Statistic nya. Dengan adanya kointegrasi, hasil estimasi selanjutnya menggunakan
model VECM.
4.2.2. Hasil Estimasi VECM
Setelah diketahui bahwa data yang tidak stasioner tetapi memiliki hubungan kointegrasi, maka metode yang digunakan adalah VECM. Estimasi
VECM menghasilkan informasi kecepatan penyesuaian speed of adjustment atas ketidakstabilan hubungan jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang.
Berikut adalah hasil estimasi VECM:
Tabel 4.9. Hasil Estimasi VECM
Variabel Koefisien
T-statistik Jangka Pendek
DINFLASI-1 0.097996
[ 1.06200] DLN_KURS-1
0.424997 [ 0.20518]
DLN_OILPRICE-1 -0.095698
[-0.10802] DLN_FPI-1
4.029277 [ 1.46154]
DM2GROWTH-1 -0.036771
[-0.70478] DLN_PDB-1
-3.290634 [-0.43874]
DSB-1 0.268580
[ 1.35337] DLN_G-1
-0.412292 [-0.56110]
DDUMMY-1 -0.360918
[-0.43649] CointEq1
-1.044154 [-8.12627]
CointEq2 0.772991
[ 4.19799] CointEq3
0.572028 [ 4.00771]
Jangka Panjang LN_FPI-1
0.260197 [ 0.30798]
M2GROWTH-1 0.722344
[ 5.75683] LN_PDB-1
-2.066609 [-2.43034]
SB-1 -0.000783
[-0.01754] LN_G-1
2.377529 [ 2.47665]
DUMMY-1 -0.835714
[-2.19615]
Catatan: tanda asterik menunjukkan signifikansi berdasarkan tabel T-statistik pada taraf nyata 5 persen, dimana n30 dikatakan signifikan jika nilai T-statistik |1,96|.
Tabel diatas merupakan rangkuman hasil analisis VECM untuk melihat pengaruh dan signifikansi variabel dalam jangka pendek dan jangka panjang. Pada
jangka pendek, inflasi periode sebelumnya, nilai tukar, harga pangan dunia, dan suku bunga berpengaruh positif, namun tidak signifikan. Sedangkan harga minyak
dunia, uang beredar, PDB, dan pengeluaran pemerintah berpengaruh negatif dan tidak signifikan dalam jangka pendek.
Terdapat dugaan parameter koreksi kesalahan persamaan kointegrasi pertama INFLASI yang secara statistik signifikan. Tanda negatif pada koefisien
menunjukkan nilai dugaan parameter koreksi kesalahan tersebut mampu melakukan koreksi pada persamaan inflasi dari ketidakseimbangan jangka pendek
menuju keseimbangan jangka panjang. Sehingga, dapat diketahui pengaruh inflasi periode sebelumnya terhadap inflasi dalam jangka panjang. Inflasi periode
sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang. Hal ini sesuai teori Kurva Phillips dimana salah satu yang mempengaruhi
inflasi adalah inflasi periode sebelumnya. Ketika terjadi kenaikan pada inflasi saat ini, maka masyarakat membentuk ekspektasinya bahwa inflasi bulan selanjutnya
akan meningkat. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Susanto 2005 yang menyatakan bahwa ekspektasi inflasi berpengaruh positif pada inflasi.
Selain itu, terdapat dugaan parameter koreksi kesalahan persamaan kointegrasi kedua LN_KURS dan ketiga LN_OILPRICE yang secara statistik
signifikan. Sehingga, dapat diketahui pengaruh nilai tukar dan harga minyak dunia terhadap inflasi dalam jangka panjang. Pada jangka panjang, nilai tukar
berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Hal ini sesuai dengan teori dimana ketika terjadi depresiasi nilai tukar, maka harga barang impor akan
meningkat. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan pada struktur biaya cost sehingga mendorong terjadinya kenaikan harga barang domestik. Pada jangka
panjang, harga minyak dunia juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Hal ini sesuai dengan teori mark-up. Ketika terjadi kenaikan harga minyak
dunia maka perusahaan akan menaikan mark-up sehingga harga akan naik. Peningkatan harga minyak akan menyebabkan peningkatan biaya produksi dan
mendorong perusahaan untuk meningkatan harga. Variabel harga pangan dunia LN_FPI berpengaruh positif, namun tidak
signifikan dalam jangka panjang. Pengaruh positif ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Braun 2008 yang menyatakan bahwa pola kenaikan harga
pangan dunia diikuti oleh kenaikan pangan domestik. Pada negara berkembang, kenaikan harga pada pangan dapat menimbulkan inflasi karena rata-rata konsumsi
pangan menempati porsi terbesar dari tingkat konsumsi masyarakat. Variabel pertumbuhan uang beredar M2GROWTH berpengaruh positif
dan signifikan dalam jangka panjang. Hal ini sesuai dengan teori kuantitas uang. Ketika terjadi kenaikan uang beredar, maka tingkat suku bunga akan menurun.
Menurunnya suku bunga ini dapat meningkatkan konsumsi dan investasi yang dapat meningkatkan permintaan agregat. Meningkatnya permintaan agregat dapat
meningkatkan harga sehingga terjadi inflasi. Variabel PDB LN_PDB berpengaruh negatif dan signifikan dalam
jangka panjang. Hal ini tidak sesuai dengan teori. Namun, dapat dijelaskan bahwa meningkatnya PDB berarti meningkatnya produksi barangjasa di suatu negara.
Peningkatan produksi dapat meningkatkan supply sehingga dapat menurunkan harga.
Variabel suku bunga SB berpengaruh negatif dan signifikan dalam jangka panjang. Hal ini sesuai dengan teori bahwa suku bunga berpengaruh
negatif terhadap inflasi. Suku bunga merupakan instrumen kebijakan moneter ketika inflasi tidak sesuai dengan target yang ditetapkan. Ketika inflasi ke
depannya diperkirakan berada diatas target inflasi yang telah ditetapkan, maka Bank Indonesia akan meningkatkan suku bunga. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat dan diharapkan dapat menurunkan inflasi sehingga sesuai dengan target yang telah ditetapkan
sebelumnya. Variabel pengeluaran pemerintah LN_G berpengaruh positif dan
signifikan dalam jangka panjang. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap inflasi. Penurunan konsumsi pengeluaran
pemerintah dapat menurunkan permintaan agregat sehingga dapat menurunkan inflasi.
Inflation Targeting Framework DUMMY berpengaruh negatif dan
signifikan dalam jangka panjang. Artinya, setelah adanya ITF ini inflasi cenderung menurun. Hal ini sesuai dengan tujuan dilakukannya ITF yaitu untuk
mengendalikan inflasi yang rendah dan stabil.
4.2.3. Analisis Impulse Response Function