The Marketing System of Cane Sugar with Structure, Conduct, Performance Approach (SCP) [Case : Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bungamayang].

(1)

SISTEM PEMASARAN GULA TEBU (CANE SUGAR)

DENGAN PENDEKATAN STRUCTURE, CONDUCT, PERFORMANCE (SCP) [Kasus : Perusahaan Perseroan (Persero)

PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bungamayang]

NIA ROSIANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Sistem Pemasaran Gula Tebu (Cane Sugar) dengan Pendekatan Structure, Conduct, Performance (SCP) [Kasus : Perusahaan Perseroan (Persero) PT.Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bungamayang] adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2012

Nia Rosiana


(3)

ABSTRACT

NIA ROSIANA. The Marketing System of Cane Sugar with Structure, Conduct, Performance Approach (SCP) [Case : Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bungamayang]. Under direction of RITA NURMALINA and HARMINI

Fluctuations international prices of cane sugar have an impact on the price of cane sugar in the country. One of the areas that became centers of production of cane sugar that sense changes in the international price of cane sugar Provinsi Lampung. The uncertainty of the price risk to the marketing agency involved. The general objective of this research is to analyze the marketing system of cane sugar approach to structure, conduct, performance (SCP) to the case in PTPN VII Unit Usaha Bungamayang. Research results indicate that the market structure facing the market is concentrated with a small level of competition and have barriers to entry for competitors. Market structure in Provinsi Lampung is oligopoly. Analysis of market behavior in the determination and formation of prices is still dominated by one of the marketing agencies. Market behaviour in PTPN VII UU BUMA have a marketing colution when the fixed prices by large salers. Market performance analysis shows that changes in the price of sugar cane at the consumer level is not transmitted to farmers. The results indicate that analysis of cane sugar marketing system in PTPN VII UU BUMA likely more advantages large salers than farmers. The farmers are price taker in the short run and long run. Keywords : Marketing system, cane sugar, market structure, market conduct,


(4)

RINGKASAN

NIA ROSIANA. Sistem Pemasaran Gula Tebu (Cane Sugar) dengan Pendekatan

Structure, Conduct, Performance (SCP) [Kasus : Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bungamayang]. Dibimbing oleh RITA NURMALINA dan HARMINI.

Kebutuhan gula meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dunia. Namun, peningkatan konsumsi dunia tidak diimbangi dengan produksi sehingga menyebabkan defisit sebesar 9.12 juta ton di tahun 2008/2009. Produksi gula pasir nasional lebih kecil dibanding dengan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia tahun 2006-2010 yang menyebabkan kebutuhan gula nasional mengalami defisit (BKP, 2010). Menurut Dinas Perkebunan Provinsi Lampung (2010), perusahaan yang menjadi salah satu sentra penanaman tebu dengan tingkat jumlah petani yang mengusahakan tebu rakyat terbesar di Provinsi Lampung yaitu Perusahaan Perseroan (Persero) PT.Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bungamayang (PTPN VII UU BUMA).

Adanya fluktuasi harga gula tebu internasional berdampak pada harga gula tebu di dalam negeri. Salah satu daerah yang menjadi sentra produksi gula tebu yang merasakan perubahan harga gula tebu internasional yaitu Provinsi Lampung. Fluktuasi harga gula tebu dunia memiliki pola yang sama dengan harga gula tebu di Provinsi Lampung. Fluktuasi harga gula tebu dunia yang segera direspon dengan cepat oleh Provinsi Lampung cenderung membentuk pasar yang terintegrasi dan memiliki sistem pemasaran yang efisien. Namun, perubahan harga gula tebu tersebut apakah dapat tertransmisi hingga ke tangan produsen.

Struktur pasar (market structure) yang terbentuk akan menentukan kemampuan suatu perusahaan dalam industri gula tebu di Provinsi Lampung. Hal ini akan mendorong pada kemampuan perusahaan dalam mengontrol harga gula tebu. Adanya struktur pasar yang terbentuk akan berpengaruh pada perilaku pasar (market conduct) berupa penentuan dan pembentukan harga. Fluktuasi harga akan berpengaruh pada keputusan dan kemampuan lembaga pemasaran yang terlibat dalam merespon perubahan tersebut melalui penentuan dan pembentukan harga. Namun, seberapa cepat perubahan harga tersebut dapat direspon oleh setiap lembaga pemasaran akan diketahui melalui analisis kinerja pasar (market performance). Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan analisis sistem pemasaran melalui pendekatan SCP yaitu structure, conduct, performance.

Analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan kuantitatif dengan pendekatan SCP. Pengolahan data kuantitatif menggunakan Microsoft Excell 2007 dan MINITAB 13.2. Hasil analisis menunjukkan bahwa analisis struktur pasar (market structure) industri gula di Provinsi Lampung yang terbentuk memiliki nilai pangsa pasar sebesar 86.40 % didominasi perusahaan swasta. Pasar gula di Provinsi Lampung menghadapi pasar yang terkonsentrasi dengan tingkat persaingan yang kecil. Hal ini ditunjukkan dengan nilai C4 sebesar 0.85 dan HHI sebesar 2 202. Selain itu, terdapat hambatan masuk dalam perdagangan gula di Provinsi Lampung. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata Minimum Efficiency Scale (MES) tahun 2006 s.d 2010 sebesar 27.61. Struktur pasar industri gula di Provinsi Lampung cenderung oligopoli. PTPN VII UU BUMA memiliki pangsa pasar nasional sebesar 3.18 % dan 13.60 % di Provinsi Lampung. PTPN VII UU


(5)

BUMA memiliki market power yang rendah dalam industri gula tebu di Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan produksi gula tebu PTPN VII UU BUMA masih dibawah perusahaan lainnya.

Struktur pasar yang terbentuk akan berpengaruh pada perilaku pasar (market conduct) gula tebu PTPN VII UU BUMA. Lembaga dan praktek fungsi pemasaran yang terlibat yaitu petani-kelompok tani-koordinator, pabrik gula, pedagang besar, distributor, retail. Fungsi pemasaran yang dilakukan yaitu fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas. Saluran pemasaran gula tebu yang digunakan yaitu dua saluran. Saluran pertama, petani-kelompok tani-koordinator, pabrik gula, pedagang besar, distributor, retail. Saluran kedua, pekelompok tani-koordinator, pabrik gula, pedagang besar, retail. Seluruh lembaga pemasaran melakukan kegiatan penjualan gula tebu. Namun, gula milik petani dijual ke pedagang besar yang terdaftar di pabrik gula (PG) sedangkan gula milik PG dijual dengan menggunakan sistem lelang.

Harga jual gula milik petani ditentukan oleh kesepakatan petani dan pedagang besar. Namun, dalam prakteknya kegiatan pembelian gula milik petani yang dilakukan cenderung menimbulkan kolusi oleh pedagang besar yang menyebabkan penentuan harga gula petani didominasi pihak tersebut. Kemitraan yang dilakukan antara petani dan PG melalui sistem bagi hasil. Namun, kemitraan tersebut kurang menguntungkan petani karena pencairan dana hasil penjualan gula milik petani yang dikelola oleh PG memerlukan waktu relatif lama (3-5 bulan dari waktu penjualan). Kurangnya peran kelompok tani dalam kegiatan pemasaran khususnya penjualan gula petani menyebabkan bargaining power petani yang semakin lemah.

Hasil analisis kinerja pasar (market performance) gula tebu menunjukkan bahwa semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka semakin besar pula nilai total marjin pada suatu saluran pemasaran. Marjin pemasaran saluran pertama (petani-kelompok tani-koordinator, pabrik gula, pedagang besar, distributor, retail) lebih besar dari saluran kedua (pekelompok tani-koordinator, pabrik gula, pedagang besar, retail). Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka marjin pemasaran semakin tinggi. Hal ini menyebabkan farmer share yang semakin rendah.

Analisis integrasi pasar dalam jangka pendek dan jangka panjang menunjukkan bahwa perubahan harga gula di tingkat retail (konsumen) dan distributor tidak mempengaruhi harga gula di tingkat petani. Sedangkan perubahan harga di pedagang besar mempengaruhi harga di petani meskipun memiliki integrasi yang lemah. Sedangkan pada jangka panjang, perubahan harga gula di tingkat petani sangat dipengaruhi oleh harga gula di tingkat pedagang besar. Analisis elastisitas menunjukkan bahwa lembaga yang paling cepat merespon perubahan harga konsumen adalah distributor dan pedagang besar. Hasil menunjukkan bahwa analisis sistem pemasaran gula tebu di PTPN VII UU BUMA cenderung menguntungkan pedagang besar dibandingkan petani. Petani cenderung sebagai penerima harga (price taker) baik pada jangka pendek maupun jangka panjang. Berdasarkan analisis SCP, sistem pemasaran gula tebu di PTPN VII UU BUMA cenderung tidak efisien.

Kata kunci : sistem pemasaran, gula tebu, struktur pasar, perilaku pasar, kinerja pasar, harga


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

SISTEM PEMASARAN GULA TEBU (SUGAR CANE)

DENGAN PENDEKATAN STRUCTURE, CONDUCT, PERFORMANCE (SCP) [Kasus : Perusahaan Perseroan (Persero)

PT.Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bungamayang]

NIA ROSIANA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(8)

Judul Tesis : Sistem Pemasaran Gula Tebu (Cane Sugar)

dengan Pendekatan Structure, Conduct, Performance (SCP) [Kasus: Perusahaan Perseroan (Persero) PT.Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bungamayang]

Nama : Nia Rosiana

NIM : H451100021

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS Ir. Harmini, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Magister Sains Agribisnis

Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(9)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Ratna Winandi, MS (Dosen Magister Sains Agribisnis, Institut Pertanian Bogor)

Penguji Wakil Program Studi Agribisnis: Dr. Ir. Suharno, MADev (Sekretaris Program Studi Magister Sains Agribisnis, Sekolah Pascasarjana


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis yang berjudul “Sistem Pemasaran Gula Tebu (Cane Sugar) dengan Pendekatan Structure, Conduct, Performance (SCP) [Kasus: Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bungamayang]”. Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agribisnis.

Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis sistem pemasaran gula dengan pendekatan structure, conduct, dan performance. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif kebijakan bagi lembaga terkait untuk membantu petani dalam upaya peningkatan pendapatan dan memberikan keuntungan bagi setiap lembaga pemasaran sesuai dengan pelaksanaan fungsi pemasaran. Pentingnya jaminan kepastian harga gula tebu dapat menjadi stimulus bagi petani untuk tetap melakukan kegiatan budidaya dan pengolahan tebu guna membantu pemenuhan kebutuhan konsumsi gula nasional.

