar g
a R
p k
g
Kopi ceri Kopi HS
49 Tabel 5 Statistik transportasi Kabupaten Aceh Tengah, tahun 2011
Uraian 2010
2011
Panjang jalan menurut kondisi jalan km Baik
Sedang Rusak
Rusak Berat 342.42
44.55 112.92
148.68 345.07
52.28 131.94
165.68
Jumlah kendaraan unit Mobil penumpang
Mobil Barang Bus
Sepeda motor Becak
Jumlah
3 283 1 766
155 13 948
43
19 195 2 384
1 550 211
18 513 21
22 679
Sumber : BPS Kab. Aceh Tengah 2012; BPS Kab. Bener Meriah 2012
Kabupaten Bener Meriah yang merupakan Kabupaten termuda dalam wilayah Provinsi Aceh. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari
Kabupaten Aceh Tengah yang terbentuk pada tahun 2004. Sebagai Kabupaten yang relatif muda, panjang jalan didaerah ini selama tahun 2009 ke tahun 2011
mengalami peningkatan. Pada Gambar 17 terlihat bahwa sebesar 32.28 persen masih berupa jalan tanah, 26.41 persen merupakan jalan kerikil dan hanya
sebanyak 41.2 persen yang sudah diaspal.
Gambar 17 Statistik panjang jalan Kabupaten Bener Meriah, tahun 2011
Sumber : BPS Kabupaten Bener Meriah 2012
Sedangkan pada Gambar 18 menunjukkan kondisi jalan di Kabupaten Bener Meriah selama tahun 2011, sebanyak 73.75 persen sudah dalam keadaan baik,
29.97 sedang dan 2.28 persen dalam keadaan rusak. Kondisi jalan yang ada akan mempengaruhi kelancaran pendistribusian komoditas perkebunan yang dihasilkan
salah satunya adalah kopi Arabika Gayo.
293.54 379.52
380.72
198.28 208.58
243.58
300.33 255.33
297.13
200 400
600 800
1000 2009
2010 2011
Panjang jalan km Tahun
Aspal Kerikil
Tanah
50
Gambar 18 Kondisi jalan di Kabupaten Bener Meriah, tahun 2011
Sumber : BPS Kabupaten Bener Meriah 2012
Selain itu, dalam aktivitas perdagangan kopi Arabika Gayo yang berasal dari kedua Kabupaten ini. Proses pendistribusiannya hanya dapat disalurkan
melalui Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara. Hal ini disebabkan belum adanya pelabuhan besar yang dapat menyalurkan hasil pertanian untuk skala ekspor
terutama kopi arabika dari Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah langsung ke negara konsumen. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar pengurusan
berkas-berkas ekspor kopi dilakukan melalui Dinas Perdagangan Sumatera Utara. Hal ini tentu saja merugikan daerah karena sumber devisa yang berasal dari
produk kopi yang dihasilkan oleh Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah tidak terdata dalam data ekspor kopi Aceh dan akan berpengaruh terhadap sumber
pendapatan daerah.