yang dapat menyebabkan lesi attaching dan effacing AE pada sel usus. Ciri dari patogen AE adalah terletak pada tumpuannya di permukaan sel
epitel inang dan menyebabkan kerusakan pada mikrovili usus. EPEC melekat dan berkolonisasi pada epitel mukosa duodenum dan proximal
jejunum, selanjutnya menimbulkan kerusakan pada epitel jejunal melalui pembentukan mikrokoloni yang ditunjukkan dengan pelekatan yang
terlokalisasi Moat et al. 2002. Selain itu, bakteri ini juga melekat dan berkolonisasi pada kolonusus besar bagian ascending dan transverse Jay
2000. Jumlah tikus yang diare dan tingkat keparahan pada kelompok
perlakuan isolat Lactobacillus lebih sedikit daripada jumlah tikus yang diare pada kelompok kontrol EPEC K1.1, hal tersebut menunjukan bahwa
terdapat indikasi manfaat pencegahan diare akibat infeksi EPEC K1.1 oleh konsumsi isolat Lactobacillus.
2. Pengaruh Pemberian Isolat Lactobacillus dan EPEC K1.1 terhadap
Berat Badan dan Konsumsi Ransum Tikus
Selama masa pengujian aktivitas antidiare berat badan tikus terus meningkat dan tidak terjadi penurunan berat badan walaupun sudah
diinfeksi dengan EPEC K1.1. Dilihat dari penampakan feses, diare yang ditimbulkan memang tidak mengakibatkan tikus banyak kekurangan
cairan, sehingga berat badan tikus masih relatif stabil bahkan meningkat. Begitu pula dengan tingkat konsumsi ransum yang masih cenderung stabil
selama pengujian berlangsung. Grafik pertambahan berat badan tikus dan tingkat konsumsi ransum selama pengujian dapat dilihat pada Gambar 11
dan 12.
Gambar 11 Pertambahan berat badan tikus selama pengujian aktivitas antidiare
Gambar 12 Jumlah ransum yang dikonsumsi tikus selama pengujian aktivitas antidiare
3. Pengaruh Perlakuan Isolat Lactobacillus dan EPEC K1.1 terhadap
Jumlah E. coli pada Feses Tikus
Hasil yang diperoleh pada pengujian pengaruh perlakuan isolat Lactobacillus dan EPEC K1.1 terhadap jumlah E. coli dalam feses tikus
dapat dilihat pada Gambar 13. Pada kelompok kontrol negatif dimana selama pengujian seluruh tikus hanya diberikan larutan fisiologis,
mengalami kenaikan dan penurunan jumlah E. coli secara wajar cenderung stabil. Pada kelompok kontrol EPEC dimana tikus kelompok
tersebut diintervensi dengan EPEC K1.1 tanpa intervensi isolat Lactobacillus menunjukkan kenaikan jumlah E. coli yang sangat drastis
terutama sehari setelah intervensi EPEC pengamatan H8, sedangkan pada hari-hari selanjutnya hingga akhir masa pengujian jumlah E. coli
mengalami penurunan sedikit demi sedikit. Hal ini berkorelasi dengan jumlah tikus yang mengalami diare pada pengamatan H8 yang berjumlah 3
ekor tikus yang menunjukkan bahwa EPEC telah dapat menyebabkan lesi attaching dan effacing AE pada sel usus sehingga terjadi diare pada
ketiga tikus tersebut.
Gambar 13 Perubahan jumlah E. coli pada feses tikus pada kelompok
kontrol negatif, kontrol EPEC, perlakuan isolat L. rhamnosus R14, L. rhamnosus R23, dan L. rhamnosus
B16.
Pada kelompok perlakuan isolat L. rhamnosus R14 tampak menunjukkan sedikit kenaikan jumlah E. coli sehari setelah intervensi
EPEC, tetapi kemudian menurun dengan drastis pada pengamatan H10. Hal ini berkorelasi dengan tidak adanya tikus yang mengalami diare pada
pengamatan H8 meskipun pada pada H10 dan H11 terdapat beberapa ekor tikus yang mengalami diare, tetapi hal ini telah menunjukkan bahwa
L. rhamnosus R14 cukup dapat mencegah diare pada tikus. Pada kelompok perlakuan isolat L. rhamnosus R23 tampak menunjukkan sedikit
Intervensi EPEC K1.1
penurunan jumlah E. coli sehari setelah intervensi EPEC pengamatan H8 dan terus mengalami penurunan secara perlahan hingga akhir periode
perlakuan. Hal ini berkorelasi dengan tidak adanya tikus yang mengalami diare selama periode perlakuan yang menunjukkan bahwa L. rhamnosus
R23 sangat baik dalam mencegah diare pada tikus. Pada kelompok perlakuan isolat L. rhamnosus B16 tampak menunjukkan sedikit kenaikan
jumlah E. coli sehari setelah intervensi EPEC pengamatan H8, tetapi kemudian mengalami penurunan pada pengamatan H11 hingga akhir
periode perlakuan. Hal ini berkorelasi dengan adanya dua ekor tikus yang mengalami diare pada H8 tetapi diare yang terjadi tidak parah, sehingga
dapat dikatakan bahwa L. rhamnosus B16 cukup dapat mencegah diare pada tikus.
Bernet et al. 1994 menyatakan bahwa L. acidophilus LA 1 menghambat asosiasi sel dan masuknya sel enteropatogen penyebab diare.
Hal ini dapat terjadi melalui 1 non-spesific steric hindrance reseptor enterosit apical dari patogen oleh seluruh sel Lactobacillus, 2 aksi
antimikroba dari molekul yang disekresikan Lactobacillus dengan spektrum yang luas seperti bakteriosin, 3 stimulasi sekresi suatu
substansi antimikroba oleh sel usus seperti defensin, setelah sel Lactobacillus terikat.
4. Pengaruh Perlakuan Isolat Lactobacillus dan EPEC K1.1 terhadap