Penulis mengucapkan terima kasih pada Tim Peneliti Gula pada Penelitian Unggulan Departemen (PUD) Agribisnis 2011 yang berjudul “Analisis Transmisi Harga dalam Supply Chain Gula Tebu”. Tesis ini merupakan bagian dari penelitian tersebut. Selain itu, penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ketua Program Studi yang telah memberikan bimbingan, saran, dan kritik pada proses penelitian dan penulisan tesis. Selain itu, penulis mengucapkan terima


(11)

kasih atas diberikannya kesempatan baik bantuan moril dan spriritual untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi guna kemajuan penulis.

2. Ir. Harmini, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi bagi penulis pada proses penelitian hingga penulisan tesis. Selain itu, terima kasih atas ilmu yang diberikan selama penulis menyelesaikan studi di Magister Sains Agribisnis. 3. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku Penguji Luar Komisi yang telah

memberikan bimbingan dan arahan bagi perbaikan tesis ini.

4. Dr. Ir. Suharno, MADev selaku Penguji Wakil Program Studi Magister Agribisnis yang telah memberikan masukan bagi perbaikan tesis.

5. Bpk. Syukur Kepala Bagian Tanaman, Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bunga Mayang yang telah

memberikan izin dalam melakukan penelitian di perusahaan tersebut.

6. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS dan Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Agribisnis yang telah memberikan bimbingan dalam proses pembelajaran selama penulis kuliah di Magister Sains Agribisnis. 7. Tim Penelitian Unggulan Departemen 2011 (Tim Gula): Prof. Dr. Ir. Rita

Nurmalina, MS; Dr. Ir. Ratna Winandi, MS; Amzul Rifin, PhD; Ir. Harmini, MSi; Suprehatin, SP.M.Agribuss; Feryanto, SP. M.Si; Khoirul Aziz, SE; Maryono, SP. M.Sc; Triana Gita D, SE; Fitria Dieni Afifah; dan Mahardi Safarudin atas kerjasama dalam penelitian gula di Provinsi Lampung.

8. Tintin Sarianti, SP, M.Si yang telah memberikan motivasi dan dukungan untuk menyelesaikan studi di Magister Sains Agribisnis


(12)

9. Seluruh Dosen Magister Sains Agribisnis yang telah memberikan ilmu selama penulis menyelesaikan studi. Selain itu, terima kasih kepada Staf Magister Sains Agribisnis dan Departemen Agribisnis yang telah memberikan kelancaran administrasi selama menyelesaikan studi.

10.Teman-teman Magister Sains Agribisnis (MSA) Angkatan I (2010) yang telah memberikan masukan bagi perbaikan penelitian penulis

11.Penghargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada orang tua tercinta Bpk.Tato Sumarto dan Ibu Tati Sunarti yang telah memberikan doa tulus tiada henti untuk keberhasilan putra putrinya dalam menuntut ilmu. Ucapan terima kasih atas doa dan dukungannya kepada Ibu Mertua (Ibu Sabariah Saragih dan Ibu Mimah). Terima kasih doa dan dukungannya untuk saudara kandungku Dian Kusumasari, A.Md dan Arief Prasetyo serta kakak ipar Kurniawan Febrianto, SH.

12.Ucapan terima kasih yang khusus disampaikan kepada suami tercinta sekaligus calon ayah Feryanto, SP. M.Si, yang telah menjadi motivator untuk menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih atas bantuan, doa, kasih sayang, kesabaran, dan pengertiannya selama penulis menyelesaikan penelitian.

13.Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian penelitian ini.

Semoga penelitian ini bermanfaat dan dapat menjadi referensi bagi

stakeholders yang memerlukan.

Bogor, Februari 2012


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 3 September 1986 dari ayah Tato Sumarto dan ibu Tati Sunarti. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.

Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Garut dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang master pada Program Magister Sains Agribisnis (MSA), Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor pada Tahun 2010.

Penulis bekerja sebagai Asisten Dosen di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor sejak Tahun 2007 hingga sekarang. Selain itu, penulis menjadi dosen tidak tetap di Direktorat Program Diploma, Institut Pertanian Bogor sejak Tahun 2009 hingga sekarang. Penulis juga sering melakukan penelitian yang berkaitan dengan ilmu Agribisnis bersama Dosen-Dosen Departemen Agribisnis sebagai Asisten Peneliti.


(14)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1. Sistem Pemasaran Gula ... 13

2.3. Penerapan SCP (Market Structure, Market Conduct, Market Performance) dalam Analisis Pemasaran ... 15

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 21

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 21

3.1.1. Konsep Pemasaran ... 21

3.1.2. Konsep Efisiensi Pemasaran ... 24

3.1.3. Konsep SCP (Market Structure, Market Conduct, Market Performance) ... 27

3.1.3.1. Struktur Pasar (Market Structure) ... 30

3.1.3.2. Perilaku Pasar (Market Conduct) ... 32


(15)

ii

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional... 34

IV. METODE PENELITIAN ... 37

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

4.2. Sumber dan Jenis Data ... 37

4.3. Metode Pengambilan Sampel ... 37

4.4. Teknik Pengolahan dan Metode Analisis Data ... 38

4.4.1. Analisis Struktur Pasar ... 38

4.4.1.1. Pangsa Pasar... 38

4.4.1.2. Konsentrasi Pasar ... 40

4.4.1.3. Hambatan Masuk Pasar ... 42

4.4.2. Analisis Perilaku Pasar ... 42

4.4.3. Analisis Kinerja Pasar ... 43

4.4.3.1. Margin Pemasaran ... 43

4.4.3.2. Farmer Share ... 44

4.4.3.3. Analisis Integrasi Pasar Vertikal ... 44

V. EKONOMI GULA ... 49

5.1. Ekonomi Gula Dunia ... 49

5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia ... 49

5.1.2. Harga Gula Pasir Dunia ... 49

5.1.3. Eksportir dan Importir Gula ... 50

5.1.4. Realisasi Ekspor Gula Tebu Berdasarkan Negara Tujuan... 52

5.1.5. Realisasi Impor Gula Tebu Berdasarkan Negara Asal ... 53

5.2. Ekonomi Gula Indonesia ... 54


(16)

iii

5.2.2. Produksi Tebu di Indonesia ... 55

5.2.3. Produktivitas Tebu di Indonesia ... 56

5.2.4. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Gula di Indonesia ... 56

5.2.5. Harga Gula Pasir (Gula Kristal Putih) Nasional ... 58

5.3. Ekonomi Gula Provinsi Lampung... 59

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 63

6.1. Analisis Struktur Pasar (Market Structure) ... 63

6.1.1. Pangsa Pasar ... 63

6.1.1.1. Pangsa pasar PTPN VII UU BUMA terhadap Nasional ... 63

6.1.1.2. Pangsa Pasar Perusahaan Gula di Provinsi Lampung terhadap Provinsi Lampung ... 65

6.1.2. Konsentrasi Pasar ... 67

6.1.3. Hambatan Masuk Pasar ... 70

6.2. Analisis Perilaku Pasar (Market Conduct) ... 72

6.2.1. Pemasaran Gula Tebu... 72

6.2.1.1. Lembaga dan Praktek Fungsi Pemasaran ... 72

6.2.1.2. Analisis Saluran Pemasaran Gula Tebu ... 86

6.2.2. Kegiatan Praktek Penjualan dan Pembelian ... 88

6.2.3. Penentuan dan Pembentukan Harga ... 93

6.2.4. Kerjasama Lembaga Pemasaran ... 96

6.3. Analisis Kinerja Pasar (Market Performance)... 100

6.3.1. Marjin Pemasaran ... 100

6.3.2. Farmer Share ... 104


(17)

iv

6.3.3.1. Integrasi Jangka Pendek ... 107

6.3.3.2. Integrasi Jangka Panjang ... 108

6.3.3.3. Elastisitas ... 109

6.4. Implikasi Hasil Analisis Sistem Pemasaran Gula Tebu ... 112

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 119

7.1. Kesimpulan ... 119

7.2. Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 123


(18)

v

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Neraca Gula Dunia Tahun 2006-2010* (Juta Ton) ... 2

2. Produksi dan Konsumsi Gula Pasir Nasional Tahun 2006-2010 (Ton)... 3

3. Proyeksi Permintaan dan Penawaran Gula Indonesia ... 3

4. Lokasi Perkebunan Tebu di Provinsi Lampung Tahun 2009 ... 4

5. Luas Areal Tebu, Produksi Tebu, dan Produksi Gula Tebu PTPN VII UU BUMA Tahun 2007-2010... 5

6. Indikator dan Analisis Pemasaran SCP ... 28

7. Tipe-Tipe Struktur Pasar ... 32

8. Syarat Suatu Pasar Terintegrasi/TIdak ... 46

9. Analisis Pemasaran dengan Pendekatan SCP... 47

10.Produksi dan Konsumsi Gula Dunia (Thousand tones, raw value) ... 49

11.Rangking Negara Pengekspor dan Pengimpor Gula Dunia ... 51

12.Realisasi Ekspor Gula Tebu Berdasarkan Negara Tujuan (Kg) ... 52

13.Realisasi Impor Gula Tebu Berdasarkan Negara Asal (Kg) ... 53

14.Luas Areal Perkebunan Tebu di Indonesia Tahun 2006-2010*) (Ha) ... 54

15.Produksi Tebu di Indonesia Tahun 2006-2010*) (Ton) ... 55

16.Produktivitas Tebu di Indonesia Tahun 2006-2010*) (Kg/Ha) ... 56

17.Perkembangan Produksi dan Konsumsi Gula Indonesia Tahun 2005-2010 (Ton) ... 57

18.Realisasi Perdagangan Gula Antar Pulau dari Provinsi Lampung Tahun 2010 (Ton) ... 60


(19)

vi

19.Realisasi Kegiatan Akselerasi Peningkatan Produksi Gula di

Provinsi Lampung TA 2008-2011 melalui Perluasan Areal Tebu... 61

20.Perkembangan Pergulaan PTPN VII UU BUngamayang ... 61

21.Perkembangan Tebu Rakyat di PTPN VII UU Bungamayang ... 62

22.Perdagangan Gula di Provinsi Lampung dan Antar Pulau Tahun 2010 (Ton) ... 66

23.Pangsa Pasar Gula Tebu Perusahaan Gula di terhadap Provinsi Lampung tahun 2010 (%) ... 67

24.Produksi Gula Propinsi Lampung Tahun 2008-2009 (Ton) ... 68

25.Konsentrasi Rasio Empat Perusahaan Terbesar di Provinsi Lampung Tahun 2010 (%) ... 69

26.Herfindahl-Hirschman Index (HHI) Industri Gula di lampung Tahun 2010 ... 70

27.Skala Efisiensi Maksimum (MES) Industri Gula di Provinsi Lampung Tahun 2006-2010 (%) ... 71

