Pengaruh Intervensi Isolat Lactobacillus terhadap Kejadian Diare

Gambar 10 Jumlah ransum yang dikonsumsi tikus selama pengujian dosis EPEC K1.1 yang menyebabkan diare

C. Pengujian Aktivitas Antidiare Isolat Lactobacillus Asal ASI

1. Pengaruh Intervensi Isolat Lactobacillus terhadap Kejadian Diare

Akibat Infeksi EPEC K1.1 Pengaruh intervensi isolat Lactobacillus terhadap kejadian diare akibat infeksi EPEC K1.1 dapat dilihat pada Tabel 5 dan Lampiran 4. Dari hasil pengujian pengaruh intervensi isolat Lactobacillus terhadap kejadian diare akibat infeksi EPEC K1.1 diperoleh bahwa pada kelompok tikus yang hanya diberikan larutan fisiologis kontrol negatif tidak terdapat satu ekor tikus pun yang mengalami diare, kondisi feses kelompok ini normal selama masa pengujian, sedangkan pada kelompok yang hanya diintervensi dengan EPEC K1.1 pada H8 tanpa diintervensi Lactobacillus kelompok kontrol EPEC terdapat tiga ekor tikus dari enam ekor tikus anggota mengalami diare pada H1 setelah intervensi EPEC tikus B4, B5, dan B7. Gejala diare yang terjadi pada ketiga tikus adalah tanda diare 3, dimana feses tidak berbentuk bulat maupun lonjong, berwarna agak kecoklatan, sangat lembek, hingga muncul lendir. Akan tetapi, pada H2 tikus B4 dan B5 telah pulih dari diare sedangkan tikus B7 masih mengalami diare dengan gejala tanda diare 3. Tabel 5 Pengaruh intervensi isolat Lactobacillus terhadap kejadian diare akibat infeksi EPEC K1.1 Kelompok Tikus Jumlah tikus diarejumlah seluruh tikus Perlakuan Lactobacillus H0 H1 H3 H7 H8 H9 H10 H11 H12 Kontrol negatif 06 06 06 06 06 06 06 06 06 Kontrol EPEC 06 06 06 06 36 a 16 a 06 06 06 R14 06 06 06 06 06 06 16 b 26 b 06 R23 06 06 06 06 06 06 06 06 06 B16 06 06 06 06 26 b 06 06 06 06 Keterangan : a = menunjukkan tanda diare 3 b = menunjukkan tanda diare 2 Tiga ekor tikus lain yang tidak mengalami diare pada kelompok kontrol EPEC kemungkinan telah memiliki sistem imun yang baik untuk menangkal serangan EPEC. Sistem imun merupakan semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup Baratawidjaja 2002. Sistem imun terbagi menjadi dua, yaitu sistem imun non spesifik dan sistem imun spesifik. Sistem imun non spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme dan tidak berubah oleh infeksi. Sel yang penting adalah fagosit dan sel NK natural killer, sedangkan molekul yang penting pada sistem imun non spesifik adalah lisozim, komplemen, protein fase akut, dan interferon. Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda yang pertama kali muncul dalam tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitasi sel-sel imun tersebut. Bila sel sistem imun yang sudah tersensitasi tersebut terpapar kembali dengan benda asing yang sama maka benda asing yang terakhir akan dikenal lebih cepat kemudian dihancurkan. Sel yang penting pada sistem imun ini adalah limfosit T dan B, sedangkan molekul yang penting adalah antibodi, sitokin, dan mediator. Sistem imun spesifik inilah yang kemungkian terjadi pada tikus lain yang Intervensi EPEC K1.1 tidak mengalami diare, kemungkinan tikus-tikus tersebut telah terpapar oleh EPEC sebelumnya dalam jumlah yang cukup tinggi mengingat tikus yang digunakan bukanlah tikus germ free, ditandai dengan rata-rata jumlah awal E. coli pada awal pengujian yang sangat tinggi, dan memungkinkan tikus-tikus tersebut telah memiliki sistem pertahanan yang sangat kuat. Pada kelompok tikus yang diintervensi EPEC K1.1 pada H8 dan telah diintervensi isolat Lactobacillus rhamnosus B16 terdapat dua ekor tikus yang mengalami sedikit gejala diare, yaitu tanda diare 2 masih tergolong feses normal pada H1 setelah intervensi EPEC. Hal ini menunjukkan bahwa isolat Lactobacillus rhamnosus B16 cukup dapat mencegah terjadinya diare akibat EPEC K1.1 karena efek diare yang ditimbulkan lebih ringan dibandingkan dengan kelompok tikus yang tidak diintervensi Lactobacillus terlebih dahulu. Hal ini juga terjadi pada kelompok tikus yang diintervensi EPEC K1.1 dan telah diintervensi dengan isolat Lactobacillus rhamnosus R14 terlebih dahulu. Satu ekor tikus mengalami gejala diare 2 pada H3 setelah intervensi EPEC dan dua ekor tikus mengalami gejala diare 2 pada H4 setelah intervensi EPEC. Gejala diare 2 tersebut segera sembuh setelah satu hari. Hal ini juga menunjukkan bahwa isolat Lactobacillus rhamnosus R14 cukup dapat mencegah efek diare menjadi lebih ringan dan memperlambat munculnya gejala diare tersebut. Melalui pengujian tersebut juga diperoleh hasil bahwa kelompok tikus yang diintervensi EPEC K1.1 dan telah diintervensi isolat Lactobacillus rhamnosus R23 sebelum dan sesudahnya tidak ada satu ekor tikus pun yang mengalami diare. Hal ini menunjukkan bahwa isolat Lactobacillus rhamnosus R23 dapat mencegah terjadinya diare secara sempurna. Berdasarkan hasil penelitian Budiarti dan Mubarik 2007, EPEC K1.1 dapat menghasilkan enzim protease ekstraseluler yang dapat mendegradasi mucin sehingga dapat melekat pada sel epitel usus dan menimbulkan diare pada inang. EPEC adalah salah satu dari kelas patogen yang dapat menyebabkan lesi attaching dan effacing AE pada sel usus. Ciri dari patogen AE adalah terletak pada tumpuannya di permukaan sel epitel inang dan menyebabkan kerusakan pada mikrovili usus. EPEC melekat dan berkolonisasi pada epitel mukosa duodenum dan proximal jejunum, selanjutnya menimbulkan kerusakan pada epitel jejunal melalui pembentukan mikrokoloni yang ditunjukkan dengan pelekatan yang terlokalisasi Moat et al. 2002. Selain itu, bakteri ini juga melekat dan berkolonisasi pada kolonusus besar bagian ascending dan transverse Jay 2000. Jumlah tikus yang diare dan tingkat keparahan pada kelompok perlakuan isolat Lactobacillus lebih sedikit daripada jumlah tikus yang diare pada kelompok kontrol EPEC K1.1, hal tersebut menunjukan bahwa terdapat indikasi manfaat pencegahan diare akibat infeksi EPEC K1.1 oleh konsumsi isolat Lactobacillus.

2. Pengaruh Pemberian Isolat Lactobacillus dan EPEC K1.1 terhadap