28.Fungsi-Fungsi Pemasaran pada Setiap Lembaga Pemasaran Gula Tebu ... 85

29.Kegiatan Penjualan dan Pembelian Gula Setiap Lembaga Pemasaran ... 93

30.Hak Kewajiban... 97

31.Marjin pemasaran ... 103

32.Indeks Integrasi Pasar Gula pada Jangka Pendek ... 108

33.Indeks Integrasi Pasar Gula pada Jangka Panjang ... 109

34.Elastisitas Transmisi Harga Gula ... 110

35.Hasil Analisis Integrasi Pasar Vertikal ... 111

36.Hasil Analisis Sistem Pemasaran Gula Tebu dengan Pendekatan SCP ... 115


(20)

vii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Harga Gula Tebu (Cane Sugar) Dunia dan Provinsi Lampung

Tahun 2009-2010 ... 6

2. Rantai Pemasaran Gula Nasional ... 8

3. Lima Kerangka Kekuatan Suatu Industri ... 29

4. Hubungan Market Structure, Market Conduct, and Market Performance ... 30

5. Kerangka Pemikiran Operasional ... 36

6. Harga Gula Pasir Dunia (Rp/Kg) ... 50

7. Proyeksi Konsumsi Gula Nasional (Kg/Kap/Tahun) ... 58

8. Perkembangan Harga Gula Pasir Nasional Januari 2009- Mei 2011 ... 59

9. Pangsa Pasar PTPN VII UU BUMA Terhadap Produksi Gula Nasional Tahun 2006-2010 ... 65

10.Alur Produksi Gula PTPN VII UU BUMA... 76

11.Gula PTPN VII UU BUMA ... 82

12.Saluran Pemasaran Gula Tebu PTPN VII UU BUMA ... 87

13.Efek Perbedaan Saluran Pemasaran Gula di PTPN VII UU BUMA ... 106


(21)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman


(22)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Berdasarkan UU No 7 Tahun 1996 tentang pangan, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Perwujudan ketahanan pangan yang mantap dan

berkesinambungan dibangun berdasarkan tiga pilar ketahanan pangan, yaitu (1) ketersediaan pangan yang cukup dan merata, (2) distribusi pangan yang efektif

dan efisien, serta (3) konsumsi pangan yang beragam dan bergizi seimbang (BKP, 2010).

Program Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan Presiden RI 11 Juni 2005 menyatakan bahwa Indonesia perlu membangun ketahanan pangan yang mantap dengan memfokuskan pada peningkatan kapasitas produksi nasional untuk lima komoditas pangan strategis yaitu padi, jagung, tebu, kedelai, dan daging sapi.

Salah satu komoditas pangan strategis nasional yang termasuk dalam program RPPK yaitu tebu. Tebu merupakan salah satu komoditas perkebunan yang ditanam untuk bahan baku utama gula. Gula terdiri dari beberapa jenis yang dilihat dari tingkat keputihannya melalui standar ICUMSA (International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis) yaitu raw sugar, refined sugar, dan plantation white sugar (KPPU, 2010).

Tebu yang diolah menjadi gula merupakan salah satu kebutuhan masyarakat dan sebagai sumber kalori yang relatif murah (Pusdatin Kementan,


(23)

2 2010). Kebutuhan gula akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dunia. Konsumsi gula dunia tahun 2006 hingga 2010 mengalami peningkatan setiap tahunnya (Tabel 1). Namun, peningkatan konsumsi dunia tidak diimbangi dengan produksi sehingga menyebabkan defisit sebesar 9.12 juta ton di tahun 2008/2009. Defisit produksi gula tahun 2009 diperkirakan terjadi pula tahun 2010. Kontribusi defisit terbesar akibat turunnya produksi gula India dari tahun 2008 sebesar 26.81 ton pada tahun 2009 menjadi hanya sebesar 15.86 ton serta merubah posisi India dari pengekspor menjadi pengimpor (Dewan Gula Indonesia, 2009).

Tabel 1 . Neraca Gula Dunia Tahun 2006-2010* (Juta Ton)

No Uraian 2006/2007 2007/2008 2008/2009 2009/2010*

1 Produksi 160.21 162.30 147.92 153.07

2 Konsumsi 147.92 154.18 157.04 158.00

3 Surplus/Defisit 12.29 8.12 -9.12 -5.23

4 Stok Akhir 35.36 43.48 34.36 29.13

5 Rasio Stok

(Konsumsi dalam %)

0.24 0.28 0.22 0.18

Sumber : World Sugar Report dalam Dewan Gula Indonesia (2009) Keterangan : (*), Angka Ramalan

Produksi Gula Kristal Putih (GKP)/gula pasir dalam negeri mengalami peningkatan selama kurun waktu 2006 hingga 2008 (Tabel 2). Namun, tahun 2009 mengalami penurunan akibat adanya penurunan produksi tebu nasional (Ditjenbun, 2010). Secara umum, produksi gula pasir nasional lebih kecil dibanding dengan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia yang menyebabkan kebutuhan gula nasional mengalami defisit. Hal ini cenderung membukanya kesempatan masuknya GKP impor.


(24)

3

Tabel 2. Produksi dan Konsumsi Gula Pasir Nasional Tahun 2006-2010 (Ton)

Tahun Produksi Konsumsi Surplus/Defisit

2006 2 307 027 2 664 610 -357 583

2007 2 448 143 2 698 859 -250 716

2008 2 580 088 2 733 349 -153 261

2009 2 299 504 2 767 592 -468 088

2010 2 290 117 2 801 729 -511 612

Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2010

Meskipun tahun 2010 masih mengalami defisit GKP, namun pemerintah menargetkan swasembada gula dapat tercapai tahun 2014 (Ditjenbun, 2011). Upaya yang dilakukan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan gula nasional melalui peningkatan industri gula berbasis tebu yaitu adanya revitalisasi kebun dan pabrik gula yang tersebar dibeberapa wilayah Indonesia. Hal ini diikuti dengan adanya peningkatan luas areal, produksi, dan produktivitas tebu di Indonesia pada tahun 2010 (Ditjenbun, 2010).

Pencapaian target swasembada gula dimaksudkan agar produksi gula nasional dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Tahun 2011 dan 2012 diproyeksikan produksi gula dalam negeri akan mampu memenuhi permintaan dalam negeri. Diproyeksikan pula tahun 2011 mengalami surplus gula yang menjadi pendorong tercapainya target swasembada gula tahun 2014. Proyeksi permintaan dan penawaran gula dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Proyeksi Permintaan dan Penawaran Gula Indonesia

Tahun Penawaran(Ton) Permintaan (Ton) Surplus

2011 3 021 158 2 219 425 801 733

2012 3 102 584 2 256 651 845 933


(25)

4 Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra penghasil tebu yang berkontribusi dalam produksi tebu nasional tahun 2010 sebesar 37.8% (Ditjenbun, 2010). Provinsi Lampung memiliki tingkat produktivitas tebu terbesar di Indonesia pada Tahun 2010 yaitu 8 211 ton/ha meskipun luas areal dan tingkat produksi lebih kecil dari Provinsi Jawa Timur (Ditjenbun, 2010). Hal ini dikarenakan tingkat produktivitas tebu di suatu tempat ditentukan oleh beberapa faktor seperti penyediaan benih unggul, varietas yang tahan penyakit hangus daun, sarana irigasi yang memadai, dan agroklimat yang mendukung.

Pengembangan tebu di Provinsi Lampung salah satunya dimaksudkan untuk meningkatkan peran Provinsi Lampung sebagai pemasok gula terbesar nasional melalui pelaksanaan kemitraan petani tebu sekitar wilayah pabrik gula baik perusahaan negara maupun swasta (Disbun Provinsi Lampung, 2011). Perusahaan perkebunan tebu negara maupun swasta di Provinsi Lampung tersebar di empat lokasi yaitu Lampung Utara, Lampung Tengah, Tulang Bawang, dan Way Kanan (Tabel 4).

Tabel 4. Lokasi Perkebunan Tebu di Provinsi Lampung Tahun 2009

No Lokasi Perusahaan Luas Areal

(Ton)

Produksi (Ton)

1 Lampung Utara PTPN VII UU Bunga Mayang 14 243 73 908

2 Lampung Tengah Gunung Madu Plantations 26 958 201 216

Gula Putih Mataram 22 235 152 357

3 Tulang Bawang Sweet Indo Lampung 21 861 129 052

Indo Lampung Perkasa 18 177 129 052

4 Way Kanan Pemuka Sakti Manis Indah 7 000 40 000

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2011

Menurut Dinas Perkebunan Provinsi Lampung (2010), perusahaan yang menjadi salah satu sentra penanaman tebu dengan tingkat jumlah petani yang mengusahakan tebu rakyat terbesar di Provinsi Lampung yaitu Perusahaan


(26)

5 Perseroan (Persero) PT.Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bungamayang (PTPN VII UU BUMA). Namun, tahun 2007 hingga 2010 luas areal penanaman tebu dan produksi tebu PTPN VII UU BUMA menurun dan berakibat pada penurunan hasil gula tebu (Tabel 5). Hal ini dikarenakan banyaknya petani yang beralih menanam singkong karena biaya produksi yang relatif lebih murah dan harga yang cenderung tidak berfluktuatif. Hal ini akan berpengaruh pada keuntungan yang diperoleh. Namun, tingkat rendemen di PTPN VII UU BUMA tahun 2010 menunjukkan nilai tertinggi selama kurun waktu 2007 hingga 2010. Hal ini dikarenakan PTPN VII UU BUMA menggunakan bibit varietas unggul dan sarana irigasi yang terus diperbaiki setiap tahun.

Tabel 5. Luas Areal Tebu, Produksi Tebu, dan Produksi Gula Tebu PTPN VII UU BUMA Tahun 2007-2010

Keterangan Tahun

2007 2008 2009 2010

Real 2006 Real 2007 Real 2008 Real 2009

Luas (Ha) 20 394 20 320 18 956 14 243

Tebu (Ton) 1 362 393 1 356 226 1 330 688 950 378

Rendemen (%) 7.72 7.25 7.35 7.78

Hasil olah gula (Ton) 105 433 98 590 98 000 74 103

Sumber : PTPN VII UU BUMA, 2011

Fluktuasi harga gula tebu yang cenderung berfluktuasi disebabkan adanya perubahan penawaran-permintaan dalam negeri dan harga gula tebu dunia. Harga

gula tebu dunia cenderung berfluktuatif pada bulan Januari 2009 hingga Juli 2010 (Gambar 1). Harga tertinggi berada pada Bulan Januari 2010. Harga gula

internasional yang tinggi disebabkan penurunan produksi gula di beberapa negara produsen akibat adanya perubahan iklim (P3GI, 2010). Implikasi peningkatan harga gula tebu internasional berpengaruh pada harga gula tebu dalam negeri termasuk di Provinsi Lampung. Pada Gambar 1 ditunjukkan bahwa pola harga


(27)

6 gula tebu di Provinsi Lampung memiliki pola yang sama dengan harga gula tebu dunia. Artinya, perubahan harga gula dunia tertransmisi hingga ke Provinsi Lampung. Maka, pasar gula dunia dan Provinsi Lampung merupakan pasar yang terintegrasi. Hal ini dikarenakan harga domestik mengikuti perkembangan harga dunia. Harga tertinggi di Provinsi Lampung pun sama dengan harga dunia yaitu pada Bulan Januari 2010.

Gambar 1. Harga Gula Tebu (Cane Sugar) Dunia dan Provinsi Lampung Tahun 2009-2010

Sumber. Ditjenbun, 2010 dan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Unit Kerja Ketahanan Pangan Provinsi, 2011

Fluktuasi harga gula tebu dunia berdampak pada perubahan harga gula tebu tingkat konsumen di Provinsi Lampung. Namun, perubahan harga tersebut apakah tertrasmisi hingga ke tingkat produsen. Struktur dan perilaku akan mempengaruhi penentuan dan pembentukan harga dan pada akhirnya akan menentukan kinerja pasar dari perubahan harga tersebut. Struktur pasar yang dianalisis yaitu pangsa pasar, konsentrasi pasar, dan hambatan masuk pasar. Jika perusahaan memiliki pangsa pasar yang tinggi dalam suatu industri maka perusahaan memiliki kemampuan untuk menentukan harga di pasar. Struktur


(28)

7 pasar yang terbentuk akan berpengaruh pada perilaku dan kinerja suatu perusahaan dalam suatu industri. Analisis perilaku pasar (tingkah laku lembaga pemasaran) seperti pemasaran, kegiatan praktek penjualan-pembelian, penentuan dan pembentukan harga, dan kerjasama lembaga pemasaran. Akibat dari struktur dan perilaku pasar yang ada, maka akan menentukan kinerja suatu pasar seperti perubahan harga di tingkat konsumen apakah akan ditransmisikan ke tingkat produsen. Selain itu, adanya lembaga-lembaga pemasaran gula tebu akan menimbulkan margin pemasaran yang menunjukkan keuntungan yang diterima setiap lembaga pemasaran termasuk menentukan bagian harga yang diterima petani (farmer share).

1.2. Perumusan Masalah

Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok yang menjadi nilai strategis bagi ketahanan pangan. Hal ini menyebabkan ditetapkannya gula sebagai Barang Dalam Pengawasan (Departemen Perdagangan, 2009). Terdapat berbagai macam gula namun yang banyak dikonsumsi oleh masayarakat yaitu gula berbahan dasar tebu atau yang biasa disebut gula pasir/gula tebu. Gambar 2 merupakan rantai pemasaran gula nasional. Adanya pemasaran gula tersebut memungkinkan gula dari produsen dibeli oleh distributor/pedagang besar di tempat yang berbeda melalui perantara Bulog (badan Urusan Logistik) provinsi setempat dengan syarat minimal pembelian sebesar 100 ton. Pemasaran tersebut mengakibatkan harga gula ditentukan oleh harga pasar tanpa intervensi dari pemerintah dengan penetapan harga awal ditentukan oleh pihak produsen dengan mempertimbangkan harga gula internasional dan domestik. Harga jual yang ditetapkan pabrik belum termasuk biaya transportasi ke tempat pembeli. Sehingga biaya yang dikeluarkan


(29)

8 pedagang besar meliputi biaya pembelian dan biaya transportasi. Selanjutnya pedagang besar akan menjual ke retailer hingga gula sampai ke tangan konsumen.

Alur Informasi Alur Barang

Gambar 2. Rantai Pemasaran Gula Nasional

Sumber : Bank Indonesia, 2009

PTPN VII UU BUMA merupakan perusahaan perkebunan rakyat yang menjadi bagian dari rantai pemasaran gula nasional. Sistem pemasaran gula tebu dari tangan produsen ke tangan konsumen melibatkan lembaga-lembaga pemasaran. Sistem pemasaran menimbulkan biaya akibat dari kegiatan yang produktif tersebut (Downey et al, 1981). Saluran pemasaran akan menentukan besarnya biaya pemasaran yang harus dilalui oleh lembaga pemasaran sebelum sampai ke tangan konsumen. Selain itu, saluran pemasaran akan menentukan bagian harga yang diterima produsen dalam hal ini petani tebu.

Adanya fluktuasi harga gula tebu internasional berdampak pada harga gula tebu di dalam negeri. Salah satu daerah yang menjadi sentra produksi gula tebu yang merasakan perubahan harga gula tebu internasional yaitu Provinsi Lampung. Berdasarkan Gambar 1 bahwa fluktuasi harga gula tebu dunia memiliki pola yang

PTPN 2

PTPN 7

PTPN 9 PTPN 10 PTPN 11 PTPN 14

PT.RNI 1

PT. RNI 2

Bulog Pusat

Bulog Provinsi

Distributor Gula

Retailer Gula


(30)

9 sama dengan harga gula tebu di Provinsi Lampung. Fluktuasi harga gula tebu dunia yang segera direspon dengan cepat oleh Provinsi Lampung cenderung membentuk pasar yang terintegrasi dan memiliki sistem pemasaran yang efisien. Namun, perubahan harga gula tebu tersebut apakah dapat tertransmisi hingga ke tangan produsen.

Analisis sistem pemasaran dilakukan untuk mengetahui efisiensi suatu pasar. Struktur pasar (market structure) yang terbentuk akan menentukan kemampuan suatu perusahaan dalam industri gula tebu di Provinsi Lampung. Hal ini akan mendorong pada kemampuan perusahaan dalam mengontrol harga gula tebu. Adanya struktur pasar yang terbentuk akan berpengaruh pada perilaku pasar (market conduct) berupa penentuan dan pembentukan harga. Fluktuasi harga akan berpengaruh pada keputusan dan kemampuan lembaga pemasaran yang terlibat dalam merespon perubahan tersebut melalui penentuan dan pembentukan harga. Namun, seberapa cepat perubahan harga tersebut dapat direspon oleh setiap lembaga pemasaran akan diketahui melalui analisis kinerja pasar (market performance).

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan analisis sistem pemasaran yang menyeluruh melalui pendekatan market structure (struktur pasar), market conduct (perilaku pasar), dan market performance (kinerja pasar).

Adapun permasalahan yang dikaji pada penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana struktur pasar industri gula tebu di Provinsi Lampung dan kaitannya dengan PTPN VII UU BUMA?

2. Bagaimana perilaku pasar gula tebu PTPN VII UU BUMA? 3. Bagaimana kinerja pasar gula tebu PTPN VII UU BUMA?


(31)

10

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini memiliki tujuan umum dan khusus. Adapun tujuan tersebut yaitu :

- Tujuan umum :

Menganalisis sistem pemasaran gula tebu (Cane Sugar) dengan pendekatan

structure, conduct, performance (SCP) dengan kasus di PTPN VII UU BUMA. - Tujuan Khusus :

1. Menganalisis struktur pasar industri gula tebu di Provinsi Lampung dan kaitannya dengan PTPN VII UU BUMA.

2. Menganalisis perilaku pasar gula tebu PTPN VII UU BUMA. 3. Menganalisis kinerja pasar gula tebu PTPN VII UU BUMA.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu :

1. Bagi petani dan lembaga pemasaran lainnya, adanya jaminan kepastian harga yang akan meningkatkan pendapatan petani dan memberikan margin keuntungan dengan pelaksanaan fungsi pemasaran bagi setiap lembaga pemasaran yang terlibat melalui pembagian harga yang sesuai.

2. Bagi PTPN VII UU BUMA, dapat memberikan jaminan kepastian harga khususnya bagi para petani dalam upaya merespon perubahan harga gula tebu. Selain itu, menentukan posisi perusahaan dalam industri gula tebu sehingga menentukan kemampuan perusahaan melalui pangsa pasar. Hal ini dapat membantu petani melalui penentuan dan informasi harga jual yang tepat 3. Bagi pemerintah daerah, dapat menentukan kebijakan yang berkaitan dengan


(32)

11 4. Bagi saya, dapat mengembangkan daya analisis sistem pemasaran gula tebu dengan pendekatan SCP dan berkontribusi dalam pengembangan ilmu agribisnis.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup pada penelitian ini, yaitu :

1. Penelitian ini mengkaji seluruh lembaga pemasaran gula tebu PTPN VII UU BUMA. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi dan kesimpulan yang akurat mengenai tingkat pemasaran gula tebu di PTPN VII UU BUMA. 2. Komoditas yang diteliti adalah gula tebu (cane sugar)/Gula Kristal Putih

(GKP)/gula pasir dan tidak termasuk gula rafinasi.

3. Penelitian ini mencakup analisis struktur pasar (pangsa pasar, konsentrasi pasar, dan hambatan masuk pasar), perilaku pasar (pemasaran, penentuan-pembentukan harga, praktek penjualan dan pembelian, dan kerjasama lembaga pemasaran, dan kinerja pasar (margin pemasaran, farmer share, dan analisis integrasi pasar).


(33)

(34)

13

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Pemasaran Gula

Sistem pemasaran merupakan suatu kegiatan yang produktif, sangat kompleks, sesuai dengan ketetapan, dan menimbulkan biaya (Downey et al,

1981). Pemasaran gula dalam negeri dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Pemerintah menjamin ketersediaan gula secara kontinu jika sistem pemasaran gula berjalan secara efisien (Amang, 1993). Ketidakefisienan dalam pemasaran gula ditentukan oleh panjangnya rantai distribusi dan besarnya biaya pemasaran yang harus dilalui oleh lembaga pemasaran sebelum sampai ke konsumen (Ariani, 2000). Namun, kegiatan pemasaran yang baik tidak tergantung dari panjang pendeknya rantai pemasaran melainkan dari fungsi lembaga pemasaran tersebut melakukan kegiatan pemasaran.

Besar kecilnya biaya pemasaran tergantung jarak yang harus ditempuh hingga sampai ke tangan konsumen. Sehingga biaya pemasaran dapat dijadikan sebagai indikator efisiensi sistem tataniaga tersebut. Masalah yang dihadapi dalam pemasaran gula yaitu masalah pengadaan dan pendistribusian. Kebijakan yang dilakukan pemerintah antara lain kebijakan peningkatan kapasitas produksi, pengembangan distribusi, dan akses tataniaga (Manik, 2007).

Deptan dan LPPM IPB (2002), melakukan penelitian keragaan agribisnis gula di Jawa Barat. Sistem pengusahaan tebu di Jawa Barat dilakukan dengan sistem hak guna usaha (PG Subang dan PG Jatitujuh) dan sistem Tebu Rakyat (TR) yaitu di PG Sindang Laut, PG Tersana Baru, PG Karangsuswung. Dalam sistem HGU pelaksanaan penanaman tebu sampai tebang angkut kemudian


(35)

14 yang terjadi di kebun menjadi tanggung jawab petani sementara kegiatan tebang angkut walaupun biayanya ditangung petani pengawasan berada di PG. Terdapat tiga saluran pemasaran gula di Jawa Barat yaitu :

a. Saluran 1: petanipedagang pengumpulgrosirpengecerkonsumen b. Saluran 2: petanimediator (ketua kelompok tani, koperasi, petani tebu,

karyawan PG)grosirpengecerkonsumen c. Saluran 3: petanigrosirpengecerkonsumen

Hasilnya menunjukkan bahwa keuntungan paling besar diperoleh pengecer. Hal ini menunjukan marjin yang diterima pengecer lebih besar dibandingkan lembaga lainnya.

Nahdodin dan Joko Roemanto (2008) melakukan penelitian mengenai penerapan kebijakan gula SK 643 yang dapat mengetahui seberapa efisien tingkat pemasaran gula. Hasilnya bahwa indikator inefisiensi pemasaran adalah margin pemasaran sangat besar sehingga meskipun harga gula dunia rendah. Dengan monopolisasi impor, harga eceran akan dapat membumbung tinggi. Margin pemasaran rendah SK 643 cenderung tidak menimbulkan perilaku monopolisasi. sehingga margin pemasaran tidak membesar dan tidak merugikan konsumen. sehingga SK 643 menunjukkan pemasaran yang efisien. Selain itu SK 643 cukup melindungi produsen gula berdasarkan indikator gula yang berlaku

Manik (2007) melakukan penelitian gula di Sumatera Utara dan menyatakan bahwa saluran pemasaran gula terdiri dari dua saluran pemasaran. Pertama, P3G1Pabrik Gula Petani TRI KUDPabrik Gula. Kedua, P3GIPetani Petani TRB Pedagang Pengumpul Pabrik Gula. Hasilnya pemasaran yang lebih efisien yaitu saluran pertama.


(36)

15 Amang (1993) menyatakan bahwa kebijaksanaan pemasaran yang ditempuh saat ini tidak terlepas dari struktur pasar gula yang cenderung oligopoli, dimana tebu dihasilkan oleh jutaan petani sedangkan jumlah pabrik gula hanya puluhan. Hal ini menunjukkan pelaku pasar yang kuat lebih mudah mengontrol

supply gula.

Kondisi pemasaran gula di Indonesia mempunyai karakteristik yang kurang mendukung stabilitas harga, yaitu; (1) produksi gula dalam negeri belum seimbang dengan kebutuhan konsumen; (2) produksi yang bersifat musiman; (3) distribusi yang memerlukan biaya yang relatif tinggi. Amang (2003) Jika kondisi gula seperti ini maka kebijaksanaan pemasaran gula memiliki peranan yang penting dalam usaha untuk mencapai tujuan dalam distribusi gula. Oleh karena itu, dalam melakukan pemasaran gula terdapat lembaga pemasaran yang menyalurkan gula sampai ketangan konsumen yang melibatkan beberapa pelaku pasar seperti produsen, distributor, dan pengecer.

2.2. Penerapan SCP (Market Structure, Market Conduct, Market Performance) dalam Analisis Sistem Pemasaran

Yuprin (2009) melakukan penelitian analisis pemasaran karet di Kabupaten Kapuas. Penelitian ini menggunakan konsep SCP. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) saluran pemasaran karet terdiri dari enam macam dan dapat diidentifikasi satu macam saluran terbaik, yaitu petani–pedagang kecamatan–eksportir. Saluran ini digunakan oleh sedikit petani di daerah penelitian, berarti hanya sedikit petani yang memiliki aksesibilitas baik terhadap eksportir. Petani sebagian besar memasarkan karet melalui saluran pemasaran yang dikategorikan sedang, yaitu petani–pedagang desa–pedagang kabupaten–


(37)

16 eksportir. Saluran ini terpaksa digunakan, karena petani sudah terikat dengan pedagang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya; (2) struktur pasar di tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten bersifat oligopsoni konsentrasi sedang yang menunjukkan bahwa pedagang memiliki tingkat kekuasaan yang sedang dalam mempengaruhi pasar. Struktur pasar di tingkat eksportir adalah monopsoni yang menunjukkan adanya kekuasaan tunggal ekportir dalam mempengaruhi pasar; (3) perilaku pasar ditunjukkan dengan tidak sempurnanya keterpaduan harga karet pada pasar yang satu dengan harga karet pada pasar yang lain, baik secara horisontal maupun vertikal; dan (4) penampilan pasar ditunjukkan dengan marjin pemasaran yang relatif besar dan didominasi oleh share keuntungan yang besar dan tidak merata. Hal ini menunjukkan bahwa pemasaran hasil karet tidak efisien, sehingga merugikan pedagang tingkat bawah dan petani yang berposisi paling bawah. Apabila ditinjau dari segi produksi karet di tingkat petani, perilaku dan penampilan pasar karet yang merugikan pedagang di tingkat bawah dan petani yang berposisi paling bawah disebabkan kualitas laboratorium yang di bawah standar. Struktur, perilaku, dan penampilan pasar yang terjadi sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, menyebabkan pedagang lebih banyak menikmati keuntungan dan share harga yang diterima petani relatif lebih kecil.

Fadla (2008) menganalisis integrasi pasar dalam mengukur efisiensi pemasaran komoditas beras, kacang tanah kupas, dan kedelai kuning di Propinsi NAD (Nangroe Aceh Darussalam). Dengan menggunakan model ekonometrika dalam analisis integrasi pasar secara horizontal, vertikal, jangka pendek dan jangka panjang, serta dari hasil analisis SCP, Hasil analisis dengan pendekatan SCP menunjukkan terjadinya inefisiensi dalam sistem pemasaran komoditas


(38)

17 pangan (beras, kacang tanah, dan kedelai kuning) hal ini disebabkan juga faktor sosial politik yang tidak kondusif di Propinsi yang sangat mempengaruhi keadaan pasar dan perekonomian masyarakat. Hasil analisis elastisitas transmisi harga menunjukan rata-rata koefisien elastisitas harga tergolong dalam kategori yang elastis. Artinya di daerah penelitian, perubahan harga di tingkat pasar konsumen selalu diikuti dengan perubahan harga di tingkat pasar produsen yang lebih besar, dimana pasar produsen lebih berperan dari pada pasar konsumen dalam mengendalikan harga. Hal ini menunjukkan proporsi keuntungan yang lebih besar diperoleh pedagang di pasar tingkat produsen. Analisis integrasi pasar dan efisiensi pemasaran dengan pendekatan SCP belum memberikan hasil yang memuaskan, dikarenakan penelitian hanya menggunakan data sekunder.

Sri Haryanto (2004) menganalisis sistem pemasaran apel manalagi (Malus sylvestris Mill) di Kota Batu Propinsi Jawa Timur. Struktur pasar yang terjadi cenderung oligopsoni. Informasi harga (59 %) dipengaruhi oleh pedagang yang berpegaruh dan proses pemasaran apel manalagi pada tingkat lembaga dilakukan melalui jalur khusus (50-72.2 %). Selain itu terdapat kesulitan masuk pasar bagi pedagang baru. Perilaku pasar khususnya dalam penentuan harga antara penjual dan pembeli dilakukan secara terbuka. Namun proses penentuan harga lebih dominan dipengaruhi oleh informasi harga yang berasal dari sesama pedagang dan pedagang yang berpengaruh. Dalam hal ini pemasaran cenderung kurang efisien. Distribusi margin yang paling tinggi berada pada pedagang pengecer. Namun, pengecer menanggung resiko kerusakan dan biaya lain yang cukup tinggi. Hasil analisis menunjukkan perbandingan keuntungan dan biaya produksi yang dikeluarkan petani adalah 1.21 maka apel manalagi dikatakan layak secara efisien.


(39)

18 Analisis elastisitas transmisi harga menunjukkan elastisitas lebih kecil dari satu. Artinya perubahan nisbi harga pada pasar pelaku yang dipengaruhi tidak akan melebihi perubahan nisbi harga di tingkat pelaku pasar acuan yang mempengaruhi. Hasil analisis integrasi pasar vertikal menunjukkan bahwa secara umum pada setiap tingkatan proses pemasaran terjadi integrasi jangka pendek dan tidak terjadi integrasi jangka panjang. Oleh karena itu, dikatakan bahwa perubahan harga di pasar lokal tidak diikuti oleh perbedaan harga di tingkat pasar acuan.

Hukama (2003) menganalisis pemasaran jambu mete dengan menggunakan SCP. Pemasaran jambu mete belum efisien karena saluran pemasaran masih panjang dan melibatkan banyak pelaku pemasaran. Struktur pasar yaitu oligopsoni. Keuntungan sebagian besar diambil oleh pedagang. Analisis keterpaduan pasar dominasi pedagang besar dalam penetapkan harga di petani sebagai penerima harga.

Kurniawan (2003), yang meneliti kelembagaan pemasaran gaharu di Kalimantan Timur menggunakan pendekatan SCP untuk menganalisis perilaku usaha pengumpul dan pedagang gaharu. Sedangkan untuk mengetahui karakteristik kelembagaan pemasaran gaharu dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kelembagaan yang diterapkan dalam kelembagaan pemasaran gaharu adalah sistem patron-klien, struktur pasar gaharu baik di tingkat kelembagaan pengumpul (desa), maupun pedagang gaharu (kota) adalah oligopsoni. Hasil lain yang dikemukakan adalah tidak seluruh patron (pedagang) dapat mengambil keuntungan dalam pemasaran gaharu. Perilaku patron cenderung eksploitatif kepada kliennya sehingga klien yang merasa


(40)

19 dirugikan akan merespon dengan mengurangi loyalitasnya kepada patron dimana perilaku ini menimbulkan moral hazard dalam kelembagaan gaharu.

Berbeda halnya dengan Slameto (2003) yang menganalisis kinerja kelembagaan pemasaran kakao rakyat di Lampung dengan menggunakan SCP. Struktur pasar cenderung oligopoli. Harga ditentukan pedagang dan belum dipatuhinya grading dan standarisasi produk. Keragaan pasar kakao belum baik karena hubungan pasar lokal dan pasar acuan kurang padu sehingga harga tidak tertransmisi dengan baik.

Yusrachman (2001), menganalisis sistem pemasaran ikan segar di PPI Muara Angke Jakarta. Hasil analisis menunjukkan bahwa struktur pasar yang berlaku yaitu pasar tidak bersaing sempurna (oligopsoni). Penyebaran margin belum efisien karena marjin pada setiap lembaga pemasaran tidak merata. Pedagang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi harga yang terjadi pasar. Hal ini menunjukkan pemasaran yang tidak efisien.

Andrias et al (2003) melakukan penelitian analisis tataniaga dan pilihan kelembagaan pemasaran tembakau di Kabupaten Temanggung. Hasilnya menunjukkan bahwa perilaku pasar tembakau ditentukan oleh konsumen yaitu perusahaan rokok dan pedagang besar. Struktur pasar yang terbentuk oligopsoni. Distribusi keuntungan tidak merata. Maka, pemasaran tembakau di kabupaten Tembakau belum efisien.

Triyono (2000) melakukan penelitian perkembangan posisi tawar petani dalam pemasaran damar mata kucing di Lampung. Hasilnya menunjukkan perilaku pasar cenderung efisien namun struktur pasar belum dalam kondisi persaingan


(41)

20

sempurna. Hal ini dikarenakan adanya hambatan masuk. Secara umum, pemasaran yang dilakukan belum efisien.

Referensi yang telah diperoleh dapat membantu penulis dalam melakukan analisis dalam penelitian ini. Penelitian sistem pemasaran gula yang dilakukan oleh beberapa sumber dapat disimpulkan bahwa sistem pemasaran gula dapat berjalan efisien jika seluruh lembaga pemasaran yang terlibat melakukan fungsi pemasaran yang sesuai dan melakukan kegiatan pemasaran secara fair. Penerapan SCP dalam analisis sistem pemasaran yang telah dilakukan beberapa sumber menghasilkan kesimpulan umum bahwa sistem pemasaran akan efisien jika memenuhi indikator-indikator SCP dalam suatu pasar.


(42)

21

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Konsep Pemasaran

Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan aktivitas yang ditujukan terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke tangan konsumen. Pemasaran menurut Kohls dan Uhl (2002) merupakan sebuah sistem meliputi seluruh aliran produk dan jasa-jasa yang ada, mulai dari titik awal produksi pertanian sampai semua produk dan jasa tersebut ditangan konsumen Hal ini sejalan dengan Dahl dan Hammond (1977) yang mendefinisikan pemasaran sebagai rangkaian urutan fungsi-fungsi yang dilakukan ketika produk bergerak dari titik produksi sampai ke konsumen akhir. Menurut Downey et al

(1981) pemasaran merupakan proses aliran produk dari produsen ke konsumen akhir. Kompleksitas saluran pemasaran tergantung pada masing-masing komoditi. Pemasaran melibatkan banyak perbedaan aktivitas yang dapat memberikan nilai tambah terhadap suatu produk sebagai perubahan melalui suatu sistem. Sistem pemasaran merupakan suatu kegiatan yang produktif, sangat kompleks, sesuai dengan ketetapan, dan menimbulkan biaya.

Berbeda halnya dengan Lamb et al (2001), pemasaran dari segi ekonomi merupakan tindakan atau kegiatan produktif yang menghasilkan pembentukan kegunaan yaitu kegunaan waktu, bentuk, tempat, dan kepemilikan. Kotler (1993) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses sosial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang dibutuhkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran produk-produk yang bernilai. Sedangkan Stanton dalam Limbong dan


(43)

22 Sitorus (1987) mengungkapkan konsep pemasaran sebagai suatu sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Saefuddin (1982) mengemukakan bahwa rantai pemasaran atau saluran pemasaran merupakan aliran yang dilalui oleh barang dan jasa dari produsen melalui lembaga pemasaran sampai barang dan jasa tersebut sampai di tangan konsumen. Pemasaran merupakan pembelian bahan pangan dan semua yang dibutuhkan oleh rumah tangga. Mulai dari kegiatan menyimpan hingga menyampaikan produk ke tangan konsumen (Cramer et al. 2001).

Pemasaran ditinjau dari dua perspektif yaitu perspektif makro dan mikro (Schaffner, et.al dalam Asmarantaka, 2009). Perspektif makro menganalisis sistem pemasaran setelah dari petani yaitu fungsi-fungsi pemasaran untuk menyampaikan produk/jasa yang berhubungan dengan nilai guna, waktu, bentuk, dan tempat, dan kepemilikan kepada konsumen serta kelembagaan yang terlibat dalam sistem pemasaran. Perspektif mikro menekankan pada aspek manajemen dimana perusahaan secara individu, pada setiap tahapan pemasaran dalam mencari keuntungan.

Menurut Solomon, et al. (2006), basis gagasan pemasaran adalah berangkat dari upaya untuk mengirimkan values (nilai-nilai) kepada setiap orang yang mampu dipengaruhi dalam sebuah transaksi. Sedangkan Levens (2010), pemasaran adalah sebuah fungsi organisasi dan kumpulan sebuah proses yang dirancang dalam rangka untuk merencanakan, menciptakan, mengkomunikasikan, dan mengantarkan nilai-nilai (values) kepada pelanggan dan untuk membangun


(44)

23 hubungan yang efektif dengan pelanggan dengan adanya benefit yang dirasakan oleh organisasi dan para stakeholdernya. Levens menegaskan bahwa salah satu konsep terpenting dari ilmu ekonomi yang digunakan dalam pemasaran adalah ide tentang utilitas. Utilitas didefinisikan sebagai kepuasan yang diterima oleh konsumen dari produk atau jasa yang dimiliki atau dikonsumsinya. marketing adalah lebih luas dari pada aktivitas menjual (selling) atau aktivitas penawaran iklan (advertising). Pemasaran mempengaruhi konsumen berdasarkan pilihan saat ini dan di masa depan, serta berdasarkan kondisi ekonomi. Perusahaan menciptakan nilai-nilai (values) berdasarkan pada apa yang mereka tawarkan, mengkomunikasikan nilai-nilai tersebut kepada konsumen, dan kemudian menghantarkan nilai-nilai tersebut dalam pertukarannya dengan uang yang dapat diberikan oleh konsumen.

Tujuan dari pemasaran yaitu agar barang dan jasa yang dihasilkan oleh petani maupun perusahaan sebagai produsen sampai ke konsumen. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan agar barang dan jasa dapat berpindah dari sektor produksi ke sektor konsumsi disebut sebagai fungsi pemasaran. Downey (1981), fungsi pemasaran yang dimaksud tersebut meliputi; a) fungsi pertukaran yang meliputi pembelian dan penjualan; b) fungsi fisik meliputi pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, pengangkutan; c) fungsi fasilitas yang meliputi standarisasi dan grading, penanggungan resiko, pembiayaan, dan informasi harga.

Levens (2010), fungsi marketing didefinisikan sebagai aktivitas-aktivitas yang ditampilkan oleh perusahaan atau organisasi ketika menciptakan nilai (value) secara spesifik untuk produk atau jasa yang ditawarkannya. Fungsi-fungsi pemasaran dilakukan oleh lembaga pemasaran sebagai upaya pemindahan barang


(45)

24 dan jasa dari sektor produksi ke sektor konsumsi. fungsi marketing dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umum, di mana setiap kategori menggambarkan proses (aktivitas) marketing yang terjadi. Tiga kategori fungsi tersebut antara lain:

1. Fungsi pertukaran (exchange function) 2. Fungsi fisik (physical function)

3. Fungsi fasilitasi (facilitating function)

Fungsi pertukaran adalah aktivitas-aktivitas untuk mempromosikan dan mentransfer kepemilikan. Contohnya antara lain penjualan, pembelian, harga, iklan, promosi penjualan dan public relation. Fungsi fisik merupakan aktivitas untuk mengalirkan barang dari perusahaan (manufaktur) kepada konsumen. Contohnya antara lain: perakitan (assembling), transportasi dan penanganan (transporting and handling), pergudangan (warehousing), pengolahan dan pengemasan (processing and packaging), standarisasi (standardizing), dan

grading. Adapun fungsi fasilitasi di dalamnya merupakan aktivitas-aktivitas pendampingan dalam proses eksekusi fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Contoh aktivitas fasilitasi ini antara lain: pembiayaan dan pengambilan risiko (financing and risk taking), informasi pemasaran dan penelitian, dan janji layanan (promise of servicing).

3.1.2. Konsep Efisiensi Pemasaran

Soekartawi (2002), efisiensi pemasaran merupakan nisbah antara total biaya dengan total nilai produk yang dipasarkan. Faktor yang menjadi ukuran efisiensi pemasaran yaitu keuntungan pemasaran, harga yang diterima petani, tersedianya fasilitas fisik pemasaran, dan kompetisi pasar.


(46)

25 Asmarantaka (2009), efisiensi pemasaran dapat dilakukan dengan beberapa pengukuran, yaitu: 1) efisiensi operasional dan 2) efisiensi harga. Efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningktakan rasio dari output-input pemasaran. Input pemasaran adalah sumberdaya (tenaga kerja, pengepakan, mesin, dan lainnya) yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran. Output pemasaran yang berhubungan dengan kepuasan konsumen. Oleh sebab itu, sumberdaya adalah biaya sedangkan kegunaan adalah benefits dari rasio efisiensi pemasaran. Rasio efisiensi pemasaran dapat dilihat dalam dua cara yaitu perubahan sistem pemasaran dengan mengurangi biaya pada fungsi-fungsi pemasaran tanpa mengubah manfaat konsumen dan meningkatkan keguanaan output dari proses pemasaran tanpa meningkatkan biaya pemasaran. Efisiensi harga menekankan kepada kemampuan dari sistem pemasaran yang sesuai dengan keinginan konsumen. Sasaran dari efisiensi harga yaitu efisiensi alokasi sumberdaya dan maksimum output. Efisiensi harga dapat tercapai apabila pihak-pihak yang terlibat dalam pemasaran responsif terhadap harga yang berlaku. Menurut Soekartawi (2002) bila keuntungan yang diperoleh sebagai akibat pengaruh harga maka dapat dikatakan bahwa pengalokasian faktor produksi memenuhi efisiensi harga.

Efisiensi pemasaran tercipta ketika pihak-pihak yang terlibat baik produsen, lembaga-lembaga pemasaran maupun konsumen memperoleh kepuasan (Limbong dan Sitorus, 1987). Apabila terjadi suatu perubahan yang menyebabkan biaya input untuk menghasilkan suatu barang dan atau jasa meningkat dengan tidak mengurangi kepuasan konsumen dikatakan sebagai peningkatan efisiensi. Sedangkan jika terjadi perubahan yang menyebabkan adanya penurunan biaya


(47)

26 input tetapi tidak mempertahankan atau tidak diikuti dengan peningkatan kepuasan konsumen maka dikatakan terjadi penurunan efisiensi. Penggunaan konsep efisiensi seperti ini sangat sulit karena adanya kesulitan dalam mengukur tingkat kepuasan. Sejalan dengan hal tersebut, produk yang sampai ke tangan konsumen dengan harga murah dan adanya pembagian yang adil bagi produsen dan lembaga-lembaga pemasaran dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen merupakan kegiatan pemasaran yang dilakukan secara efisien (Mubyarto, 1985). Hobbs (1997) pilihan saluran pemasaran ditentukan oleh biaya transaksi. Biaya pemasaran yang tinggi akan membuat sistem pemasaran menjadi tidak efisien (Kohls dan Uhl, 2002). Pasar yang tidak efisien disebabkan oleh tingginya biaya pemasaran dibandingkan dengan nilai produk yang dijual (Soekartawi, 2002).

Sudiyono (2002) mengemukakan bahwa indikator yang biasa digunakan untuk menentukan efisiensi pemasaran adalah margin pemasaran. Margin pemasaran yaitu perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen akhir dengan harga yang diterima pada tingkat petani. Marjin pemasaran dapat bersifat statis dan dinamis tergantung pada nilai tambah suatu komoditas atau produk. Margin pemasaran dapat mengetahui penyebaran marjin, efisiensi operasional, dan efisiensi harga. Ukuran efisiensi operasional yaitu adanya biaya pemasaran dan margin pemasaran. Semakin besar biaya pemasaran maka margin pemasaran semakin besar yang menyebabkan sistem pemasaran menjadi tidak efisien. Sedangkan efisiensi harga diukur oleh korelasi harga akibat adanya pergerakan produk tersebut dari pasar satu ke pasar lainnya.


(48)

27

3.1.3. Konsep SCP (Market Structure, Market Conduct, Market Performance)

Konsep SCP awalnya hanya digunakan untuk menganalisis organisasi pasar dalam sektor industri di negara-negara industri maju seperti Amerika Serikat, namun sekarang telah banyak digunakan untuk menganalisis kegiatan pertanian. Dasar paradigma SCP dicetuskan oleh Mason tahun 1939 yang mengemukakan bahwa struktur suatu industri akan menentukan bagaimana pelaku industri berperilaku, yang pada akhirnya menentukan keragaan atau kinerja industri tersebut.

Philips dalam Asmarantaka (2009) mengajukan konsep yang bersifat dinamis, keterkaitan hubungan dua arah yang bersifat timbal balik dan sifat hubungan endogenous diantara variabel-variabel SCP serta memperhitungkan waktu. Pendekatannya menunjukkan bahwa structure (S), conduct (C), dan

performance (P) dalam suatu waktu berada pada sistem dimana S dan C adalah faktor penentu dari P, dilain waktu S dan C ditentukan oleh P. Hal ini menunjukkan suatu sistem dinamis yang mengembangkan respon penyesuaian dari perusahaan terhadap kondisi pasar dan keadaan yang memungkinkan.

Sudiyono (2002), upaya memaksimumkan efisiensi pemasaran di negara berkembang dapat dilakukan dengan pendekatan SPC (Structure, Performance, Conduct). Wardiyati dalam Sri (2004) mengemukakan bahwa terdapat beberapa indikator dalam menentukan efisiensi pemasaran dengan pendekatan SCP. Indikator dalam struktur pasar seperti jumlah pedagang, hambatan masuk, ada tidaknya kolusi pasar, dan konsentrasi pasar. Sedangkan indikator dari analisis perilaku pasar yaitu penentuan dan pembentukan harga. Analisis kinerja pasar


(49)

28 yang menjadi indikator yaitu share produsen, distribusi margin, integrasi pasar, dan elastisitas transmisi harga. Adapun indikator ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Indikator dan Analisis Pemasaran SCP

No Analisis Indikator Kriteria

Efisien Tidak Efisien

1 Struktur pasar

a. Jumlah pedagang b. Barrier entry

c. Ada tidaknya

kolusi

d. Konsentrasi pasar

a. Banyak b. Mudah c. Tidak ada d. Tidak hanya

satu orang a. Sedikit b. Sulit c. Ada d. Terkonsentrasi satu orang 2. Perilaku

Pasar

a. Penentuah harga

b. Pembentukan harga a. Tidak ditentukan satu/beberapa orang b. Standarisasi

a. Ditentukan oleh satu/beberapa orang

b. Tidak normal

3 Kinerja pasar

a. Share produsen b. Distribusi Margin c. Integrasi Pasar d. Elastisitas Transmisi Harga a. Besar b. Adil c. Terintegrasi d. Elastis a. Kecil b. Tidak Adil c. Tidak

Terintegrasi d. Tidak Elastis Sumber : Wardiyati dalam Sri (2004)

Menurut Baye (2010), paradigma SCP terdiri atas tiga aspek analisis yang saling berhubungan. Identifikasi market stucture terdiri dari berapa jumlah perusahaan yang bersaing dalam pasar, penggunaan teknologi, konsentrasi pasar, kondisi pasar, dan hambatan keluar masuk pasar. Sedangkan market conduct

merupakan bentuk perilaku pasar terhadap struktur pasar yang terjadi. Adapun indikatornya yaitu proses penentuan harga, kegiatan integrasi dan merger, penentuan perlklanan, dan penentuan keputusan untuk research and development.

Sedangkan market performance merupakan keuntungan dan social welfare yang akan diterima industri dalam suatu pasar sebagai efek dari terbentuknya suatu struktur, perilaku, dan kinerja pasar.


(50)

29 Baye (2010) mengemukakan adanya lima kerangka kekuatan yang akan menentukan posisi, pertumbuhan, dan keberlanjutan suatu industri dalam efisiensi pemasaran. Lima kerangka kekuatan tersebut meliputi kemudahan dalam memasuki pasar (entry), kekuatan dari pembeli (power of buyer), tingkat substitusi dan komplemen dari suatu produk, industri pesaing (industry rivalry),

dan kekuatan penyedia input atau sumberdaya (power of input suppliers). Pasar yang efisien jika terdapat kemudahan dalam memasuki pasar bagi pesaing baru, adanya kemampuan perusahaan untuk bersaing satu sama lain, dan cenderung tidak ada perusahaan yang dominan dalam menentukan harga. Adapun lima kerangka kekuatan ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Lima Kerangka Kekuatan Suatu Industri

Sumber : Baye, 2010

Soekartawi (2002), dalam meningkatkan efisiensi pemasaran dan memperhatikan welfare society, pendekatan SCP merupakan pendekatan yang dapat digunakan untuk mengurangi tidak efisiennya suatu pemasaran. Struktur pasar yang tercipta dalam suatu pasar akan menentukan bagaimana pelaku industri

Level, Growth, and Sustainability of

industry Profit

Entry

Power of Buyer

Substituties and Complements Product Industry Rivalry

Power of Input Suppliers


(51)

30 berperilaku. Akibat dari terbentuknya suatu struktur dan perilaku pasar yaitu adanya penilaian terhadap suatu sistem pemasaran yang disebut sebagai kinerja pasar. Jika struktur pasar yang terjadi adalah pasar persaingan sempurna yang dicirikan dengan banyaknya jumlah pedagang, barang relatif homogen, mudah untuk keluar masuk pasar, dan konsentrasi pasar tidak terletak pada satu orang, maka perilaku pasar yang terjadi adalah akan mencerminkan struktur pasar yang berlaku. Artinya, penetapan harga yang berlaku yaitu berdasarkan mekanisme pasar. Adanya perbedaan harga di tingkat produsen dan konsumen akan menentukan seberapa besar margin pemasaran, farmer share, dan integrasi pasar yang merupakan indikator dari kinerja pasar. Adapun hubungan antara struktur, perilaku, dan kinerja pasar dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hubungan Market Structure, Market Conduct, and Market Performance

3.1.3.1. Struktur Pasar (Market structure)

Kohls dan Uhl (2002), struktur pasar merupakan karakteristik organisasi yang menentukan hubungan antara penjual dengan pembeli yang dapat dilihat dari banyaknya jumlah penjual, produk yang homogen, kemudahan perusahaan baru untuk masuk pasar, dan kemampuan dalam menentukan harga. Asmarantaka (2009), market structure merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan

Struktur Pasar (Market Structure)

Perilaku Pasar (Market Conduct)

KInerja Pasar (Market Performance)


(52)

31 sebagai hubungan (korelasi) antara pembeli (calon pembeli) dan penjual (calon penjual) yang secara strategi mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar. Struktur pasar dibatasi oleh peraturan–peraturan yang berlaku misalnya kebijakan pemerintah dan undang-undang, keberadaan diferensiasi produk, dan kondisi entry. Jumlah perusahaan, diferensiasi produk, dan hambatan masuk pasar merupakan faktor yang menentukan economic power

dan monopoly power suatu perusahaan. Struktur pasar merujuk pada jumlah dan distribusi perusahaan dalam suatu pasar. Biasanya mengukur struktur pasar merupakan rasio jumlah konsentrasi (Besanko et al. 2010). Struktur pasar berbengaruh pada conduct dan performance suatu perusahaan. Struktur pasar merupakan deskripsi jumlah pelaku dalam suatu pasar (Cramer et al. 2001).

Economic power merupakan kemampuan beberapa individu maupun perusahaan untuk mempengaruhi pihak lain dalam mengambil keputusan. Hal ini dapat diatikan sebagai seperangkat pilihan perilku yang terbatas, dimana makin sedikit batasan maka economic power yang tercipta akan semakin besar.

Market power merupakan kemampuan untuk mempengaruhi harga pasar atau mematikan pesaing. Perusahaan memiliki kemampuan tersebut tetapi belum tentu dipergunakan. Kemampuan tersebut baru akan digunakan apabila pesaing dianggap telah merugikan perusahaan secara signifikan sehingga diperlukan langkah-langkah untuk dapat mempertahankan perusahaan. Kemampuan ini dipengaruhi oleh struktur pasar yang nantinya akan mempengaruhi besaran permintaan dan penawaran didalam pasar. Adapun tipe-tipe struktur pasar dapat dilihat pada Tabel 7.


(53)

32

Tabel 7. Tipe-Tipe Struktur Pasar

Tipe Pasar Jumlah

Penjual

Tipe Produk Kemudahan Masuk Pasar

Perusahaan mempengaruhi

Harga

1. Persaingan Sempurna Banyak Homogen Mudah Tidak

2. Persaingan Tidak Sempurna a. Persaingan Monopolistik b. Oligopoli c. Monopoli Banyak Sedikit Satu Diferensiasi Diferensiasi Diferensiasi Relatif Mudah Sulit Sangat Sulit Beberapa Ya Ya Sumber: Kohls dan Uhl, 2002

3.1.3.2. Perilaku Pasar (Market Conduct)

Perilaku pasarmerupakan tingkah laku lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu yang dihadapinya, yang meliputi kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga, dan siasat pemasaran seperti potongan harga (Kohls dan Uhl, 2002). Perilaku pasar mencerminkan perilaku yang dilakukan oleh perusahaan yang berkaitan dengan produk yang dihasilkan, harga produk tersebut, tingkat produksi, promosi, dan beberapa variabel operasional lainnya.

Menurut Dahl dan Hammond (1977), perilaku pasar merupakan pola tingkah laku dari lembaga-lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu, meliputi kegiatan pembelian-penjualan, penentuan dan pembentukan harga, kerjasama lembaga pemasaran, dan praktek fungsi pemasaran. Pada SCP, hubungan yang terjadi merupakan pengaruh struktur terhadap perilaku dimana perusahaan yang memiliki kekuatan pasar kemungkinan akan memanfaatkan kemampuan tersebut dengan meningkatkan harga diatas harga kompetitif. Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu. Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan suatu kinerja pasar.


(54)

33 Perilaku pasar berhubungan dengan pelaku perusahaan. Perusahaan yang pencari harga merupakan mengharapkan perlakuan berbeda dari jenis-jenis price taker

dalam suatu industri (Cramer et al. 2001).

Tiga jenis perilaku dalam rantai pemasaran (Bowersox, et al dalam

Ariani, 2000), yaitu :

1) Kerjasama antar lembaga pemasaran. Kerjasama ini diartikan sebagai suatu keadaan yang ada dalam rantai tertentu. Hal ini dimaksudkan agar mereka memperoleh sasaran yang akan dicapai

2) Konflik. Permasalahan akan muncul dari setiap hubungan perusahaan di dalam rantai pemasaran yang saling ketergantungan. Jika tidak ada ketergantungan, maka tidak ada perusahaan yang harus bekerja sama atau tergantung dengan kegiatan-kegiatan perusahaan lain yang menimbulkan konflik.

3) Penggunaan kekuasaan. Kekuasaan akan menimbulkan suatu konflik akibat ketergantungan perusahaan dengan perusahaan yang lain

3.1.3.3. Kinerja Pasar (Market Performance)

Kinerja pasar menurut Dahl dan Hammond (1977) merupakan keadaan sebagai akibat dari struktur dan perilaku pasar dalam kenyataan sehari-hari yang ditunjukkan dengan harga, biaya, dan volume produksi yang pada akhirnya akan memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu sistem pemasaran. Deskripsi kinerja pasar dapat dilihat dari :

1) Harga dan penyebarannya ditingkat produsen dan tingkat konsumen


(55)

34 Kinerja pasar merupakan gabungan antara struktur pasar dan perilaku pasar yang menunjukkan terjadi interaksi antara struktur pasar, perilaku pasar, dan kinerja pasar yang tidak selalu linier, tetapi saling mempengaruhi. Adapun elemen kinerja pasar terdiri atas marjin pemasaran, farmer share, R/C Rasio, dan integrasi pasar.

Menurut Sudiyono (2002), keragaan pasar merupakan hasil keputusan akhir yang diambil dalam hubungan dengan proses tawar menawar dan persaingan harga. Keragaan pasar dapat digunakan untuk melihat sejauh mana pengaruh struktur dan tingkah laku pasar dalam proses pemasaran suatu komoditi pertanian.

Market performance merupakan refleksi /dampak dari structure dan conduct pada harga produk, biaya, dan jumlah-kualitas dari output (Cramer et al. 2001).

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Fluktuasi harga gula tebu internasional berdampak pada harga gula tebu di dalam negeri. Salah satu daerah yang menjadi sentra produksi gula tebu yang merasakan perubahan harga gula tebu internasional yaitu Provinsi Lampung. Fluktuasi harga gula tebu dunia memiliki pola yang sama dengan harga gula tebu di Provinsi Lampung. Fluktuasi harga gula tebu dunia yang segera direspon dengan cepat oleh Provinsi Lampung cenderung membentuk pasar yang terintegrasi dan memiliki sistem pemasaran yang efisien. Artinya, perubahan harga tersebut dapat ditransmisikan ke Provinsi Lampung. Namun, perubahan harga gula tebu tersebut apakah dapat tertransmisi hingga ke tangan produsen.

Sistem pemasaran menimbulkan biaya akibat dari kegiatan yang produktif tersebut (Downey et al, 1981). Saluran pemasaran akan menentukan besarnya biaya pemasaran yang harus dilalui oleh lembaga pemasaran sebelum sampai ke


(1)

127


(2)

129

Lampiran 1. Hasil Output Analisis Integrasi Pasar Vertikal

P1 = Harga gula di tingkat petani

P2 = Harga gula di tingkat pedagang besar

P3 = Harga gula di tingkat distributor

P4 = Harga gula di tingkat retail

LnP1 = Natural log P1

LnP2 = Natural log P2

LnP3 = Natural log P3

LnP4 = Natural log P4

a)

Analisis Regresi : P1t dengan P1t-1, P2t-P2t-1, P2t-1

The regression equation is

P1t = 1577 + 0.578 P1t-1 + 0.699 P2t-P2t-1 + 0.209 P2t-1

Predictor Coef SE Coef T P Constant 1577 3119 0.51 0.627 P1t-1 0.5777 0.2473 2.34 0.048 P2t-P2t- 0.6991 0.4751 1.47 0.179 P2t-1 0.2087 0.4135 0.50 0.627

S = 106.0 R-Sq = 54.8% R-Sq(adj) = 37.8%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 3 108964 36321 3.23 0.082 Residual Error 8 89942 11243

Total 11 198906

b) Analisis Regresi: P1t dengan P1t-1, P3t-P3t-1, P3t-1

The regression equation is

P1t = 3638 + 0.502 P1t-1 - 0.011 P3t-P3t-1 + 0.041 P3t-1

Predictor Coef SE Coef T P Constant 3638 2912 1.25 0.247 P1t-1 0.5017 0.2210 2.27 0.053 P3t-P3t- -0.0114 0.3171 -0.04 0.972 P3t-1 0.0409 0.2590 0.16 0.878

S = 122.2 R-Sq = 40.0% R-Sq(adj) = 17.5%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 3 79522 26507 1.78 0.229 Residual Error 8 119384 14923


(3)

130

c) Analisis Regresi: P1t dengan P1t-1, P4t-P4t-1, P4t-1

The regression equation is

P1t = 3718 + 0.494 P1t-1 - 0.061 P4t-P4t-1 + 0.0340 P4t-1

Predictor Coef SE Coef T P Constant 3718 2215 1.68 0.132 P1t-1 0.4937 0.2272 2.17 0.061 P4t-P4t- -0.0610 0.1858 -0.33 0.751 P4t-1 0.03398 0.09569 0.36 0.732

S = 120.6 R-Sq = 41.5% R-Sq(adj) = 19.5%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 3 82508 27503 1.89 0.210 Residual Error 8 116398 14550

Total 11 198906

d) Analisis Regresi: P2t dengan P2t-1, P3t-P3t-1, P3t-1

The regression equation is

P2t = 1244 + 0.436 P2t-1 + 0.327 P3t-P3t-1 + 0.396 P3t-1

Predictor Coef SE Coef T P Constant 1244 1994 0.62 0.550 P2t-1 0.4359 0.3291 1.32 0.222 P3t-P3t- 0.3269 0.1826 1.79 0.111 P3t-1 0.3956 0.2110 1.87 0.098

S = 68.03 R-Sq = 72.7% R-Sq(adj) = 62.5%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 3 98596 32865 7.10 0.012 Residual Error 8 37029 4629

Total 11 135625

e) Analisis Regresi: P2t dengan P2t-1, P4t-P4t-1, P4t-1

The regression equation is

P2t = 2454 + 0.558 P2t-1 + 0.161 P4t-P4t-1 + 0.134 P4t-1

Predictor Coef SE Coef T P Constant 2454 2163 1.13 0.289 P2t-1 0.5581 0.3002 1.86 0.100 P4t-P4t-1 0.16131 0.09383 1.72 0.124 P4t-1 0.13398 0.07092 1.89 0.096

S = 61.11 R-Sq = 78.0% R-Sq(adj) = 69.7%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 3 105748 35249 9.44 0.005 Residual Error 8 29877 3735


(4)

131

f) Analisis Regresi: P3t dengan P3t-1, P4t-P4t-1, P4t-1

The regression equation is

P3t = 3895 + 0.289 P3t-1 + 0.303 P4t-P4t-1 + 0.260 P4t-1

Predictor Coef SE Coef T P Constant 3895 2191 1.78 0.113 P3t-1 0.2894 0.3380 0.86 0.417 P4t-P4t-1 0.3034 0.1357 2.24 0.056 P4t-1 0.2600 0.1284 2.02 0.078

S = 91.43 R-Sq = 78.8% R-Sq(adj) = 70.9%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 3 248746 82915 9.92 0.005 Residual Error 8 66879 8360

Total 11 315625

g) Analisis Regresi: LnP1 dengan LnP2

The regression equation is

LnP1 = 3.84 + 0.568 LnP2

Predictor Coef SE Coef T P Constant 3.843 3.409 1.13 0.286 LnP2 0.5677 0.3751 1.51 0.161

S = 0.01570 R-Sq = 18.6% R-Sq(adj) = 10.5%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 0.0005643 0.0005643 2.29 0.161 Residual Error 10 0.0024642 0.0002464

Total 11 0.0030285

h) Analisis Regresi: LnP1 dengan LnP3

The regression equation is

LnP1 = 8.62 + 0.041 LnP3

Predictor Coef SE Coef T P Constant 8.623 2.643 3.26 0.009 LnP3 0.0414 0.2889 0.14 0.889

S = 0.01738 R-Sq = 0.2% R-Sq(adj) = 0.0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 0.0000062 0.0000062 0.02 0.889 Residual Error 10 0.0030222 0.0003022


(5)

132

i) Analisis Regresi: LnP1 dengan LnP4

The regression equation is

LnP1 = 9.37 - 0.040 LnP4

Predictor Coef SE Coef T P Constant 9.374 1.165 8.05 0.000 LnP4 -0.0401 0.1256 -0.32 0.756

S = 0.01731 R-Sq = 1.0% R-Sq(adj) = 0.0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 0.0000306 0.0000306 0.10 0.756 Residual Error 10 0.0029979 0.0002998

Total 11 0.0030285

j) Analisis Regresi: LnP2 dengan LnP3

The regression equation is

LnP2 = 4.01 + 0.554 LnP3

Predictor Coef SE Coef T P Constant 4.013 1.214 3.31 0.008 LnP3 0.5545 0.1327 4.18 0.002

S = 0.007986 R-Sq = 63.6% R-Sq(adj) = 59.9%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 0.0011132 0.0011132 17.46 0.002 Residual Error 10 0.0006377 0.0000638

Total 11 0.0017509

k) Analisis Regresi: LnP2 dengan LnP4

The regression equation is

LnP2 = 6.81 + 0.245 LnP4

Predictor Coef SE Coef T P Constant 6.8092 0.5234 13.01 0.000 LnP4 0.24548 0.05642 4.35 0.001

S = 0.007779 R-Sq = 65.4% R-Sq(adj) = 62.0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 0.0011458 0.0011458 18.93 0.001 Residual Error 10 0.0006052 0.0000605


(6)

133

l) Analisis Regresi: LnP3 dengan LnP4

The regression equation is

LnP3 = 5.60 + 0.383 LnP4

Predictor Coef SE Coef T P Constant 5.5987 0.6151 9.10 0.000 LnP4 0.38273 0.06629 5.77 0.000

S = 0.009141 R-Sq = 76.9% R-Sq(adj) = 74.6%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 0.0027853 0.0027853 33.33 0.000 Residual Error 10 0.0008357 0.0000836